• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Self-Efficacy Dan Outcome Expectation Mahasiswa Fakultas Psikologi USU Dalam Penggunaan Group Facebook

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Self-Efficacy Dan Outcome Expectation Mahasiswa Fakultas Psikologi USU Dalam Penggunaan Group Facebook"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

EXPECTATION

MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI USU

DALAM PENGGUNAAN

GROUP FACEBOOK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

BOBBY KURNIAWAN

091301034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Bobby Kurniawan dan Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi melahirkan inovasi baru dalam berkomunikasi. Jejaring sosial seperti facebook mengambil peran sebagai sarana untuk berhubungan sosial antar individu pada saat ini. Menurut penelitian facebook dapat membuat mahasiswa terintegrasi secara akademis maupun sosial serta dapat meningkatkan hasil belajar (Tian, et.al, 20011). Pintrich dan Schunk (1996) menjelaskan bahwa ekspektasi dan self-efficacy berhubungan dengan motivasi yang mempengaruhi antusiasme mahasiswa dalam beraktivitas di facebook khususnya grup facebook. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran self-efficacy dan outcome expectation mahasiswa Fakultas Psikologi USU dalam penggunaan grup facebook.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitif yang mengambil subjek penelitian sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik random sampling. Penelitian ini menggunakan dua jenis skala yaitu skala

self-efficacy yang terdiri dari 30 aitem dan outcome expectation yang terdiri dari 21 aitem.. Uji reliabilitas dari penelitian ini menggunakan alpha Cronbach dengan

α self-efficacy=0.884 dan α outcome expectation=0.894. Hasil dari penelitian ini adalah sebanyak 1 subjek termasuk self-efficacy rendah, 88 subjek termasuk self-efficacy sedang, dan 11 subjek termasuk self-efficacy tinggi. Kemudian sebanyak 3 subjek termasuk outcome expectation rendah, 72 subjek termasuk outcome expectation sedang, dan 25 subjek termasuk outcome expectation tinggi.

(3)

Bobby Kurniawan and Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

The development of information and communication technology spawned new innovations in communication . Social networks such as Facebook took on the role as a means for social contact between individuals at this time . According to research facebook can make students academically and socially integrated and can improve learning outcomes ( Tian , et.al , 20011 ) . Pintrich and Schunk (1996 ) explains that the expectations and self-efficacy related to the motivation that affects the enthusiasm of students in activities in facebook especially in facebook group . The purpose of this study was to determine self -efficacy and outcome expectation of the Faculty of Psychology USU students in the use of facebook group.

This study used a quantitative approach that takes as many as 100 subjects. Sampling technique using a random sampling technique. This study uses two types of scales, namely self-efficacy scale consisting of 30 aitem and outcome expectation consisting of 21 aitem. Test reliability of this study using Cronbach

alpha α = 0884 for self-efficacy and α = 0.894 for outcome expectation. The results of this research are 1 subjects including in low self-efficacy , 88 subjects including in moderate self-efficacy, and 11 subjects including in high self-efficacy . Then as many as 3 subjects including in low outcome expectation, 72 subjects including in moderate outcome expectation, and 25 subjects including in high outcome expectation .

(4)

KATA PENGANTAR

Bismilahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat

Allah SWT, berkat petunjuk dan kasih sayang-Nya, saya dapat menyelesaikan

rancangan penelitian dalam mata kuliah seminar ini untuk memenuhi persyaratan

dalam pelaksanaan skripsi pada tahap selanjutnya. Rancangan penelitian yang

diajukan dalam mata kuliah seminar ini berjudul: “Gambaran Motivasi E-Learning Mahasiswa Fakultas Psikologi USU dalam Penggunaan Group

Facebook”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, semoga ajaran beliau dapat selalu diamalkan khususnya dalam hal kesabaran dan kegigihan beliau.

Berbagai proses telah penulis alami selama ini. Namun, penulis menyadari

bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Terutama sekali penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah

SWT, Tuhan semesta alam. Rasa terima kasih yang tiada terkira saya

persembahkan kepada ibunda penulis Terkelinta Br. Bangun, ayahanda Alm.

Abdurrahman Hasibuan, kakanda Zulfikar Rahman serta seluruh keluarga yang

telah banyak memberikan perhatian, dukungan baik secara moril maupun materil,

serta do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Peneliti juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang dengan

sabar dan tulus hati telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan

memberikan petunjuk, saran serta semangat selama proses penyusunan.

(5)

3. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, M.A, selaku dosen pembimbing akademik

yang dengan sabar meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan

saran dan bimbingan selama mengikuti studi di Fakultas Psikologi USU.

4. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih

atas segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan. Semoga

pengalaman ilmu yang diberikan menjadi bekal di kemudian hari.

5. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang

telah banyak membantu penulis, khususnya dalam hal administrasi.

