• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Macam-macam Motivasi

Motivasi belajar dibahas dalam dua bentuk yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah aktivitas belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar sendiri. Misalnya, siswa rajin karena ingin memperoleh hadiah yang telah dijanjikan kepdanya kalau berhasil baik; Siswa yang tekun belajar untuk menghindari ancaman dan hukuman; dan siswa yang belajar demi memperoleh pujian ( Winkel 1996: 173)

Winkel (2004: 195) mengemukakan, perilaku yang tergolong motivasi belajar ekstrinsik sebagai berikut:

1. Belajar demi memenuhi kewajiban.

2. Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan. 3. Belajar demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan. 4. Belajar demi meningkatkan gengsi sosial.

5. Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting, misal guru dan orang tua.

6. Belajar demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhi persyaratan kenaikan jenjang/ golongan administratif. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar (Sardiman 1986: 90) . Sebagai contoh, seseorang akan belajar karena tahu besoknya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh guru atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik atau agar mendapat hadiah / pujian. Jadi, kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar.

Namun demikian, bukan berarti motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam belajar mengajar motivasi ekstrinsik tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam

proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

(Prayitno, 1989: 14) Motivasi ekstrinsik bukan merupakan perasaan atau keinginan yang sebenarnya yang ada di dalam diri siswa untuk belajar. Thornburgh mengatakan bahwa rumusan yang lebih baru menegaskan bahwa motivasi ekstrinsik dinamakan demikian karena tujuan utama individu melakukan kegiatan adalah mencapai tujuan yang terletak di luar aktivitas belajar itu sendiri, atau tujuan itu tidak terlihat di dalam aktifitas belajar. Sebagai contoh seseorang siswa belajar Bahasa Inggris dengan tujuan mendapat ijazah atau untuk mematuhi perintah guru. Di dalam belajar siswa yang didorong oleh motivasi ekstrinsik selalu mengharapkan persetujuan guru untuk meyakinkan dirinya bahwa apa yang sedang atau yang telah dikerjakannya itu benar.

2. Motivasi Intrinsik

Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Sardiman, 1986: 88). Sebagai contoh seseorang yang senang

membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukan (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkrit seorang siswa melakukan belajar karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau ketrampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, bukan karena tujuan yang lain.

Menurut Sardiman (1986: 83) motivasi yang ada pada diri setiap orang atau disebut juga motivasi intrinsik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)

2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik,

ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya)”.

4) Lebih senang bekerja mandiri.

5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). 6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu).

7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. 8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai adalah belajar, tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakan itu bersumber pada suatu kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial.

Motivasi intrinsik adalah kegiatan belajar dimulai dan diteruskan, berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan

secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar itu. Misalnya, siswa belajar karena ingin mengetahui seluk beluk suatu masalah selengkap-lengkapnya, ingin menjadi orang yang terdidik, atau ingin menjadi ahli di bidang ilmu tertentu (Winkel, 1996: 174)

Menurut Winkel (1996: 174) keinginan untuk menjadi ahli dan orang yang terdidik, berpangkal pada penghayatan akan kebutuhan dan daya upaya siswa dalam melakukan kegiatan belajar, untuk memenuhi kebutuhan itu. keinginan siswa tersebut hanya dapat dipenuhi dengan belajat giat, karena tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli, selain belajar.

Thornburgh (Prayitno, 1989: 10) berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu. Tingkah laku terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari lingkungan. Individu bertingkah laku karena mendapatkan energi dan pengarah tingkah laku yang tidak dapat kita lihat sumbernya dari luar. Atau dengan kata lain individu terdorong untuk bertingkah laku kea rah tujuan tertentu tanpa adanya faktor dari luar. Individu yang digerakan oleh motivasi intrinsik, baru akan puas kalau kegiatan yang dilakukan telah mencapai hasil yang terlibat dalam kegiatan itu

Dalam proses belajar siswa yang bermotivasi secara intrinsik dapat dilihat dari kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar karena merasa butuh dan ingin mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Tujuan belajar yang sebenarnya adalah menguasi apa yang sedang dipelajari , bukan karena ingin mendapatkan pujian dari guru. Grage dan Berline (dalam Prayitno, 1989: 11) mengemukakan bahwa siswa yang termotivasi secara intrinsic, aktivitasnya lebih baik dalam belajar daripada siswa yang termotivasi secara ekstrinsik. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik menunjukkan keterlibatan dan aktivitas yang tinggi dalam belajar. Siswa seperti ini baru akan mencapai kepuasan kalau ia adapat memecahkan masalah pelajaran dengan benar atau kalau mengerjakan tugas dengan baik. Mempelajari atau mengerjakan tugas-tugas dalam belajar membentuk tantangan baginya dan ia terpaut tanpa terpaksa terhadap tugas-tugas belajar tersebut.

