ANALISA RANK COAL DENGAN UJI PROXIMATE MENGGUNAKAN ASTM D388 DAN ASTM D3173, D3174, D3175
DI LABORATORIUM COALBED METHANE PPPTMGB “LEMIGAS”
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Oleh Adam Faharseno
111201004
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
ABSTRAK
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun. Endapan
tersebut telah mengalami berbagai perubahan bentuk/komposisi sebagai akibat
dari dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung selama waktu
pengendapannya. Faktor yang berpengaruh pada pembentukan batubara, yaitu :
Posisi Geotektonik, Morfologi (Topografi), Iklim, Penurunan, Umur Geologi,
Tumbuhan, Dekomposisi, Sejarah sesudah pengendapan, Struktur cekungan
batubara, Metamorfosa organik.
Klasifikasi batubara secara umum yaitu : Peat, Lignite, Sub-Bituminous, Bituminous, Anthracite. Dalam penentuan jenis tingkatan batubara menurut klasifikasi ASTM ini didasarkan atas persentase karbon padat dan nilai kalori
(dalam btu/lb), yang dihitung berdasarkan basis Dry Mineral Matter Free (dmmf). Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang akhirnya dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for Testing and Material).
Analisa Proximate Batubara digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas batubara dalam kaitannya dengan penggunaan batubara tersebut,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LAPANGAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR GRAFIK ... xix
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tema ... 1
1.3 Tujuan ... 2
1.4 Manfaat ... 2
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa ... 2
1.4.2 Manfaat Bagi Akamigas Balongan ... 2
1.4.3 Manfaat Bagi Instituisi Tempat Kerja Praktek ... 3
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 3
BAB II DASAR TEORI ... 4
2.1 Batubara ... 4
2.1.1 Pembentukan Batubara ... 5
2.1.2 Maceral Batubara ... 11
2.1.3 Coalification dan Struktur Batubara ... 12
2.1.4 Klasifikasi Batubara Secara Umum ... 14
2.1.5 Analisa Kualitas Batubara ... 19
2.1.7 Analisa Proximate ... 21
2.1.8 Basis Batubara ... 27
2.2 Coalbed Methane ... 30
2.2.1 Potensi CBM Sebagai Energi Alternatif di Indonesia ... 31
2.2.2 Produksi Coalbed Methane ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
3.1 Orientasi Lapangan ... 38
3.2 Metode Wawancara ... 38
3.3 Studi Literatur ... 38
3.4 Skema Penelitian ... 39
3.5 Prosedur Penelitian ... 39
3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan ... 40
3.5.2 Standarisasi Alat ... 41
3.5.3 Preparasi Sample Batubara ... 41
3.5.4 Pengukuran Moisture ... 41
3.5.5 pengukuran Ash Content ... 43
3.5.6 Pengukuran Volatile Matter ... 45
3.5.7 Pengukuran Fixed Carbon ... 47
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 49
4.1 Sejarah Perusahaan ... 49
4.1.1 Visi ... 52
4.1.2 Misi ... 52
4.1.3 Tugas ... 53
4.1.4 Fungsi ... 54
4.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah ... 55
4.3 Tenaga Kerja dan Struktur Organisasi ... 55
4.4 Fasilitas Instansi ... 58
BAB V HASIL PENGUKURAN DAN PEMBAHASAN ... 61
5.1 Standarisasi Alat ... 61
5.1.1 Analisa Data ... 61
5.2.1 Analisa Data ... 62
5.2.2 Contoh Pengolahan Data ... 63
5.3 Hasil Pengukuran Ash Content ... 65
5.3.1 Analisa Data ... 65
5.3.2 Contoh Pengolahan Data ... 65
5.4 Hasil Pengukuran Volatile Matter ... 66
5.4.1 Analisa Data ... 66
5.4.2 Contoh Pengolahan Data ... 67
5.5 Hasil Pengukuran Fixed Carbon ... 68
5.5.1 Analisa Data ... 68
5.5.2 Contoh Pengolahan Data ... 68
5.6 Corvertion of Air Dry Basis to Dry Mineral Matter Free ... 69
5.6.1 Contoh Pengolahan Data ... 69
5.6.2 Klasifikasi Batubara Berdasarkan Rank Coal Menurut ASTM D388 ... 69
5.7 Pembahasan... 71
5.7.1 Moisture ... 71
5.7.2 Ash Content ... 73
5.7.3 Volatile Matter ... 75
5.7.4 Fixed Carbon ... 78
BAB VI PENUTUP ... 81
6.1 Kesimpulan ... 81
6.2 Saran ... 82
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Batubara ... 10
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Batubara dan Tahapan Coal Rank ... 13
Gambar 2.3 Basis Batubara ... 27
Gambar 2.4 Negara Dengan Cadangan dan Produksi Batubara Terbesar Didunia ... 32
Gambar 2.5 Sumber Pemakaian Energi Untuk Konsumsi Listrik Didunia ... 33
Gambar 2.6 Energi Primer Yang Dipakai Didunia ... 34
Gambar 2.7 Teknik Produksi CBM ... 35
Gambar 2.8 Produksi CBM Dengan Sumur Kombinasi ... 36
Gambar 3.1 Skema Penelitian Analisa Proximate ... 39
Gamabr 4.1 Struktur Organisasi PPPTMGB “LEMIGAS” ... 56
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Batubara Menurut ASTM D388 ... 17
Tabel 2.2 Klasifikasi Batubara Menurut ASTM D388 Yang Telah Dimodifikasi ... 18
Tabel 5.1 Analisa Data Pengukuran Standarisasi Alat Menggunakan Reference Material ... 61
Tabel 5.2 Analisa Data Pengukuran Moisture ... 62
Tabel 5.3 Analisa Data Pengukuran Free Moisture, Inherent Moisture Dan Total Moisture... 64
Tabel 5.4 Analisa Data Pengukuran Ash Content ... 65
Tabel 5.5 Analisa Data Pengukuran Volatile Matter ... 66
Tabel 5.6 Analisa Data Pengukuran Fixed Carbon ... 68
Tabel 5.7 Klasifikasi Rank Coal Menurut ASTM D388... 69
Tabel 5.8 Hasil Analisa Data Pengukuran Free Moisture, Inherent Moisture Dan Total Moisture... 72
Tabel 5.9 Hasil Analisa Data Pengukuran Ash Content ... 74
Tabel 5.10 Hasil Analisa Data Pengukuran Volatile Matter ... 76
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 5.1 Analisa Data Pengukuran Moisture ... 73
Grafik 5.2 Analisa Data Pengukuran Ash Content ... 75
Grafik 5.3 Analisa Data Pengukuran Volatile Matter ... 77
Grafik 5.4 Analisa Data Pengukuran Fixed Carbon ... 79
DAFTAR LAMPIRAN
1. D388-Standard Classification of Coals by Rank2. D3172-Standard Practice for Proximate Analysis of Coal and Coke
3. D3173-Standard Test Method for Moisture in the Analysis Sample of Coal and
Coke
4. D3174-Standard Test Method for Ash in the Analysis Sample of Coal and Coke
from Coal
5. D3175-Standard Test Method for Volatile Matter in the Analysis Sample of
Coal and Coke
6. Pengolahan Data Moisture
7. Pengolahan Data Ash Content
8. Pengolahan Data Volatile Matter
9. Pengolahan Data Fixed Carbon
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif dunia yang
terbentuk jutaan tahun yang lalu jauh di dalam lapisan bumi. Karena
perkembangan zaman masyarakat mulai mengelola batubara dengan baik
sehingga dapat memenuhi kebutuhan listrik di dunia. Batubara sebagai energi
alternatif mulai menjadi target utama selain bahan bakar minyak (BBM)
karena batubara mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi dan dengan
menaiknya harga BBM berdampak terhadap kebutuhan sebagai sumber
energi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia. Dengan ini batubara yang
akan digunakan sesuai dengan implementasi harus dipilih yang secara
kualitas dan kuantitasnya baik, demi mendapatkan hal tersebut maka
beberapa sample batubara harus melalui analisa-analisa tertentu salah satunya
adalah analisa proximate dan untuk lebih dalam lagi maka penulis mengambil judul Kerja Praktek yaitu “Analisa Rank Coal Dengan Uji Proximate menggunakan ASTM D388 dan ASTM D3173, D3174, D3175”
1.2 Tema
Kerja Praktek ini bertemakan bagaimana cara menganalisa rank coal dengan menguji proximate dan implementasinya di laboratorium.
