MODEL KOMUNIKASI ORGANISASI KOPERASI DALAM
PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN
(Kasus Pemanfaatan Penggilingan Padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat)
Oleh :
PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: “MODEL KOMUNIKASI ORGANISASI KOPERASI DALAM PENGEMBANGAN MEKANISASI PERTANIAN (Kasus Pemanfaatan Penggilingan Padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi yang lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
ii
PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI. Communication Model of Cooperation Organization in the Development Agricultural Mechanization. (Rice Milling Utilization in Karawang and Cianjur District West Java Province). Under direction of SUMARDJO, AMIRUDDIN SALEH, E. NAMAKEN SEMBIRING.
The objectives of this research were (1) to explain KUD organization communication factors which is the key in improving the KUD performance, (2) to explain KUD organization communication factors that become the key in developing the KUD capacity, and (3) to formulate defined strategy in improving the KUD quality service as the agricultural economic organization. Active category of KUD sample as analysis unit is determined by each of five KUD samples at Karawang and Cianjur District. From each KUD sample, thirty respondents that use rice milling of KUD, were taken. This research is designed using survey method with multi analysis approaches, they are: descriptive analysis and path analysis using SEM (Structural Equation Model) analysis with LISREL analysis support. The primer and secunder data were collected from December 2009 to March 2010. The result of this research showed that (1) according to the similarity test model referring to the goo dness of fit criteria from SEM analysis showed that KUD organization communication model is good, (2) level of performance, capacity, and quality of KUD service at Karawang and Cianjur District classified as low,(3) determinant factors which have real influence on the low performance and capacity of KUD are low quality of information, inconvenient organization communication environment, and low intensity of public organization communication, (4) determinant factors which have real influence on the low quality of KUD service are low quality of KUD personnel charracteristic and weak KUD organization communication process, and (5) improvement strategy of KUD quality service should be done by developing KUD organization communication model through agricultural information system development in the centers of agriculture production in each rural area towards modern agriculture.
Keywords: organization communication, Village Unit Cooperatives, rice milling unit.
iii
PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI. Model Komunikasi Organisasi Koperasi Dalam Pengembangan Mekanisasi Pertanian (Kasus Pemanfaatan Penggilingan Padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh Sumardjo (Ketua), Amiruddin Saleh dan E. Namaken Sembiring (Anggota).
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menjelaskan faktor-faktor komunikasi organisasi KUD yang menjadi penentu dalam peningkatan kinerja KUD, (2) menjelaskan faktor-faktor komunikasi organisasi KUD yang menjadi penentu dalam pengembangan kapasitas KUD, dan (3) merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas pelayanan KUD sebagai organisasi ekonomi petani. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Karawang dipilih mewakili daerah pantai utara berupa dataran rendah yang luas dengan karakteristik pemukiman yang terpusat dan daerah persawahan beririgasi teknis. Kabupaten Cianjur dipilih untuk mewakili daerah pegunungan dengan pola pemukiman yang tersebar dengan karakteristik daerah persawahan beririgasi teknis, setengah teknis dan irigasi sederhana/desa. Untuk mengetahui faktor-faktor penentu peningkatan kualitas pelayanan KUD di lokasi penelitian dilakukan pengujian hipotesis yakni: Hipotesis pertama; peningkatan kinerja KUD dipengaruhi secara nyata oleh informasi organisasi KUD, iklim organisasi KUD dan intensitas komunikasi publik organisasi KUD dan Hipotesis kedua; pengembangan kapasitas KUD dalam meningkatkan pelayanan pemanfaatan penggilingan padi KUD dipengaruhi secara nyata oleh kinerja KUD, karakteristik personal KUD dan proses komunikasi organisasi KUD.
Desain penelitian adalah metoda survei dengan pendekatan multi analisis di antaranya: analisis deskriptif, korelasi dan analisis jalur (Path Analylis) dengan menggunakan SEM (Structural Equation Model) dan batuan program LISREL (Lineare Relathionship) 8.30. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 hingga bulan Maret 2010. Hasil uji validitas diperoleh dengan nilai berkisar antara 0,34-0,72 dan nilai reliabilitas antarta 0,56-0,85 dan berdasarkan kriteria adalah valid dan reliable. KUD sebagai sampel penelitian merupakan unit analisis penelitian ditentukan berdasarkan tingkat keaktivan dengan tiga kelompok kategori yakni: (1) KUD cukup aktif (mempunyai penggilingan padi), (2) masih aktif (ada unit usaha) dan (3) KUD tidak aktif (tidak mempunyai kegiatan). Sampel KUD dengan kategori aktif ditentukan terdiri dari masing-masing lima KUD contoh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur. Dari tiap KUD contoh ditentukan 30 responden yang menggunakan penggilingan padi KUD secara random.
iv
bahwa menurunnya peran dan fungsi KUD sebagai organisasi ekonomi petani telah merugikan petani sehingga keberadaan KUD masih tetap diharapkan oleh anggota KUD untuk mendorong perkembangan usahatani ke arah yang lebih maju atau modern.
Potensi KUD masih merupakan salah satu wadah yang strategis untuk mengembangkan mekanisasi pertanian di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur, hal ini terlihat dari kegiatan KUD yang tergolong aktif masih memiliki penggilingan padi untuk melayanai anggota KUD dan masyarakat sekitarnya. Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyebaran penggilingan padi yang terdapat di lima kecamatan lokasi penelitian KUD contoh yakni Kecamatan Jayakerta, Tempuran, Telagasari, Lemahabang dan Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang terdapat 180 unit penggilingan padi yang terdiri dari 20 unit penggilingan padi kecil dan 160 unit penggilingan padi besar. Penyebaran penggilingan padi terbanyak adalah di Kecamatan Telagasari yakni 42 unit dan penyebaran terkecil adalah di Kecamatan Jatisari yakni 24 unit. Penyebaran penggilingan padi yang terdapat di lokasi penelitian KUD contoh di Kabupaten Cianjur terdiri dari 104 unit penggilingan padi kecil (PPK) dan 418 unit penggilingan padi besar (PPB). Penyebaran penggilingan padi terbanyak adalah di Kecamatan Cibeber yakni 171 unit dan jumlah penggilingan padi terkecil di Kecamatan Cilaku yakni 53 unit.
v
akibat dari kebijakan pemerintah yang mencabut berbagai fasilitas kegiatan usaha KUD dan menurunnya kegiatan pembinaan dan pengembangan KUD, sehingga dikhawatirkan keberadaan KUD akan mengalami kehancuran karena semakin tidak mampu bersaing dengan pelaku agribisnis lainnya memasuki era globalisasi yang memerlukan daya saing tinggi. Peluang KUD untuk bangkit masih besar karena secara keseluruhan aset KUD berupa lahan, gudang, lantai jemur dan kantor masih tetap ada walaupun dengan pemanfaatan yang tidak optimal dan tidak terawat, bahkan pada KUD yang tidak aktif beberapa aset sudah beralih fungsi di luar kegiatan KUD. Kemungkinan bangkitnya KUD semakin kuat dengan sikap anggota KUD dan petani disekitarnya yang tetap mengharapkan kembali tampilnya KUD sebagai wadah ekonomi petani dalam mengantisipasi kegiatan pemodal kuat yang semakin menguasai aktivitas agribisnis melalui para tengkulak yang memberatkan petani.