6. Kepada pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang telah memberikan

bantuan beasiswa kepada penulis dalam menyelesaikan studi Strata I (S1)

Psikologi di Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada Cipta Arief Wibawa, Imam Damara, Imam Setiawan, Nikson

Sihombing, serta semua kawan-kawan senasib dan seperjuangan. Terima

kasih karena telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan saran-saran

kepada penulis.

8. Kepada adik-adik junior, Ichsan, Arief, Fauji, Putra, Andre, Fahmi dan

semuanya yang tidak mungkin namanya ditulis satu persatu. Terima kasih

atas bantuan dan dukungannya.

9. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah turut

berperan dalam membantu penulis sehingga penelitian ini dapat

(6)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan

dalam penelitian ini , untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun

dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya kepada Allah

penulis berserah diri, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak. Amin.

Medan, November 2013

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 11

A.Self- Efficacy ... 11

1. Definisi Self-Efficacy ... 11

2. Dimensi Self-Efficacy ... 12

3. Sumber-Sumber Self-Efficacy ... 13

4. Proses-Proses Self-Efficacy ... 14

B.Outcome Expectation ... 17

1. Definisi Outcome Expectation ... 17

2. Dimensi Outcome Expectation ... 18

C. Learning ... 21

1. Pengertian Learning ... 21

(8)

4. Kekurangan E-learning ... 25

D. Facebook... 25

E. Mahasiswa ... 27

F. Gambaran Self-Efficacy dan Outcome Expectation Mahasiswa Fakultas Psikologi USU dalam Penggunaan Group Facebook ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A.Identifikasi Variabel Penelitian ... 35

B.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36

C.Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 38

D.Instrumen/Alat Pengumpulan Data ... 38

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 41

1. Validitas Alat Ukur ... 41

2. Uji Daya Beda ... 41

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 42

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 43

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 46

G.Metode Analisis Data ... 47

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 49

A.Analisis Data ... 49

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49

B.Hasil Penelitian ... 50

1. Uji Asumsi Penelitian ... 51

C.Hasil Analisa Data ... 52

(9)

2. Hasil Perhitungan Kategorisasi Variabel

Outcome Expectation ... 54

3. Hasil Perhitungan Kategorisasi Dinamika Self-Efficacy dan Outcome Expectation ... 55

D.Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

1. Saran Metodologis ... 63

2. Saran Praktis ... 63

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dinamika Self Efficacy dan Outcome Expectation ... 19

Tabel 2. Blueprint Penyusunan Skala Self-Efficacy dan Outcome Expectation .... 40

Tabel 3. Distribusi Aitem Pada Skala Setelah Uji Coba ... 44

Tabel 4. Distribusi Aitem Pada Skala Penelitian... 45

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Angkatan ... 49

Tabel 6. Pengkategorisasian Tingkat Model Distribusi Normal ... 51

Tabel 7. Uji Normalitas Sebaran Variabel Self-Efficacy dan Outcome Expectation ... 52

Tabel 8. Deskripsi Data Penelitian Self-Efficacy ... 52

Tabel 9. Kriteria Kategorisasi Tingkat Skor Self-Efficacy pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU ... 55

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Outcome Expectation ... 54

Tabel 11. Kriteria Kategorisasi Tingkat Skor Outcome Expectation pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU ... 54

(11)

Bobby Kurniawan dan Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi melahirkan inovasi baru dalam berkomunikasi. Jejaring sosial seperti facebook mengambil peran sebagai sarana untuk berhubungan sosial antar individu pada saat ini. Menurut penelitian facebook dapat membuat mahasiswa terintegrasi secara akademis maupun sosial serta dapat meningkatkan hasil belajar (Tian, et.al, 20011). Pintrich dan Schunk (1996) menjelaskan bahwa ekspektasi dan self-efficacy berhubungan dengan motivasi yang mempengaruhi antusiasme mahasiswa dalam beraktivitas di facebook khususnya grup facebook. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran self-efficacy dan outcome expectation mahasiswa Fakultas Psikologi USU dalam penggunaan grup facebook.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitif yang mengambil subjek penelitian sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik random sampling. Penelitian ini menggunakan dua jenis skala yaitu skala

self-efficacy yang terdiri dari 30 aitem dan outcome expectation yang terdiri dari 21 aitem.. Uji reliabilitas dari penelitian ini menggunakan alpha Cronbach dengan

α self-efficacy=0.884 dan α outcome expectation=0.894. Hasil dari penelitian ini adalah sebanyak 1 subjek termasuk self-efficacy rendah, 88 subjek termasuk self-efficacy sedang, dan 11 subjek termasuk self-efficacy tinggi. Kemudian sebanyak 3 subjek termasuk outcome expectation rendah, 72 subjek termasuk outcome expectation sedang, dan 25 subjek termasuk outcome expectation tinggi.

(12)

Bobby Kurniawan and Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

The development of information and communication technology spawned new innovations in communication . Social networks such as Facebook took on the role as a means for social contact between individuals at this time . According to research facebook can make students academically and socially integrated and can improve learning outcomes ( Tian , et.al , 20011 ) . Pintrich and Schunk (1996 ) explains that the expectations and self-efficacy related to the motivation that affects the enthusiasm of students in activities in facebook especially in facebook group . The purpose of this study was to determine self -efficacy and outcome expectation of the Faculty of Psychology USU students in the use of facebook group.