1.3 Tujuan
Memenuhi salah satu persyaratan kampus untuk melaksanakan Kerja
Praktek dan memahami tentang Analisa Rank Coal Dengan Uji Proximate menggunakan ASTM D388 dan ASTM D3173, D3174, D3175.
1.4 Manfaat
Kegiatan Kerja Praktek ini memberikan manfaat nyata bagi semua
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui cara menganalisa rank coal dengan uji
proximate menggunakan ASTM yang telah diberikan. Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih
aplikatif dalam bidang yang diminati.
1.4.2 Manfaat Bagi Akamigas Balongan
Terbinanya suatu jaringan kerja sama dengan institusi tempat Kerja Praktek dalam upaya meningkatkan
keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik
dengan kegiatan manajemen maupun operasional institusi
tempat Kerja Praktek.
Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan
melibatkan tenaga terampil dari lapangan dalam kegiatan
Kerja Praktek
1.4.3 Manfaat Bagi Instituisi Tempat Kerja Praktek
Dapat memanfaatkan tenaga mahasiswa untuk membantu kegiatan operasional.
Dapat mengembangkan kemitraan dengan Akamigas
Balongan dan institusi lain yang terlibat dalam kegiatan
Kerja Praktek, baik untuk kegiatan penelitian maupun
pengembangan.
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Sehubungan dengan jadwal praktek yang diadakan pada perkuliahan
semester V, maka penulis melakukan Kerja Praktek yang telah dilaksanakan
pada tanggal 1 Oktober samapai 1 November 2014 yang bertempat di PT
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi
BAB II
DASAR TEORI
2.1 BATUBARA
Batubara adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari
sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat proses kompaksi dan
terkubur dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi. The InternationalHandbookofCoalPetrography (1963).
Sedangkan Prijono berpendapat bahwa batubara adalah bahan bakar
hidrokarbon tertambat yang terbentuk dari sisa tumbuh-tumbuhan yang
terendapkan dalam lingkungan bebas oksigen serta terkena pengaruh
temperatur dan tekanan yang berlangsung sangat lama. (Dalam Sunarijanto,
dkk, 2008)
Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa ”batubara adalah endapan senyawa
organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa batubara
adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan
purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun. Endapan tersebut
telah mengalami berbagai perubahan bentuk/komposisi sebagai akibat dari
dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung selama waktu
pengendapannya. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam katagori bahan
bakar fosil. Batubara merupakan salah satu sumber energi fosil alternatif yang
cadangannya cukup besar di dunia. Bagi Indonesia, yang sumber energi
minyak buminya sudah semakin menipis, pengusahaan penggalian batubara
sudah merupakan suatu keniscayaan. Hampir setiap pulau besar di Indonesia
memiliki cadangan batubara, walau dalam kuantitas dan kualitas yang
berbeda.
2.1.1 Pembentukan Batubara
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan
dibawah pengaruh fisika, kimia dan keadaan geologi. Untuk
memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
perlu diketahui dimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang akan
mempengaruhinya serta bentuk lapisan batubara.
A.Tempat Terbentuknya Batubara
Ada 2 macam teori yang menyatakan tempat terbentuknya
batubara, yaitu :
1. Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk
lapisan batubara terbentuknya ditempat dimana
tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuh-tumbuhan
tersebut mati, belum mengalami proses transportasi, segera
tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik
karena kadar abunya relatif kecil, Dapat dijumpai pada lapangan
batubara Muara Enim (SumSel).
2. Teori Drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk
lapisan batubara terbentuknya ditempat yang berbeda dengan
tempat tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian
setelah tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air dan
berakumulasi disuatu tempat, segera tertimbun oleh lapisan
sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak
luas tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitasnya kurang baik
karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut
bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman
ke tempat sedimentasi. Dapat dijumpai pada lapangan batubara
B.Faktor yang Berpengaruh
Batubara terbentuk dengan cara yang kompleks dan
memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun)
dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Faktor
yang berpengaruh pada pembentukan batubara, yaitu :
1. Posisi Geotektonik
Merupakan suatu tempat yang keberadaannya
dipengaruhi gaya-gaya tektonik lempeng. Posisi ini
mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan
pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya.
2. Morfologi (Topografi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut
sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa
dimana batubara tersebut terbentuk.
3. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam
pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol
pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Tergantung pada
posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik.
4. Penurunan
Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan
dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan
batubara tebal.
5. Umur Geologi
Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi
kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa
perkembangannya secara tidak langsung membahas sejarah
pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua
umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi, sehingga
terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara
mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur
perlipatan atau patahan pada lapisan batubara.
6. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara.
Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan
zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu, merupakan
faktor penentu terbentuknya berbagai type batubara. 7. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi
biokimia dari organik merupakan titik awal untuk seluruh
alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan
mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi.
Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih
berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam
suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari
tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati.
Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi
lignit dan batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan
oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air
(H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk
karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan methan
(CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah
relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan
gambut tergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan
dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan
cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi
terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi.
Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara
sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan
penguraian oleh mikrobiologi.
8. Sejarah sesudah pengendapan
Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada
posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara
dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia
dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut.
9. Struktur cekungan batubara
Terbentuknya batubara pada cekungan batubara
umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan
menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk tertentu.
10. Metamorfosa organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah
penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat
ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih
didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan
terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai
mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen
dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta
bertambahnya prosentase karbon padat, belerang dan kandungan
abu. Perubahan mutu batubara diakibatkkan oleh faktor tekanan
dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen
Gambar 2.1 Proses Pembetukan Batubara (Sumber : lehoboy.wordpress.com)
C.Reaksi Pembentukan Batubara
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam
berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS
untuk antrasit. Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan
sebagai berikut :
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulosa Lignit Gas Metana Air 2.1.2 Maceral Batubara
Batubara merupakan bahan bakar fosil berupa mineral organik
yang dapat terbakar, yang terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang
mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan
kimia yang berlangsung selama jutaan tahun.