Untuk membangun kembali KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur perlu pemerintah pusat mengambil langkah-langkah kebijakan strategis agar aset-aset KUD dapat bermanfaat optimal melalui penataan ulang konsepsi dasar KUD sebagai koperasi ekonomi petani yang lebih profesional. Peran pemerintah pusat tetap diperlukan dalam melindungi dan membina KUD di pedesaan agar terhindar dari tekanan pemilik modal kuat yang semakin menguasai kegiatan agribisnis di pedesaan. Pemerintah Daerah perlu memberi peluang kepada petani mengembangkan Koperasi Pertanian yang lebih modern dengan membangaun model komunikasi organisasi koperasi berbasis komoditas unggulan dan memberi peran seluas-luannya kepada pihak terkait (stakeholders), baik lintas sektor di pemerintahan maupun pihak pelaku agribinis lainnya bersinergi secara optimal melalui suatu pusat informasi pembangunan pertanian pada sentra-sentra produksi. Perlu paradigma baru membangun KUD dengan memanfaatkan secara optimal perkembangan teknologi pertanian dan teknologi komunikasi dalam mendorong proses transformasi teknologi mekanisasi pertanian berbasis pada potensi lokal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Pelatihan personil KUD diarahkan kepada peningkatan kemandirian dan daya saing KUD melalui paket-paket pelatihan sesuai dengan kebutuhan dengan melibatkan seluruh
vi
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
vii
(Kasus Pemanfaatan Penggilingan Padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat)
PARLAUNGAN ADIL RANGKUTI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii
KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat)
Nama : Parlaungan Adil Rangkuti NIM : I362070011
Disetujui Komisi Pembimbing:
(Ketua)
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS
(Anggota) (Anggota)
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MSc
ix
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul “Model Komunikasi Organisasi Koperasi dalam Pengembangan Mekanisasi Pertanian (Kasus Pemanfaatan Penggilingan Padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat).” Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS selaku ketua komisi pembimbing serta Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Dr. Ir. E. Namaken Sembiring, MS masing-masing selaku anggota, yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Pada kesempatan ini juga penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Basita Ginting S. MSc dan Dr. Ir. Sarwititi S. Agung MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup serta Dr. Ir. Riani Panggabean MS dan Dr. Ir. Sutrisno Magr pada ujian terbuka yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan disertasi ini. Kepada segenap pimpinan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) dan rekan-rekan sejawat/dosen juga disampaikan terima kasih yang telah memberikan dukungan moril dalam menyelesaikan program Doktor yang penulis ikuti di Sekolah Pascasarjana IPB.
Tanpa motivasi yang pernah diberikan ayahanda Lutan Rangkuti (alm) dan do’a ibunda Hj. Sitinaazar Nasution dalam mengikuti proses pendidikan sejak kecil hingga saat ini, tidak mungkin penulis dapat berhasil menyelesaikan program Doktor di IPB, untuk itu penulis sampaikan terima kasih dan do’a yang tulus semoga ayahanda (alm) diterima disisi-Nya dan ibunda semoga selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan. Atas dorongan dari seluruh keluarga, khususnya istri tercinta Rita Teja Nirwani dan putra/putri: Dharma Wirawan, Widya Marina dan Gunawan Putra penulis sampaikan terima kasih. Tidak ada kata yang paling indah yang ingin penulis ungkapkan pada kesempatan ini yakni “berbekal semangat dan motivasi yang kuat serta berkat doa seluruh keluarga diiringi oleh ridho Allah SWT akhirnya jenjang pendidikan yang penulis ikuti dapat mencapai gelar Doktor.” Berpikir, bekerja dan berdoa merupakan motto hidup yang ampuh.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, Amin.
x
Penulis dilahirkan di Batugodang, Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 30 Mei 1947 sebagai anak tertua dari sembilan bersaudara dari pasangan Lutan Rangkuti (alm) dan Hj Sitinaazar Nasution. Ayahanda sejak mudanya yakni menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia hingga pensiun adalah seorang guru Sekolah Dasar di daerah Mandailing. Penulis menikah tahun 1975 dengan Rita Teja Nirwani dan dikaruniai tiga orang anak.
Setelah lulus SMA Negeri I pada tahun 1966 di Pasangsidempuan, Sumatera Utara, penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Pertanian (FATEMETA) kini Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA), Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1967 dan lulus pada tahun 1973. Pernah mengikuti kursus khusus dosen Kewiraan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tahun 1976 dan mengikuti short course Agricultural Engineering di Tokyo University, Jepang tahun 1980. Tahun 2005 melanjutkan studi ke Program Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Pascasarjana IPB dan lulus tahun 2007 dan penulis melanjutkan ke program doktoral pada program studi yang sama.
xi
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang... 1
Perumusan Masalah ... 7
Tujuan Penelitian ... 8
Kegunaan Penelitian ... 9
TINJAUAN PUSTAKA... 10
Komunikasi Pembangunan Pertanian ... 10
Komunikasi dan Pembangunan ... 10
Peran Komunikasi dalam Modernisasi Pertanian ... 14
Perkembangan Mekanisasi Pertanian ... 15
Peran Koperasi Unit Desa (KUD) ... 18
Prinsip-Prinsip Perkoperasian ... 18
Perkembangan KUD di Indonesia ... 21
Komunikasi Organisasi KUD ... 23
Prinsip-Prinsip Dasar Organisasi ... 23
Konsep Dasar Komunikasi Organisasi ... 25
Model Komunikasi Organisasi ... 29
Kinerja Organisasi ... 33
Iklim Komunikasi Organisasi... 36
Komunikasi Publik Organisasi ... 39
Pengembangan Kapasitas Organisasi ... 41
Pengertian Kapasitas Organisasi ... 41
Karakteristik Personil ... 43
Proses Komunikasi Organisasi ... 45
Kualitas Pelayanan KUD ... 47
Beberapa Studi tentang Komunikasi dan Organisasi KUD ... 50
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 58
Alur Pikir Penelitian ... 58
Model Komunikasi Organisasi KUD ... 60
Pemetaan Hubungan antar Variabel Penelitian ... 62
Hipotesis Penelitian ... 64
METODOLOGI PENELITIAN ... 65
Desain Penelitian ... 65
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 66
Populasi dan Contoh Penelitian ... 67
Populasi ... 67
xii
Variabel Penelitian ... 68
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ... 69
Validasi Instrumentasi ... 69
Reliabilitas Instrumentasi ... 71
Analisis Data ... 72
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 76
Keadaan Umum Kabupaten Karawang ... 76
Keadaan Umum Kabupaten Cianjur ... 77
Keadaan Umum KUD di Lokasi Penelitian ... 78
Karakteristik Responden ... 82
Perkembangan Mekanisasi Pertanian di Lokasi Penelitian ... 84
Perkembangan Alsintan Prapanendan Pascapanen... 85
Perkembangan Penggunaan Penggilingan Padi ... 86
Diskripsi Variabel Utama Komunikasi Organisasi Dalam Pemanfaatan Penggilingan Padi ... 90
Informasi Komunikasi Organisasi KUD ... 90
Iklim Komunikasi Organisasi KUD ... 93
Intensitas Komunikasi Publik Organisasi KUD ... 95
Karakteristik Responden Organisasi KUD ... 97
Proses Komunikasi Organisasi KUD... 101
Tingkat Kinerja KUD ... 103
Tingkat Kapasitas KUD ... 104
Kualitas Pelayanan KUD ... 105
Uji Model Komunikasi Organisasi KUD ... 107
Uji Kecocokan Model ... 107
Validitas dan Reliabilitas Pengukuran ... 109
Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kualitas Pelayanan KUD ... 112
Model Peningkatan Kinerja KUD ... 112
Model Peningkatan Kapasitas KUD ... 115
Model Kualitas Pelayanan KUD ... 119
Faktor-Faktor Komunikasi Organisasi KUD Penentu Kinerja KUD .... 122
Informasi Organisasi KUD ... 123
Iklim Organisasi KUD ... 125
Intensitas Komunikasi Publik Organisasi KUD ... 127
Faktor-FaktorKomunikasi Organisasi KUD Oenentu Kapasitas KUD ... 129
Karakteristik Personil KUD ... 130
Proses Komunikasi Organisasi KUD... 132
Kinerja KUD ... 134
Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan KUD ... 137
Kapasitas KUD ... 137
KarakteristikPersonil KUD ... 139
Proses Komunikasi Organisasi KUD... 140
xiii
Sistem Informasi Pertanian Berbasis Teknologi dan Koperasi ... 146
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 150
Kesimpulan... 150
Saran ... 157
DAFTAR PUSTAKA ... 152
xiv
Halaman 1. Jumlah penggilingan padi di Indonesia ... 48 2. KUD contoh penelitian di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur 68 3. Nilai koefisien korelasi hasil uji validitas ... 70 4. Nilai koefisien Alpha hasil uji reliabilitas ... 72 5. Lokasi, badan hukum dan kegiatan KUD contoh di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 80 6. Luas sawah, distribusi penduduk lokasi KUD contoh di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 81 7. Kepengururan dan jumlah anggota KUD contoh di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 82 8. Sebaran persentase karakteristik personil KUD contoh di
Kabupaten Karawang ... 83 9. Sebaran persentase karakteristik personil KUD contoh di
Kabupaten Cianjur ... 84 10. Sebaran pengglingan padi di lokasi KUD contoh Kabupaten Karawang