This study used a quantitative approach that takes as many as 100 subjects. Sampling technique using a random sampling technique. This study uses two types of scales, namely self-efficacy scale consisting of 30 aitem and outcome expectation consisting of 21 aitem. Test reliability of this study using Cronbach

alpha α = 0884 for self-efficacy and α = 0.894 for outcome expectation. The results of this research are 1 subjects including in low self-efficacy , 88 subjects including in moderate self-efficacy, and 11 subjects including in high self-efficacy . Then as many as 3 subjects including in low outcome expectation, 72 subjects including in moderate outcome expectation, and 25 subjects including in high outcome expectation .

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat pada saat ini.

Perkembangan ini bukan hanya dalam hitungan tahun, bulan ataupun hari, namun

dalam hitungan menit bahkan detik, khususnya pada teknologi informasi dan

komunikasi. Teknologi informasi dan teknologi komunikasi tidaklah sama, namun

keduanya memiliki keterkaitan. Menurut Martin (dalam Munir, 2008) teknologi

informasi lebih kepada sistem pengolahan informasi, sedangkan teknologi

komunikasi berfungsi untuk pengiriman informasi (information delivery).

Implementasi dari teknologi ini lebih familiar dengan sebutan internet.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan

penyegaran dalam sistem pendidikan dikarenakan penggunaan teknologi dinilai

mampu menggantikan sistem pendidikan konvensional, khususnya di perguruan

tinggi. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan

terjadinya pertukaran informasi dengan cepat. Orang yang memiliki teknologi ini

dapat mengakses informasi apa saja, dimana saja, dan kapan saja (Chaeruman,

2008). Menurut Khan (dalam Chaeruman, 2008), dengan adanya teknologi, maka

pembelajaran akan bersifat terbuka, fleksibel, dan terdistribusi.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi ini memungkinkan

pembelajaran melalui berbagai media, khususnya internet. Penggunaan internet

secara spesifik untuk proses pembelajaran dikenal dengan istilah e-learning

(Siswono & Karsen, 2008). Penerapan e-learning ini sudah banyak dilakukan di

(14)

ini disebabkan oleh salahnya pendekatan yang digunakan. Dalam e-learning,

siswa dituntut untuk belajar secara mandiri, bukan hanya melalui tatap muka di

kelas, melainkan juga melalui media lainnya khususnya internet. Karakteristik

demikian disebut dengan student centered learning (SCL), dimana pembelajaran

lebih berfokus pada siswa bukan lagi pengajar (Siswono & Karsen, 2008).

Menurut Munir (2008) pembelajaran online ini sangat sesuai dengan

karakteristik SCL. Pembelajaran ini berpusat pada kebutuhan, minat, bakat, dan

kemampuan peserta didik sehingga pembelajaran akan tambah bermakna

(meaningful). Ditambah lagi peserta didik memiliki motivasi belajar yang lebih

tinggi untuk mencapai sasaran yang telah diterapkannya sendiri karena merasa

telah dilibatkan atau diikutsertakan dalam pembelajaran dengan bebas melakukan

pencarian informasi atau ilmu pengetahuan dan menggunakan informasi tersebut.

Peserta didik akan lebih termotivasi untuk belajar walaupun ia tidak diawasi oleh

pengajarnya.

Menurut Siswono dan Karsen (2008) karakteristik lingkungan pembentuk

SCL mengedepankan pembelajaran kooperatif. Artinya, dalam proses e-learning

proses komunikasi antar siswa-pengajar, dan antar siswa-siswa haruslah dinamis

dan aktif sehingga memungkinkan proses pembelajaran berjalan dengan efektif.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini sangat memungkinkan

untuk menerapkan hal tersebut, seiring dengan banyak bermunculannya situs

jejaring sosial. Munculnya berbagai situs jejaring sosial ini mengubah banyak cara

pandang seseorang dalam berkomunikasi.

Komunikasi memiliki arti yang berbeda pada saat ini jika dibandingkan

(15)

bermunculan bak jamur di musim hujan. Jejaring sosial seperti Facebook, Twitter,

MySpace, Youtube, Instagram, Xanga, Orkut, dan sebagainya telah menjadi

bagian dari kehidupan sehari-hari para remaja maupun orang dewasa pada saat ini

(Kayri & Çakır, 2010).

Salah satu situs jejaring sosial paling wahid sedunia saat ini adalah

facebook. Berdasarkan data statistik di Alexa.com, facebook adalah situs social

network yang paling banyak diakses di seluruh dunia, menyusul di posisi kedua

adalah youtube, dan ketiga adalah twitter. Hal yang membuat facebook dan

beberapa situs jejaring sosial lainnya begitu populer sebenarnya sederhana, yaitu

orang-orang ingin dengan mudah mengekspresikan dirinya, serta ingin

berkomunikasi bebas cepat dengan teman-temannya. Facebook memungkinkan

orang-orang untuk membangun jaringan sosial mereka, menghubungkan diri

mereka dengan dunia, menjalin hubungan dengan teman baru, dan tetap menjaga

komunikasi dengan teman-teman lama (Stern & Taylor, 2007).