Di dalam batubara terdapat unsur-unsur organik yang disebut
tumbuhan, seperti halnya spora, kutikula, ganggang (algae) dan getah. Maceral inertinite sebenarnya berasal dari bahan yang sama dengan bahan pembentuk Maceral vitrinite, akan tetapi bahan tersebut telah mengalami proses oksidasi.
2.1.3 Coalification Dan Struktur Batubara
Coalbed Methane (CBM) merupakan hasil produk dari proses coalification selain air dan batubara itu sendiri. Coalification adalah proses pembentukan batubara (dan produk sampingan berupa air dan
gas) dari akumulasi peat yang tertimbun di bawah permukaan pada temperatur tertentu dan waktu yang lama. Gas hasil produk dari
proses coalification didominasi oleh metana dengan kandungan lebih dari 90% sisanya adalah karbon dioksida dan nitrogen. Proses
coalification tersebut dibagi dalam beberapa coal rank sesuai tahapan prosesnya menjadi Lignite, Sub Bituminous, Bituminous, Anthracite dan Graphite. CBM akan dapat diproduksikan dengan baik pada coal rank Sub Bituminous – Bituminous karena memiliki komposisi dan kandungan air dan gas yang sesuai.
Gambar 2.2 Proses Pembentukan Batubara dan Tahapan Coal Rank
Struktur Batubara terdiri dari dua porositas, yaitu matriks dan
cleats, berbeda dengan reservoir konvensional dimana hanya fracture sebagai porositas primer. Karakteristik matriks barubara memiliki
permeabilitas rendah namun high gas storage dengan mekanisme adsorpsi, sedangkan cleats memiliki permeabilitas tinggi namun low gas storage. Pada cleats (fracture system) terdiri dari face cleats dan butt cleats, dimana face cleats memiliki karakteristik menerus sepanjang reservoir batubara yang dapat digunakan sebagai jalur
utama pada aliran produksi CBM, sedangkan butt cleats memiliki karakteristik tidak menerus dan tegak lurus face cleats.
2.1.4 Klasifikasi Batubara
A.Klasifikasi Batubara Secara Umum
Secara umum batubara digolongkan menjadi lima tingkatan,
yaitu:
1. Peat (Gambut)
Peat ditandai dengan kondisi fisik berwarna kecoklatan
dan struktur berpori, memiliki kadar air 75%, nilai kalori sangat
rendah, kandungan sulfur sangat tinggi, dan kandungan abu
sangat tinggi. Nilai kalori peat adalah 1.700-3.000 kcal/kg. 2. Lignite
Lignite adalah batubara yang sangat lunak ditandai dengan kodisi fisik berwara hitam dan sangat rapuh,
mengandung air 35% - 75% dari beratnya, memiliki kandungan
karbon terendah 25% - 35%, dengnan nilai kalor/panas yang
dihasilkan berkisaran antara 4.000 – 8.300 BTU per pon
kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur tinggi. Nilai kalori
lignite adalah 1.500-4.500 kcal/kg. 3. Sub-Bitminous/Bitumen Menengah
Sub-Bituminous memiliki ciri-ciri tertentu yaitu warna yanag kehitam-hitaman dan sudah mengandung lilin. Struktur
menghasilkan panas antara 8.300 – 13.000 BTU per ton, dan
mengandung banyak air. Meskipun nilai panasnya rendah,
batubara ini umumnya memiliki kandungan belerang yang lebih
dari pada jenis lainnya, yang membuat disukai untuk dipakai
karena hasil pembakaran yang lebih bersih.
4. Bituminous
Bituminous ditandai dengan warna hitam mengkilat, struktur kurang kompak, mengandung 68% - 86% unsur karbon
(C), dengan kandungan air 8% - 10% dari beratnya, nilai
kalor/panas yang dihasilkan antara 10.500 – 15.500 BTU per
pon, kandungai abu sedikit, dan kandungan sulfur sedikit. Nilai
kalori bituminous adalah 7.000-8.000 kcal/kg. 5. Anthracite
Anthracite ditandai dengan warna hitam sangat mengkilat (luster), struktur kompak dengan kuat, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C), nilai kalor/panas yang
dihasilkan hampir 15.000 BTU per pon, dengan kandungan air
kurang dari 8%, kandungan abu sangat sedikit, dan kandungan
sulfur sangat sedikit. Nilai kalori anthacite lebih besar atau sama dengan 8.300 kcal/kg.
Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon
akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan
berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite dan sub-bituminous, memiliki tingkat kelembaban (Moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga energinya juga rendah.
Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras
dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat.
Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar
karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga
B.Klasifikasi Batubara Secara Metode ASTM D388 (American Standard Testing Material)
Dalam penentuan jenis tingkatan batubara menurut
klasifikasi ASTM ini didasarkan atas persentase karbon padat dan
nilai kalori (dalam btu/lb), yang dihitung berdasarkan basis Dry Mineral Matter Free (dmmf)
Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika oleh Bureau of Mines yang akhirnya dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM (America Society for Testing and Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank dari batubara itu atau berdasarkan derajat metamorphism nya atau perubahan selama proses coalifikasi (mulai dari lignit hingga antrasit). Untuk menentukan rank batubara diperlukan data Fixed Carbon (dmmf), Volatile Matter (dmmf) dan nilai kalor dalam Btu/lb dengan basis mmmf (moist, mmf). Cara
Tabel 2.1
Klasifikasi Batubara Menurut ASTM D388
Class Grup
Klasifikasi Batubara Menurut ASTM D388 Yang Telah Dimodifikasi
2.1.5 Analisa Kualitas Batubara
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih
dahulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau
peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai
dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin
tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Analisa yang
dilakukan antara lain analisa proximate, analisa ultimate, mineral matters, physical & electrical properties, thermal properties, mechanical properties, spectroscopic properties, dan solvent properties.
2.1.6 Parameter Kualitas Batubara
Secara umum, parameter kualitas batubara yang sering
digunakan adalah:
1. Kalori (Calorivic Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/gr)
CV merupakan indikasi kandungan nilai energi yang
terdapat pada batubara, dan merepresentasikan kombinasi
pembakaran dari karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur.
2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi Free Moisture (FM) dan Inherent Moisture (IM). Jumlah dari keduanya disebut dengan Total Moisture (TM). Kadar kelembaban ini mempengaruhui jumlah pemakaian udara primer untuk
mengeringkan batubara tersebut.
3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran
dan intensitas api. Hal ini didasarkan pada rasio atau perbandingan
lebih dari 1,2 maka pengapian akan kurang bagus sehingga
mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun.
4. Kadar abu (Ash Content, satuan persen)
Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan
mempengaruhi tingkat pengotoran, keausan, dan korosi peralatan
yang dilalui.
5. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen)
Kandungan sulfur dalam batubara biasanya dinyatakan
dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur ini berpengaruh
terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terdapat pada pemanas
udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah daripada titik
embun sulfur. Selain itu, berpengaruh juga terhadap efektivitas
penangkapan abu pada electrostatic presipitator. 6. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen)
Nilai kadar karbon ini semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya kualitas batubara. Kadar karbon dan jumlah zat
terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas
bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio. 7. Ukuran (Coal size)
Ukuran batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir
kasar. Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3 mm,
sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50 mm.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI) Kinerja pulverizer atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih rendah, mesin harus beroperasi lebih
rendah dari nilai standarnya untuk menghasilkan tingkat kehalusan
yang sama.