dan Kabupaten Cianjur ... 87 11. Karakteristik penggilingan padi KUD contoh di Kabupaten Karawang
dan Kabupaten Cianjur ... 88 12. Sebaran persentase informasi organisasi terhadap kinerja KUD contoh di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 93 13. Peran iklim komunikasi organisasi terhadap kinerja KUD contoh di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 95 14. Peran intensitas komunikasi publik organisasi terhadap kinerja KUD
contoh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 97 15. Peran pengalaman berkoperasi terhadap kapasitas dan kualitas pelayanan
KUD contoh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 98 16. Peran keberanian menghadapi resiko terhadap kapasitas dan kualitas
pelayanan KUD contoh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur 99 17. Peran kekosmopolitan terhadap kapasitas dan kualitas pelayanan KUD
contoh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 101 18. Peran proses komunikasi organisasi terhadap peningkatan kapasitas dan
kualitas pelayanan KUD contoh di Kabupaten Karawang dan
Kabupaten Cianjur ... 103 19. Sebaran persentase dan rataan skor kinerja KUD contoh di Kabupaten
xv
21. Sebaran persentase dan rataan skor kualitas pelayanan KUD contoh di
Kabupaten Karawang dan di Kabupaten Cianjur ... 106 22.Hasil goodness of fit model komunikasi organisai KUD di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 109 23.Koefisien validitas dan reliabilitas orientasi kinerja KUD di Kabupaten
Karawang dan Cianjur ... 110 24.Koefisien validitas dan reliabilitas orientasi kapasitas KUD di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 110 25.Koefisien validitas dan reliabilitas orientasi kualitas pelayanan KUD
di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 111 26. Matriks korelasi pesan informasi dengan kinerja KUD di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 124 27. Matriks korelasi iklim komunikasi dengan kinerja KUD di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 127 28. Matriks korelasi intensitas komunikasi publik dengan kinerja
organisasi KUDcontoh di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur . 129 29. Matriks korelasi karakteristik personal dengan kapasitas KUD di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 131 30. Matriks korelasi proses komunikasi organisasi dengan kapasitas KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 133 31. Matriks korelasi kinerja organisasi dengan kapasitas KUD di Kabupaten
Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 136 32. Matriks korelasi kapasitas organisasi dengan kualitas pelayanan KUD di
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 138 33. Matriks korelasi karakteristik personil KUD dengan kualitas pelayanan
KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 140 34. Matriks korelasi proses komunikasi organisasi dengan kualitas pelayanan
KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 142 35. Koefisien korelasi kinerja terhadap kapasitas dalam kualitas pelayanan
organisasi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 143
xvi
Halaman
1. Bagan komunikasi dua arah... 10
2. Model komunikasi dua arah (Muhammad 2007) ... 30
3. Konsep dasar komunikasi dalam organisasi ... 31
4. Pola komunikasi organisasi ... 33
5. Bagan alur pikir penelitian model komunikasi organisasi KUD ... 60
6. Pemetaan hubungan antara berbagai variabel penelitian. ... 63
7. Bagan model struktural hubungan antar variabel ... 74
8. Diagram jalur model komunikasi organisasi di Kabupaten Karawang ... 107
9. Diagram jalur model komunikasi organisasi di Kabupaten Cianjur ... 108
10. Diagram jalur model struktural kinerja KUD di Kabupaten Karawang ... 113
11. Diagram jalur model struktural kinerja KUD di Kabupaten Cianjur ... 115
12. Diagram jalur model struktural kapasitas KUD di Kabupaten Karawang 117
13. Diagram jalur model struktural kapasitas KUD di Kabupaten Cianjur .... 118
14. Diagram jalur model struktural kualitas pelayanan KUD di Kabupaten Karawang ... 120
15. Diagram jalur model struktural kualitas pelyanan KUD di Kabupaten Cianjur ... 122
16. Model pengukuran analisis jalur orientasi kinerja KUD ... 123
17. Model pengukuran analisis jalur orientasi kapasitas KUD ... 130
xvii
Halaman
1. Peta Kabupaten Karawang ... 159
2. Peta Kabupoaten Cianjur ... 160
3. Daftar KUD di Kabupaten Karawang (2007) ... 161
4. Jumlah KUD , KSU, KOPONTREN di Kabupaten Cianjur (2008) ... 162
5. Definisi operasional penelitian ... 163
6. Tabel peran informasi organisasi KUD terhadap pemanfaatan penggilingan padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur penelitian Kabupaten Karawang ... 166
7. Tabel peran iklim komunikasi organisasi KUD terhadap pemanfaatan penggilingan padi KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 167
8. Tabel peran intensitas komunikasi publik terhadap pemanfaatan penggilingan padi di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 168
9. Tabel peran karakteristik personal KUD terhadap pemanfaatan penggilingan padi di Kabupaten Karawang ... 169
10. Tabel peran proses komunikasi organisasi terhadap kapasitas dan pelayanan KUD di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Cianjur ... 170
11. Matrik korelasi antar variabel penelitian model komunikasi KUD di Kabupaten Karawang ... 171
Latar Belakang
Salah satu hambatan pembangunan nasional adalah masih rendahnya partisipasi petani sebagai akibat belum efektifnya proses komunikasi antara pelaku usahatani dengan sumber informasi, baik dengan pemerintah maupun sumber informasi lainnya. Menurut Oepen (1988) paradigma lama komunikasi pembangunan yang menekankan pada proses komunikasi linier konvensional yang berlangsung secara searah dari sumber kepada penerima melalui media (sumber-pesan-media-penerima) telah mengabaikan aspek struktural dari proses pembangunan seperti kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi, nilai-nilai kultural, pengawasan media dan sebagainya. Untuk optimalisasi pendayagunaan potensi sumber daya alam dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia dalam pembangunan pertanian diperlukan paradigma baru komunikasi pembangunan pertanian untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas komunikasi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pertanian serta teknologi komunikasi dan persaingan perdagangan global.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional terutama bahan pokok beras, pemerintah Indonesia telah memberi perhatian sejak awal kemerdekaan dengan menggulirkan program Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) dan diikuti dengan gerakan-gerakan massal dengan memperkenalkan Gerakan Swasembada Beras (SSB) sekitar tahun 60-an. Gerakan SSB ini diterapkan hingga tahun 1963 dan kemudian dilanjutkan dengan program Swasembada Bahan Makanan (SSBM). Gerakan ini disempurnakan menjadi program Bimbingan Massal (BIMAS) atas dasar hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) di Karawang, Provinsi Jawa Barat. Program BIMAS telah mengembangkan penerapan teknologi usahatani padi, baik teknologi prapanen maupun teknologi pascapanen oleh petani untuk peningkatan produktivitas dan kualitas produksi.
Sejak berkembangnya revolusi hijau tahun 60-an, telah menunjukkan terjadi peningkatan produksi yang sangat besar melalui proses adopsi inovasi teknologi menuju terwujudnya pertanian yang semakin modern. Mosher (1985) merumuskan paradigma pembangunan pertanian modern yang merujuk kepada adanya sikap rasional, orientasi pasar, jaringan kelembagaan impersonal, orientasi masa depan dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melaksanakan kegiatan usahatani yang semakin modern. Untuk membangun pertanian modern perlu memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dengan menerapkan pembangunan berkelanjutan dengan menerapkan teknologi yang tepat guna termasuk penerapan teknologi alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam rangka pengembangan mekanisasi pertanian (agricultural mechanization).
(productivity). Untuk percepatan modernisasi pertanian sangat tergantung pada peran pengembangan kelembagaan, sistem informasi, kegiatan penelitian dan pengembangan, peran pergururan tinggi serta kebijakan pemerintah.
Salah satu masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan adalah kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Kebutuhan terhadap beras sebagai bahan pokok utama bangsa Indonesia akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang terus bertambah sekitar 1,5 persen per tahun dan terjadinya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai sekitar 400 juta dengan kebutuhan sekitar 35 juta ton beras dengan konsumsi sekitar 90 kg per kapita per tahun (Yudohusodo, 2004). Peran alsintan dalam meningkatkan produksi dan kualitas beras sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, akan terus meningkat seiring dengan perkembangan iptek dalam bidang pertanian. Alsintan merupakan sarana yang telah banyak digunakan oleh petani padi, baik untuk kegiatan budidaya maupun pasca panen seperti traktor, pompa air irigasi, alat panen, alat perontok gabah, penggilingan padi dan sebagainya.