Menurut penelitian, facebook dapat membuat mahasiswa menjadi

terintegrasi secara akademis maupun sosial serta dapat meningkatkan hasil

belajar. Studi ini menjelaskan kalau penggunaan facebook di sekitar 90% kampus

dan banyak lembaga pendidikan menawarkan orientasi baru bagaimana

mengkapitalisasi jejaring sosial untuk meningkatkan pengalaman pendidikan

mereka dan hasil akhirnya (Tian, Stella, Angela, Vogel & Kwok, 2011). Dengan

adanya jejaring sosial ini, dapat meningkatkan interaksi sosial sekaligus aspek

edukasional. Bahkan interaksi sosial yang berlangsung pada jejaring sosial dapat

begitu dinamis dan aktif. Situasi ini memungkinkan terjadinya hubungan yang

(16)

Salah satu fitur yang fokus dalam memfasilitasi interaksi sosial kelompok

di facebook adalah dengan adanya group account. Fitur ini memungkinkan

orang-orang dari satu kelompok tertentu dapat bergabung dan berdinamika dengan aktif

di dalamnya. Dengan adanya fitur ini sangat memungkinkan proses pembelajaran

berlangsung dengan efektif. Para anggota grup dapat memasukkan informasi

apapun jenisnya dan notifikasi akan segera muncul pada akun anggota lain untuk

dapat segera di-feedback. Tidak seperti layanan e-mail ataupun chat room lainnya,

fitur group account ini terintegrasi dengan semua aktifitas jaringan sosial

pengguna akun tersebut, sehingga pengguna tersebut sangat dimudahkan dalam

berkomunikasi dengan anggota lainnya (Boyd, dalam Kayri & Çakır, 2010) Akun grup facebook juga digunakan untuk menunjang arus informasi bagi

sivitas akademika Psikologi USU. Akun grup facebook Fakultas Psikologi USU

yang bernama “Satukan Hati untuk Psikologi” yang resmi diluncurkan semenjak

tanggal tanggal 27 Maret 2011 ini berfungsi sebagai media komunikasi sivitas

psikologi USU dan difasilitasi oleh Pembantu Dekan III. Sejak diluncurkan

hingga 10 Oktober 2013, tercatat sudah ada 1496 member aktif di grup ini.

Berdasarkan pengamatan peneliti, mahasiswa Fakultas Psikologi USU

juga menjadi anggota grup-grup lain yang ada di facebook. Jenis grup yang diikuti

sangat beragam, baik itu grup yang bersifat akademis, organisatoris, ataupun grup

untuk komunitas-komunitas tertentu. Sebagai satu contoh, mahasiswa Psikologi

USU juga tergabung dalam grup “Keluarga Mahasiswa Psikologi se-Indonesia”,

(17)

sharing informasi apapun di dalam grup ini, dan pembelajaran aktif menjadi

bersifat lebih global.

Hal ini dapat dilihat dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap

F, mahasiswa angkatan 2010 Fakultas Psikologi USU terkait keterlibatan dan

keanggotan mereka di dalam grup facebook “Keluarga Mahasiswa Psikologi se

-Indonesia”;

“Awalnya sih memang aku di-invite, buat gabung di grup itu. Tapi kulihat banyak anak unversitas lain yang gabung di grup itu, kayak dari UI, UNPAD, Maranatha, UMA juga. Walaupun memang belum banyak yang didiskusikan dalam grup itu, tapi kayaknya antusiasme kawan-kawann cukup besar dalam grup ini. Mungkin dari grup ini bisa jadi tempat buat

saling bagi informasi tentang psikologi.”

(Komunikasi Personal, 19 Januari 2013)

Menurut Kayri dan Cakir (2010) karakteristik fitur group account pada

facebook yang memungkinkan anggotanya berinteraksi aktif dan kooperatif,

sesuai dengan karakteristik lingkungan pembentuk student centered learning

(SCL). Dikatakan bahwa lingkungan seperti ini membuat siswa lebih berperan

dalam pengembangan materi dan pengetahuan sehingga menunjang peningkatan

efektifitas proses pembelajaran.

Menurut McCombs dan Whistler (dalam Siswono dan Karsen, 2008), di

dalam SCL perencanaan, pengajaran, dan pengukuran difokuskan pada kebutuhan

dan kemampuan siswa. Yang menjadi dasar utamanya ialah bahwa pembelajaran

menjadi sangat berarti ketika topik pembelajaran relevan dengan kebutuhan,

kemampuan, dan minat mahasiswa, dan ketika mahasiswa sendiri dilibatkan

secara aktif dalam pembuatan, pemahaman, dan perhubungan knowledge.

