• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Magnet

2.6.1 Asal Kemagnetan

Sifat kemagnetan makroskopik material adalah konsekuensi momen magnet material penyusun, karena adanya pergerakan partikel listrik. Pada skala atom,

momen magnet berasal dari pergerakan elektron, ini dipengaruhi oleh konfigurasi elektron yang berbeda tiap atom atau ikatan antara atom.

Elektron mempunyai dua pergerakan, yakni spin dan orbit, dimana momen magnet magnet spin elektron memberikan efek lebih besar dari pada orbitnya.

Besar momen magnet di indikasikan oleh Borh magneton, μB = 9,27 x 10-24 A-M2.

Untuk spin keatas dan kebawah bernilai berturut-turut + μB dan - μB. Untuk orbital

yang bernilai μB. m, dimana m nilai kuatum magnetik. Pada orbital atom yang

terisi penuh, momen orbital dan spin dari pasangan elektron saling meniadakan, material menjadi bukan magnet permanen (Sears & Zemansky Addison Wesley 5th edision).

2.6.2 Dipol Magnetik

Dipol magnet dapat dianalogikan sebagai magnet batang yang terdiri dari kutub utara dan kutub selatan, pengganti dengan kutub + dan – dari dipol listrik. Pada lingkungan suatu medan magnet, dipol magnetik pada suatu material cenderung terorientasi terhadap medan. Dipol magnet dapat menimbulkan medan magnet, yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.7 Dipol Magnetik

2.6.3 Medan Magnet

Suatu partikel bermuatan listrik yang bergerak pada suatu medan magnet akan mengalami gaya Lorentz yang mendorongnya kearah tegak lurus dengan medan magnet dan arah gerak (kaidah tangan kanan). Medan magnet aksternal, H dapat diubah dengan kumparan kawat silinder yang dialiri kawat listrik, sehingga memberikan medan magnet terinduksi B. Medan magnet terinduksi, B (wb.m-2), adalah besar kekuatan magnet internal suatu material yang diberikan H, dimana H = (N/I) I, dengan I adalah arus listrik. (Seperti pada gambar 2.8)

Gambar 2.8 Medan Magnet Induksi

Dari gambar diatas, menjelaskan derajat magnetasi material atau suatu material dapat diinduksi oleh H. Magnetasi suatu material M, dapat memperkuat pengorientasian momen magnet terhadap H.

B = μ0H + μ0 M

Dimana: M = XM H dan XM = k-1.

Medan magnet yang timbul pada magnet permanen dihasilkan dari medan-medan magnet yang sangat kecil dari tiap atom dalam magnet tersebut yang saling menguatkan. Tingkatan ini dihasilkan oleh pergerakan spin dan orbital dari elktron. Material feromagnetik yang dapat menghasilkan fenomena ini. Unsur yang umumnya digunakan sebagai bahan utama material ferromegnetik adalah besi, cobal, dan nikel.

Kekuatan magnet dihasilkan oleh magnetik flux density. Yang diukur dalam satuan Gauss. Jenis magnet yang digunakan untuk refrigerator mempunyai kekuatan sekitar 1000 Gauss sedangkan water treatment dan bahan bakar mempunyai tingkatan sekitar 2000 sampai 4000 Gauss.

2.6.4 Jenis Material Magnet

Berdasarkan konfigurasi elektron, efek magnet pada material terbagi : a. Diamagnetik

Material yang semua momen spin elektronnya bercouple. Pada suatu medan magnet elsternal momen, magnet terinduksi (termagnetisasi) secara lemah karena Xm ˂ O (lemah); Xm menandakan magnetisasi yang didapat pada suatu medan magnet. Asal momen magnet berasal dari orbit elektron sekitar inti, yang menghasilkan medan magnet. Pada suatu medan magnet eksternal, ekstra torque diaplikasikan ke elektron menghasilkan orientasi anti-paralel mmomen magnet atom, yang lemah terhadap medan magnet, karena XM˂ 0.