Pembangunan usahatani padi yang semakin modern telah mendorong tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Penerapan beberapa alsintan telah berkembang melalui proses adopsi inovasi dan proses komunikasi dengan sistem penyuluhan dan menggunakan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai wadah pengembangan alsintan. Keberadaan koperasi di Indonesia terkait erat dengan amanat UUD (Undang-Undang Dasar) 1945 khususnya pasal 33 yang menyatakan bahwa perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan lebih dipertegas lagi dalam ayat (4) pasal 33, UUD 1945 hasil amandemen, yakni perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Usaha Unit Desa (BUUD), (2) Inpres No. 2 tahun 1978 tentang Perubahan BUUD menjadi KUD dan (3) Inpres No. 4 tahun 1985 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD. Pemerintah melakukan pembinaan intensif melalui jalur birokrasi serta memberikan berbagai fasilitas dan bantuan dalam upaya mengembangkan KUD. Secara khusus pemerintah telah berperan sebagai regulatory dan development sekaligus, sehingga KUD dapat berkembang atas dukungan pemerintah dengan basis sektor pertanian dan di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian hingga akhir orde baru.
Jika menoleh pada kisah perkembangan koperasi di Indonesia sejak era penjajahan hingga era kemerdekaan dapat disimpulkan bahwa perjalanan hidup ekonomi rakyat melalui koperasi mengalami pasang surut. Kehadiran koperasi dalam kegiatan perekonomian rakyat atau “ekonomi rakyat” istilah Bung Hatta pada tahun 1932 untuk membedakannya dengan ekonomi kapital, telah mendorong masyarakat untuk meningkatkan keberdayaannya dengan berhimpun dalam wadah koperasi. Koperasi pertanian khususnya KUD sebagai sokoguru ekonomi dan sekaligus sebagai pilar utama penggerak ekonomi di pedesaan pada masa Orde Baru telah berkembang sangat pesat dengan dukungan kebijakan pemerintah. Akan tetapi berbagai kebijakan pembinaan dan pengembangan KUD tidak ditindaklajuti dengan peningkatan kemampuan dalam kemandirian dan daya saing sebagai wadah kegiatan ekonomi petani yang masih serba lemah.
yang dimiliki KUD antara lain Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) No. 356/MPP/KEP/5/2004 tentang pencabutan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD untuk menyalurkan pupuk kepada petani dan Inpres No. 9 tahun 2002 tentang pencabutan kewenangan penuh kepada koperasi/KUD sebagai pelaksana tunggal pembelian gabah.
Kegiatan ekonomi KUD semakin terpuruk, hal ini terlihat dari berbagai fasilitas atau aset koperasi yang dimiliki KUD seperti gudang, lantai jemur, RMU (Rice Milling Unit) dan lain-lain banyak yang tidak lagi beroperasi maksimal bahkan sudah banyak yang tutup. Untuk mendorong bangkitnya ekonomi rakyat dengan sistem ekonomi kerakyatan sesuai dengan amanat konstitusi, diperlukan kebijakan yang dapat memberi peluang dan kekuatan kepada KUD dengan paradigma baru seiring dengan perkembangan perekonomian global, di mana peran modal (kapital), teknologi pertanian dan teknologi informasi semakin meningkat. Menurut Ake-Book (1994) dan Cracknell (1996) diacu dalam Krisnamurthi (1998) pada masa yang akan datang perkembangan koperasi dituntut agar mampu meningkatkan peran dan fungsi usahanya jika tidak ingin tersisih oleh pelaku ekonomi lainnya.
Koperasi pertanian modern diharapkan mampu bermitra secara sinergi dengan badan usaha ekonomi lainnya yakni Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam upaya mewujudkan kesejahteraan anggota. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, maka sejak diundangkannya UU N0. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di mana salah satu urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan adalah pemberdayaan koperasi yang diharapkan dapat menjadi penggerak ekonomi rakyat di daerah. Untuk menopang koperasi khususnya KUD sebagai unit bisnis dan gerakan ekonomi rakyat diperlukan inovasi baru yang dapat diperoleh melalui kajian-kajian dengan pendekatan multidisiplin ilmu termasuk di dalamnya ilmu komunikasi pembangunan. KUD sebagai suatu organisasi maka untuk meningkatkan kinerja dan kapasitasnya dalam mewujudkan peran dan fungsinya akan sangat ditentukan bagaimana model komunikasi organisasi KUD dikembangkan sehingga mampu memanfaatkan informasi secara optimal. Dengan demikian peran Pemerintah Daerah dalam membangun koperasi pertanian menjadi sangat penting.
Membangun kembali peran KUD sesuai prinsip-prinsip perkoperasian, diperlukan upaya penguatan organisasi melalui komunikasi organisasi KUD untuk meningkatkan kinerja dan pengembangan kapasitasnya sebagai organisasi ekonomi petani yang mandiri dan berdaya saing secara profesional. Diperlukan kajian yang mendalam tentang model komunikasi organisasi KUD dengan paradigma baru yang mampu mendorong peningkatan peran KUD dalam mengembangkan usahatani anggota yang semakin modern, berdaya saing, mandiri dan mampu meningkatkan kesejahteraan anggota.
Perumusan Masalah
Sistem pembinaan dan pengembangan perkoperasian nasional yang berlangsung selama ini menggunakan pendekatan top-down dan pemerintah banyak memberi bantuan berbagai fasilitas sehingga telah menciptakan ketergantungan koperasi yang besar kepada pemerintah. Ketergantungan koperasi kepada pemerintah merupakan suatu masalah yang telah menghambat proses pengembangan kinerja dan kapasitas koperasi untuk membangun kemandirian dan keberdayaan koperasi. Peran KUD sebagai koperasi pertanian cenderung semakin menurun dalam pengembangan kegiatan usahatani anggota, terutama usahatani padi dalam mendorong peningkatan produksi dan kualitas beras memenuhi kecukupan pangan dan peningkatan nilai tambah bagi petani. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian berbasis kebersamaan dan kekeluargaan semakin tidak berdaya dalam menghadapi ekonomi berbasis kekuatan modal atau ekonomi kapitalis yang semakin berkembang.
dengan berbagai faktor yang sangat luas, baik yang terkait dengan lingkungan internal maupun yang terkait dengan lingkungan eksternal.
Beradasarkan kondisi KUD dan tantangan era globalisasi yang semakin melemah dikhawatirkan keberadaan KUD sebagai lembaga ekonomi petani akan mengalami kehancuran dalam menopang pembangunan ekonomi kerakyatan yang menjadi basis pembangunan perekonomian nasional. Berdasarkan berbagai kendala dan permasalahan tersebut di atas dikaitkan dengan upaya membangun kembali KUD sebagai koperasi pertanian memerlukan suatu suatu model komunikasi organisasi KUD yang efektif dan efisien untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan kinerja dan kapasitas KUD sesuai dengan prinsip-prinsip perkoperasian. Hal ini sangat strategis untuk mengantisipasi dampak negatif dari era globalisasi yang dapat melemahkan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan yang diamanatkan oleh konstitusi.
Salah satu ciri kemoderenan pertanian adalah pemanfaatan teknologi alsintan dalam rangka pengembangan mekanisasi pertanian secara selektif. Pemilikan dan pemanfaatan penggilingan padi merupakan salah satu alsintan yang umum digunakan oleh KUD yang telah menjadi salah satu ciri dari keaktifan dan kemajuan KUD. Berkaitan dengan hal tersebut untuk mendapatkan suatu model komunikasi organisasi KUD dilakukan penelitian tentang pemanfaatan penggilingan padi KUD. Penelitian ini merupakan suatu kasus yang meneliti model komunikasi organisasi KUD terkait dengan berbagai aspek komunikasi organisasi terhadap peningkatan kinerja, kapasitas, dan kualitas pelayanan KUD dalam pemanfaatan penggilingan padi KUD. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa pertanyaan pokok yang dianalisa dalam penelitian ini adalah:
(1) Faktor-faktor komunikasi organisasi manakah yang menjadi penentu dalam peningkatan kinerja KUD?