(18)

belajar. Motivasi dapat menguat jika anak menganggap tugas sebagai sesuatu

yang menarik, relevan secara personal, bermakna dan berada pada level yang

sesuai dengan kemampuan anak sehingga mereka dapat menyelesaikan tugas itu.

Hal ini tentunya menjadi hal yang sangat relevan dengan SCL.

Menurut Pintrich dan Schunk (1996), motivasi sendiri dipengaruhi karena

adanya tujuan (goals) yang ingin mereka capai, sehingga tujuan tersebut

mengarahkan pikiran mereka untuk fokus terhadap hal tersebut. Tujuan atau

outcome yang ingin dicapai (expectation) tersebut berhubungan dengan

self-efficacy atau bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kemampuan mereka.

Dengan kata lain, self-efficacy dan outcome expectation berhubungan dan

mempengaruhi motivasi. Para mahasiswa yang memiliki tingkat self-efficacy baik

biasanya akan memiliki harapan terhadap hasil yang tinggi pula. Dalam konteks

e-learning, para mahasiswa yang merasa memiliki kemampuan yang tinggi dalam

hal penggunaan internet ataupun komputer maka akan memiliki harapan yang

tinggi pula akan sukses dalam e-learning.

Menurut Pintrich dan Schunk (1996) self-efficacy berhubungan dengan

outcome expectation dalam hal motivasi intrinsik. Self-efficacy merupakan

penilaian atau persepsi seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam

mengorganisasi ataupun melakukan sesuatu hal (Bandura, 1982). Sedangkan

outcome expectation adalah keyakinan seseorang terhadap hasil akhir yang akan

didapatnya berhubungan dengan perilakunya (Pintrich & Schunk, 1996). Dalam

kaitannya dengan e-learning, seorang mahasiswa dapat memiliki persepsi bahwa

dirinya mampu mengoperasikan komputer dengan baik serta memiliki harapan

(19)

Di dalam dinamika interaksi sosial dan edukasi yang menggunakan

fasilitas jejaring sosial facebook sendiri, self-efficacy dan outcome expectation

yang mempengaruhi motivasi juga turut berperan di dalam diri user. Di dalam

grup “Satukan Hati untuk Psikologi USU” sendiri pada awalnya interaksi sosial

belum begitu terbangun diantara sivitas Psikologi USU. Namun, setelah beberapa

bulan, ada dirasakan manfaat yang cukup signifikan atas grup ini. Peneliti

mengobservasi kebanyakan mahasiswa memperoleh informasi berkaitan dengan

kampus melalui akun grup ini, dikarenakan sifatnya yang real-time dan mudah

diakses. Dibandingkan dengan menggunakan media komunikasi lain seperti HP

ataupun mading, peneliti melihat bahwa kebanyakan mahasiswa lebih

mengutamakan akun grup ini. Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap I dan

Y, mahasiswa Fakultas Psikologi USU:

“Kalo dari grup “Satukan Hati”-kan Bang lebih enak. Informasi apa aja bisa langsung dilihat disitu. Kalo mau nulis pengumuman atau info tentang mata kuliah bisa lewat grup, lebih cepat dan mudah ketimbang

lewat HP. Komting tugasnya lebih enak.”

(Komunikasi Personal, 18 Oktober 2012)

“Kalo dari grup Satukan Hati ‘kan Bob enaknya bisa langsung terbaca,

hanya tinggal nulis, terus klik, sepersekian detik nampil deh. Gak susah-susah…”

(Komunikasi Personal, 18 Oktober 2012)

Terlihat dari komunikasi personal tersebut bahwa para mahasiswa lebih

cenderung menggunakan media grup facebook ketimbang media lainnya. Dalam

hal ini dapat dikatakan bahwa ada motif-motif tertentu yang berproses di dalam

diri mahasiswa ketika lebih memilih menggunakan media grup facebook.

(20)

yang satu ini, serta adanya outcome expectation tertentu yang muncul ketika lebih

memilih menggunakan media ini.

Grup “Satukan Hati untuk Psikologi” hanyalah satu contoh saja. Peneliti

juga mewawancarai beberapa mahasiswa Psikologi USU mengenai alasan mereka

bergabung dalam beberapa akun grup dan bagaimana aktivitas mereka disana.

Kebanyakan mahasiswa berasalasan lebih leluasa dalam berpendapat di dalam

grup facebook karena kemudahan dalam menggunakannya, aktivitas di dalam

beberapa grup tersebut juga tinggi karena hampir setiap hari ada aktivitas posting,

commenting, dan sebagainya.

