• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORITIS

E. Mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang menganggur, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).

Belajar di perguruan tinggi sangat berbeda dari belajar di sekolah (Furchan, 2009). Di sekolah, siswa lebih banyak berperan sebagai penerima ilmu pengetahuan, sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan. Di perguruan tinggi, mahasiswa lebih aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara pengajar berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah disepakati. Menurut Kartono (dalam Ulfah, 2010), mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di Perguruan Tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

2. Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses modernisasi.

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan profesional.

Perguruan tinggi menyediakan berbagai jurusan bagi calon mahasiswa agar dapat memilih jurusan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu jurusan yang tersedia adalah psikologi. Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di bidang psikologi disebut dengan mahasiswa psikologi. Brewer dkk. (dalam Brewer & Halonen, 2004) menegaskan bahwa tujuan dasar dari pendidikan undergraduate dalam psikologi adalah mengajarkan mahasiswa untuk berpikir seperti seorang ilmuwan mengenai perilaku dan pengalaman hidup, dimana terdapat enam tujuan kurikulum yang dapat mencapai tujuan ini:

1. Perhatian terhadap keberagaman manusia, 2. Pengetahuan yang luas dan dalam,

3. Kompetensi metodologis,

4. Pengalaman praktis dan aplikasi, 5. Kemampuan komunikasi, dan 6. Sensitivitas terhadap masalah etis.

Teknologi informasi dan komunikasi tentu saja banyak berperan dalam kehidupan di Perguruan Tinggi. Teknologi telah menjadi bagian dari institusi pendidikan selama beberapa dekade. Hanya saja, komputer masih sering dipakai untuk kegiatan yang biasa, bukan untuk pembelajaran yang konstruktif dan aktif (Newby dkk., 2000; dalam Santrock, 2007). Padahal, di dunia yang kini berorientasi pada teknologi, kompetensi orang-orang tentu akan semakin ditantang dan diperluas dengan cepat (Bitter & Pierson, 2002; Collis & Sakamoto, 1996; Nickerson, 2000; dalam Santrock, 2007). Laptop, misalnya, sangat berguna

karena mahasiswa dapat menggunakannya di perpustakaan untuk membantu menyusun skripsi, serta dapat digunakan di dalam kelas untuk mencatat pelajaran selama proses perkuliahan berlangsung. Hanya saja, penggunaan laptop di ruang kelas masih menjadi kontroversi (Williams & Sawyer, 2007). Hal ini dikarenakan kebanyakan mahasiswa mengirimkan pesan dan mengakses situs-situs yang tidak berhubungan dengan pelajaran, yang semuanya dilakukan di dalam kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut akan lebih mungkin terjadi apabila kampus menyediakan koneksi internet Wi-Fi (Wireless Fidelity) secara gratis.

Secara umum, mahasiswa psikologi adalah individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi, dimana individu dituntut untuk menguasai teori-teori psikologi. Batasan umur untuk mahasiswa tidaklah bersifat mutlak, karena realita di lapangan, banyak individu yang menyandang gelar mahasiswa kurang dari usia yang tertulis ataupun lebih dari batas atas.

Mahasiswa dan Facebook

Perkembangan teknologi komunikasi, terutama dibidang jejaring sosial sangat mempengaruhi kehidupan pelajar khususnya mahasiswa. Seperti diketahui bahwa pengguna jejaring sosial ini adalah sebagian besar berumur dewasa muda

(young adult) (Pempek, Yermolayewa, & Calvert, 2009).

Facebook sudah dianggap seperti “cemilan” oleh mahasiswa kebanyakan.

Dimana ada sela waktu senggang atau bahkan sedang beraktifitas pun, mereka dapat mengakses layanan jejaring sosial ini. Bahkan sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak mahasiswa yang mengakses facebook ketika jam-jam kuliah. Sepeti yang dilansir dari Identitasonline.net bahwa sebagian besar kampus yang

menggunakan fasilitas WiFi (Wireless Fidelity), facebook merupakan situs terfavorit yang paling sering diakses mahasiswa.

Penggunaan facebook oleh mahasiswa sebenarnya memiliki potensi yang berpeluang besar untuk dapat meningkatkan hasil akademisnya. Penggunaan jejaring sosial ini selain dapat meningkatkan interaksi sosial pada mahasiswa juga dapat diintegrasikan dengan aspek edukasional (Tian, et.al, 2011). Sistem pembelajaran dengan metode e-learning berpeluang besar untuk dapat diimplementasikan pada metode belajar mahasiswa. Dengan sedikit cara yang unik dan mengasyikkan bagi mahasiswa, penggunaan facebook untuk pembelajaran bisa berjalan dengan efektif.

Facebook sangat memungkinkan mahasiswa untuk dapat belajar dengan efektif dikarenakan dua hal sebagai berikut (Kayri & Cakir, 2010) :

1) Jumlah user facebook yang terlibat dalam komunikasi intens sangatlah tinggi

2) Setiap user tahu cara menggunakan facebook dan memanajemennya. Pembelajaran melalui facebook yang mengedepankan pembelajaran kooperatif juga dapat membentuk kelompok belajar yang disebut virtual team.

Disebut dengan virtual team karena di dalam pertemuan anggota tim tidak berlangsung secara tatap muka, akan tetapi menggunakan fasilitas internet. Menurut Walther dan Bunz (dalam Stern dan Taylor, 2007), virtual team dapat menyediakan fleksibilitas dan kenyamanan dibandingkan dengan tim yang bertemu tatap muka.

Fasilitas di facebook yang dapat dijadikan tempat berkumpul secara virtual adalah dengan adanya group page atau account group. Fasilitas ini

memungkinkan mahasiswa untuk tergabung dalam satu jaringan yang memudahkan dalam saling berdiskusi dalam konteks virtual team. Dikatakan juga bahwa mahasiswa perlu bergabung dalam jaringan seperti ini dan berafiliasi dalam grup akademik (Firth, 2010)

Menurut penelitian English dan Duncan-Howell (dalam Kayri & Cakir, 2010) di Queensland University of Technology, ditemukan bahwa group page

memungkinkan untuk mencari pengalaman dan berproses dalam lingkungan yang dia inginkan. Pengalaman yang unik dan menarik serta user lain yang dapat menjadi sumber informasi dapat memperkaya wawasan dan pengalaman belajar.

Akan tetapi pembelajaran dengan memanfaatkan jejaring sosial facebook

tentu tidak akan berjalan dengan mulus begitu saja. Ada banyak faktor yang mungkin mendistraksi proses pembelajaran di dalamnya. Hal ini tergantung bagaimana mahasiswa dapat melihat outcome yang dapat diperolehnya dengan peluang menggunakan facebook sebagai sarana belajar.

Dokumen terkait