(2) Faktor-faktor komunikasi organisasi manakah yang menjadi penentu dalam pengembangan kapasitas KUD?
(3) Bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan KUD terhadap anggota KUD?
Tujuan Penelitian
kinerja, pengembangan kapasitas dan peningkatan kualitas pelayanan dalam pemanfaatan penggilingan padi KUD mendorong perkembangan mekanisasi pertanian. Atas dasar pemikiran yang telah diuraikan dan permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di atas, kegiatan penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk:
(1) Menjelaskan faktor-faktor komunikasi organisasi KUD yang menjadi penentu dalam peningkatan kinerja KUD.
(2) Menjelaskan faktor-faktor komunikasi organisasi KUD yang menjadi penentu dalam pengembangan kapasitas KUD.
(3) Merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas pelayanan KUD sebagai organisasi ekonomi petani.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memahami permasalahan yang terkait dengan komunikasi organisasi dalam lingkungan KUD untuk meningkatkan kinerja, kapasitas dan kualitas pelayanan KUD sebagai organisasi ekonomi petani yang mandiri dan berdaya saing berdasarkan prinsip-prinsip koperasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota. Diharapkan penelitian ini berguna untuk meningkatkan peran KUD dalam mendorong penerapan dan pengembangan mekanisasi pertanian di Provinsi Jawa Barat. Secara spesifik kegunaan penelitian ini adalah untuk:
(1) Membangun kembali peran KUD sebagai koperasi pertanian dalam pembangunan usahatani yang semakin mandiri dan berdaya saing untuk menopang sistem ekonomi kerakyatan dalam mengantisipsi sistem ekonomi liberal yang semakin berkembang.
(2) Mendorong peran KUD dalam pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan mekanisasi pertanian menuju usahatani padi yang semakin modern dengan pendekatan agribisnis dan karakteristik potensi wilayah dalam rangka membangun ketahanan pangan yang semakin handal.
Komunikasi Pembangunan Pertanian Komunikasi dan Pembangunan
Komunikasi berasal dari bahasa latin communis atau common dalam bahasa Inggris yang berarti sama atau berusaha untuk mencapai kesamaan makna
(commonness) dan komunikasi dianggap sebagai suatu proses berbagi informasi untuk mencapai saling pengertian atau kebersamaan. Komunikasi pada
hakekatnya adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
satu atau lebih penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka
(Rogers, 1976). Menurut Muhammad (2007) komunikasi adalah pertukaran pesan
verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk
mengubah tingkah laku. Si pengirim atau si penerima pesan dapat berupa seorang
individu, kelompok atau organisasi melalui suatu proses yang timbal balik yang
saling mempengaruhi satu sama lain.
Berlo (1960) mengemukakan teori S-M-C-R (Source, Message, Channel, Receiver) dalam pengembangan komunikasi. Source (sumber) adalah orang atau badan yang mengandung pesan, message (pesan) artinya semua informasi yang akan disampaikan oleh sumber kepada penerima, channel (saluran) adalah media yang digunakan oleh penerima (receiver) yakni orang atau pihak yang menerima pesan. Menurut Lasswell (1976) komunikasi pada dasarnya merupakan suatu
proses dua arah yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa?
kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa?, atau terdiri dari lima unsur yakni: S–
M–C–R–E (Source-Message-Cannel-Receiver-Effect). Effect (dampak) terjadi pada komunikan setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap,
bertambahnya pengetahuan, dan lain-lain. Bagan komunikasi dua arah dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Bagan komunikasi dua arah
Sumber Saluran Penerima
Pesan
Sendjaja et al., (1994) berpendapat bahwa komunikasi sebagai sebuah tindakan untuk berbagai informasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap
partisipan komunikasi yang terlibat di dalamnya guna mencapai kesamaan makna
dapat dilakukan dalam beragam konteks. Hal ini didukung pendapat dari
Middleton (1980) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan proses
di mana informasi terbagi melalui jaring-jaring masyarakat, baik individu maupun
kelompok dan lebih mengacu kepada proses sosial yang menyangkut peredaran
pengetahuan dan gagasan-gagasan, pengembangan dan internalisasi pikiran.
Effendy (2001) menekankan bahwa proses komunikasi pada hakekatnya
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini
dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Sedangkan perasaan bisa merupakan
keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian,
kegairahan dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Proses komunikasi
sebagai ekspresi dinamis individu dalam merespon setiap simbol yang
diterimanya melalui mekanisme psikologis untuk memberi makna dan terjadilah
pesan yang bisa diterima dan digunakan untuk merumuskan pesan baru sehingga
melahirkan situasi komunikasi dua arah.
Menurut Kincaid dan Schramm (1987) proses komunikasi antara lain
terdiri dari model komunikasi linear dan relational, di mana model linear
informasi yang berasal dari sumber disebut pesan dan yang berasal dari penerima
disebut umpan balik. Model relational setiap partisipan komunikasi dapat saling meneruskan atau memberi pesan baru karena setiap pesan dapat dipakai sebagai
perangsang untuk mendapatkan umpan balik dari pesan-pesan sebelumnya. Proses
komunikasi dalam model linear biasanya terjadi secara vertikal dan model
relational tidak terhenti sesudah terdapat umpan balik, melainkan kembali ke peserta pertama kemudian peserta tersebut menyusun pesan baru. Dengan
demikian model relational merupakan proses komunikasi yang berlangsung bolak-balik yang dikenal sebagai two-way traffic communication atau komunikasi dua arah (Seiler, 1988).
Rogers (1976) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang
individu termasuk proses difusi inovasi, adopsi inovasi, akulturasi, belajar atau
sosialisasi. Dissayanake (1981) menggambarkan bahwa pembangunan ialah
proses perubahan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh
masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan kultural tempat mereka berada
dan berusaha, serta melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dan
menjadikan mereka penentu dari tujuan mereka sendiri.
Peran komunikasi dalam pembangunan seiring dengan perkembangan
teknologi informasi dan meningkatnya dinamika interaksi komunikasi dalam
masyarakat dunia telah mempercepat pengaruhnya terhadap modernisasi
pembangunan. Nasution (1996) mengatakan bahwa komunikasi pembangunan
diartikan sebagai komitmen untuk meliput secara sistematik, problematika yang
dihadapi dalam pembangunan suatu bangsa. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Grunig (1981) pada para petani Kolombia menyimpulkan bahwa komunikasi
merupakan faktor penunjang modernisasi pembangunan dan untuk meningkatkan
perannya perlu lebih dahulu dilakukan perubahan struktural untuk mengawali
proses pembangunan.
Effendy (2001) menyatakan bahwa konsep komunikasi pembangunan
Indonesia dapat didefinisikan yakni; “komunikasi pembangunan adalah proses
penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna
mengubah sikap, pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan
lahiriah dan kepuasan batiniah yang dalam keselarasannya dirasakan secara
merata oleh seluruh rakyat.” Menurut Rogers (1976) komunikasi pembangunan
merupakan suatu inovasi yang berhubungan dengan teknologi yang didasari
jaringan komunikasi yang menimbulkan iklim yang cocok untuk kegiatan
pembangunan termasuk pembangunan pertanian. Rogers dan Shoemaker (1995)
lebih lanjut menyebutkan bahwa semua analisis perubahan sosial harus
memusatkan perhatiannya pada proses komunikasi.
Terkait dengan upaya pelaksanaan pembangunan dalam rangka mencapai
visi dan misi pembangunan nasional jangka panjang diharapkan dapat
memperbaiki pengelolaan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan,
keberlanjutan, keberadaan dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
kenyamanan dalam kehidupan yang serasi antara penggunaan untuk pemukiman,
kegiatan sosial ekonomi dan upaya konservasi. Pembangunan pertanian ke depan
harus mampu meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan
lingkungan yang berkesinambungan, memperbaiki pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberi keindahan
dan kenyamanan kehidupan, serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan pertanian (Umar,
2007).