Dengan pemaparan di atas yang berkaitan dengan penggunaan grup

facebook oleh mahasiswa, peneliti merasa perlu untuk melihat gambaran

self-efficacy dan outcome expectation mahasiswa Fakultas Psikologi USU dalam

penerapan e-learning terkait dengan penggunaan akun grup facebook.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

Bagaimanakah gambaran self-efficacy dan outcome expectation mahasiswa

Fakultas Psikologi USU dalam penerapan e-learning terkait penggunaan akun

grup facebook?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self-efficacy

dan outcome expectation mahasiswa Fakultas Psikologi USU dalam penerapan

(21)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun dari segi

praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya temuan dalam

bidang psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan, mengenai

self-efficacy dan outcome expectation dalam penggunaan grup facebook

pada mahasiswa sehingga dapat memperkaya teori-teori yang sudah ada

sebelumnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pembaca

khususnya mahasiswa psikologi serta para pendidik mengenai gambaran

self-efficacy dan outcome expectation yang dimiliki oleh mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan

e-learning.

c. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi dan

informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih

lanjut mengenai self-efficacy dan outcome expectation.

2. Manfaat Praktis

a. Akun grup facebook mungkin dapat dipertimbangkan sebagai salah satu

sarana pendukung perkuliahan di Fakultas Psikologi USU.

b. Memberikan informasi kepada pengajar mengenai self-efficacy dan

(22)

memaksimalkan penggunaan akun grup facebook, sehingga diperoleh hasil

yang optimal.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Bab ini menguraikan teori yang mendasari masalah yang menjadi

variabel dalam penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai

motivasi, e-learning dan pengertian mahasiswa.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian

yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan

sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat

ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai analisis data berupa gambaran umum

subjek dan hasil penelitian, serta pembahasan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

(23)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Self - Efficacy

1. Definisi Self-Efficacy

Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu.

Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy

mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan

mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura,

1986). Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan

penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan

suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu,

Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap

kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.

Mengacu kepada hal di atas, self-efficacy merupakan komponen kognitif

yang penting untuk tetap coping dengan berbagai situasi (Schwarzer, Myeller, &

Greenglass, dalam Liang & Tsai, 2008). Schwarzer dan Luszczynka (2009)

menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan prediktor langsung terhadap perilaku.

Berdasarkan hal tersebut, self-efficacy pada seseorang menentukan bagaimana

perilakunya terhadap situasi tertentu.

Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai

kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas,

(24)

2. Dimensi Self Efficacy

Bandura (1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat

dari tiga dimensi, yaitu :

a. Tingkat (level)

Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam

tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas

yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan

membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang

tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan

kemampuannya.

b. Keluasan (generality)

Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau

tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada

aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu

dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang

sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy

yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam

menyelesaikan suatu tugas.

c. Kekuatan (strength)

Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau

kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa

tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan

yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha

(25)

3. Sumber-Sumber Self Efficacy

Bandura (1986) menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan pada

empat hal, yaitu:

a. Pengalaman akan kesuksesan

Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar

pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman

otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu

meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya

self-efficacy, khususnya jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum

benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy

individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau

pengaruh dari keadaan luar.

b. Pengalaman individu lain

Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan

dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacy-nya. Self-efficacy juga dipengaruhi

oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu

lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada

bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan

mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu

tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan

individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan

banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri

dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan

(26)

individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang

lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.

c. Persuasi verbal

Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu

memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang

diinginkan.

d. Keadaan fisiologis

Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas

sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan

fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal

yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari.

Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan

gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di

atas kemampuannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, self-efficacy bersumber pada pengalaman

akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan keadaan

fisiologis individu.

4. Proses-Proses Self Efficacy

Bandura (1997) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam

mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara

dibawah ini :

a. Proses kognitif

Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan

(27)

mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh

penilaian individu akan kemampuan kognitifnya.

Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi

kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul

pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam

analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi,

maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara

untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini

membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.

b. Proses motivasi

Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya

untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri

dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan

tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif

yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori

atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan.

Fritson (2008) mengatakan bahwa self-efficacy memiliki korelasi yang

positif dengan keinginan yang kuat untuk sukses dalam area yang berhubungan

dengan life function. Dengan keinginan yang kuat maka self-efficacy juga akan

meningkat.

Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab. Hal ini dimaksudkan

individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya

(28)

individu dengan self-efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh

kurangnya kemampuan.

c. Proses afeksi

Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam

menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan

mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir

yang benar untuk mencapai tujuan.

Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul

pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu

terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami

ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin

dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang

mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki

akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.

d. Proses seleksi

Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi

tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang

diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku

membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika

menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup

individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu

melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini

mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan

(29)

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses self-efficacy

meliputi proses kognitif yang memprediksi kejadian-kejadian yang berpengaruh

dimasa depan, proses motivasi yang berguna untuk menetapkan keyakinan pada

tindakan yang dilakukan, proses afeksi yang menentukan intensitas pengalaman

emosional yang berguna untuk mengontrol kecemasan, dan proses seleksi yang

bertujuan menyeleksi perilaku dan lingkungan yang tepat.

B. Outcome Expectation

1. Definisi Outcome Expectation

Outcome expectation adalah penilaian ataupun belief seseorang terhadap

hasil yang diharapkannya terhadap behavior tertentu yang dilakukan individu. Hal

ini mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu menghasilkan

konsekuensi tertentu (Bandura, 1986). Teori ini memiliki kesamaan dengan teori

pengharapan dari Victor Vroom (dalam Lahey, 2007), yang menjelaskan bahwa

hal ini adalah proses kognitif yang melibatkan effort dan performance. Seseorang

yang telah melakukan effort dan performance tertentu, memiliki keyakinan akan

memperoleh reward dari usaha yang telah mereka lakukan.

