• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

3) Macam-macam Teknik Modelling

Dalam teknik modelling (percontohan), terdapat macam-macam modelling menurut Komalasari (2011: 179), yaitu sebagai berikut:

a) Live Model seperti terapis, konselor, guru, atau anggota keluarga.

b) Symbolic Model seperti tokoh dalam film atau cerita.

c) Multiple Model seperti dalam kelompok, atau merubah sikapnya saat melihat anggota lain dalam kelompok.

Berdasarkan pendapat di atas, dipahami bahwa teknik modelling ada tiga, yaitu model langsung oleh seorang tokoh secara langsung diperlihatkan Model simbolik melalui video ataupun cerita. Selanjutnya model ganda yang terlihat dari beberapa model.

Selanjutnya secara lebih rinci Corey (2009: 9) menjelaskan macam-macam modelling (pemodelan), yaitu:

a) Model yang nyata (Live Model), digunakan untuk menggambarkan perilaku-perilaku tertentu khususnya

situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial dan interaksi dengan memecahkan masalah. Model yang hidup (Live Model) diperoleh konseli dari konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah lakuyang sesuai, pengaruh sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Live model dapat digunakan untuk mengatasi perilaku maladaptif, seperti kasus pola asuh orangtua yang otoriter, perilaku agresif, pecandu rokok, dan lain-lain.

b) Model simbolik (Symbolic Model), tujuan dari modelling simbolik adalah untuk perubahan perilaku yang kurang tepat. Model yang disajikan seperti bahan-bahan tertulis, audio, video, film atau slide. Modelling simbolik membentuk gambaran tentang ralitas diri, sehingga dapat memotret berbagai hubungan manusia dan kegiatan yang mereka lakukan. Contohnya untuk menangani permasalahan phobia, kecanduan obat-obatan terlarang, gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis, hubungan sosial yang tidak baik, dan lain sebagainya.

c) Model ganda (Multiple Model) yang terjadi dalam kelompok. Seorang anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan mempelajari suatu sikap baru, setelah mengamati bagaimana anggota lain dalam kelompoknya bersikap.

Misalnya bagaimana menumbuhkan sikap percaya diri, mengurangi rasa malu, minder, dan perilaku lainnya yang menyimpang.

Berdasarkan ketiga poin di atas dapat dipahami bahwa model yang diberikan berupa model secara langsung, model melalui video, gambar, audio dan sebagainya. Kemudian model ganda yang diberikan dalam anggota kelompok.

4) Tahap-tahap Modeling

Tahap-tahap modeling menurut Bandura (dalam Feist, 2008: 410) yaitu: “(a) Atensi (perhatian), (b) Representasi, (c) Reproduksi, dan (d) Motivasi”.

Tahap pertama yaitu tahap atensi. “Jika individu ingin mempelajari sesuatu, maka individu tersebut harus memperhatikannya dengan seksama” (Bandura dalam Feist, 2008: 410). Dalam tahap ini peserta didik mengamati model dengan serius. Oleh karena itu dalam mengamati hendaknya klien harus memberikan perhatian secara seksama pada setiap kata-kata dan tingkah laku model.

Tahap kedua yaitu tahap representasi. Pada tahap ini

“individu mengingat apa yang diperhatikan” (Bandura dalam Feist, 2008: 410). Dapat dipahami bahwa ditahap inilah perumpamaan dan bahasa mulai bermain. Individu akan menyimpan apa saja yang dilakukan model yang telah dilihat dalam bentuk perilaku maupun perkataan.

Tahap ketiga yaitu tahap reproduksi. Pada tahap ketiga ini

“individu belajar untuk menghasilkan perilaku seperti model yang telah diamati” (Bandura dalam Feist, 2008: 410). Dapat diahami bahwa setiap individu sudah mampu menampilkan perilaku maupun perkataan dari model yang diamati. Individu melakukan persiapan, mempraktikkan tingkah laku baru kemudian mengevaluasi tingkah laku yang telah dilakukan.

