• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN TEKNIK MODELLING TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA SMPN 4 BATUSANGKAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN TEKNIK MODELLING TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA SMPN 4 BATUSANGKAR SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN TEKNIK MODELLING TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA

SMPN 4 BATUSANGKAR

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana (S-I) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling

Oleh:

MITRA OVINIA NIM. 15300800056

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

i

MODELLING TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA SMPN 4 BATUSANGKAR”. Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar 2020.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah rendahnya keterampilan komunikasi interpersonal siswa. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan untuk terbuka terhadap lawan bicara serta rendahnya kemampuan berempati dalam berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa SMPN 4 Batusangkar.

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian dengan metode kuantitatif jenis quasi-eksperimen. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan populasi sebanyak 93 orang siswa. Data yang dikumpulkan dengan menyebarkan skala likert. Teknik analisis data menggunakan uji-t (t-tes).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak.

Artinya, layanan penguasaan konten teknik modelling berpengaruh signifikan terhadap komunikasi interpersonal siswa di SMPN 4 Batusangkar pada taraf signifikan 5%.

(6)

ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat dan Luaran Penelitian... 8

G. Definisi Operasional ... 9

BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 11

1. Komunikasi Interpersonal ... 11

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 11

b. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 12

c. Komponen Komunikasi Interpersonal ... 14

d. Karakteristik Komunikasi Interpersonal ... 17

e. Kecakapan-kecakapan yang Harus Dimiliki dalam Komunikasi ... Interpersonal ... 19

(7)

iii

3) Komponen Layanan Penguasaan Konten ... 26

4) Asas Layanan Penguasaan Konten ... 27

5) Pendekatan Unsur Kegiatan Layanan Penguasaan Konten ... 28

6) Operasionalisasi Layanan Penguasaan Konten... 32

b. Teknik Modelling ... 33

1) Pengertian Teknik Modelling... 33

2) Tujuan Teknik Modelling ... 35

3) Macam-macam Teknik Modelling ... 38

4) Tahap-tahap Teknik Modelling ... 40

3. Keterkaitan antara Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling denganKomunikasi Interpersonal... 42

B. Kajian dan Penelitian yang Relevan ... 44

C. Kerangka Berfikir ... 47

D. Hipotesis ... 48

BAB III: METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 49

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

C. Populasi dan Sampel ... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ... 53

E. Pengembangan Instrumen ... 54

F. Teknik Pengolahan Data ... 62

G. Teknik Analisis Data ... 64

(8)

iv

2. Deskripsi Treatment ... 69

3. Dekripsi Data Hasil Posttest ... 79

4. Perbandingan Hasil Pretest dengan Hasil Posttest ... 81

B. Analisis Data ... 85

C. Pembahasan... 90

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 93 KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang secara khusus memiliki peranan penting dalam mengembangkan keterampilan dan potensi peserta didik. Sekolah dirancang khusus sebagai tempat pengajaran para siswa di bawah pengawasan para guru yang dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat.

Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan. Antara dua komponen tersebut harus terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal. Guru dan siswa memegang peranan yang penting. Antara keduanya tidak dapat diutamakan yang satu dari yang lain karena pembelajaran yang baik adalah terlaksananya pembelajaran dua arah, yakni guru mampu memberikan informasi dan pengetahuan secara komunikatif, serta siswanya diharapkan mampu menyerap informasi dan pengetahuan yang diterima itu dengan baik dan tepat.

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri sebagai interaksi dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang.

Slameto (2003:13) yang menyatakan bahwa “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa hakikatnya seseorang belajar adalah berubah tingkah laku menjadi lebih baik dari pengalaman belajar yang ia peroleh. Perubahan tingkah laku tersebut salahsatunya ialah cara berkomunikasi yang baik dengan semua orang.

(10)

Komunikasi yang baik dan efektif akan mendatangkan kemudahan setiap individu mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup dengan baik. Begitupun sebaliknya, komunikasi yang tidak efektif akan mendatangkan dampak yang tidak baik pada individu sehingga akan sulit menjalani kehidupan. Komunikasi pada dasarnya dilakukan agar individu dengan individu maupun kelompok mampu menjalin hubungan yang baik sehingga kesalahpahaman dari komunikasi dapat diminimalisir.

Komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung baik verbal dan nonverbal sehingga mendatangkan umpan balik dengan segera pula dikenal dengan istilah komunikasi interpersonal.

Menurut DeVito (dalam Febriati, 2014: 288) komunikasi interpersonal merupakan “pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok secara langsung sehingga menghasilkan umpan balik yang segera dan langsung seketika itu juga.

Selanjutnya Devito (dalam Sartika dan Sulistyaningsih, 2012: 82-83) mengemukakan bahwa ada lima aspek agar komunikasi interpersonal menjadi efektif, yaitu:

1. Aspek keterbukaan, komunikator harus terbuka kepada orang yang diajak bicara, mau mengungkapkan informasi tentang hal-hal yang biasanya disembunyikan, selanjutnya adanya kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang tidak diam dan harus kritis.

2. Aspek empati, mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal.

3. Aspek sikap mendukung, saat berkomunikasi bersedia mendengarkan pandangan-pandangan lawan bicara.

4. Aspek sikap positif, mengacu pada hal-hal positif untuk diri sendiri dan orang lain serta memberikan pujian kepada orang lain.

(11)

5. Aspek kesetaraan, menerima dan menghargai setiap perbedaan komunikan dan tidak menjatuhkan posisi lawan bicara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal itu dapat dikembangkan melalui lima aspek. Aspek tersebut adalah keterbukaan, aspek empati, aspek mendukung untuk terjadinya komunikasi serta adanya rasa positif yang saling menghargai (kesetaraan).

Saling membutuhkan dan terbuka antara komunikator dan komunikan akan menghasilkan komunikasi yang baik dan tersalurkannya informasi dengan tepat.

Data yang didapat dari hasil observasi penulis selama melaksanakan PLKP-S di SMPN 4 Batusangkar, banyak siswa yang kurang memiliki keterampilan dalam melakukan komunikasi interpesonal. Banyak permasalahan yang timbul akibat salah berkomunikasi. Permasalahan tersebut seperti kurang memiliki keterbukaan dalam melakukan komunikasi, merasa ragu untuk menyampaikan pendapat ataupun informasi yang dimilikinya, takut jika rahasianya diketahui orang lain sehingga siswa tersebut kurang mampu menjalin keakraban dengan teman sebayanya. Permasalahan komunikasi lainnya disebabkan karena kurangnya empati oleh siswa ketika berkomunikasi dengan teman sebayanya. Ada siswa yang tidak mengacuhkan teman ketika berbicara, ada yang meremehkan temannya berbicara serta juga ada yang tidak peduli dengan keadaan temannya. Banyak siswa yang kurang menghargai lawan bicaranya dengan menggunakan kata-kata kasar ketika berbicara serta kurang memahami bagaimana keadaan lawan bicara. Kemudian ketika terjadi masalah, siswa enggan meminta maaf secara sukarela kepada temannya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru BK selama melaksanakan PLKP-S di SMPN 4 Batusangkar, banyak guru mata pelajaran yang bercerita kepada guru BK setelah jam pelajaran selesai mengenai siswa yang bicara tidak baik, bicara tidak selayaknya sebagai seorang siswa serta membantah jika ditegur guru. Selain itu, guru BK juga