Sejauh ini kita dapat menilai bahwa self-efficacy dan outcome expectation

adalah hampir sama, namun sebenarnya keduanya berbeda. Bandura (dalam

Schunk & Pintrich, 1996) menyederhanakannya sebagai berikut, “keyakinan seseorang bahwa dirinya dapat melompat sejauh 6 kaki itu adalah sebuah

self-efficacy; sedangkan tropi, tepuk tangan penonton, dan kebanggaan diri sendiri

adalah sebuah outcome expectation.

(30)

self-efficacy adalah kepercayaan seseorang terhadap bagaimana performance

dirinya dalam suatu perilaku. Jadi dapat dikatakan kedua hal ini saling berkaitan

namun merupakan konsep yang berbeda. Teori expectancy-value menekankan

bahwa perilaku yang dimaksud merupakan fungsi gabungan dari harapan

seseorang dalam memperoleh outcome tertentu sebagai fungsi dalam melakukan

suatu perilaku dan bagaimana mereka menilai outcome tersebut (Schunk dalam

Landry, 2003). Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang percaya diri terhadap

kemampuan matematika dirinya, tentu akan mengharapkan nilai yang tinggi pada

ujian matematika, dan begitu juga sebaliknya.

2. Dimensi-Dimensi Outcome Expectation

Menurut Schunk (dalam Landry, 2003) konsep outcome ecpectation yang

berasal dari teori expectancy-value menekankan bahwa suatu perilaku merupakan

gabungan fungsi dari;

a) Expectation

Expectancy merupakan harapan seseorang untuk memperoleh suatu

outcome sebagai fungsi dalam berperilaku,dan

b) Value

Value merupakan tingkat penilaian seseorang terhadap outcome yang

mereka harapkan.

Selain itu, kedua komponen ini juga bisa saling berkorelasi negatif. Hal ini

dijadikan acuan dalam melihat kaitannya dengan motivasi mahasiswa Fakultas

Psikologi USU dalam penerapan e-learning. Dinamika antar keduanya dapat

(31)
[image:31.595.115.548.108.340.2]

Tabel 1. Dinamika Self-Efficacy dan Outcome Expectation

Dynamic of Self Efficacy and Outcome Expectancy. Bandura, A (1986). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: Freeman.

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa self-efficacy dan outcome

expectation membentuk 4 (empat) macam kondisi afektif dan perilaku. Saat

self-efficacy dan outcome expectation berada pada level yang tinggi, maka seseorang

cenderung akan yakin dan percaya terhadap effort yang dirinya lakukan (assured,

opportune action), fungsi kognitifnya akan tinggi untuk mencapai apa yang

diinginkan oleh dirinya (high cognitive engagement). Begitupun sebaliknya,

apabila kondisi self-efficacy dan outcome expectation seseorang berada pada level

rendah, maka perilaku seseorang tersebut akan cenderung apatis, dan pasrah

terhadap apa yang akan terjadi pada dirinya (apathy & resignation), dan

cenderung menarik diri karena diri (withdrawal).

Pada kondisi lainnya ketika self-efficacy dan outcome expectation

berkorelasi negatif yaitu ketika self-efficacy berada pada kondisi tinggi dan

Social activism Protest

Grievance Milieu Change

Assured, opportune action

High cognitive engagement

Resignation Apathy Withdrawal

Self-devaluation Depression

Outcome Expectation

Low outcome expectation

High outcome expectation

Self Efficacy

High self-efficacy

(32)

untuk mengeluh dan protes (protest & grievance), hal ini dapat kita lihat

contohnya pada aktivis-aktivis sosial yang selalu menuntut perubahan sistem

ataupun selalu menuntut pemerintah bahwa bentuk perubahan yang mereka usung

lebih baik. Jika dikaitkan dengan konteks mahasiswa, kecenderungan ini dapat

kita lihat pada mahasiswa yang selalu menuntut adanya perubahan sistem

akademik menjadi lebih baik.

Kondisi yang terakhir adalah ketika self-efficacy berada pada kondisi

rendah, sedangkan outcome-expectation berada pada kondisi tinggi. Seseorang

pada kondisi ini cenderung depresi (depression), namun karena memiliki

ekspektasi yang tinggi seseorang tersebut masih memiliki keinginan untuk

berusaha dalam mencapai outcome yang dirinya harapkan (self-devaluation).

Menurut Abramson,dkk (dalam Strecher,dkk.,1986) kondisi ini dapat juga disebut

personal helplessness, yaitu kondisi dimana ketika seseorang tidak dapat

mengontrol suatu situasi karena kemampuan dirinya rendah namun masih percaya

bahwa orang lain dapat melakukannya dan dapat membanti dirinya untuk belajar.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa outcome

expectation merupakan fungsi dari ekspektasi seseorang untuk memperoleh

harapan, dan penilaian mereka terhadap harapan tersebut. Fungsi-fungsi tersebut

menjadi penentu bagi outcome expectation.