Tahap terakhir adalah tahap motivasi. “Tahap ini individu akan menirukan model karena merasakan adanya dorongan-dorongan untuk melakukan apa yang telah diamatinya”

Bandura (dalam Feist, 2008: 410). Dapat dipahami bahwa peserta didik menampilkan perilaku baru kemudian diberikan penguatan. Bandura (dalam Feist, 2008: 410) menjelaskan bahwa “motivasi (dorongan) dalam modelling ini bukan yang

menyebabkan individu mau belajar, akan tetapi mendorong individu untuk membuktikan bahwa dia telah belajar”. Dapat dipahami bahwa motivasi yang diberikan oleh konselor atau guru BK pada peserta didik bukan dorongan untuk menampilkan perilaku baru, namun motivasi bahwa pesrta didk tersebut sudah belajar dan mampu mempraktekkan dengan baik apa yang sudah dipelajarinya.

Sejalan dengan pendapat di atas, Adiputra (dalam Repita, Parmiti dan Tirtayani, 2016: 5) menambahkan tahap-tahap teknik modelling ada empat tahapan, yaitu:

a) Tahap memperhatikan, anak akan memperhatikan karakteristik model, sifat, kegiatan, dan apapun yang dapat diamati oleh anak.

b) Tahap retensi, anak akan mempresentasikan dengan imaginatif dan verbal. Anak akan meniru perilaku model pada kesempatan lain. Respon dan tutur kata anak akan menggambarkan apa saja yang sudah dipahami dari model.

c) Tahap reproduksi motorik, anak melakukan tindakan sebagai bentuk peniruan perilaku. Setelah anak memperhatikan model, anak akan melakukan tindakan sebagai perilaku baru.

d) Tahap motivasi, anak akan diberikan motivasi atau penguatan jika anak melakukan perilaku seperti perilaku model.

Selanjutnya Erford (2017: 341) menjelaskan agar peserta didik dapat mempelajari perilaku yang dicontohkan dengan sukses, ada empat proses yang saling terkait, proses tersebut antara lain:

Pertama, klien harus mampu memperhatikan demonstrasi modeling (atensi). Kedua, klien harus mampu menyimpan pengamatan atas peristiwa yang dicontohkan (retensi).

Ketiga, klien perlu mampu secara motorik untuk memproduksi perilaku yang dicontohkan (reproduksi).

Keempat, klien harus termotivasi secara internal atau melalui penguatan eksternal, untuk melakukan target (motivasi). Reproduksi dan motivasi diperlukan untuk melaksanakan perilaku.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa tahapan teknik modelling ada empat, yaitu tahap pertama adalah tahap memperhatikan (peserta didik memperhatikan model dengan seksama). Tahap kedua yaitu tahap retensi (peserta didik mempresentasikan atau mengingat kembali apa yang ditampilkan model). Tahap ketiga yaitu tahap reproduksi motorik (peserta didik melakukan tindakan dalam bentuk perilaku baru setelah memperhatikan model).

Selanjutnya tahap terakhir adalah tahap motivasi (peserta didik diberi penguatan setelah ia melakukan perilaku baru).

3. Keterkaitan Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling dengan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung baik verbal dan nonverbal sehingga mendatangkan umpan balik dengan segera pula dikenal dengan istilah komunikasi interpersonal. Menurut DeVito (dalam Febriati, 2014: 288) komunikasi interpersonal merupakan “pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok secara langsung sehingga menghasilkan umpan balik yang segera dan langsung seketika itu juga.

Selanjutnya Devito (dalam Sartika dan Sulistyaningsih, 2012: 82-83) mengemukakan bahwa ada lima aspek agar komunikasi interpersonal menjadi efektif, yaitu:

1. Aspek keterbukaan, komunikator harus terbuka kepada orang yang diajak bicara, mau mengungkapkan informasi tentang hal-hal yang biasanya disembunyikan, selanjutnya adanya kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang tidak diam dan harus kritis.

2. Aspek empati, mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal.

3. Aspek sikap mendukung, saat berkomunikasi bersedia mendengarkan pandangan-pandangan lawan bicara.

4. Aspek sikap positif, mengacu pada hal-hal positif untuk diri sendiri dan orang lain serta memberikan pujian kepada orang lain.