b. Paramagnetik

Material yang memiliki atom, ion, dan molekul yang berspin tak terkompensasi dan batas momen magnet spin permanen. Pada non medan magnet eksternal, orientasi momen magnet atom acak, karena dipol atom bergerak bebas. Momen spin yang lebih besar dari pada momen orbitnya menyebabkan perilaku material saat medan magnet eksternal mengindikasikan momen magnet spin. Pada suatu medan magnet, momen spin yang tak terkompensasi terorientasi (terinduksi, Xm

˃ 0) hingga beberapa derajat terhadap arah medan magnet(magnetisasi). c. Ferromagnetik

Kasus khusus parakmagnetik dimana momen magnet spin atom-atom terdekat (coupling) terorientasi (matually spin alignment) saat non-medan eksternal. Material memiliki Xm ˃˃˃ 0 (magnetic susceptibility

atom-atom dapat saling berpasangan langsung (direct exchange) atau melalui anion intermediat seperti oksigen (super exchange).

Tidak seperti paramagnetik, saat medan magnet eksternal dilepas, material menyisakan bagian yang termagnetisasi permanen (penomena histerisis). Magnetisasi maxsimum (saturasi), MS menggambarkan magnetisasi yang dihasilkan semua dipol magnet yang terorientasi dengan medan magnet eksternal.

2.6.5 Pengaruh Suhu Terhadap Perilaku Magnet

Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan vibrasi atom-atom, sehingga mengacak beberapa momen yang terorientasi. Pada ferro-, antiferro-,dan ferri- magnetik, vibrasi termal meniadakan gaya coupling antara momen dipol atom-atom berdekatan (beberapa dipol akan kehilangan orientasi), sehingga magnetisasi menurun. Magnetisasi bernilai maksimum pada saat vibrasi minimum (0 K). Peningkatan suhu menurunkan secara perlahan magnetisasi, yang turun hingga nol pada suhu curie Tc (spesifik untuk material). Saat Tc gaya coupling spin mutual (ferro- dan ferri- magnetik) hilang sempurna (paramagnetik). Peningkatan suhu juga menurunkan kemagnetan anti ferromagnetik hingga suhu Neel, TNe, setelah itu kemagnetan meningkat.

2.7 Efek Magnetisasi pada Bahan Bakar Diesel 2.7.1 Reaktifitas Molekul

Adanya medan magnet statis yang besar, awan elektron mengelilingi molekul, sehingga molekul bersifat terpolarisasi dan memberikan kenaikan pada medan yang kecil. Posisi inti atom, pada medan yang sesungguhnya tidak hanya tergantung sekitarnya, akan tetapi sekeliling molekul sendiri. Pada keadaan cair, reorientasi molekul terjadi secara acak.

Jika atom yang diletakkan dalam medan magnet yang seragam, elektron yang mengelilingi inti menjadi berputar. Perputaran ini menyebabkan medan magnet sekunder yang arahnya berlawanan dengan arah medan magnet yang diberikan.

Ketika solar masih berada dalam suatu penyimpanan bahan bakar, molekul hidrokarbon, yang merupakan penyusun utama solar, cenderung untuk saling tertarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terus berlangsung, sehingga menyebabkan molekul-molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen diruang bakar. Akibat buruk yang ditimbulkannya adalah ketidak sempurnaan pembakaran yang dapat dibuktikan secara sederhana dengan ditemuinya kandungan hidokarbon pada gas buang.

Adanya suatu medan magnet permanen yang cukup kuat pada melekul hidrokarbon yang bersifat diamagnetik akan menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (desclustering) sehingga terbentuk jarak yang optimal antar molekul hidrokarbon.