(12)

mengatakan bahwa teknik modelling atau pemberian contoh belum pernah dilakukan untuk mengatasi permasalahan komunikasi pada siswa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas, Purwanto dan Lianasari (2016: 2) menyatakan bahwa “komunikasi interpersonal siswa dinilai tidak cukup terbangun hanya melalui tataran konsep, teori dan diskusi saja saat interaksi pembelajaran. Perlu latihan dan evaluasi dalam menangkap informasi yang ada sehingga mampu mendongkrak kompetensi kepribadian siswa”. Berdasarkan perndapat di atas, dapat dipahami bahwa kemampuan komunikasi interpersonal siswa tidak akan berkembang dengan baik hanya dengan penjelasan secara teori di kelas saja. Namun, butuh latihan dan evaluasi sehingga kemampuan siswa untuk berkomunikasi dapat berkembang dengan optimal.

Berdasarkan kesimpulan penelitian beberapa peneliti dalam Tuasikal, Mudjiran dan Nirwana (2016: 134) yang dilakukan terhadap siswa SMA di Kota Padang, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh:

Zulhamni pada tahun 2005 kepada siswa SMA di Kota Padang menunjukkan bahwa siswa yang mengalami masalah komunikasi interpersonal sebesar 76,19%, kemudian hasil penelitian Salmita pada tahun 2010 terhadap siswa akselerasi SMA di Kota Padang menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang memiliki masalah komunikasi interpersonal.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa kemampuan siswa dalam melakukan komunikasi interpersonal masih mengalami gangguan, sehingga perlu untuk dientaskan atau ditingkatkan ke arah yang lebih baik lagi. Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka dikhawatirkan perilaku para siswa tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada sehingga muncul perselisihan satu sama lainnya. Pada dasarnya siswa memasuki jenjang pendidikan di SMA akan melewati terlebih dahulu SMP ataupun MTs. Permasalahn komunikasi ini muncul bisa saja terjadi ketika sudah berada di jenjang SMA, namun ada juga yang kebiasaan buruk dalam berkomunikasi tersebut dibawa dari kebiasaan selama di SMP ataupun MTs.

(13)

Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling dianggap tepat untuk membantu siswa keluar dari kelemahannya untuk berkomunikasi dengan lingkungan sekitar serta meningkatkan kemampuan komunikasi interpesonalnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sudiana (dalam Rachmi, Mugiarso, dan Saraswati, 2018: 15) “pelatihan keterampilan komunikasi interpersonal dapat dilakukan dengan cara hiiden curriculum yaitu pemberian materi pada saat pembelajaran berlangsung.

Biasanya cara ini dilakukan melalui panutan, pesan selingan, lagu, peribahasa, cerita, dan film”. Teknik Modelling yang diberikan berupa penayangan video cara berkomunikasi yang baik sehingga peserta didik bisa memahami dan mempraktekkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Elias (dalam Erford, 2017: 349) menyelidiki efek-efek menonton video dalam mengatasi masalah perilaku anak laki-laki yang terganggu secara sosial. Elias mengamati bahwa selama program lima minggu, anak- anak yang berpartisipasi dalam diskusi video memperlihatkan penurunan dalam isolasi sosial dan peningkatan dalam popularitas. Mereka juga tercatat menunjukkan peningkatan dalam pengendalian diri, kemampuan yang lebih baik untuk menunda kepuasan, penurunan dalam pelepasan-diri emosional, dan penurunan secara keseluruhan masalah-masalah kepribadian. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa symbolic modelling, seperti yang terobservasi melalui berbagai video problem-solving, efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial anak.

Taylor, Russ-Eft dan Chan (dalam Efford: 2017: 340) menjelaskan bahwa Modelling merupakan salah satu komponen teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura dan telah menjadi salah satu intervensi pelatihan berbasis psikologi yang paling luas digunakan, paling banyak diteliti dan dihormati. Selanjutnya Erford (2017: 340) menambahkan bahwa Modelling adalah “proses bagaimana individu belajar dari mengamati orang lain”. Menurut Bandura (dalam Walgito, 2004: 175) pembentukan atau pengubahan perilaku dilakukan melalui atau

(14)

dengan observasi, dengan model atau contoh. Bandura (dalam Ghozali dan Sugiyo, 2016: 3) menyatakan bahwa “model adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi, gambar, atau instruksi”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa teknik modelling merupakan salah satu komponen teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teknik modelling ini menuntun individu agar belajar melalui model yang diberikan. Model tersebut bisa seperti orang secara langsung, penayangan video, film ataupun instruksi.

Pemberian model kepada peserta didik guna mengubah tingkah laku yang buruk menjadi baik dapat dikemas dalam pemberian layanan oleh guru Bimbingan dan Konseling. Layanan tersebut salah satunya adalah layanan penguasaan konten. Dimana layanan tersebut bertujuan agar peserta didik/konseli dapat memiliki keterampilan tertentu yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang dijelaskan oleh Prayitno (2017:94) bahwa “layanan penguasaan konten (PKO) merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri, kelompok ataupun klasikal) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar”. Sehingga keterampilan komunikasi interpersonal siswa diharapkan bisa ditingkatkan dengan layanan penguasaan konten. Pada dasarnya layanan penguasaan konten bertujuan agar peserta didik/individu bisa menguasai keterampilan tertentu yang berguna bagi kehidupannya.

Sesuai dengan jurnal penelitian Rachmi, Mugiarso, dan Saraswati, yang berjudul “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Role Playing terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa” mendapatkan hasil bahwa sebelum diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik role playing memiliki rata-rata komunikasi interpersonal siswa sebesar 51% termasuk dalam kriteria rendah. sedangkan komunikasi interpersonal siswa setelah diberikan layanan penguasaan konten dengan teknik role playing memiliki rata-rata 77% yang termasuk dalam kriteria tinggi.

Berdasarkan uji t-test dengan taraf kesalahan 5% diketahui nilai t hitung >t

(15)

tabel (13,428>2,032), maka Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten dengan teknik role playing berpengaruh terhadap komunikasi interpersonal siswa.

Penelitian lain yang serupa adalah jurnal penelitian Ghozali dan Sugiyo yang berjudul “Meningkatkan Komunikasi Antar Pribadi Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Modelling Simbolik”.

Hasil penelitian menunjukkan sebelum memperoleh bimbingan kelompok dengan teknik modelling simbolik kemampuan komunikasi antar pribadi siswa termasuk dalam kriteria sedang, dan setelah memperoleh bimbingan kelompok dengan teknik modelling simbolik kriteria komunikasi antar pribadi siswa menjadi tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa bimbingan kelompok dengan teknik modelling simbolik dapat meningkatkan komunikasi antar pribadi siswa.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa SMPN 4 Batusangkar”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan maka perlu diidentifikasi masalahnya yaitu:

1. Pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling dalam membantu meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa 2. Pengaruh konseling analisis transaksional terhadap komunikasi

interpersonal siswa

3. Pengaruh layanan bimbingan kelompok terhadap komunikasi interpersonal siswa

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, agar lebih fokus, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa SMPN 4 Batusangkar”.