5. Aspek kesetaraan, menerima dan menghargai setiap perbedaan komunikan dan tidak menjatuhkan posisi lawan bicara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal itu dapat dikembangkan melalui lima aspek. Aspek tersebut adalah keterbukaan, aspek empati, aspek mendukung untuk terjadinya komunikasi serta adanya rasa positif yang saling menghargai (kesetaraan). Saling membutuhkan dan terbuka antara komunikator dan komunikan akan menghasilkan komunikasi yang baik dan tersalurkannya informasi dengan tepat.

Purwanto dan Lianasari (2016: 2) yang menyatakan bahwa

“komunikasi interpersonal siswa dinilai tidak cukup terbangun hanya melalui tataran konsep, teori dan diskusi saja saat interaksi pembelajaran. Perlu latihan dan evaluasi dalam menangkap informasi yang ada sehingga mampu mendongkrak kompetensi kepribadian siswa”.

Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling dianggap tepat untuk membantu siswa keluar dari kelemahannya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar serta meningkatkan kemampuan komunikasi interpesonalnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sudiana (dalam Rachmi, Mugiarso, dan Saraswati, 2018: 15)

“pelatihan keterampilan komunikasi interpersonal dapat dilakukan dengan cara hiiden curriculum yaitu pemberian materi pada saat pembelajaran berlangsung. Biasanya cara ini dilakukan melalui panutan, pesan selingan, lagu, peribahasa, cerita, dan film”. Teknik Modelling yang diberikan berupa penayangan video cara

berkomunikasi yang baik sehingga peserta didik bisa memahami dan mempraktekkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pemberian model kepada peserta didik guna mengubah tingkah laku yang buruk menjadi baik dapat di kemas dalam pemberian layanan oleh guru Bimbingan dan Konseling. Layanan tersebut salah satunya adalah layanan penguasaan konten. Dimana layanan tersebut bertujuan agar peserta didik/konseli dapat memiliki keterampilan tertentu yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dijelaskan oleh Prayitno (2017:94) bahwa “layanan penguasaan konten (PKO) merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri, kelompok ataupun klasikal) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar”. Sehingga keterampilan komunikasi interpersonal siswa diharapkan bisa ditingkatkan dengan layanan penguasaan konten. Pada dasarnya layanan penguasaan konten bertujuan agar peserta didik/individu bisa menguasai keterampilan tertentu yang berguna bagi kehidupannya.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Noor Halida Fitriawati Ghozali dan Sugiyo (2016) Jurnal dengan Judul “Meningkatkan Komunikasi Antar Pribadi melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Modelling Simbolik”

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa sebelum memperoleh bimbingan kelompok dengan teknik modelling simbolik kemampuan komunikasi antar pribadi siswa termasuk dalam kriteria sedang, dan setelah memperoleh bimbingan kelompok dengan teknik modelling simbolik kriteria komunikasi antar pribadi siswa menjadi tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik modelling simbolik dapat meningkatkan komunikasi antar pribadi siswa.

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan yang diteliti adalah sama-sama melihat bagaimana komunikasi interpersonal siswa

sehingga nantinya dengan pemberian teknik modelling simbolik berpengaruh dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa.

Sedangkan, perbedaan peneliti dengan Ghozali dan Sugiyo adalah penelitian dari variabel X, dimana peneliti mengangkat layanan penguasaan konten sedangkan Ghozali dan Sugiyo mengangkat bimbingan kelompok.

2. Hanum Isnia Rachmi, Heru Mugiarso dan Sinta Saraswati (2018) Jurnal dengan Judul “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Role Playing terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa”

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa sebelum diberikan layanan penguasaan konten teknik role playing memiliki rata-rata komunikasi interpersonal siswa sebesar 51% termasuk dalam kriteria rendah. Sedangkan komunikasi interpersonal siswa setelah diberikan layanan penguasaan konten teknik role playing memiliki rata-rata 77% yang termasuk dalam kriteria tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa layanan penguasaan konten teknik role playing berpengaruh terhadap komunikasi interpersonal siswa.