2.1.7 Analisa Proximate
Analisa Proximate Batubara digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas batubara dalam kaitannya dengan
air lembab (Moisture Content), zat terbang (Volatile Matter), abu (Ash Content), dan karbon tertambat (Fixed Carbon) yang terkandung didalam batubara. Analisa Proximate ini merupakan pengujian yang paling mendasar dalam penentuan kualitas batubara.
Kandungan Air (Moisture Content)
Dalam batubara, Moisture Content paling sedikitnya terdiri atas satu senyawa kimia tunggal. Wujudnya dapat berbentuk air
yang dapat mengalir dengan cepat dari dalam sample batubara,
senyawa teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat secara
kimia. Sebagian Moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat pada batubara.
Dalam ilmu perbatuan, dikenal istilah Moisture dan air. Moisture didefinisikan sebagai air yang dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai suhu 104oC – 110oC (Menurut ASTM
D3173). Sementara itu, air dalam batubara ialah air yang terikat
secara kimia pada lempung.
Semua batubara mempunyai pori-pori berupa pipa-pipa
kapiler, dalam keadaan alami pori-pori ini dipenuhi oleh air.
Didalam standar ASTM, air ini disebut Moisture bawaan (Inherent Moisture). Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara, menurut standar
ASTM air ini disebut Moisture permukaan (Surface Moisture). Air yang terbentuk dari penguraian fraksi organik batubara atau zat
mineral secara termis bukan merupakan bagian
dari Moisture dalam batubara.
Moisture yangdatang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena hujan selama penyimpanan disebut Free Moisture (standar ISO) atau air-dry loss (standar ASTM). Moisture jenis ini dapat dihilangkan dari batubara dengan cara dianginkan
dihilangkan bila sample batubara kering-udara yang berukuran
lebih kecil dari 3 mm (-3 mm) dipanaskan hingga 100°C – 110oC.
Penjumlahan antara FreeMoisture dan Residual Moisture disebut TotalMoisture. Data Moisture dalam batubara kering-udara ini digunakan untuk menghitung besaran lainnya dari basis
kering-udara (adb), bebas-ash (daf) dan basis kering, bebas-mineral matter (dmmf).
Kandungan air total merupakan dasar penilaian yang sangat
penting. Secara umum, tinggi rendahnya kandungan air
berpengaruh pada beberapa aspek teknologi penggunaan batubara
terutama dalam penggunaan untuk tenaga uap. Dalam penggerusan,
kelebihan kandungan air akan berakibat pada komponen mesin
penggerus karena abrasi. Parameter lain yang terpengaruh oleh
kandungan air adalah nilai kalor. Semakin besar kadar air yang
terkandung oleh batubara maka akan semakin besar pula nilai kalor
dalam pembakaran.
Penentuan kandungan air didalam batubara bisa dilakukan
melalui proses satu tahap atau proses dua tahap. Proses dilakukan
dengan cara pemanasan sample sampai terjadi kesetimbangan
kandungan air didalam batubara dan udara. Penentuan kandungan
air dengan cara tersebut dilakukan pada temperatur diatastitik
didih air.
Kandungan Abu (Ash Content)
Coal Ash didefinisikan sebagai zat organik yang tertinggal setelah sample batubara dibakar (incineration) dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang tetap. Selama pembakaran
batubara, zat mineral mengalami perubahan, karena itu banyak
Ash umumnya lebih kecil dibandingkan dengan banyaknya zat mineral yang semula ada didalam batubara. Hal ini disebabkan
lempung, karbon dioksida serta karbonat, teroksidasinya pirit
menjadi besi oksida, dan juga terjadinya fiksasi belerang oksida.
Ash batubara, disamping ditentukan kandungannya (Ash Content), ditentukan pula susunan (komposisi) kimianya dalam analisa Ash dan suhu leleh dalam penentuan suhu leleh Ash.
Abu merupakan komponen non-combustible organic yang tersisa pada saat batubara dibakar. Abu mengandung oksida-oksida
logam seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO, yang terdapat
didalam batubara. Kandungan abu diukur dengan cara membakar
dalam tungku pembakaran (furnace)pada suhu 700°C – 750oC selama ± 3 jam (Menurut ASTM D3174). Residu yang terbentuk
merupakan abu dari batubara.
Dalam pembakaran, semakin tinggi kandunganbatubara,
semakin rendah panas yang diperoleh dari batubara tersebut.
Sebagai tambahan, masalah bertambah pula misalnya untuk
penanganan dan pembuangan ash hasil pembakaran. Kandungan Fixed Carbon
Fixed Carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material sisa setelah Volatile Matter dihilangkan. FC ini mewakili sisa penguraian dari komponen organik batubara
ditambah sedikit senyawa nitrogen, belerang, hidrogen dan
mungkin oksigen yang terserap atau bersatu secara kimiawi.
Kandungn FC digunakan sebagai indeks hasil kokas dari batubara
pada waktu dikarbonisasikan, atau sebagai suatu ukuran material
padat yang dapat dibakar di dalam peralatan pembakaran batubara
setelah fraksi zat mudah menguap dihilangkan. Apabila Ash atau zat mineral telah dikoreksi, maka kandungan FC dapat dipakai
Fixed Carbon ditentukan dengan perhitungan : 100% dikurangi persentase Moisture, Volatile Matter, dan Ash Content (dalam basis kering udara (adb)).
Data Fixed Carbon digunakan dalam mengklasifikasikan batubara, pembakaran, dan karbonisasi batubara. Fixed Carbon kemungkinan membawa pula sedikit presentase nitrogen, belerang,
hidrogen, dan mungkin pula oksigen sebagai zat terabsorbsi atau
bergabung secara kimia.
Fixed Carbon merupakan ukuran dan padatan yang dapat terbakar yang masih berada dalam peralatan pembakaran setelah
zat-zat mudah menguap yang ada dalam batubara keluar. Ini adalah
salah satu nilai yang digunakan didalam perhitungan efesiensi
peralatan pembakaran.
Volatile Matter
Definisi Volatile Matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang bila sample batubara dipanaskan pada suhu dan waktu yang
telah ditentukan (setelah dikoreksi oleh kadar Moisture). Suhunya adalah 950oC dengan waktu pemanasan 7 menit (Menurut ASTM
D3175).
Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar, seperti hidrogen, karbon monoksida, dan
metan, serta sebagian kecil uap yang dapat mengembun seperti tar,
hasil pemecahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat,
sulfur dari pirit, dan air dari lempung.
Moisture berpengaruh pada hasil penentuan Volatile Matter sehingga sample yang dikeringkan dengan oven akan memberikan hasil yang berbeda dengan sample yang dikering-udarakan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil penentuan Volatile Matter ini adalah suhu, waktu, kecepatan pemanasan, penyebaran butir, dan
Volatile Matter yang ditentukan dapat digunakan untuk menentukan rank suatu batubara, klasifikasi, dan proporsinya dalam blending. Volatile Matter juga penting dalam pemilihan peralatan pembakaran dan kondisi efisiensi pembakaran.
2.1.8 Basis Batubara
Untuk mempermudah penjelasan, dibawah ini ditampilkan
hubungan antara basis analisis dikaitkan dengan keberadaan yang
menjadi dasar perhitungan.