(16)

D. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah yang penulis teliti adalah “apakah berpengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa SMPN 4 Batusangkar?”.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yang akan penulis lakukan adalah untuk melihat pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa SMPN 4 batusangkar.

F. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk untuk mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan Pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa SMPN 4 Batusangkar.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan memperoleh wawasan terkait dengan masalah yang penulis teliti.

2) Bagi guru BK untuk memahami bagaimana meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa melalui layanan penguasaan konten teknik Modelling.

3) Bagi pembaca, untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling terhadap Komunikasi Interpersonal Siswa SMPN 4 Batusangkar.

2. Luaran Penelitian

Sementara luaran penelitian atau target yang ingin dicapai dari penelitian ini selanjutnya adalah layak dipublikasikan menjadi artikel jurnal ilmiah, buku ajar, dan produk lainnya yang bermanfaat serta sebagai rujukan yang ditempatkan di Perpustakaan IAIN Batusangkar.

(17)

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dan tidak ada kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka perlu penjelasan mengenai berbagai macam istilah yang ada dalam judul penelitian ini:

Pengaruh, merupakan daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak kepercayaan dan perbuatan seseorang (Depdikbud, 2001: 845). Pengaruh yang penulis maksud adalah pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap komunikasi interpersonal siswa.

Komunikasi Interpersonal, menurut DeVito (dalam Febriati, 2014:

288) “pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung”.

Komunikasi interpersonal yang yang peneliti maksud adalah kemampuan penyampaian pesan oleh seseorang kepada seseorang maupun sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung dengan memiliki sikap terbuka dan empati terhadap lawan bicara ketika berkomunikasi.

Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling, menurut Prayitno (2017:94) “layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri, kelompok ataupun klasikal) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar”. Teknik modelling menurut Bandura (dalam Walgito, 2004: 175) adalah “pembentukan atau pengubahan perilaku dilakukan melalui observasi dengan model atau contoh”.

Layanan penguasaan konten teknik modelling yang peneliti maksud adalah layanan bantuan yang diberikan kepada siswa secara klasikal berupa pemberian konten komunikasi interpersonal yang baik melalui beberapa tahap, yaitu tahap awal (pendahuluan), tahap inti (kegiatan), kemudian tahap penutup serta tindak lanjut. Layanan tersebut menggunakan teknik modelling dengan pemberian contoh melalui video kepada siswa bagaimana cara melakukan komunikasi interpersonal yang baik, sehingga siswa mendapatkan keterampilan baru dari model yang ditampilkan, dengan demikian timbul perubahan tingkah laku ke arah yang

(18)

positif. Tahapan teknik modelling yang akan dilaksanakan ada beberapa tahap, yaitu tahap atensi (perhatian), tahap representasi (mengingat apa yang diperhatikan), tahap reproduksi (mempersiapkan, melakukan dan mengevaluasi tingkah laku baru yang dilakukan), terakhir adalah tahap motivasi (peserta didik diberi penguatan setelah ia melakukan perilaku baru). Tahapan teknik modelling ini akan dilaksanakan pada tahap kegiatan di layanan penguasaan konten.

(19)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan berkomunikasi manusia dapat berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari dimanapun manusia itu berada. Komunikasi tersebut dilakukan oleh dua orang maupun lebih sehingga ada umpan baliknya secara langsung dan segera. Komunikasi seperti itu dapat dikatakan sebagai komunikasi interpersonal. Berikut adalah pengertian komunikasi interpersonal menurut beberapa ahli:

Menurut DeVito (dalam Febriati, 2014: 288) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan “pengiriman pesan- pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau juga sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok secara langsung sehingga menghasilkan umpan balik yang segera dan langsung.

Hardjana (2003:84) menjelaskan bahwa “komunikasi interpersonal (interpersonal communication) atau komunikasi antarpribadi adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima dapat menanggapi secara langsung pula”.

Selanjutnya Suranto (2011: 5) menegaskan bahwa “komunikasi interpersonal adalah poses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung”. Sejalan dengan pendapat

(20)

Mulyana (2001: 73) komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran pesan antara seseorang dengan seorang lainnya atau kelompok. Komunikasi tersebut terjadi secara langsung maupun tidak langsung, yang memungkinkan setiap peserta menangkap reaksi orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sehingga menghasilkan umpan balik langsung seketika itu juga.

Effendy (dalam Kesitawahyuningtyas dan Padmomartono, 2014: 63) menyatakan “komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogik dalam percakapan”. Berdasarkan pendapat tersebut dipahami bahwa sifat dari komunikasi interpersonal adalah dialog atau percakapan sehingga efektif untuk merubah tingkah laku individu.

Komunikasi tersebut berlangsung dalam bentuk percakapan sehingga bisa mempengaruhi orang lain. Dengan demikian individu tersebut tergerak hatinya untuk berubah ke arah yang lebih baik.

b. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi dilakukan oleh manusia pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Berikut adalah tujuan komunikasi interpersonal menurut ahli:

Tujuan komunikasi interpersonal menurut DeVito (dalam Suryanto, 2015: 120-121), sebagai berikut:

1) Mempelajari secara lebih baik dunia luar.

2) Memelihara hubungan dan mengembangkan kedekatan.

(21)

3) Memengaruhi sikap-sikap dan perilaku orang lain.

4) Menghibur diri atau bermain.

Berdasarkan poin-poin di atas yang di maksud dengan mempelajari secara lebih baik dunia luar seperti mempelajari berbagai objek, peristiwa, dan orang lain. Meskipun informasi tersebut didapat dari media massa, hal itu sering didiskusikan, dipelajari, diinternalisasi melalui komunikasi interpersonal.

Sehingga komunikasi interpersonal memberikan peluang untuk belajar tentang diri sendiri. Hal itu menarik perhatian untuk dibahas. Selanjutnya komunikasi interpersonal dapat mengevaluasi keadaan yang ada dan dibandingkan dengan keadaan sosial orang lain. Sehingga menghasilkan self-concept yang semakin berkembang dan akhirnya melakukan perubahan.

Selanjutnya melalui komunikasi interpersonal adanya keinginan menjalin kasih sayang, meningkatkan kebahagiaan yang akhirnya mengembangkan perasaan positif. Serta dalam kehidupan bermasyarakat, saling mengajak untuk menetapkan sesuatu yang lebih menguntungkan. Upaya memengaruhi pihak lain menjadi demikian penting bagi pengawas pendidikan yang tugasnya melakukan pembinaan. Kemudian komunikasi interpersonal juga bertujuan untuk saling menghibur. Tujuan demikian sangat berarti bagi individu yang begitu sibuk dan mulai stres melakukan sesuatu.