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan yang diteliti adalah sama-sama melihat bagaimana layanan penguasaan konten digunakan untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa sehingga nantinya dengan pemberian layanan penguasaan konten berpengaruh dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa. Sedangkan, Perbedaan peneliti dengan Rachmi, Mugiarso dan Saraswati adalah Penelitian dari teknik yang digunakan, dimana peneliti mengangkat teknik modelling sedangkan Supriyati mengangkat teknik role playing.

3. Rully Age Irawan (2016) Skripsi dengan Judul “Efektivitas Strategi Modelling melalui Konseling Kelompok terhadap Peningkatan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII di SMPN 1 Piyungan Bantul Yogyakarta”

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa strategi modelling melalui konseling kelompok efektif untuk meningkatkan komunikasi interpersonal siswa.

Hal ini terbukti dengan hasil analisis melalui teknik statistik nonparametris uji wilcoxon dengan hasil Zhitung = 2,234 (Sig > 0,05)

> Ztabel = 1,645 (Sig > 0,05) serta adanya kenaikan skor rata-rata komunikasi interpersonal siswa pada pretest sebesar 76 dan meningkat pada post-test menjadi 104.

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan yang diteliti adalah sama-sama melihat bagaimana komunikasi interpersonal siswa sehingga nantinya dengan pemberian teknik modelling berpengaruh dalam meningkatkan komunikasi interpersonal siswa. Perbedaan peneliti dengan Irawan adalah Penelitian dari variabel X, dimana peneliti mengangkat layanan penguasaan konten sedangkan Irawan mengangkat konseling kelompok.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan seperti berikut:

Keterangan:

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten teknik modelling merupakan perlakuan yang akan diberikan kepada siswa di dalam kelas dengan memberikan konten-konten yang akan diaplikasikan oleh siswa terkait komunikasi interpersonal.

Tahap pelaksanaan layanan penguasaan konten dimulai dari tahap awal (pendahuluan), kemudian tahap inti (kegiatan) yang di dalamnya terdapat tahap dari teknik modelling yang dimulai dari atensi (perhatian), representasi (mengingat apa yang diperhatikan), reproduksi (mempersiapkan, mempraktikkan kemudian mengevaluasi tingkah laku baru yang diperoleh), selanjutnya motivasi, maka diharapkan siswa kelas VIII di SMPN 4 Batusangkar dapat menerapkan cara-cara dalam meningkatkan komunikasi interpersonal (keterbukaan dan empati). Tahap terakhir layanan penguasaan konten yaitu tahap penutup beserta tindak

Komunikasi Interpersonal (Y) Layanan Penguasaan Konten

Teknik Modelling (X)

1. Keterbukaan dalam berkomunikasi

2. Empati dalam berkomunikasi

1. Atensi/Perhatian (peserta didik memperhatikan model yang ditayangkan melalui video)

2. Representasi (peserta didik mengingat apa yang diperhatikan)

3. Reproduksi (peserta didik mempersiapkan, melakukan dan mengevaluasi tingkah laku baru yang dilakukan)

4. Motivasi (peserta didik diberi penguatan setelah

lanjut. Pola kerangka berpikir di atas yang penulis maksud adalah pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa kelas VIII di SMPN 4 Batusangkar.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Disini peneliti mengambil Hipotesisnya adalah Ha dan H0.

Ha (Hipotesis alternatif) dimana adanya hubungan antara Variabel X dan Y Sedangkan H0 (Hipotesis Nol) dimana pengujiannya dengan perhitungan statistik. Berdasarkan paparan teoritik diatas, rumusan hipotesis yaitu :

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa SMPN 4 Batusangkar.

Ha : Ada pengaruh yang signifikan layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa SMPN 4 Batusangkar.