Menurut Soekartawi (2005) komunikasi pembangunan pertanian yang
umum dilakukan selama ini adalah melalui metode penyuluhan (agricultural extension), perlu dikembangkan lebih luas sehingga bukan saja dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku komunikan melalui model
komunikasi linier akan tetapi dimaksudkan untuk memperoleh kesamaan makna antara komunikator dan komunikan melalui model komunikasi konvergen atau dua arah. Sumardjo dan Saharudin (2004) menyatakan bahwa dalam praktiknya
banyak program penyuluhan kurang memberdayakan dan memandirikan
masyarakat sasaran karena menyimpang dari falsafah penyuluhan itu sendiri. Di
samping itu kebijakan pembangunan selama ini cenderung bersifat top-down, penyeragaman, non demokratik dan mengabaikan aspirasi serta kebutuhan
masyarakat bawah. Proses komunikasi cenderung bekembang satu arah (linear), sementara itu sedang berkembang suatu komunikasi modern yang dapat
menciptakan banyak sumber informasi yang berpeluang untuk dapat diakses oleh
petani dengan cepat.
Tamba (2007) mengemukakan beberapa indikator paradigma baru
penyuluhan yang menekankan proses perubahan perilaku melalui pendidikan yang
memberdayakan petani antara lain: (1) ukuran keberhasilan adalah manusia yang
mandiri dengan model pemberdayaan yang mengutamakan kemandirian, (2)
menggunakan komunikasi banyak arah bersifat bottom up, (3) petani banyak terlibat sebagai sumber informasi, penyuluh sebagai sumber informasi bersifat
demokratis dan egaliter, (4) adanya proses penemuan ilmu tidak hanya sebatas
proses pemberian ilmu pada petani. Lebih lanjut dikemukakan bahwa model
komunikasi pembangunan karena menghasilkan keseimbangan dalam perspektif
teori pertukaran melalui jalur kelembagaan yang telah mapan dan didukung
komunikasi yang konvergen (interaktif), baik vertikal maupun horizontal dalam
sistem sosial pertanian.
Tamba (2007) lebih lajut mengemukakan bahwa keberhasilan akses petani
ke sumber informasi secara tepat dan akurat merupakan hal yang sangat krusial
bagi keberhasilan pembangunan pertanian karena belum lengkap informasi yang
tersedia dan belum mantapnya sistem informasi pembangunan pertanian.
Tersedianya informasi pertanian dari berbagai sumber dikaitkan dengan
kebutuhan petani sangat tergantung kepada: (1) relevansi informasi, (2) akurasi
informasi, (3) kelengkapan informasi, (4) ketajaman informasi, (5) ketepatan
waktu informasi dan (6) keterwakilan informasi. Keenam indikator tersebut
merupakan variabel yang dapat diukur melalui sejumlah parameter. Dengan
memperhatikan pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa komunikasi pertanian
adalah merupakan proses interaksi komunikasi dalam pengembangan berbagai
informasi yang diperlukan oleh masyarakat melalui berbagai saluran atau media
dalam suatu model komunikasi guna mengubah sikap dan perilakunya terkait
dengan pengembangan sistem usahatani modern (agribisnis) untuk menyukseskan
pembangunan pertanian.
Peran Komunikasi dalam Modernisasi Pertanian
Revolusi hijau yang sarat dengan teknologi kimia dan teknolgi mekanik
telah berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup, oleh karena itu
pembangunan pertanian modern ke depan melakukan pendekatan teknologi tepat
guna dan ramah lingkungan. Pengembangan mekanisasi pertanian telah mulai
dikembangkan dengan pendekatan selektif dan teknolgi tepat guna berdasarkan
kesesuaian karakteristik daerah dan sosial budaya lokal. Prinsip pengelolaan
pertanian berkelanjutan dikembangkan dalam lingkup multikultur, menghargai
keanekaragaman hayati, menghargai kearifan lokal, memanfaatkan bahan-bahan
lokal, tidak bergantung bahan luar, tidak mengekploitasi alam serta sesuai budaya
dan pilihan serta kemampuan petani. Prinsip-prinsip tersebut telah menumbuhkan
Menurut Adjid (2001) perubahan lingkungan strategis global pada awal
abad 21 atau awal milenium ketiga yang merubah tata hubungan perdagangan
dunia, telah memaksa negara-negara sedang berkembang merubah konsep dan
pendekatan pembangunan pertaniannya menjadi pembangunan modern yang dapat
menciptakan sektor pertanian yang semakin efisien. Corak pertanian modern
menuntut efisiensi yang tinggi, berorientasi pasar dan mampu bersaing di bidang
mutu (quality), jumlah (quantity), kontinuitas (continuity), ketepatan waktu (delivery on time) dan harga (price) memasuki pasar domestik dan global dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang berkualitas, menerapkan teknologi
tepat guna dan kelembagaan agribisnis yang kokoh.
Elemen pemberdayaan sumber daya manusia petani menempati posisi
sangat strategis yaitu berperan sebagai pelaku utama dan subyek pembangunan
(prime mover to development), di mana petani memerlukan informasi pertanian yang dibutuhkan dan memberikan kemudahan untuk memperoleh informasi.
Adapun jenis-jenis informasi yang dibutuhkan petani antara lain adalah: (1)
informasi tentang hasil penelitian untuk pengelolaan usahatani dan teknologi
produksi, (2) informasi mengenai pengalaman petani, (3) informasi pasar input
dan output sesuai perkembangan terakhir dan (4) informasi kebijakan-kebijakan pemerintah (Mardikanto, 1991). Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan
bahwa ada dua peubah penting yang mempengaruhi kesadaran seseorang terhadap
kebutuhannya yaitu karakteristik pribadi dan kemampuan mengakses informasi
dari sumber informasi yang memberinya informasi sesuai dengan yang
dibutuhkannya.
Perkembangan Mekanisasi Pertanian
Menurut Soekartawi (2005) pembangunan pertanian modern ke depan
sangat dipengaruhi proses komunikasi pertanian di lingkungan petani dalam
mengambil keputusan adopsi inovasi sebagai suatu proses transfer atau alih
teknologi melalui pendekatan berdasarkan kelembagaan dan pendekatan
berdasarkan proses. Mosher (1985) merumuskan paradigma baru pembangunan
pertanian yang bertolak dari teori adanya sepuluh faktor esensial yang menjadi
komponen utama dari sistem pembangunan pertanian. Lima faktor dikategorikan
dapat mengadopsi inovasi yakni: (1) teknologi baru, (2) pemasaran, (3) suplai
sarana produksi pertanian (saprotan), (4) sistem transportasi, dan (5) adanya
rangsangan berproduksi. Sedangkan lima faktor lainnya temasuk faktor pelancar
adalah: (1) penyuluhan pertanian, (2) kredit produksi, (3) pengembangan lahan,
(4) perencanaan program dan (5) tahapan pembangunan pertanian.
Perubahan corak pembangunan pertanian dari pola subsisten atau
tradisional menjadi pertanian modern merupakan paradigma baru, di mana salah
satu aspek esensial adalah penerapan teknologi tepat guna untuk pemanfaatan alat
dan mesin pertanian (alsintan) dalam rangka pengembangan mekanisasi pertanian.
Menurut Soedodo et al., (1986) pada dasarnya mekanisasi pertanian yang dikembangkan di Indonesia mempunyai pengertian agricultural engineering
mencakup kegiatan dan penerapan atau penggunaan bahan dan tegaga alam untuk
mengembangkan daya karya manusia di dalam bidang pertanian demi
kesejahteraan umat manusia (khususnya petani). Pengertian ini seiring dengan
pendapat Moens (1978) yang memberi definisi mekanisasi pertanian
“Mechanization of agricultural is the introduction and the utilization of any mechanical aid to perform agricultural operations and can olso be described as the whole of the application of engineering science to develop, to organize and to control operation in agricultural production. To operation mechanical aid belong all kind of tool and equipment that are powered by men, animal, combustion engines, electric motor, wind water or others energy sources.”
Adjid (2001) mengemukakan bahwa sejak dekade 1970, peranan
penelitian alsintan semakin besar artinya dalam menunjang pengembangan
mekanisasi pertanian untuk program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian,
pengembangan agroindustri, peningkatan kualitas produksi dan perluasan
lapangan kerja pada kegiatan pascapanen dan jasa. Menurut Kasryno (1997)
penggunaan alsintan sudah banyak dilakukan dalam kegiatan produksi pangan dan
cenderung meningkat sebagai dampak dari pengembangan mekanisasi pertanian
dan merupakan bagian dari proses modernisasi pertanian untuk meningkatkan
efisiensi proses produksi. Seiring dengan perkembangan mekanisasi pertanian
peningkatkan produktivitas, efisiensi, nilai tambah melalui pengolahan hasil dan
perbaikan mutu.