Sejalan dengan pendapat di atas, Muhammad (2005: 168) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1) Menemukan Diri Sendiri.

2) Menemukan Dunia Luar.

3) Membentuk dan Menjaga Hubungan yang Penuh Arti.

4) Merubah Sikap dan Tingkah Laku.

5) Untuk Bermain dan Kesenangan.

6) Untuk Membantu Ahli-ahli kejiwaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami secara lebih rinci bahwa bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan

(22)

orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Sangat menarik bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.

Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal. Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal.

Kita banyak menggunakan waktu waktu terlibat dalam posisi interpersonal.

Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita. kemudian ahli psikologi klinis dan terapi juga menggunakkan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya.

c. Komponen Komunikasi Interpersonal

Beberapa komponen yang harus ada dalam komunikasi interpersonal. Sehingga komunikasi interpersonal dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Suranto (2011: 9) komponen-komponen komunikasi interpersonal yaitu:

1) Sumber/komunikator 2) Encoding

3) Pesan

(23)

4) Saluran

5) Penerima/komunikan 6) Decoding

7) Respon

8) Gangguan (noise) 9) Konteks komunikasi

Berdasarkan poin-poin komponen komunikasi interpersonal di atas, berikut adalah penjelasan secara lebih rinci:

Sumber/komunikator merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.

Dalam konteks komunikasi interpersonal komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.

Encoding, adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.

Pesan, merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan.

Saluran, merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan

(24)

kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.

Penerima/komunikan, adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik.

Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan.

Decoding, merupakan kegiatan internal dalam diri penerima.

Melaui indera, penerima mendapatkan macammacam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah kedalam pengalamanpengalaman yang mengandung makna.

Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli.

Respon, yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif. Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator.

Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.

Gangguan (noise) atau barier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen-komponen manapun dari sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan phsikis.

(25)

Konteks komunikasi, komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu, dan nilai. Konteks ruang menunjuk pada lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadinya komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam. Konteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi, seperti: adat istiadat, situasi rumah, norma pergaulan, etika, tata krama, dan sebagainya

d. Karakteristik Komunikasi Interpersonal

Ciri-ciri komunikasi interpersonal ini adalah pihak-pihak yang memberi dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi interpersonal yang efektif diawali hubungan yang baik (dalam Sapril, 2011: 7).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal yaitu ketika pemberi dan penerima pesan secara simultan dan spontan dalam berkomuikasi. Proses komunikasi tersebut bisa secara verbal maupun non verbal.

Menurut Hardjana (2003: 86) ada tujuh karakteristik yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua individu merupakan komunikasi interpersonal. Tujuh karakteristik komunikasi antar pribadi itu adalah:

1) Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal.

2) Melibatkan perilaku spontan, kebiasaan dan sadar. Perilaku spontan merupakan perilaku itu terjadi begitu saja. Perilaku kebiasaan adalah perilaku khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. Sedangkan perilaku sadar yakni perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada.

3) Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan. Berawal dari saling pengenalan yang dalam kemudian berkembang menjadi mendalam dan semakin mendalam, namun tak menutup kemungkinan untuk putus dan saling melupakan.

4) Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi, dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang

(26)

lain sebelumnya). Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka yang kemungkinan feedback nya besar sekali, yang kemudian dapat langsung ditanggapi oleh penerima pesan. Dengan demikian diantara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi antar satu sama lain.

5) Komunikasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu.

6) Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif yang maksudnya adalah adanya komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan.

7) Komunikasi interpersonal saling mengubah. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat komunikasi dapat saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan dan sikap yang sesuai dengan topik yang dibahas bersama.

Berdasarkan tujuh karakteristik di atas dapat dilihat bahwa komunikasi interpersonal mencakup komunikasi verbal (kata-kata) dan komunikasi non verbal (bahasa tubuh). Sejalan dengan pendapat Wijaya (2013: 118) yang menyatakan bahwa komunikasi interpersonal meliputi perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dan diungkapkan dalam bentuk verbal dan nonverbal. Hal ini mencakupi isi pesan dan bagaimana isi pesan dikatakan atau diungkapkan.

Di dalam komunikasi interpersonal juga terdapat perilaku spontan, kebiasaan dan sadar. Perilaku spontan merupakan perilaku itu terjadi begitu saja. Perkataan spontan dengan nada misalnya

„hai‟ untuk verbal, dan gerakan-gerakan reflek tangan pada nonverbal. Perilaku kebiasaan adalah perilaku khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. Contoh verbal mengucapkan selamat datang pada teman yang baru datang dan berjabatan tangan jika berjumpa teman sebagai contoh nonverbal.

Perilaku sadar yakni perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi, urusan yang harus diselesaikan dan situasi serta kondisi yang ada.

(27)

Komunikasi interpersonal terus berkembang hingga saling mengenal secara mendalam dalam bentuk interaksi yang aktif.

Artinya adanya hubungan timbal balik diantara keduanya. Dengan demikian dapat saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan dan sikap.

Selanjutnya Kumar (dalam Wiryanto, 2005: 36) menjelaskan bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal yaitu:

1. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal.

2. Empati (empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.

3. Dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.

4. Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.

5. Kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal itu memiliki ciri-ciri keterbukaan (mau menanggapi informasi yang ada), adanya empati, mendukung untuk terjadinya komunikasi serta adanya rasa positif yang saling menghargai. Saling membutuhkan dan terbuka antara komunikator dan komunikan akan menghasilkan komunikasi yang baik dan tersalurkannya informasi dengan tepat.

e. Kecakapan-kecakapan yang Harus Dimiliki dalam Komunikasi Interpersonal

Kecakapan-kecakapan dalam komunikasi interpersonal harus ada agar setiap komunikasi yang berlangsung bisa berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Hardjana (2007: 92-94) ada dua jenis kecakapan yang harus dimiliki seseorang agar dirinya mampu melakukan komunikasi

(28)

interpersonal dengan baik dan berhasil, yaitu kecakapan kognitif dan kecakapan behavioral.

1) Kecakapan Kognitif

Kecakapan kognitif merupakan kecakapan pada tingkat pemahaman mengenai bagaimana cara mencapai tujuan personal dan relasional dalam berkomunikasi.

a) Empati, merupakan kecakapan untuk memahami pengertian dan perasaan orang lain tanpa meinggalkan pandangannya sendiri.

b) Perspektif sosial merupakan kecakapan melihat kemungkinan-kemungkinan perilaku yang berkomunikasi dengan dirinya.

c) Kepekaan terhadap peraturan atau standar yang berlaku dalam komunikasi interpersonal.

d) Pengetahuan akan situasi pada waktu komunikasi sedang dilakukan.

e) Memonitor diri merupakan kecakapan memonitor diri sendiri untuk menjaga ketepatan perilaku dan jeli dalam memperhatikan pengungkapan pihak yang berkomunikasi dengannya.

Berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud dengan kecakapan kognitif adalah kecakapan pada tingkat pemahaman, seperti empati, mampu melihat situasi sosial, peka terhadap lingkungan, memiliki pengetahuan serta mampu mengendalikan diri dan perkataan saat berkomunikasi.