Hipotesis statistik:

H0 : thitung ≤ ttabel Ha : thitung < ttabel

49 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapaun jenis penelitian menggunakan metode eksperimen. Menurut Sugiyono (2012:

107), metode eksperimen ini dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian ini berfungsi untuk melihat sebesar apa pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa SMPN 4 Batusangkar.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai penelitian eksperimen dimana dalam penelitian yang diteliti adanya pengaruh terhadap kedua variabel sehingga akan dilihat pengaruh objek yang diteliti, apakah besar pengaruhnya atau kecil pengaruhnya. Pada penelitian eksperimen ini, peneliti menyusun variabel yang menyatakan adanya hubungan sebab akibat diantara variabel yang terjadi. Variabel yang diteliti termasuk variabel bebas dan variabel terikat, dimana pada penelitian ini variabel bebas adalah layanan penguasaan konten teknik modelling dan variabel terikat adalah komunikasi interpersonal.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi-experimental design. Menurut Hanafi (2011: 109) “Metode penelitian quasi-experiment merupakan penelitian yang tidak digunakannya penempatan subjek secara random‟‟. Hal ini berarti penelitian quasi-experiment merupakan penelitian yang penempatan subjeknya Non Random (NR). Berikut adalah tabel quasi-experimental:

Tabel III.1

Model Quasi-Eksperimen

Pre-test Perlakuan Post-test

NR 01 X 02

Keterangan:

01 : Pre-test (pengukuran pertama sebelum diberikan perlakuan yaitu pemberian: layanan penguasaan konten teknik modelling)

X : Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen

02 : Post-test (pengukuran kedua setelah diberikan perlakuan yaitu pemberian: layanan penguasaan konten teknik modelling)

Secara umum langkah-langkah dalam melakukan penelitian eksperimen adalah:

a. Melakukan pre-test, yaitu memberikan skala komunikasi interpersonal sebelum dilaksanakannya treatment. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tingkat komunikasi interpersonal siswa sementara sebelum diberikan treatment.

b. Melakukan treatment (memberikan perlakuan), yaitu layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa.

Tabel III.2 Rencana Treatment

No Topik Treatment Tujuan Waktu Tempat 1 Keterbukaan dalam

Komunikasi

Agar siswa mampu

terbuka ketika

berkomunikasi baik dalam menyampaikan pendapat, informasi umum dan pribadi serta mampu memberikan respon yang tepat saat berkomunikasi

menghargai orang lain baik secara verbal dan

Efektif sehingga mampu menerapkan komunikasi yang efektif dalam kehidupan sehari-hari

c. Memberikan posttest setelah perlakuan diberikan, yaitu mengadakan tes dengan memberikan skala yang sama tes awal terhadap kelompok subjek. Tujuannya untuk membandingkan rata-rata tes pertama dengan tes kedua, apakah ada peningkatan skor atau tidak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Batusangkar dalam waktu penelitian yang dilaksanakan dari Bulan Oktober sampai dengan November 2019.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari bentuk subyek penelitian.

Menurut Sugiyono (2012: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Tabel III.3 Populasi Penelitian

NO Kelas Jumlah Anak

1. VII.1 17

2. VII.2 17

3. VIII 29

4. IX.1 15

5. IX.2 15

Jumlah 93

Sumber: Guru BK SMPN 4 Batusangkar

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah populasi guna mempermudah proses penelitian. Sugiyono (2012: 118) mengemukakan sampel adalah

“bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pengambilan sampel ini berguna untuk memudahkan penelitian. Jika populasi yang akan diteliti maka cakupannya terlalu luas dan banyak sehingga kesulitan dalam melaksanakan penelitian.

Sehingga diambillah sampel yang tepat dan memiliki karakteristik untuk mewakili populasi dalam penelitian.