Menurut John W . Santrock (2007 : 515) Terdapat dua jenis motivasi intrinsik yaitu :

a. Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan

karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.

b. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkosentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah

Menurut Phil Louther (Prayitno, 1989: 12) untuk meningkatkan motivasi dalam diri siswa ada beberapa strategi yang perlu dilakukan oleh para guru. Berikut adalah Beberapa strategi dalam mengajar agar para siswa termotivasi secara intrinsik, yaitu :

1. Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa, sehingga tujuan belajar menjadi tujuan siswa atau sama dengan tujuan siswa. 2. Memberi kebebasan kepada siswa untuk memperluas kegiatan

dan materi belajar selama masih dalam batas-batas daerah belajar yang pokok.

3. Memberikan waktu ekstra yang cukup banyak bagi siswa-siswa untuk mengembangkan tugas-tugas mereka dan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah.

4. Kadang kala memberikan penghargaan atas pekerjaan para siswa. Meminta para siswa untuk menjelaskan atau membacakan tugas-tugas yang mereka buat, kalau mereka ingin melakukannya. Hal ini perlu dilakukan terutama sekali terhadap tugas yang bukan merupakan tugas pokok yang harus dikerjakan oleh siswa, agar memperlihatkan bahwa tugas itu dikerjakan dengan baik

Berdasarkan keterangan motivasi intrinsik di atas, Motivasi Belajar Intrinsik adalah Motivasi untuk belajar yang berasal dari dalam diri, motivasi ini tidak mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan luar karena adanya keinginan yang kuat dari dalam diri untuk belajar agar dapat meraih cita-cita yang diinginkan.

3. Aspek-aspek motivasi belajar intrinsik

Menurut Woolfolk (2009 :196) aspek-aspek motivasi belajar intrinsik seperti kebutuhan, tujuan, interes/minat, emosi, keyakinan dan skema diri. Keenam aspek tersebut akan dijelaskan secara rinci di bawah ini:

a) Kebutuhan

Setiap aktivitas yang dilakukan siswa karena adanya dorongan dan kebutuhan tertentu. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan (Dimyati & Mudjiono, 1999: 81). Kebutuhan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk memenuhinya (Uno, 2007: 5). Adanya suatu proses yang dilalui siswa agar kebutuhan tersebut tercapai. Motivasi intrinsik yang muncul yaitu dengan mengerahkan segala kekuatan-kekuatan yang ada pada diri.

Menurut Pintrich (Woolfolk, 2009: 196) terdapat tiga kebutuhan utama yang dapat dikaji secara intensif adalah kebutuhan akan prestasi, kekuasaan, dan afiliasi/hubungan. Kebutuhan akan prestasi menjadi sangat penting bagi siswa untuk belajar lebih giat lagi agar memperoleh prestasi yang baik. Kebutuhan akan kekuasaan seperti siswa memiliki kebutuhan untuk menguasai setiap mata pelajaran yang ada. Kebutuhan akan hubungan adalah keinginan untuk membangun pertalian emosional yang erat dan kelekatan dengan orang lain (Woolfolk, 2009: 196-197). Dengan menjalin hubungan yang baik maka secara otomatis akan meningkatkan motivasi untuk belajar,

seperti siswa dapat belajar bersama dengan siswa lainnya, berani bertanya kepada guru mengenai materi yang belum dimengerti. b) Tujuan

Menurut Locke dan Latham tujuan adalah hasil atau pencapaian yang pemenuhannya diperjuangkan oleh seseorang. Dalam mengejar tujuan, siswa pada umumnya menyadari tentang kondisi tertentu saat ini (saya belum membuka buku), kondisi ideal tertentu (saya sudah memahami setiap halaman), dan ketidaksesuaian antara situasi saat ini dan situasi ideal (Woolfolk, 2009: 198).

Menurut Locke dan Latham (Woolfolk, 2009 : 198) ada empat alasan mengapa menetapkan tujuan dapat memperbaiki kinerja. Tujuan:

(1)Mengarahkan perhatian kita ke tugas yang ada di tangan dan menghindari distraksi. Tiap kali pikiran saya berkelana, menjauh dari klaster, tujuan saya untuk menyelesaikan bagian ini membantu mengarahkan perhatian saya kembali ke pekerjaan menulis.

(2)Memberi energi pada usaha. Sampai titik tertentu, semakin menantang tujuannya, semakin besar pula usahanya.

(3) Meningkatkan persistensi. Bila kita memiliki tujuan yang jelas, kecil kemungkinan kita untuk menyerah sampai kita meraih tujuan itu: tujuan yang sulit menuntut usaha dan tenggat waktu yang ketat menghasilkan kerja yang lebih cepat.