Partikel-partikel atom yang membentuk molekul hidrokarbon tersebut akan terpengaruh oleh medan magnet yang ditimbulkan sehingga akhirnya akan menjadi semakin aktif dan arahnya akan tersejajar (reorientasi) sesuai dengan arah medan magnet. Aktifitas molekular yang meningkat akibat medan magnet akan menyebabkan pengumpulan molekular terpecah. Oksigen akan lebih mudah bereaksi dengan masing-masing molekul hidrokarbon yang tidak lagi berada dalam gumpalan, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna dan penurunan kadar emisi gas buang. (Seperti pada gambar 2.9)

Gambar 2.9 Declustering molekul hidrokarbon yang melewati magnet

Pemecah gumpalan-gumpalan (desclustering) molekul hidrokarbon ini dapat dijelaskan juga melalui teori mengenai momen ikatan. Sebagai contoh, apabila ikatan polar seperti O-H dibiarkan dalam medan magnet, maka ikatan akan mengalami sejumlah gaya balik tertentu. Gaya ini secara sederhana mendorong medan magnet untuk membebaskan ikatan dalam medan. Ikatan yang lebih polar mengalami gaya lebih besar daripada ikatan yang kurang polar. H-C termasuk ikatan non-polar, karena nilai momen ikatannya hanya sebesar 0,4 D (Debye). Namun medan magnet yang kuat dapat mengganggu dan mempengaruhi ikatan H-C. Meskipun ikatan antara atom H-C tidak sampai terlepas satu sama lain, namun setidaknya kekuatan ikatannya akan sedikit melemah, sehingga atom-atom hidrogen dan karbon akan lebih mudah tertarik dengan oksigen pada proses pembakaran.

2.7.2 Perubahan Spin Elektron Hidrogen

Hidrokarbon pada dasarnya memiliki struktur seperti sangkar (cage like). Sebagai contoh metana (CH4), tersusun atas satu atom karbon yang posisinya berada dibagian paling dalam dan 4 atom hidrogen yang mengelilinginya, dimana secara kelistrikan netral. Itulah sebanya timbul hambatan untuk mengoksidasi secara sempurna atom-atom karbon bagian dalam selama proses pembakaran. Kondisi ini dideteksi dari kadar CO dalam gas buang kendaraan bermotor, disamping gas CO2. Berbeda halnya dengan atom-atom hidrogen, karena berada pada posisi paling luar, maka atom-atom hidrogen akan lebih dulu bereaksi dengan atom-atom oksigen.

Sangat menarik untuk meneliti atom hidrogen, karena dari sudut pandang energi, jumlah energi terbesar yang besar yang bisa dilepas terletak pada atom hidrogen. Pada oktana (C8H18), persentasi karbon yang terdapat dalam molekul adalah 84,2% dari berat molekul total. Ketika dibakar, atom karbon melepaskan energi sebesar 12,224 BTU/lbm. Sementara itu, atom hidrogen yang persentasinya hanya 15,8% dari berat molekul total dapat melepaskan energi panas sebesar 9.810 BTU/lbm. Ini menunjukkan bahwa hidrogen secara nyata merupakan unsur utama dalam menghasilkan energi pada pembakaran hidrokarbon.

Hidrogen memiliki satu muatan positif (proton) dan satu muatan negatif (elektron) sehingga menimbulkan momen dipol. Hidrogen juga mempunyai sifat kemagnetan yang berbeda, yakni bisa menjadi diamagnetik atau paramagnetik tergantung orientasi relatif dari spin-spin intinya. Hidrogen memiliki dua jenis isomer yang berbeda sifat yaitu para dan ortho, yang karakternya ditandai melalui perbedaan spin-spin inti yang berlawanan. Dalam molekul para, keadaan spin antara satu atom hidrogen dengan atom hidrogen yang lain saling berlawanan arah (counter clockwise/ antiparalel/ one up - one down), sehingga sifat kemagnetan yang ditimbulkan adalah diamagnetik. Sedangkan dalam molekul ortho, keadaan spin antara satu atom hidrogen dengan yang lainnya adalah searah, sehingga sifat kemagnetan yang ditimbulkan adalah paramagnetik.