Cara pengambilan sampel yang peneliti lakukan didalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling. Purposive sampling menurut Sugiyono (2012: 126) adalah “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Peneliti mengambil teknik ini karena tidak semua kelas memiliki kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti. Berdasarkan pertimbangan terhadap kriteria yang memenuhi untuk dijadikan sampel maka peneliti memilih kelas VIII menjadi sampel penelitian. Pertimbangan tersebut adalah banyaknya siswa di kelas VIII yang kurang memiliki keterampilan dalam melakukan komunikasi interpesonal. Banyak permasalahan yang timbul akibat salah berkomunikasi, sehingga dengan digunakan teknik purposive sampling ini dapat menunjang terselenggaranya penelitian yang dilakukan. Sampel pada penelitian ini sebagai berikut:

Tabel III.4 Sampel Penelitian Kelas Jumlah Anak

Laki-laki

Jumlah Anak Perempuan

Total

VIII 15 14 29

Sumber: Guru BK SMPN 4 Batusangkar

D. Teknik Pengumpulan Data

Pada suatu penelitian tentu banyak cara yang dapat digunakan sebagai suatu metode untuk memperoleh data penelitian. Pada penelitian ini penulis menggunakan skala komunikasi interpersonal model Likert.

Sugiyono (2012: 93) menyatakan bahwa skala Likert merupakan “skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial”. Penulis memilih skala Likert dalam penelitian ini karena penulis ingin melihat tingkat keterampilan komunikasi interpersonal siswa, jawaban dari skala Likert ini memiliki alternatif jawaban berupa berkala selalu (SL), sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan tidak penah (TP) dalam bentuk item positif, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel III.5

Skor Skala Likert dengan Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban Item Positif Item Negatif

Selalu (SL) 5 1

Sering (SR) 4 2

Kadang-kadang (KD) 3 3

Jarang (JR) 2 4

Tidak pernah (TP) 1 5

Teknik pengumpulan data merupakan suatu hal yang penting dalam penelitian, karena teknik pengumpulan data ini berguna untuk memperoleh bahan, keterangan, dan informasi yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan berupa instrumen yang disusun berdasarkan beberapa indikasi yang diduga berhubungan dengan layanan penguasaan konten teknik modelling dan komunikasi interpersonal siswa. Untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian harus menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan penelitian itu sendiri. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam melakukan komunikasi interpersonal di sekolah.

E. Pengembangan Instrumen

1. Menetapkan Jenis atau Pola instrumen

Jenis instrumen yang penulis gunakan adalah instrumen non-tes dalam bentuk skala likert. Sugiyono (2012: 93) menyatakan bahwa skala Likert merupakan “skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial”. Penulis memilih skala Likert dalam penelitian ini karena penulis ingin melihat tingkat keterampilan komunikasi interpersonal siswa.

2. Menetapkan Isi Instrumen

Menetapkan isi instrumen disesuaikan dengan teori yang sesuai dengan variabel yang ingin diuji. Penulis menetapkan isi instrumen yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal. Tas‟adi (2011: 8) menjelaskan isi instrumen harus relevan dengan cara yang hendak di kumpulkan dan untuk mendapatkan isi instrumen yang relevan dapat didasarkan atas suatu teori yang dianut, atau mengkombinasikan teori-teori yang telah kita pelajari. Sehingga kita bisa menghasilkan suatu klasifikasi baru yang dapat kita pertanggung jawabkan, seperti yang telah peneliti cantumkan dalam definisi operasioanal.

3. Menyusun Kisi-Kisi

Agar penulis mudah dalam menyusun instrumen penelitian maka terlebih dahulu penulis harus merancang instrumen dengan istilah kisi-kisi (layout). Kisi-kisi-kisi bermanfaat sebagai gambaran yang jelas dan lengkap serta mempermudah penulis mengungkapkan instrumen karena kisi-kisi berfungsi sebagai pedoman dalam penulisan butir.

Menurut Nurkancana (dalam Tas‟adi, 2011: 8-9) agar penyusunan kisi-kisi lebih terarah maka hal yang harus dicantumkan dalam kisi-kisi-kisi-kisi meliputi:

a. Variabel (aspek yang akan diukur)

b. Sub-Variabel atau perincian terhadap aspek yang hendak diukur

c. Indikator atau petunjuk tentang ada atau tidaknya suatu variabel atau sub-variabel.

d. Pola instrumen yang akan digunakan.

e. Jumlah item yang akan digunakan untuk mengukur masing-masing indikator.

f. Nomor-nomor item yang mengukur suatu indikator tertentu.

Tabel III.6

Tabel III.6

Dokumen terkait