Gambar 2.3 Basis Batubara (Sumber : Idemitsu Kosan Co, Ltd)
Dari gambar diatas, terlihat ada 5 jenis basis untuk analisis
batubara yang dapat diterapkan yaitu ARB, ADB, DB, DAF, dan
DMMF.
ARB (As Received Basis)
Analisa pada basis ini juga juga mengikutsertakan air yang
menempel pada batubara yang diakibatkan oleh hujan, proses
pencucian batubara (coal washing), atau penyemprotan (spraying) ketika di stock pile maupun saat loading. Air yang menempel di batubara karena adanya perlakuan eksternal ini dikenal sebagai
ADB (Air Dried Basis)
Pada kondisi ini, FreeMoisture (FM) tidak diikutkan dalam analisis batubara. Secara teknisnya, uji dan analisis dilakukan
dengan menggunakan sample uji yang telah dikeringkan pada udara
terbuka yaitu sample ditebar tipis pada suhu ruangan, sehingga
terjadi kesetimbangan dengan lingkungan ruangan laboratorium,
sebelum akhirnya di seluruh dunia.
Nilai analisis pada basis ini sebenernya mengalami
beberapa fluktuasi sesuai dengan kelembaban ruangan
laboratorium, yang dipengaruhi oleh musim dan faktor cuaca
lainnya. Akan tetapi bila dilihat secara jangka panjang dalam waktu
satu tahun misalnya, maka kestabilan nilai tertentu akan didapat.
Disamping itu, basis uji dan analisi ini sangat praktis karena
perlakuan pra pengujian terhadap sample adalah pengeringan alami
sesuai suhu ruangan sehingga tidaklah mengherankan bila standar
ADB ini banyak dipaki diseluruh dunia.
DB (Dried Basis)
Tampilan dry basis menunjukan bahwa hasil uji dan analisis dengan menggunakan sample uji yang telah dikeringkan di udara
terbuka di atas, lalu dikonversikan perhitungannya untuk
memudahi kondisi kering. DAF (Dried Ash Free)
Dry & ash free basis merupakan kondisi asumsi dimana batubara sama sekali tidak mengandung air maupun abu. Adanya
tampilan dry & ash free basis menunjukan bahwa hasil analisi dan uji terhadap sample yang telah dikeringkan di udara terbuka seperti
di atas, lalu dikonversikan perhitungannya sehingga memenuhi
kondisi tanpa abu dan tanpa air.
Basis DMMF dapat diartikan pula sebagai pure coal basis, yang telah berati batubara diasumsikan dalam keadaan murni dan
tidak mengandung air, abu, serta zat mineral lainnya.
Untuk konversi perhitungan ke basis ini maka besarnya
zat-zat mineral harus diketahui terlebih dulu. Dalam hal ini,
perhitungan yang paling banyak digunakan adalah persamaan parr,
seperti berikut :
M = 1.08A + 0.555 ... (1)
Dimana :
M : Mineral matters (%) A : Ash (%)
S : Sulfur (%)
Akan tetapi persamaan ini tidak dapat diterapkan untuk
perhitungan yang teliti dari setiap jenis batubara.
2.2 COALBED METHANE (CBM)
Coal Bed Methane atau dikenal dengan istilah BCM merupakan salah satu sumber energi alternatif yang relatif masih baru di Indonesia, yang saat
ini sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Sumber energi ini dapat
diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan batubara
ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan manusia
sehari-hari. Walaupun asal usulnya dari energi fosil yang tidak terbarukan, tetapi gas
ini masih terus akan terproduksi bila lapisan batubara tersebut masih ada.
CBM adalah gas metana (gas alam) yang dihasilkan selama proses
pembatubaraan dan terperangkap dalam batubara. CBM dikenal juga sebagai ‘sweet gas’, karena sedikitnya kandungan sulfur (dalam bentuk hidrogen sulfida). Gas metana ini terperangkap dalam batubara itu sendiri dan juga air
yang ada didalam ruang pori-porinya. Porositas matriks umumnya mengacu
pada ukuran cleat (retakan sepanjang batubara), dan bukan porositas batubara tersebut. Porositas ini umumnya sangat rendah jika dibandingkan cekungan
berdasarkan riset geosains organik dengan menggunakan isotop stabil karbon
bernomor massa 13, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis pola
pembentukan.
Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi
perubahan kimia pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di
kedalaman tanah. Ini disebut dengan proses thermogenesis. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown coal (lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200m, gas metana terbentuk oleh aktivitas mikroorganisme yang berada
di lingkungan anaerob. Ini disebut dengan proses biogenesis. Baik yang
terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.
Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin
bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika
lapisan batubaranya semakin tebal.
2.2.1 Potensi CBM Sebagai Energi Alternatif di Indonesia
Coalbed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini merupakan salah satu energi
alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang
diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi
untuk berbagai kebutuhan manusia. Walaupun dari energi fosil yang
tidak terbaharukan, tetapi gas ini terus terproduksi bila lapisan
Gambar 2.4 Negara Dengan Cadangan dan Produksi Batubara Terbesar Didunia.
(Sumber : Bp Statistical Review of World Energy 2007)
Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk
listrik dan transportasi, negara-negara berkembang seperti Indonesia
juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus
dikembangkan. Dapat kita lihat pada gambar 2, dimana kebutuhan
akan energi untuk pembangkit listrik terus berkembang. Salah satu
pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari energi
batubara.
Gambar 2.5 Sumber Pemakaian Energi Untuk Konsumsi Listrik Didunia.
Berdasarkan perkiraan dari sebuah institusi di Prancis, maka
konsumsi energi di dunia tetap akan memakai minyak, batubara dan
gas sebagai energi primer. Projeksi ini memberikan gambaran
sebagaimana pentingnya peran energi fosil sebagai energi yang ”harus” terbarukan. Kata-kata harus disini mungkin tidak masuk akal, karena energi tersebut memang habis dipakai (tidak dapat
diperbaharui). Dengan adanya teknologi, riset dan pemikiran baru,
maka sebuah lapisan batubara dapat memberikan sebuah energi baru
berupa gas yang dapat kita pakai..
Gambar 2.6 Energi Primer Yang Dipakai Didunia. (Sumber : World Primary Energy Consumption)
Dari penelitian Steven dan Hadiyanto, 2005, (IAGI special publication) ada 11 cekungan batubara (coal basin) di Indonesia yang memiliki CBM, dengan 4 besar urutan cadangan sebagai berikut: 1.
Sumsel (183 Tcf), 2. Barito (101.6 Tcf), 3. Kutai (80.4 Tcf), 4.
Sum-Tengah (52.5 Tcf). Dengan kata lain sumber daya CBM di Sumsel
2.2.2 Produksi Coal Bed Methane
Produksi CBM & Teknologi Pengeboran Pada metode
produksi CBM secara konvensional, produksi yang ekonomis hanya
dapat dilakukan pada lapisan batubara dengan permeabilitas yang
baik. Tapi dengan kemajuan teknik pengontrolan arah pada
pengeboran, arah lubang bor dari permukaan dapat ditentukan dengan
bebas, sehingga pengeboran memanjang dalam suatu lapisan batubara
dapat dilakukan. Seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah, produksi
gas dapat ditingkatkan volumenya melalui satu lubang bor dengan
menggunakan teknik ini. Terkait potensi CBM menurut Steven dan
Haryono, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:
Pertama, jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM (coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume CBM bisa mencapai 3 – 6 kali lebih banyak
dari conventional gas. Dengan kata lain, CBM menarik secara kuantitas.