2) Kecakapan Behavioral

Kecakapan behavioral merupakan kecakapan berkomunikasi pada tingkat tindakan, yang berfungsi dalam mengarahkan pelaku komunikasi untuk mencapai tujuan, baik personal maupun relasional.

a) Keterlibatan interaktif menentukan tingkat keikutsertaan dalam proses komunikasi. Kecakapan ini meliputi: sikap tanggap, Sikap perseptif dan sikap penuh perhatian.

b) Manajemen interaksi merupakan kecakapan yang berfungsi untuk membantu dalam mengambil tindakan-tindakan yang berguna demi tercapainya tujuan komunikasi.

(29)

c) Keluwesan perilaku merupakan kecakapan yang berfungsi menentukan tindakan yang diambil demi tercapainya tujuan komunikasi.

d) Mendengarkan merupakan kecapakan yang berfungsi untuk bisa mendengarkan dan menyelami perasaan pihak lain.

Dengan kecakapan mendengarkan seseorang dapat menjadi teman berbicara yang baik.

e) Gaya sosial merupakan kecakapan yang mengarahkan pelaku komunikasi pada perilaku yang baik dan menarik sehingga menyenangkan pihak lain.

f) Kecamasan komunikasi merupakan kecakapan yang dapat dipakai untuk mengatasi rasa takut, cemas, malu, gugup, dan seterusnya ketika berhadapan dengan lawan bicara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kecakapan behavioral adalah kecapakan berkomunikasi dalam bentuk tindakan. Kecakapan tersebut berupa keikutsertaan dalam komunikasi, mampu mengambil tindakan yang berguna dalam komunikasi, mendengarkan dengan serius sehingga orang lain merasa dihargai. Selanjutnya memiliki gaya yang menarik dan pengendalian terhadap kecemasan.

Selanjutnya Devito (dalam Sartika dan Sulistyaningsih, 2012:

82-83) mengemukakan bahwa ada lima aspek agar komunikasi interpersonal menjadi efektif, yaitu:

1) Aspek keterbukaan, komunikator harus terbuka kepada orang yang diajak bicara, mau mengungkapkan informasi tentang hal-hal yang biasanya disembunyikan, selanjutnya adanya kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang tidak diam dan harus kritis.

2) Aspek empati, mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal dapat diungkapkan melalui kata-kata peduli secara langsung. Secara nonverbal dapat dikomunikasikan dengan adanya konsentrasi yang terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta adanya keterlibatan aktif melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai.

3) Aspek sikap mendukung, komunikasi yang dilakukan bukan sebagai suatu penilaian terhadap diri orang lain atau mengevaluasinya namun saat berkomunikasi bersedia mendengarkan pandangan-pandangan lawan bicara.

(30)

4) Aspek sikap positif, mengacu pada hal-hal positif untuk diri sendiri dan orang lain serta memberikan pujian kepada orang lain.

5) Aspek kesetaraan, menerima dan menghargai setiap perbedaan komunikan dan tidak menjatuhkan posisi lawan bicara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa komunikasi interpersonal itu dapat dikembangkan melalui lima aspek. Aspek tersebut adalah keterbukaan, aspek empati, aspek mendukung untuk terjadinya komunikasi serta adanya rasa positif yang saling menghargai (kesetaraan). Saling membutuhkan dan terbuka antara komunikator dan komunikan akan menghasilkan komunikasi yang baik dan tersalurkannya informasi dengan tepat.

2. Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling a. Layanan Penguasaan Konten

1) Pengertian Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling. Layanan penguasaan konten ini diberikan kepada individu agar individu tersebut memiliki keterampilan yang berguna bagi dirinya.

Menurut Prayitno (2017:94), layanan penguasaan konten (PKO) merupakan:

Layanan bantuan kepada individu (sendiri- sendiri, kelompok ataupun klasikal) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.

Kemampuan atau kompetensi yang dipelajari itu merupakan satu unit konten yang di dalamnya tergantung fakta dan data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, persepsi, afeksi, sikap dan tindakan yang terkait di dalamnya.

Berdasarkan pendapat di atas dijelaskan bahwa layanan penguasaan konten membantu individu menguasai konten tersebut. Dengan penguasaan konten tersebut, individu diharapkan mampu memiliki sesuatu yang berguna dalam kehidupannya sehari-hari.

(31)

Layanan penguasaan konten adalah layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetisi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan disekolah, keluarga, dan masyarakat (Depdiknas, 2003).

Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Sukardi (2008: 46) menjelaskan bahwa layanan penguasaan konten adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memahami dan mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta tuntutan kemampuan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan dua pendapat di atas dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten adalah layanan yang diberikan oleh konselor kepada individu/peserta didik agar mampu menguasai konten tertentu sehingga memiliki sikap dan keterampilan yang baik dalam belajar serta kehidupan sehari-hari. Sehingga peserta didik memiliki keterampilan yang mampu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2) Tujuan Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten memiliki tujuan dari pelaksanaan layanannya. Berikut adalah beberapa tujuan menurut ahli:

Menurut Prayitno (2012: 90) tujuan layanan penguasaan konten terdiri dari dua macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari layanan penguasaan konten adalah bagi individu atau klien untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhanya dan mengatasi masalah-masalahnya. Dengan penguasaan konten yang dimaksud itu individu yang bersangkutan lebih mampu menjalani kehidupannya secara

(32)

efektif (kehidupan efektif sehari-sehari). Sedangkan tujuan khusus layanan penguasaan konten dapat dilihat pertama dari kepentingan individu atau klien itu sendiri, dan yag kedua dapat dilihat dari isi konten itu sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa tujuan dari layanan penguasaan konten ada dua yaitu, tujuan umum untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara atau kebiasaan tertentu, untuk memenuhi kebutuhanya dan mengatasi masalah- masalahnya. Sedangkan tujuan khususnya adalah tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu/peserta didik.

Tujuan layanan penguasaan konten secara khusus menurut Prayitno (2012: 90-91) terkait dengan fungsi-fungsi konseling yaitu:

1) Fungsi pemahaman, menyangkut konten-konten yang isinya merupakan berbagai hal yang perlu dipahami. Dalam hal ini seluruh aspek konten (yaitu fakta, data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai, dan bahkan aspek yang menyangkut persepsi, afeksi, sikap dan tindakan) memerlukan pemahaman yang memadai. Konselor dan klien perlu menekankan aspek-aspek pemahaman dari konten yang menjadi fokus layanan PKO.

2) Fungsi pencegahan dapat menjadi muatan layanan PKO apabila kontennya memang terarah kepada terhindarkannya individu atau klien dari mengalami masalah tertentu.

3) Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan apabila penguasaan konten memang untuk mengatasi masalah yang sedang dialami klien

4) Penguasaan konten dapat secara langsung maupun tidak langsung mengembangkan di satu sisi, dan disisi lain memelihara potensi individu atau klien. Pengajaran dan pelatihan dalam PKO dapat mengemban fungsi pengembangan dan pemeliharaan.