Kemajuan pertanian sesungguhnya adalah manifestasi keserasian
rangkaian kegiatan produksi yang berbasis pada sumberdaya hayati, baik primer,
sekunder maupun tersier yang menjelma sebagai sistem agribisnis yang terdiri
dari empat subsistem yakni: (1) subsistem hulu (upstream industry), (2) susbsistem usahatani (onfarm agribusiness), (3) subsistem agribisnis hilir (down stream industry) dan (4) subsistem jasa penunjang (agro supporting institution) (Saragih, 1993). Dengan memiliki dan menampilkan citra modern yang terpencar dari konsep pertanian sebagai sistem agribisnis berbasis iptek, modal serta
organisasi dan manajemen modern, maka pertanian modern akan ditentukan oleh
perkembangan mekanisasi pertanian, kelembagaan dan efektifitas komunikasi
organisasi di dalam organisasi pertanian yang terkait langsung dengan
kepentingannya sebagai anggota dan petani (Adjid, 2001).
Dukungan mekanisasi pertanian sebagai penerapan dari pengembangan
ilmu teknologi pertanian (agricultural engineering) dalam upaya meningkatkan dan mengontrol produksi sangat penting untuk mencapai tiga pilar utama
pembangunan pertanian yaitu ketahanan pangan, pengembangan agribisnis dan
kesejahteraan rakyat. Mekanisasi pertanian sebagai supporting systems telah berkembang dalam berbagai pemanfaatan alsintan pada usahatani khususnya
komoditas padi seperti program pompanisasi, program traktorisasi, optimasi
pengolahan padi dan sebagainya. Deptan (2007a) sektor pertanian telah memberi
dukungan yang signifikan dalam pertumbuhan perekonomian nasional yakni
sekitar 6,3 persen pada tahun 2007 yang ditopang oleh kemantapan produksi
pangan domestik dengan tercapainya produksi padi sebesar 57 juta ton Gabah
Kering Giling (GKG) dengan pertumbuhan 4,76 persen.
Data penyebaran alsintan memberikan kecenderungan kuat bahwa
mekanisasi pertanian semakin diperlukan terutama pada kegiatan usahatani
pengolahan tanah, panen dan pasca panen dengan indikasi kebutuhan alsintan
pada ketiga kegiatan usahatani tersebut (terutama tanaman pangan) cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Menurut BPS (2002) beberapa alsintan yang
pompa air irigasi 215.774 unit, sprayer 1.562.217 unit, perontok gabah 340.654 unit, dan RMU (Rice Milling Unit) mencapai 46.123 unit. Namun bila dikaitkan dengan alsintan yang dibutuhkan oleh petani terlihat bahwa jumlah alsintan yang
digunakan saat ini masih rendah, baik
Koperasi adalah satu bentuk organisasi yang muncul sebagai reaksi
terhadap kekuatan ekonomi dengan modal besar saat revolusi indu stri berkembang teknologi prapanen dan pascapenan dalam
usahatani padi sehingga produktivitas, kualitas produksi dan kesejahteraan petani
belum optimal.
Deptan (2007b) merumuskan paradigma pembangunan pertanian modern
dengan memberikan prioritas dalam pembangunan ketahanan pangan dan
kesejahteraan masyarakat yang akan diimplementasikan melalui tiga program
jangka menengah 2005-2009 yaitu: (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan,
(2) Program Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian dan (3)
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Menurut Arintadisastra (2006)
konsep pembangunan pertanian yang dikembangkan saat ini adalah pembangunan
pertanian berkelanjutan antara lain menciptakan: (1) pertanian yang maju, modern
dan tangguh berbudaya agribisnis dan mandiri, (2) pertanian yang berupaya untuk
memberdayakan masyarakat dan keberpihakan pada masyarakat tani, (4) pertanian
yang memanfaatkan ilmu dan teknologi, (5) pertanian yang ramah lingkungan dan
(6) masyarakat yang berdaya dan memiliki daya tawar melalui koperasi.
Lebih lanjut Arintadisastra (2006) mengemukakan bahwa grand strategy
pembangunan pertanian jangka panjang untuk mewujudkan pertanian yang maju
dan modern antara lain adalah keberpihakan pada petani, pengentasan kemiskinan
serta membangun kelembagaan masyarakat dan kelembagaan ekonomi pedesaan
melalui asosiasi petani dan koperasi pertanian (KUD). Pengembangan teknologi
baru, baik dalam aspek prapanen maupun pascapanen dapat dilakukan melalui
proses adopsi inovasi teknologi yang layak diterapkan oleh petani dan telah teruji
adaptasinya dengan kondisi setempat melalui kerjasama dengan perguruan tinggi,
badan litbang (penelitian dan pengembangan) dan berbagai informasi teknologi
dari luar negeri.
di Eropa di mana terjadi perubahan sosial dan teknologi yang sangat cepat
(Munker, 1989). Prinsip-prinsip dasar koperasi berawal dari para pionir pendiri
koperasi pada 16 Agustus 1844 di kota Rochdale Inggris yang dikenal dengan
“ The Rochdale Society of Equitable Pioneers “. Prinsip-prinsp dasar koperasi tersebut mengalami perubahan dan penyempurnaan pada kongres ICA
(International Cooperative Alliance) di Paris tahun 1937, di Wina tahun 1966. dan terakhir disempurnakan dalam ICA di Manchester, Inggris tahun 1995
(Sudarsono, 1996).
Hendrojogi (2004) mengemukakan bahwa asas-asas Rochadle telah mengilhami cara kerja dari gerakan-gerakan koperasi sedunia. Asas-asas Rochdale
tersebut diuraikan lebih rinci dalam beberapa aspek meliputi:
(1) Pengendalian secara demokratis (democratic control). (2) Keanggotaan yang terbuka (open membership).
(3) Bunga terbatas atas modal (limited interest on capital).
(4) Pembagian sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota proporsioal dengan
pembeliannya (the distribution of surplus in deviden to the members in proportion to their purshases).
(5) Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan (trading stictly on a cash basis).
(6) Tidak boleh menjual barang-barang palsu dan harus murni (selling only pure and unadelterated goods).
(7) Mengadakan pendidikan bagi anggotanya tentang asas-asas koperasi dan
perdagangan yang saling membantu (providing for the education of the members in co-operative principles as well as for mutual trading).
(8) Netral dalam aliran agama dan politik (politic and religious neutrality).
Secara singkat sejarah perkembangan perkoperasian di Indonesia dimulai
dengan didirikannya bank bantuan dan tabungan pegawai bangsa Indonesia
(Spaark bank voor Inlandsche bestuurs ambtenaren) oleh R. Bei Aria Wiria Atmadja sebagai patih di Purwokerto pada tahun 1895 untuk membantu pegawai
negeri bumi putra, petani dan tukang. Kemudian terbentuk beberapa lembaga
keuangan seperti Bank Rakyat, Rumah Gadai, Bank Desa dan Lumbung Desa.
Djojohadikoesoemo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo menyelenggarakan Kongres
Koperasi ke-1 pada bulan Juli 1947 di Tasikmalaya dan melahirkan beberapa
keputusan penting bagi perkembangan koperasi di Indonesia antara lain: (1)
ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia, (2) ditetapkannya
asas gotong-royong sebagai asas koperasi dan (3) mengusahakan terbentuknya
koperasi desa di seluruh Indonesia (Soetrisno, 2003).
Keberhasilan koperasi dalam bisnis dengan lingkungan yang dinamis
tergantung pada: (1) daya saing dari pasar yang tercermin dari kepuasan
pelanggan, kualitas produksi maupun pelayanan dan tingkat harga, (2) efisiensi
bisnis dalam hal pemanfaatan teknik produksi, metoda kepemimpinan dan situasi
pasar, dan (3) perkembangan operasi bisnis sesuai dengan kebutuhan pasar dan
pengembangan dari tujuan (Tambunan, 2008). Menurut Steers (1985) ukuran
untuk menentukan keberhasilan satu organisasi terdapat 19 peubah (variabel) yang
digunakan secara luas, namun yang paling menonjol adalah: (1) prestasi, (2)
produktivitas, (3) kepuasan kerja pegawai, (4) laba atau tingkat penghasilan dan
(5) keluarnya karyawan.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM (2009) untuk meningkatkan
kualitas kelembagaan koperasi pemerintah akan menerapkan kebijakan berupa
program kelembagaan koperasi yang bertujuan agar koperasi dapat menjalankan
aktivitasnya dengan menerapkan prinsip-prinsip dan nilai dasar koperasi. Koperasi
dimaksudkan dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan pasar yang kompetitif,
serta diarahkan pada tercapainya kondisi koperasi sebagai berikut:
(1) Koperasi sebagai organisasi ekonomi yang bersifat distinct (memiliki ciri yang khas), dengan demikian corporate philosophy, corporate culture dan praktik bisnis koperasi harus mampu untuk menjadikan koperasi tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan pasar yang kompetitif.