Kedua, prinsip terkandungnya CBM adalah adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin.
Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.
Teknik ini juga memungkinkan produksi gas secara ekonomis
pada suatu lokasi yang selama ini tidak dapat diusahakan, terkait
permeabilitas lapisan batubaranya yang jelek. Sebagai contoh adalah
apa yang dilakukan di Australia dan beberapa negara lain, dimana
produksi gas yang efisien dilakukan dengan sistem produksi yang
mengkombinasikan sumur vertikal dan horizontal, seperti terlihat pada
gambar di bawah.
Gambar 2.8 Produksi CBM Dengan Sumur Kombinasi (Sumber : jefrigeophysics.wordpress.com)
Lebih jauh lagi, telah muncul pula ide berupa sistem produksi
multilateral, yakni sistem produksi yang mengoptimalkan teknik
pengontrolan arah bor. Lateral yang dimaksud disini adalah sumur
(lubang bor) yang digali arah horizontal, sedangkan multilateral
adalah sumur horizontal yang terbagi-bagi menjadi banyak cabang.
Pada produksi yang lokasi permukaannya terkendala oleh
keterbatasan instalasi fasilitas akibat berada di pegunungan misalnya,
maka biaya produksi memungkinkan untuk ditekan bila menggunakan
metode ini. Secara praktikal, misalnya dengan melakukan integrasi
fasilitas permukaan. Karakter dari batubara yang baik untuk produksi
CBM :
Dangkal : lapisan batubara < kedalaman 1000m. Tekanan pada
kedalaman yang berlebih terkadang sangat tinggi dan telah
mengalami penguapan. Hal ini disebabkan tekanan tinggi
menyebabkan adanya struktur cleat yang menyebabkan penurunan permeabilitas.
Ranking batubara : kebanyakan proyek CBM memproduksi gas
dari batubara bituminus, tetapi hal ini dapat mungkin terjadi di
Antrasit. Semakin bertambah kuantitasnya dari gambut hingga
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam melaksanakan kerja praktek, mahasiswa diharapkan mampu
melakukan studi kasus, yaitu mengangkat suatu kasus yang dijumpai ditempat
kerja praktek menjadi suatu kajian sesuai dengan bidang keahlian yang ada,
ataupun melakukan pengamatan terhadap kerja suatu proses atau alat untuk
kemudian dikaji sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Untuk mendukung kerja praktek dan kajian yang akan dilakukan, maka
dapat dilakukan beberapa metode pelaksanaan, antara lain :
3.1 Orientasi Lapangan
Dimana data yang di peroleh dari penelitian secara langsung tentang
Analisa Rank Coal Dengan Uji Proximate Menggunakan ASTM D388 dan ASTM D3173, D3174, D3175. Berdasarkan penelitian itulah penulis
mendapatkan data – data yang akan menjadi sumber data dalam pembuatan
laporan.
3.2 Metode Wawancara
Data – data diperoleh dari konsultasi langsung dengan pembimbing di
laboratorium yang berasangkutan.
3.3 Study Literature
Merupakan data yang diperoleh dari buku – buku dan hand book sebagai
bahan tambahan dalam penyusunan laporan yang berkaitan dengan tema yang
3.4 Skema Penelitian
Gambar 3.1 Skema Penelitian Analisa Proximate
3.5 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengukuran
analisa proximate (untuk klasifikasi batubara) diantaranya adalah Moisture, Ash Content, Volatile Matter, dan Fixed Carbon.
3.5.1 Persiapan Alat dan Bahan A. Alat
Timbangan Analog Furnace 47900 Vakum Desikator Stopwatch
Wadah Plastik
Pemilihan Batubara
Moisture
Analisa Proximate
Preparasi Sample
Ash Content
Kesimpulan Pengolahan Data
Fixed Carbon Volatile Matter
Standarisasi Alat
Kosibel/Cawan Gegep
Sarung tangan Coal Crusher Saringan Masker
B. Bahan KGM-1 KGM-3 KGM-6 KGM-8 KGM-10 Gas CA Gas Oksigen Gas Nitrogen
3.5.2 Standarisasi Alat
Sebelum melakukan pengukuran Moisture, Ash Content, Volatile Matter, dan Fixed Carbon terlebih dahulu melakukan standarisasi alat analisa proximate untuk mengetahui kualitas dan cara
kerja alat masih berfungsi dengan baik atau buruk, sehingga
mempermudahkan saat melakukan analisa proximate dan hasil yang didapat akan lebih akurat. Saat melakukan standarisasi alat
menggunakan reference material Leco 502-680, Leco 502-681, dan Leco 502-682 yang sudah diketahui nilai Volatile Matter dan Ash Contentnya..
3.5.3 Preparasi Sample Batubara
Sample batubara adalah bahan yang didapat dari Sumatra
hasil penyaringan dimasukan kedalam wadah plastik untuk distabilkan
dalam desikator yang berisi silika gel hingga stabil dan siap untuk di
analisa, dalam hal ini analisa proximate. 3.5.4 Pengukuran Moisture
Moisture (air) ada dalam batubara sebagai Inherent Moisture, Surface atau Free Moisture, air terikat di mineral matter dan dekomposisi Moisture. Pengukuran secara analisa yaitu Moisture Holding Capacity, Total Moisture, Air Dry Loss, Residual Moisture dan Moisture In Analysis Sample. Sample batubara dipanaskan pada temperatur 104oC – 110oC selama ± 1 jam (Menurut ASTM D3173)
untuk menguapkan air dan dialirkan gas nitrogen untuk menghindari
oksidasi. Moisture pada batubara dapat menempel dipermukaan partikel atau berada didalam partikel batubara. Moisture dapat dibagi menjadi 3 yaitu, Free Moisture (kadar lengas bebas), Inherent Moisture dan Total Moisture. Tetapi dilboratorium Coalbed Methane (CBM) di PPPTMGB Lemigas ini menggunakan Moisture yang dipanakan pada suhu 1100C selama ± 1 jam.
Parameter yang digunakan untuk menentukan nilai Moisture : Berat sample kering
Berat sample dalam keadaan kering/belum dipanaskan.
Berat sample setelah dipanaskan (dry weight)
Berat sample yang telah dipanaskan pada temperatur 104oC –
110oC (Menurut ASTM D3173)
Tray weight + sample
Berat cawan ditambah berat sample.
Loss weight
Selisih antara berat sample sebelum dipanaskan dengan berat
Moisture
Persentase dari perbandingan antara loss weight dengan sample weight.
Moisture (%) =
x100%
Prosedur kerja untuk menentukan nilai Moisture : 1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang masing-masing kosibel/cawan
3. Menimbang sample yang akan dihitung nilai Moisturenya sebanyak ± 1 gram
4. Setelah itu memasukkan kosibel/cawan yang telah berisi sample ke
dalam furnace pada temperatur 110oC selama 1 jam
5. Mengeluarkan sample yang telah dipanaskan lalu didiamkan ±30
menit pada suhu ruang
6. Memasukkan sample yang telah didiamkan pada suhu ruang
kedalam desikator selam ± 1 jam.