5) Penguasaan konten yang tepat dan terarah memungkinkan individu membela diri sendiri terhadap ancaman ataupun pelanggaran atas hak-haknya. Dengan demikian, layanan PKO dapat mendukung fungsi advokasi.

(33)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tujuan khusus layanan penguasaan konten disesuaikan dengan fungsi-fungsi konseling. Fungsi pemahaman, bagaimana individu memahamai konten tersebut. Fungsi pencegahan, bagaimana individu mampu menghindari atau mencegah datangnya permasalahan terhadap dirinya. Fungsi pengentasan, bagaimana individu mampu mengentaskan permasalahannya setelah diberikan konten tersebut. Fungsi pengembangan dan pemeliharaan, bagaimana individu bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mempu memelihara potensi tersebut sebaik mungkin. Fungsi advokasi, bagaimana individu mampu memperjuangkan hak-haknya yang terancam.

Tohirin (2007: 159) juga mengemukakan tujuan layanan penguasaan konten, yaitu:

Agar siswa menguasai aspek-aspek konten (kemampuan atau kopetensi) tertentu secara terintegrasi. Dengan penguasaan konten (kemampuan atau kopetensi) oleh siswa, akan berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara tertentu, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mengatasi masala-masalahnya.

Sejalan dengan pendapat di atas tujuan dari layanan penguasaan konten menurut Hidayati (2016: 31) adalah “untuk membantu individu menguasai aspek-aspek konten tersebut secara tersinergikan. Dengan penguasaan konten, individu diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta mengatasi masalah-masalah yang dialaminya”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten bertujuan agar individu mampu menguasai konten yang diberikan secara keseluruhan.

Sehingga siswa mampu menambah wawasannya, mengarahkan sikapnya, menguasai cara-cara tertentu untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalahnya dalam kehidupan.

(34)

Mugiarso (2006: 61) menambahkan tujuan layanan penguasaan konten adalah untuk memungkinkan siswa memahami dan mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta tuntutan kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan dirinya.

Berdasarkan pendapat di atas dipahami bahwa layanan penguasaan konten bertujuan agar siswa mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya. Melalui layanan penguasaan konten ini siswa diberikan keterampilan agar menguasai konten-konten tertentu yang berguna dalam kehidupannya.

3) Komponen Layanan Penguasaan Konten

Menurut Prayitno (2012: 92-94) layanan PKO memiliki tiga komponen, yaitu: “konselor, individu, dan konten”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami secara lebih jelas bahwa konselor merupakan tenaga ahli pelayanan konseling, penyelenggara layanan PKO dengan menggunakan berbagai media layanannya. Konselor menguasai konten yang menjadi isi layanan PKO yang diberikannya.

Individu merupakan seseorang atau sejumlah individu yang memerlukan penguasaan atas konten yang menjadi isi layanan.

Dengan kata laian yang menjadi sasaran layanan PKO.

Individu tersebut seperti, peserta didik (siswa di sekolah), klien yang secara khusus memerlukan bantuan konselor atau siapapu yang membutuhkan penguasaan konten tertentu yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Konten merupakakn isi layanan PKO seperti materi yang dibahas atau diberikan oleh konselor yang kemudian diikuti oleh individu peserta layanan. Bidang-bidang layanan yang

(35)

bisa dijadikan konten dalam layanan PKO menurut Prayitno (2017: 96) adalah sebagai berikut:

a) Pengembangan kehidupan pribadi.

b) Pengembangan kemampuan hubungan sosial.

c) Pengembangan kegiatan belajar.

d) Pengembangan dan perencanaan karier serta kehidupan pekerjaan.

e) Pengembangan kehidupan berkeluarga.

f) Pengembangan kehidupan bermasyarakat/

berkewarganegaraan.

g) Pengembangan kehidupan beragama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konten yang diberikan mencakup kepada empat bidang layanan bimbingan dan konseling. Empat bidang tersebut yaitu bidang pribadi, sosial, belajar dan karir. Melalui pemberian konten diharapkan individu mampu mengembangkan empat bidang tersebut yang yang berhubungan dengan dirinya secara optimal.

4) Asas Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten sama dengan layanan bimbingan dan konseling lain pada umumnya. Dimana layanan penguasaan konten terikat dengan berbagai asas yaitu asas keterbukaan, asas kegiatan yang dianggap paling diutamakan.

Artinya peserta layanan diharapkan benar-benar aktif mengikuti dan menjalani semua kegiatan yang ada di dalam proses layanan. Asas kegiatan ini dilandasi oleh asas kesukarelaan dan keterbukaan dari peserta layanan.

Asas utama dalam layanan penguasaan konten menurut Prayitno (2012: 94) adalah “asas kegiatan, keterbukaan dan kesukarelaan”. Asas kegiatan dimaksudkan peserta layanan diharapkan benar-benar aktif mengikuti dan menjalani semua kegiatan yang ada di dalam proses layanan. Asas kegiatan ini dilandasi oleh asas kesukarelaan dan keterbukaan dari peserta layanan. Sedangkan secara khusus, layanan penguasaan konten

(36)

dapat diselengarakan terhadap klien tertentu. Layanan khusus ini dapat disertai asas kerahasiaan, apabila klien dan kontennya menghendakinya.

Selanjutnya Prayitno (2017: 96-97) menambahkan bahwa kegiatan layanan penguasaan konten secara khusus dapat dilaksanakan oleh konselor terhadap individu tertentu dengan materi konten yang dikehendakinya. Layanan khusus ini dapat disertai asas kerahasiaan apabila klien menghendaki konten tersebut. Dalam hal ini konselor harus memnuhi dan menepati asas tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas dipahami bahwa asas dari layanan penguasaan konten adalah asas kegiatan yang mengharapkan keaktifan dari peserta layanan. Asas kegiatan ini dilandasi oleh asas kesukarelaan dan keterbukaan sehingga kegiatan layanan menjadi aktif. Kemudian asas kerahasiaan untuk klien tertentu dengan permasalahannya dan konten yang dikehendakinya.

5) Pendekatan Unsur Kegiatan Layanan Penguasaan Konten a) Pendekatan

Pendekatan dalam pelaksanaan layanan penguasaan konten pada dasarnya bisa dilaksanakan dalam format klasikal, kelompok maupun individual. Pelaksanaan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan peserta layanan.

Pelaksanaannya dengan memberikan contoh kepada peserta didik sehingga ia menjadi aktif mengikuti kegiatan layanan.

Prayitno (2017: 100) yang menyatakan bahwa layanan penguasaan konten umumnya diselenggarakan melalui proses pembelajaran secara angsung tatap muka, dengan format klasikal, kelompok, atau individual. Konselor secara aktif menyajikan bahan, memberikan contoh, merangsang, mendorong, dan menggerakkan individu untuk

(37)

berpartisipasi aktif mengikuti dan menjalani materi kegiatan layanan. Dalam hal ini konselor menegakkan secara penuh dua pilar dalam proses pembelajaran, yaitu:

kewibawaan (high-touch) dan kewiyatan (high-tech).