(4) Mendukung perkembangan pengetahuan dan strategi lama tidak berhasil. Sebagai contoh, bila tujuan anda adalah mendapat nilai A dan anda tidak mencapai tujuan itu di kuis yang pertama, anda mungkin mencoba pendekatan belajar baru untuk kuis berikutnya, seperti menjelaskan poin-poin kuncinya kepada seorang teman.

c) Interes/minat dan emosi

Interes/minat dan emosi merupakan dua hal yang saling berkaitan dalam berbagai kegiatan seperti belajar. Siswa lebih cenderung memperhatikan, mempelajari, dan mengingat berbagai kejadian, gambaran, dan bacaan yang membangkitkan respons emosional (Alexander & Murphy; Cowey & Underwood; Reisberg & Heueur, dalam Woolfolk, 2009: 204) atau yang berhubungan dengan interes/minat siswa (Renninger, Hidi, & Krapp, dalam Woolfolk, 2009:204).

Menurut Schiefele; Wigfield dkk (Santrock, 2008: 206) yaitu riset pada minat terutama telah berfokus pada hubungan antara minat dengan pembelajaran. Minat dihubungkan terutama dengan tindakan pelajaran mendalam, seperti ingatan atas gagasan pokok dan respon terhadap pertanyaan pemahaman yang lebih sulit, dibanding pembelajaran yang hanya pada permukaan, seperti respon terhadap pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata-demi-kata atas teks.

Ada dua macam interes/minat yaitu personal (individual) dan situasional. Personal interes/minat atau individual interes adalah aspek yang lebih enduring (tahan lama) pada diri seseorang, misalnya kecenderungan enduring untuk tertarik atau menikmati subjek-subjek seperti bahasa, sejarah, atau matematika, aktivitas-aktivitas seperti olah raga, musik, atau film. Siswa dengan minat individual pada belajar secara umum berusaha mencari informasi baru dan memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah. Situasional interest adalah aspek yang berumur lebih pendek dari aktivitas, teks, atau materi yang membangkitkan dan mempertahankan perhatian siswa. Menurut Stipek (Woolfolk, 2009: 204) minat meningkat bila siswa merasa

kompeten, jadi bahkan bila siswa pada awalnya tidak tertarik dengan suatu objek atau kegiatan, siswa dapat mengembangkan minat bila siswa mengalami kesuksesan.

d) Keyakinan dan skema-diri

(1) Keyakinan tentang kemampuan

Sebagian keyakinan paling kuat yang memengaruhi motivasi di sekolah adalah keyakinan tentang kemampuan. Dengan kerja keras, belajar atau latihan, pengetahuan dapat ditingkatkan dan oleh sebab itu kemampuan dapat ditingkatkan (Woolfolk, 2009: 215)

(2) Keyakinan tentang penyebab dan kontrol : teori atribusi Teori atribusi menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkapkan penyebab yang mendasari kinerja dan perilaku mereka sendiri. Atribusi adalah penyebab-penyebab yang menentukan hasil (Santrock, 2009: 211).

Weiner mengidentifikasikan tiga dimensi dari penyebab atribusi: (1) Lokus, apakah penyebab tersebut internal atau eksternal terhadap perilaku; (2) stabilitas, tingkat dimana penyebab tersebut tetap sama atau berubah; dan (3) kemampuan mengendalikan, tingkat dimana individu dapat

mengendalikan penyebab tersebut. Sebagai contoh, seorang siswa dapat merasakan bahwa kecerdasannya berlokasi secara internal, stabil, tidak dapat dikendalikan (Santrock, 2009: 212).

(3) Keyakinan tentang self-efficacy dan learned-helplessness Self-efficacy adalah keyakinan siswa tentang kompetensi atau efektivitas siswa di bidang tertentu (Woolfolk, 2009: 219). Self-efficacy dan atribusi saling memengaruhi. Bila kesuksesan diatribusikan pada penyebab-penyebab internal atau dapat dikontrol seperti kemampuan atau usaha, maka Self-efficacy meningkat. Akan tetapi, bila kesuksesan diatribusikan pada nasib atau intervensi orang lain, maka Self-efficacy mungkin tidak diperkuat (Woolfolk, 2009: 219). Learned helplessness adalah ekspektasi seseorang, berdasarkan pengalaman sebelumnya bahwa dirinya kurang/tidak memiliki kontrol, bahwa semua usahanya akan gagal (Woolfolk, 2009: 220). Siswa yang memiliki ketidakberdayaan yang dipelajari akan berdampak negatif bagi perkembangan selanjutnya.

(4) Keyakinan tentang harga diri

Keyakinan tentang harga diri yaitu perasaan seseorang bahwa dirinya berharga. Siswa yang memfokuskan pada tujuan belajar karena mereka menghargai prestasi dan melihat bahwa kemampuan dapat ditingkatkan. Siswa tidak takut gagal, karena kegagalan tidak mengancam kompentensi dan harga-dirinya (Woolfolk, 2009: 221).

Dokumen terkait