7. Setelah 1 jam kemudian menimbang masing-masing sample dan
catat hasilnya
8. Menghitung nilai Moisture dari data-data yang telah diperoleh 3.5.5 Pengukuran Ash Content
Ash didefinikan sebagai residu organik yang terjadi setelah batubara dibakar (complete inceneration) hingga temperatur 700oC – 750oC selama ± 3 jam dan dengan mengalirkan udara secara lambat
didalam tungku pembakaran (Menurut ASTM D3174). Makin banyak
mineral yang terdapat didalam batubara maka ash juga makin tinggi. Tetapi dilboratorium Coalbed Methane (CBM) di PPPTMGB Lemigas ini menggunakan Ash Content yang dipanakan pada suhu 500oC selama ± 30 menit, kemudian 815oC selama ± 2 jam hal ini
agar terjadi pembakaran yang sempurna sehingga mineral organik
akan menguap hanya meninggalkan senyawa metal dan membentuk
Parameter yang digunakan untuk menentukan Ash Content: Berat sample kering
Berat sample dalam keadaan kering/belum dipanaskan.
Berat sample setelah dipanaskan (dry weight)
Berat sample yang telah dipanaskan pada temperatur 800C
Ash Content
Persentase dari perbandingan berat sample yang sudah dipanaskan
dengan berat sebelum dipanaskan.
Ash Content =
x 100%
Prosedur kerja yang digunakan untuk menentukan Ash Content : 1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang masing-masing kosibel/cawan
3. Menimbang sample yang akan dihitung nilai Ash Contentnya sebanyak ± 1 gram
4. Memasukkan kosibel/cawan berisi sample ke dalam furnace (dipanaskan) dengan temperatur 500oC selama 30 menit lalu
dengan temperatur 850oC selama 2 jam.
5. Mengeluarkan sample yang telah dipanaskan lalu didiamkan ±30
menit pada suhu ruang
6. Memasukkan sample yang telah didiamkan pada suhu ruang
kedalam desikator selam ± 1 jam.
7. Setelah 1 jam kemudian menimbang masing-masing sample dan
catat hasilnya
8. Menghitung Ash Content dari data yang telah diperoleh. 3.5.6 Pengukuran Volatile Matter
Volatile adalah bagian dari batubara yang menguap pada saat batubara dipanaskan tanpa udara didalam tungku tertutup pada suhu
900oC selam 7 menit (Menurut ASTM D3175). Volatile adalah bagian dari batu bara yang mudah mnguap, seperti CH4 atau dari hasil
batubara. Tetapi dilboratorium Coalbed Methane (CBM) di PPPTMGB Lemigas ini menggunakan suhu 9500C selama 7 menit.
Parameter yang digunakan untuk menentukan Volatile Matter : Berat sample kering
Berat sample dalam keadaan kering/belum dipanaskan. Berat sample setelah dipanaskan (dry weight)
Berat sample yang telah dipanaskan pada temperatur 815C
Cup weight + sample
Berat cawan ditambah berat sample.
Loss weight
Selisih antara berat sample sebelum dipanaskan dengan berat
sample yang sudah dipanaskan pada temperatur
Volatile Matter
Selisih antara loss weight dengan nilai Moisture. Volatile (%) = loss weight–Moisture
Prosedur kerja yang digunakan untuk menentukan Volatile Matter : 1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang masing masing kosibel/cawan petri dan tutupnya
3. Menimbangkan sample yang akan dihitung nilai Volatile Matter sebanyak ±1 gram
4. Setelah itu memasukkan kosibel/cawan tertutup yang telah berisi
sample ke dalam furnace pada temperature 950oC selama 7 menit 5. Mengeluarkan sample yang telah dipanaskan lalu didiamkan ± 30
menit pada suhu ruang
6. Memasukkan sample yang telah didiamkan pada suhu ruang
kedalam desikator selama ± 1 jam
7. Setelah 1 jam kemudian menimbang masing masing sample dan
catat hasilnya
3.5.7 Pengukuran Fixed Carbon
Fixed Carbon adalah parameter yang tidak ditentukan secara analisis melainkan merupakan selisih 100% dengan jumlah kadar
Moisture, Ash Content dan Volatile Matter. Fixed Carbon ini tidak sama dengan total carbon pada ultimate. Perbedaan yang cukup jelas adalah bahwa Fixed Carbon merupakan kadar karbon yang pada temperatur penetapan Volatile Matter tidak menguap. Sedangkan karbon yang menguapa pada temperature total carbon yang ditentukan pada ultimate analysis merupakan semua karbon dalam batubara kecuali karbon yang berasala dari karbonet. Jadi yang hidrokarbon
yang termasuk ke dalam Volatile Matter atau Fixed Carbon termasuk didalamnya. Penggunaan nilai parameter penentuan dalam klasifikasi
batubara dalam ASTM standar. Serta untuk keperluan tertentu Fixed Carbon bersama Volatile Matter dibuat sebagai suatu ratio yang dinamakan fuel ratio.
Parameter yang digunakan untuk menentukan Fixed Carbon Moisture
Kadar lengs yang terkandung dalam batubara
Ash Content
Kadar abu yang terkandung dalam batubara Volatile Matter
Zat terbang yang terkandung dalam batubara
Fixed Carbon
Selisih persen total dengan jumlah persen Moisture, Ash Content dan Volatile Matter
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perusahaan
Lembaga Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” berdiri sesuai dengan usulan suatu panitia terdiri dari para ahli minyak dan gas bumi yang
dikoordinir oleh Biro Minyak dan Gas Bumi (Deperdatam) pada tahun 1992.
Panitia bertugas meneliti dan membuat rumusan untuk adanya suatu
laboratorium perminyakan di Jakarta. Pada saat itu dikalangan pemerintah
sangat merasa kekurangan akan pengetahuan mengenai teknik dan kumpulan
data tentang segi usaha perminyakan di Indonesia, baik mengenai cadagan
minyak di lapangan, kualitas minyak mentah dan hasil pengolahan minyak
Indonesia yang pada hakekatnya selalu menjadi monopoli
perusahaan-perusahaan asing.
Latar belakang berdirinya Lembaga Minyak dan Gas Bumi adalah
karena hampir semua pengetahuan, data dan tenaga kerja ahli di bidang
perminyakan dikuasai atau menjadi monopoli perusahaan-perusahaan asing,
sedangkan lapangan maupun cadangan minyak dan gas bumi merupakan
milik negara.
Kelahiran Lembaga Minyak dan Gas Bumi, atau disingkat “LEMIGAS”, merupakan perwujudan dari keinginan pemerintah untuk memiliki suatu badan yang menghimpun pengetahuan teknik tentang
perminyakan dan dapat menyediakan data serta informasi yang diperlukan
untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para pegambil keputusan.
Kebutuhan muncul sebagai konsekuensi langsung dari Undang-Undang
Migas yang pertama di Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 44
Prp Tahun 1960 tentang pertambangan minyak dan gas bumi yang
berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945, khusus Pasal 33 ayat (3).