Penjelasan lebih lanjut tentang dua pilar proses pembelajaran menurut Prayitno (2012: 96-97) sebagai berikut:

1. High-touch, yaitu sentuhan-sentuhan tingkat tinggi yang mengenai aspek-aspek kepribadian dan kemanusiaan peserta layanan (terutama aspek-aspek afektif, semangat, sikap, nilai dan moral), melalui implementasi oleh konselor pilar pembelajaran yang disebut berwibawa, meliputi:

a. Pengakuan dan penerimaan b. Kasih sayang dan kelembutan c. Pengarahan dan keteladanan d. Pemberian penguatan

e. Tindakan tegas yang mendidik

2. High-tech, yaitu teknologi tingkat tinggi untuk menjamin kualitas penguasaan konten, melalui implementasi oleh konselor:

a. Materi pembelajaran (dalam hal ini konten) b. Metode pembelajaran

c. Alat bantu pembelajaran d. Lingkungan pembelajaran e. Penilaian hasil pembelajaran

Berdasarkan penjelasan di atas dipahami bahwa layanan penguasaan konten dilaksanakan dalam bentuk tatap muka secara klasikal, kelompok dan individual. Kegiatan layanan berupa pemberian contoh kepada peserta layanan sehingga mereka menjadi aktif berpartisipasi dan memiliki kemampuan atau keterampilan dari konten yang telah diberikan. Dalam kegiatan layanan konselor menegakkan secara penuh dua pilar dalam proses pembelajaran, yaitu:

kewibawaan (high-touch) dan kewiyatan (high-tech).

b) Format dan Penahapan

(38)

Layanan penguasaan konten pada umumnya diselenggarakan dalam format klasikal dengan menerapkan tahapan 5-an/5-in sepenuhnya. Tahapan pengantaran dilaksanakan untuk memberikan arah berkenan dengan apa dan untuk apa serta capaian yang hendaknya diperoleh individu. Setelah itu diikuti oleh tahap penjajakan dan penafsiran. Tahap pengartian mengarahkan individu untuk benar-benar memahami apa yang harus dikuasai dan dilaksanakan sebagai hasil PKO. Apa yang belum dan sudah dikuasai individu dibahas dan didalami dalam tahapan penafsiran, untuk selanjutnya menjadi substansi dasar bagi pembinaan apa-apa yang harusnya dikuasai oleh individu. Pembinaan tersebut terfokus pada penguasaan konten yang menjadi tujuan layanan PKO lalu kemudian dinilai (Prayitno, 2017: 101).

Berdasarkan penjelasan di atas dipahami bahwa layanan penguasaan konten bisa dilaksanakan dengan format klasikal, kelompok maupun individual. Tahap yang diterapkan dalam kegiatan layanan adalah tahap pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan dan penilaian.

c) Teknik

Teknik dari kegiatan layanan penguasaan konten menurut Prayitno (2017: 101-102) ada tiga yaitu

“penguasaan konten oleh konselor, pendalaman konten serta penggunaan media”. Berdasarkan ketiga bagian tersebut, berikut penjelasan secara lebih rincinya:

1. Penguasaan konten oleh konselor. Konselor harus menguasai konten dengan berbagai aspeknya yang akan menjadi isi layanan. Makin kuat penguasaan konten

(39)

oleh konselor akan semakin meningkatkan kewibawaan konselor di mata peserta layanan.

2. Pendalaman konten. Pertama, konselor menyajikan materi. Kedua, tanya jawab dan diskusi sehingga peserta layanan menjadi aktif.

3. Penggunaan media. Konselor menggunakan berbagai media untuk memperkuat proses pembelajaran dalam rangka penguasaan konten. Media yang digunakan seperti alat peraga (alat peraga langsung, contoh, replika dan miniatur), media tulis dan grafis, peralatan dan program elektronik (radio dan rekaman, OHP, komputer, LCD, dan lain-lain).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa teknik dari pelaksanaan layanan penguasaan konten ada tiga, yang pertama yaitu penguasaan konten oleh konselor.

Konselor harus menguasai konten dengan berbagai aspeknya yang akan menjadi isi layanan. Kedua, pendalaman konten. Konselor menyajikan konten tersebut dan melakukan diskusi dengan siswa terhadap konten tersebut. Teknik terakhir adalah penggunaan media.

Konselor menggunakan berbagai media untuk memperkuat proses pembelajaran dalam rangka penguasaan konten.

d) Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat pelaksanaan layanan penguasaan konten menurut Prayitno (2017: 102) dapat diselenggarakan kapan saja dan dimana saja sesuai dengan kesepakatan konselor dan para pesertanya, serta aspek-aspek konten yang dipelajari. Tempat penyelenggaraan PKO disesuaikan pula dengan aspek-aspek konten serta kondisi peserta.

Format klasikal bisa dilaksanakan di dalam ruangan kelas.

format kelompok bisa dilaksanakan di dalam ruang kelas

(40)

atau di luar kelas. format individual sepenuhnya tergantung kesepakatan konselor dan peserta layanan PKO.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa waktu dan tempat pelaksanaan layanan penguasaan konten bisa dilaksanakan kapan dan dimana saja sesuai kesepakatan antara konselor dan peserta layanan.

6) Operasionalisasi Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten memiliki operasionalisasi layanan yang bertujuan agar pelaksanaan layanan penguasaan konten bisa mencapai tujuan layanan. untuk itu perlu direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi.

Menurut Prayitno (2017: 104-105) layanan penguasaan konten terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a) Perencanaan

b) Mengorganisasikan unsur-unsur dan sasaran layanan c) Pelaksanaan

d) Penilaian

e) Tindak lanjut dan laporan

Berdasarkan poin-poin di atas dapat dipahami secara lebih jelas bahwa tahap pertama yang dilakukan adalah perencanaan.

Setelah konselor menetapkan peserta layanannya maka ditentukan konten yang ingin dijelaskan kemudian tetapkan proses dan langkah-langkah layanan. setelah selesai merencanakan, kemudian mengorganisasikan unsur-unsur dan sasaran layanan. Konselor mempersiapkan media yang akan digunakan. Setelah itu barulah kegiatan layanan dilaksanakan.

Konselor melakukan kegiatan layanan melalui proses pembelajaran penguasaan konten.

Setelah kegiatan dilaksanakan, selanjutnya dilakukan penilaian. Penilaian disesuaikan dengan acuan, kompetensi, usaha, rasa, dan sungguh- sungguh (AKURS-nya). Penilaian

(41)

berupa, penilaian segera (laiseg) yang dilakukan dalam proses layanan, penilaian jangka pendek (laijapen) yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu sampai satu bulan, serta penilaian jangka panjang (laijapang) yang dilakukan setelah satu bulan lebih setelah layanan diberikan.