Orientasi spin memiliki efek nyata pada prilaku fisik (panas spesifik, tekan uap) sama seperti perilaku molekul gas. Bentuk orthohidrogen sangat tidak stabil dan pada kenyataannya akan lebih mudah bereaksi bila dibandingkan dengan parahidrogen. Bentuk orthohidrogen lebih menguntungkan, karena kemungkinan meningkatkan energi hasil pembakaran. Untuk menjaga perubahan dari bentuk para ke ortho maka penting untuk mengubah energi dari interaksi antara arah spin dari molekul hidrogen

Pada suhu 200C (suhu kamar), 75% hidrogen dalam keadaan parahidrogen. Hanya dengan jalan menurunkan suhu hidrogen cair hingga -2350. Medan magnet dapat menimbulkan efek terhadap perubahan arah putaran spin-spin elektron dari hidrogen. Seperti telah diketahui bahwa hidrogen memiliki momen magnet dan momentum sudut yang tidak dapat dihilangkan, dan tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mengubah besarnya. Namun arah sumbuh putaran elektron dapat diubah dengan bantuan torsi yang dikerjakan oleh medan magnet.

2.7.3 Polarisasi Senyawa Hidrokarbon

Ketika ikatan kimia terbentuk antara dua atom yang berbeda elektrinegativitasnya, maka terdapat beda kerapatan elektron pada dua atom tersebut. Atom dengan kerapatan elektron yang rendah akan bersifat parsial positif dan atom dengan kerapatan elektron yang tinggi akan bersifat parsial negatif. Hal

ini mengakibatkan muatan dipol, yang didefinisikan sebuah muatan positif dan negatif yang setara (+Q) pada jarak tertentu (r).

Sebuah molekul poliatomik terdiri dari dua atau lebih dipol pada ikatan yang berbeda, jaringan momen dipol dari molekul tesebut merupakan resultan vektor dari tiap momen dipol ikatan. Ketika molekul diletakkan pada sebuah medan magnet, momen dipol dapat terinduksi sesuai dengan arah yang diberikan.

Oksigen yang terdapat pada udara diperlukan untuk pembakaran merupakan senyawa yang bersifat polar, sedangkan solar memiliki struktur molekular netral (non polar). Oleh sebab itu, ketika kedua atom tersebut bertemu, keduanya akan cenderung sulit terlarut/bercampur dalam proses pembakaran. Sehingga dihasilkan pembakaran yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan pembakaran dapat dibuktikan secara sederhana dengan ditemuinya kandungan hidrokarbon pada gas buang.

Salah satu tujuan pemagnetan adalah mempolarisasi solar agar memiliki kecenderungan bersifat polar. Apabila hal ini dapat terlaksana, ketertarikan senyawa hidrokarbon dengan oksigen akan lebih kuat bila dibandingkan hidrokarbon tersebut sama sekali netral. Seperti diketahui, apabila suatu molekul bersifat polar, maka kecenderungan menarik molekul lain yang bersifat polar akan semakin kuat. Hal ini kan meningkatkan proses pencampuran oksigen dan molekul hidrokarbon sehingga akan menyempurnakan pembakaran.

Pendekatan ini menyebutkan bahwa sebagian besar senyawa hidrokarbon apabila dikenai medan magnet maka akan mempengaruhi bidang rotasi dari molekul pembentuk hidrogen.

2.7.4 Sistem Monopol Magnet

Arah gaya medan magnet bergerak/dari kutub selatan dan masuk kekutub utara. Sistem monopol (selatan-selatan) akan memberiakan gaya tolak (repulsif) yang lebih besar dibanding sistem dipol, namun demikian, sistem dipol mempunyai garis gaya medan magnet yang lebih padat dan seragam.

Menurut Peter Kulish, sifat dan pengaruh kutub magnet utara dan selatan berbeda pada suatu sistem magnetisasi dalam proses pembakaran atau treatment

yang lain. Penggunaan dua kutub yang bersamaan (dipol), menjadi kurang efektif karena penggabungan kedua kutub magnet memberikan efek yang saling menetralkan magnetisasi. Magnetisasi monopol, dalam hal ini kutub selatan-selatan, akan menghasilkan efek yang lebih baik dalam meningkatkan efesiensi pembakaran.

2.8 Sistem Pelumasan Pada Motor Diesel

Dokumen terkait