Sementara itu pembangunan fasilitas dan infrastuktur lembaga
berlanjut terus, sehingga pada tahun 1964 dengan memperhatikan usulan
pemerintah memutuskan pembentukan Proyek Persiapan Lembaga Minyak
dan Gas Bumi dengan tugas mendirikan dan membentuk Lembaga Minyak
dan Gas Bumi dalam waktu sesingkat-singkatnya, yaitu dengan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian Dasar dan Pertambangan No.
478/Perdatam/64 tanggal 20 Agustus 1964. Proyek ini dengan giat
melanjutkan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana di Cipulir yang
dimulai sejak 1963 dan mempersiapkan tenaga-tenaga kerja untuk
mengelolanya.
Proyek persiapan ini pada tahun 1965 telah ditingkatkan menjadi
Lembaga Minnyak dan Gas Bumi, yang secara historis memiliki nama awal
Indonesia Petroleum Institute. Pada tanggal 22 Mei 1974 nama Indonesia Petroleum Institute diubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”.
Pertumbuhan PPPTMGB “LEMIGAS” bertambah pesat pada tahun 1966 dengan dibebankan dan diserahkannya daerah administratif Cepu kepada PPPTMGB “LEMIGAS”, yang kemudian dijadikan Pusat Pendidikan dan Latihan Lapangan Perindustrian Minyak dan Gas Bumi.Badan inilah
yang bertugas sebagai pusat riset dan latihan, yang mempunyai fasilitas serta
melakukan dokumentasi publikasi untuk menjadi pusat keahlian dalam
bidang perminyakan Nasional. Pada tanggal 31 Desember 1992 PPTMGB “LEMIGAS” dipisahkan dari pusat pelatihan dan pendidikan Cepu untuk ditingkatkan sebagai pelaksana teknis penelitian dan pengembangan,
dokumentasi dan informasi, pelayanan jasa, serta pengawas teknologi minyak
dan gas bumi.
PPTMGB “LEMIGAS” menjamin bahwa dalam menghasilkan jasa, litbang selalu memenuhi persyaratan standar dan kepuasan pelanggan,
melaksanakan perbaikan berkelanjutan terhadap keefektifan sistem
manejemen mutu, serta memastikan bahwa seluruh personil berperan aktif
dan bertanggung jawab terhadap pencapaian mutu sesuai fungsinya.Tugas
untuk sistem mutu peralatan saat ini PPPTMGB “LEMIGAS” telah terakreditasi dengan ISO 17025:1999.
Untuk memenuhi perioritas tertinggi dalam pelaksanaan oprasiaonal, maka PPPTMGB “LEMIGAS” telah menerapkan Sistem Menejemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) yang mengacu pada Standar
Internasiaonal OHSAS 18001:1999 yang diperoleh dari TUV
Internasional-Indonesia.
Dalam perjalanannya PPPTMGB “LEMIGAS”, mulai dari berdiri
sampai dengan saat ini memiliki visi dan misi yang menunjang kinerja
lembaga sesuai dengan fungsinya yaitu :
4.1.1 Visi
Terwujudnya PPPTMGB “LEMIGAS” sebagai lembaga litbang yang profesional dan bertaraf internasional dalam bidang
minyak dan gas bumi.
4.1.2 Misi
a) Memberikan masukan kepada pemerintah dalam perumusan
kebijakan.
b) Meningkatkan nilai tambah bagi perkembangn industri migas.
c) Mengembangkan teknologi di subsektor migas.
d) Mengembangkan kapasitas dan kompetensi lembaga.
e) Meningkatkan kualitas jasa penelitian dan pengembangan untuk
memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
f) Menciptakan produk andalan dan mengembangkan produk
andalan.
g) Meningkatkan iklim kerja kondusif melalui sinergi, koordinasi
serta penerapan sistem menejemen mutu.
4.1.3 Tugas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” mempunyai tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan teknologi kegiatan hulu dan hilir bidang
a) Penelitian peningkatan cadangan untuk meningkatkan penemuan
cadangan migas.
b) Penelitian peningkatan pengurasan untuk meningkatkan produksi
dan pengurasan lapangan migas.
c) Penelitian nilai tambah migas untuk meningkatkan nilai setiap
barel minyak dan setiap meter kubik gas yang dihasilkan.
d) Penelitian konversi untuk mengupayakan konversi sumber daya
migas yang tidak dapat diperbarui.
e) Penelitian energi pengganti untuk mendapatkan energi pengganti
yang dapat mengurangi beban migas, sehingga sumber daya migas
dapat disalurkan kearah yang paling optimal bagi pembangunan.
f) Penelitian lingkungan untuk menunjang dampak industri migas,
baik dampak fisis maupun dampak sosial, sehingga dapat
memelihara kelestarian lingkungan.
g) Penelitian teknologi material untuk menggalakkan penggunaan
material, bahan dan alat produksi dalam negeri di industri migas,
sehingga dapat menunjang pembangunan dan ketahanan nasional.
4.1.4 Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagai mana yang tercantum di
atas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” menyelenggarakan fungsi :
a) Perumusan pedoman dan prosedur kerja.
b) Perumusan rencana dan program penelitian dan pengembangan
teknologi berbasis kinerja.
c) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi kegiatan
hulu dan hilir minyak dan gas bumi, serta pengelolaan sarana dan
prasarana penalitian dan pengembangan teknologi.
d) Pengelolaan kerja sama kemitraan penerapan hasil penelitian dan
pelayanan jasa teknologi serta kerja sama penggunaan sarana dan
e) Pengelolaan sistem informasi dan layanan informasi, serta
sosialisasi dan dokumentasi hasil penelitian dan pengembangan
teknologi.
f) Penanganan masalah hukum dan hak atas kekayaan intelektual,
serta pengembangan sistem mutu kelembagaan penelitian dan
pengembangan teknologi.
g) Pembinaan kelompok jabatan fungsional pusat.
h) Pengelolaan ketata usahaan, rumah tangga, administratif keuangan
dan kepegawaian pusat.
i) Evaluasi penyelenggaraan penelitian dan pengembangan teknologi
di bidang minyak dan gas bumi.
4.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Pusat Penelitian dan Pengembang Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” merupakan Lembaga Minyak dan Gas Bumi yang berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan (balitbang) Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral yang terletak di Jl. Ciledug Raya Kav. 109
Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Wilayah kerja PPPTMGB “LEMIGAS” berada di atas tanah 12,4 Hektar dengan total luas gedung laboratorium dan gedung penunjang 54,534 m2.
4.3 Tenaga Kerja dan Struktur Organisasi
Sebagai lembaga penelitian dan pengembangan milik pemerintah yang
langsung dibawahi oleh Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, PPPTMGB “LEMIGAS” memiliki tenaga kerja-tenaga kerja yang handal baik yang telah berstatus pegawai negeri maupun honorer dan dipimpin oleh
seorang kepala pusat, serta terbagi dalam beberapa bidang-bidang dan Sub
kelompok yang spesifik dalam pengerjaan bidang masing – masing mulai
dari tahap awal sebelum pengeboran, tahap sesudah pengeboran, analisa
kelompok dibagi atas gedung – gedung, fasilitas dan prasarana ysseperti yang
tertera pada daftar gambar
Gambar 4.1.Struktur Organisasi PPPTMGB “LEMIGAS”.
Kepala Pusat PPPTMGB
“LEMIGAS”
Bidang Tata
Usaha Unit LK3 Unit Pengembangan
Usaha Sub Bidang
Litbang Bidang Program Bidang Afiliasi