Tahap terakhir adalah tindak lanjut dan laporan. Konselor membicarakan dengan pihak terkait tindak lanjutnya dan kemudian melaksanakannya. Tindak lanjut ini diiringi dengan penyususnan laporan secara lengkap dan menyampaikannya kepada pihak terkait serta mendokumentasikannya.

b. Teknik Modelling

1) Pengertian Teknik Modelling

Modelling merupakan salah satu komponen teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura dan telah menjadi salah satu intervensi pelatihan berbasis psikologi yang paling luas digunakan, paling banyak diteliti dan dihormati (Taylor, Russ-Eft dan Chan dalam Efford: 2017: 340). Teknik Modelling (Pemodelan) yaitu “mencontohkan dengan menggunakan belajar observasional” (Mujib dan Mudzakir, 2002: 214). Sejalan dengan pendapat Komalasari (2011: 176), Modelling merupakan “belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggenaralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif”.

Berdasarkan pendapat di atas, dipahami bahwa teknik modelling merupakan salah satu komponen teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teknik modelling digunakan untuk mencontohkan sesuatu yang dapat merubah tingkah laku individu menjadi lebih baik dari proses pengamatan yang dilakukannya.

(42)

Modelling merupakan “salah satu teknik dalam membantu individu untuk mempelajari perilaku tertentu” (Sutanti, 2015:

191). Selanjutnya pendapat lain yang sejalan mengatakan bahwa modeling adalah “proses bagaimana individu belajar dari mengamati orang lain” (Erford, 2017: 340). Selanjutnya Bandura (dalam Walgito, 2004: 175) menambahkan bahwa modelling merupakan “pembentukan atau pengubahan perilaku dilakukan melalui atau dengan observasi, dengan model atau contoh”. Bandura (dalam Ghozali dan Sugiyo, 2016: 3) menyatakan bahwa “model adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi, gambar, atau instruksi”.

Berdasarkan pendapat di atas, dipahami bahwa teknik modelling diterapkan dalam pemberian layanan kepada individu sehingga mereka belajar dari model (contoh) yang diberikan. Model (contoh) tersebut berupa orang secara langsung, penayangan video, film, gambar serta instruksi.

Modelling disini seperti salah satu metode Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan Agama Islam yang sering kali diajarkan lewat contoh perilaku (uswatun hasanah) seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzab: 21 yang artinya:

َرِخ ْلْا َمْوَ يْلاَو َهَّللا وُجْرَ ي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِهَّللا ِلوُسَر ِفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَل اًيرِثَك َهَّللا َرَكَذَو

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam Islam teknik modelling ini sudah ada sejak lama.

Buktinya yang terdapat dalam Q.S. Al-Ahzab: 21 di atas yang

(43)

menerangkan bahwa Rasulullah adalah uswatun hasanah atau suri tauladan yang memberikan contoh yang baik.

Menurut Bandura (dalam Feist dan Feist 2008: 409) belajar melalui pemodelan mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan kepengamatan yang lain.

Maksudnya adalah dalam pemodelan tetap melibatkan proses kognitif tidak hanya sekedar meniru karena juga melibatkan penyimpanan informasi dalam bentuk simbol yang selanjutnya akan digunakan dalam kehidupan. Peery dan Fukurawa (dalam Lestari, 2011: 32) mendefinisikan modeling sebagai

“proses belajar melalui observasi dari seseorang individu atau kelompok sebagai model dan berperan memberikan rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap atau tingkah laku dari individu yang lain”.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa setelah pemberian teknik modelling individu dapat mengambil pelajaran. Kemudian perilaku yang baik dapat ditingkatkan dan perilaku yang kurang baik dapat dikurangi hingga dihilangkan.

2) Tujuan Teknik Modelling

Teknik modelling dapat digunakan untuk “membantu siswa memperoleh perilaku baru melalui model hidup maupun model simbolik, menampilkan perilaku yang sudah diperoleh dengan cara yang tepat atau pada saat pembelajaran” (Salim, 2005: 63- 64). Teknik modeling ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada konseli, dan dapat memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan pada konseli tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh (Latipun, 2006: 102).

(44)

Berdasarkan penjelasan di atas, dipahami bahwa teknik modelling membantu siswa memperoleh tingkah laku baru setelah melihat model yang diberikan. Model tersebut berupa audion, fisik, model hidup dan lainnya yang dapat dicontoh.

Selanjutnya tujuan teknik modelling menurut Bandura (dalam Lestari, 2011: 34-35) ada tiga hal, yaitu:

a) Untuk mendapatkan respon atau keterampilan baru dan memperlihatkan perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola perilaku yang baru.

b) Untuk menghilangkan respon takut setelah melihat tokoh (sebagai model) yang bagi observer, menimbulkan rasa takut, namun bagi model yang dilihatnya tidak berakibat apa-apa atau akibatnya positif.

c) Pengambilan suatu respon-respon yang diperlihatkan oleh tokoh yang memberikan jalan untuk ditiru.

Melalui pengamatan terhadap tokoh, seorang untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan ternyata tidak ada hambatan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa belajar dengan teknik modelling, individu bisa memiliki keterampilan baru, menghilangkan perilaku negatif, selanjutnya respon- respon yang dapat ditiru. Peru bahan yang terjadi mengarah kepada tingkah laku yang positif.

Pada dasarnya penggunaan teknik modelling disesuaikan dengan kebutuhan ataupun permasalahan klien. Tujuan khusus digunakan dalam teknik modelling ini menurut Komalasari (2011: 190) adalah sebagai berikut:

a) Membantu individu mengatasi fobia, penderita ketergantungan atau kecanduan obat-obatan atau alkohol dan lain sebagainya.

b) Membantu menghadapi penderita gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis.

c) Untuk memperoleh tingkah laku sosial yang lebih adaptif.

Gambar

Tabel III.1
Tabel III.2  Rencana Treatment
Tabel III.3  Populasi Penelitian
Tabel III.4  Sampel Penelitian  Kelas  Jumlah Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal kerjasama dengan lembaga lain, BRDA bersama dengan berbagai sta- keholder, termasuk lembaga-lembaga donor yang sangat berkepentingan dengan proses reintegrasi

Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan pemberian motivasi dari pimpinan kepada pekerja/karyawan, pemberian motivasi yang baik akan berpengaruh pada

Dalam kaitan hi, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubemur Propinsi DKI Jakarta Nomor 628 Tahun 1989 membentuk Balai Latihan Kerja Daerah BLKD yang

Dampak lain yang dirasakan oleh para mustahiq melalui program zakat produktif adalah mampu mendorong dan mengarahkan mereka untuk berinfaq melalui kotak infaq

satu bait yang ada di dalam kitab Jauhar Tauhid yang dikarang oleh Syaikh Ibrahim al-Laqoni, yang berbunyi: fakullu khairin fi ittiba’I man salaf wa kullu

Method GetIuran dari web service server sendiri digunakan untuk menampilkan data-data iuran yang telah dibayarkan siswa dengan kategori yang SUDAH LUNAS perbulan dalam

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa indikator dari strategi pembelajaran bahasa inggris kemungkinan besar didominasi oleh kemampuan kognitif mahasiswa dalam

Seperti dikemukakan oleh Awaloedin Djamin (Kompas, 23 Januari 1984) : “Salah satu hal yang penting yang harus dimiliki oleh birokrasi yang sehat adalah kejelasan batas