(2) Nilai-nilai yang melekat pada organisasi dan manajemen koperasi yakni
kemampuan menolong diri sendiri, pengelolaan secara demokratis,
berkeadilan, dan solidaritas yang mengisyaratkan koperasi memiliki tujuan
(3) Sebagai organisasi ekonomi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk para
anggotanya, maka organisasi koperasi harus dengan tepat mampu
merepresentasikan aktivitas ekonomi kepentingan para anggotanya.
(4) Prinsip pengorganisasian koperasi disesuaikan dengan sektor kegiatan
ekonomi yang ditangani oleh para anggota koperasi berlandaskan atas
keperluan untuk memperkuat posisi tawar pada masing-masing tingkatan.
(5) Mengoptimalkan pelayanan kepada anggotanya, yang diantaranya
membangun jaringan koperasi, baik secara vertikal maupun horizontal serta
diagonal.
Perkembangan KUD di Indonesia
Dengan keluarnya Inpres (Instruksi Presiden) No. 4 tahun 1973 tentang
KUD, semua koperasi pertanian dan koperasi desa lainnya digabungkan menjadi
Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang merupakan cikal bakal berdirinya KUD.
Dalam pembentukan KUD lebih banyak diinisiasi oleh pemerintah (top-down) dan dalam aktivitas usahanya banyak menjadi alat perpanjangan tangan pemerintah
dalam pelaksanaan program pengembangan ekonomi pedesaan (Krisnamurthi
1998). Menurut Nasution (1990) dengan melihat faktor-faktor penciri
keberhasilan KUD yang dikaitkan dengan pembangunan wilayah, menyimpulkan
bahwa: (1) secara kuantitas jumlah anggota, modal, volume usaha dan SHU dari
KUD mengalami peningkatan, (2) KUD telah berhasil sebagai instrumen
pemerintah dalam membangun pedesaan dan memasyarakatkan koperasi di
pedesaan dan (3) KUD belum dapat menyatakan jatidirinya sebagai koperasi yang
profesional.
Hasil analisa kinerja Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2009
menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan koperasi yang signifikan yakni bila pada
tahun 2004 jumlah koperasi di Indonesia hanya 130.730 unit dan pada 2006
meningkat menjadi 138.411 unit atau tumbuh sekitar 5,9 persen dan jumlah
anggota sekitar 30.000.000 orang. Volume permodalan koperasipun meningkat
hingga 19,7 persen selama dua tahun sehingga pada tahun 2006 meningkat
menjadi Rp 34,6 triliun. Perkembangan keragaan koperasi periode 2002-2006
mencapai 19,12 persen dengan tingkat keaktipan 6,93 persen, anggota 11,07
persen dan SHU sebesar 225,42 persen. Namun jika dirinci lebih lanjut
menunjukkan bahwa yang terjadi adalah percepatan peningkatan jumlah koperasi
nonKUD sebagai akibat dari kemudahan proses pembentukan koperasi.
Perkembangan KUD relatif stagnan bahkan kondisinya semakin menurun akibat dari adanya kebijakan pemerintah mencabut berbagai kemudahan kegiatan
perdagangan seperti penyaluran pupuk dan perdagangan beras (Kementerian
Koperasi dan UKM, 2009).
Perkembangan KUD di Indonesia sangat erat kaitannya dengan
pembangunan usahatani pangan khususnya padi menuju pola usahatani modern
yang didukung oleh penerapan iptek dan penanganan pasar. Produktivitas dan
kualitas produksi padi dalam mendukung ketahanan pangan telah meningkat tajam
setelah teknologi rekayasa genetika, teknologi kimia dan teknologi mekanis
diterapkan para petani. Peran KUD sangat besar dalam transformasi teknologi
baru terutama pengembangan bibit unggul, pupuk kimia, obat pemberantas hama
(pestisida), alsintan (prapanen dan pascapanen) sehingga terjadi lonjakan produksi
yang ditandai dengan tercapainya swasembada pangan nasional pada tahun 1984.
Transformasi iptek telah terjadi sangat cepat melalui sistem penyuluhan yang
dikembangkan oleh pemerintah saat itu (Adjid, 2001).
Kebijakan pembangunan koperasi di Indonesia yang bersifat top down
telah mendorong tumbuhnya KUD tidak memiliki landasan yang kokoh. KUD
pada umumnya berperan karena besarnya intervensi pemerintah dalam pembinaan
koperasi sehingga KUD tidak mampu mengakomodasi perubahan-perubahan yang
terjadi. KUD pada akhirnya lebih dijadikan sebagai obyek dari pada subyek
bahkan lebih berperan sebagai instrumen dalam mekanisme penyaluran kredit,
pemerataan dan pelaksanaan kebijakan lainnya, sehingga koperasi kurang tumbuh
sebagai organisasi ekonomi sesuai kebutuhan masyarakat sebagai anggota. Untuk
meningkatkan peran KUD perlu dilakukan pendekatan agribisnis dengan
dukungan penyuluhan yang lebih dinamis (Saragih, 1993)
Setelah arah pembangunan mulai bersifat bottom up, telah terjadi perubahan kebijakan-kebijakan tentang pangan yang berdampak terhadap peran
KUD yang menurun drastis. Kebijakan baru tersebut telah menyebabkan
Tertinggi (HET) dan terjadi monopoli penyaluran pupuk oleh swasta yang
bermodal kuat. Peran KUD dalam pengadaan pangan juga menurun drastis akibat
fasilitas-fasilitas penunjang seperti gudang, lantai jemur, RMU dan lain-lain tidak
lagi beroperasi maksimal bahkan banyak yang sudah bangkrut. Perlu kebijakan
pemerintah agar KUD dapat berperan optimal secara mandiri dan berdaya saing
(Tambunan, 2006).
Komunikasi Organisasi KUD Prinsip-Prinsip Dasar Organisasi
Untuk memahami komunikasi organisasi di samping memahami
prinsip-prinsip komunikasi perlu mengetahui prinsip-prinsip-prinsip-prinsip dasar organisasi, karena pada
dasarnya komunikasi organisasi adalah suatu proses komunikasi dalam organisasi.
Setiap organisasi memerlukan koordinasi melalui proses komunikasi agar
masing-masing elemen dapat berperan dengan efektif dan efisien dalam mewujudkan
tujuannya. Menurut Muhammad (2007) komunikasi yang terjadi dalam
lingkungan tertentu dari suatu organisasi mempunyai struktur, karakteristik dan
fungsi tertentu yang mempengaruhi proses komunikasi. Lebih lanjut Schein
(1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan
sejumlah orang untuk mencapai tujuan melalui pembagian pekerjaan dan fungsi
melalui hierarki otoritas dan tanggungjawab dalam suatu sistem yang saling
tergantung antara satu elemen dengan elemen yang lain.
Dalam internal suatu organisasi terdiri dari berbagai elemen yang saling
terkait di antaranya struktur sosial, teknologi, tujuan dan partisipan (anggota)
berkaitan langsung dengan faktor lingkungan eksternal organisasi. Struktur sosial
adalah pola atau aspek aturan hubungan yang dapat dibedakan menjadi dua
komponen yakni struktur normatif dan struktur tingkah laku. Struktur normatif
adalah mencakup nilai, norma dan peranan yang diharapkan, sedangkan struktur
tingkah laku adalah karakteristik sosial dari anggota ysng akan mempengaruhi
tingkat partisipasinya dalam suatu organisasi. Partisipasi para anggota sangat
bervariasi tergantung pada karakteristik masing-masing terutama terkait dengan
ketrampilan (pendidikan formal dan nonformal) (Scott, 1981).
Di samping setiap organisasi memiliki elemen, juga mempunyai