C. Learning

1. Pengertian Learning

Terdapat banyak definisi belajar (learning) yang dikemukakan oleh para

peneliti. Dalam psikologi, istilah belajar merupakan suatu perubahan perilaku

(33)

lingkungan (Lahey, 2007). Dalam hal ini, perubahan perilaku yang disebabkan

oleh efek biologis bukan merupakan hasil dari belajar.

Tidak ada organisme yang akan bertahan hidup lama jika dia tidak belajar

tentang objek lingkungan mana yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya (Hergenhahn & Olson, 2008). American Heritage Dictionary (dalam

Hergenhahn & Olson, 2008) menyatakan bahwa manusia belajar untuk

mendapatkan pengetahuan, pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau

studi. Sedangkan, menurut Piaget (dalam Zimmerman & Schunk, 2003), belajar

merupakan perkembangan kognitif yang difasilitasi oleh pengalaman. Hampir

sama dengan pendapat Jung (dalam Widianto, 2010) yang menyatakan bahwa

belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi

oleh pengalaman.

Secara umum, belajar merupakan perubahan perilaku yang relatif

permanen, yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman. Dalam hal ini, apabila

perubahan perilaku disebabkan oleh maturitas atau perubahan biologis, hal

tersebut bukan termasuk proses belajar. Belajar tidak hanya dilakukan secara tatap

muka, tetapi juga dapat dilakukan secara jarak jauh dengan bantuan teknologi

informasi dan komunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi adalah sesuatu

yang universal, bahkan internet telah memasuki 99% kampus. Lebih dari sepertiga

institusi perguruan tinggi menyediakan kuliah secara online yang ternyata banyak

diminati oleh mahasiswa (Williams & Sawyer, 2007). Para mahasiswa

menyatakan bahwa mereka lebih senang dengan fleksibilitas yang ditawarkan,

yaitu karena mereka tidak perlu hadir di kelas untuk kuliah. Adapun pembelajaran

(34)

2. Pengertian E-learning

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tentu sangat memudahkan

aktivitas manusia. Salah satu perkembangan teknologi yang cukup direspon

positif adalah pembelajaran jarak jauh atau e-learning. The American Society for

Training and Development (2001) menyatakan bahwa e-learning merupakan

segala sesuatu yang dikirim atau difasilitasi dengan teknologi elektronik untuk

pembelajaran (dalam Fee, 2009). Melalui e-learning, penyedia pendidikan

seakan-akan membuka kelas di berbagai tempat.

E-learning sendiri memiliki berbagai macam definisi. Menurut Williams

& Sawyer (2007), e-learning merupakan sebuah nama untuk program pendidikan

secara online. Hampir sama dengan pendapat Henderson (2003) yang menyatakan

bahwa e-learning merupakan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan

teknologi komputer, biasanya internet. Menurut Naidu (2006), e-learning

merupakan penggunaan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang

disengaja dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Hampir sama dengan

pendapat oleh Rosenberg (2006), e-learning merupakan penggunaan teknologi

internet untuk menciptakan atau mengirimkan lingkungan pembelajaran yang

meliputi sekumpulan sumber instruksi, informasi, dan solusi, yang bertujuan

untuk meningkatkan performansi individu dan organisasi. Sedangkan, menurut

Munir (2008), e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau

jasa bantuan perangkat elektronika. Apabila mengacu pada definisi ini, tidak

semua e-learning dilakukan secara online dan jarak jauh. Dalam pelaksanaannya,

e-learning menggunakan jasa audio, video, perangkat komputer, atau kombinasi

(35)

Saat berpikir mengenai e-learning, orang-orang cenderung memiliki

gambaran mengenai seseorang yang sedang duduk sendirian, menatap layar

komputer, dan mengerjakan tugas atau ujian sendirian. Menurut Fee (2009),

adanya pemikiran ini akan membuat orang-orang cenderung menganggap bahwa

e-learning merupakan self-study yang kurang memiliki interaksi. Pemikiran

seperti ini juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena proses belajar tetap

berlangsung meskipun seseorang sedang duduk sendirian. Hanya saja, interaksi

yang berlangsung tidak terlihat secara kasat mata. Secara umum, e-learning

adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat

berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini juga didukung oleh

pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari

komunikasi melalui komputer.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa e-learning merupakan

penggunaan jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang disengaja dalam

proses pengajaran dan pembelajaran. Hal ini bertujuan, agar pengajar dan pelajar

dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

3. Kelebihan E-learning

Pembelajaran melalui e-learning tentu memiliki kelebihan. Munir (2008)

menyatakan bahwa pembelajaran dengan e-learning memiliki banyak kelebihan,

antara lain:

a. Memberikan pengalaman yang menarik dan bermakna bagi pelajar karena

(36)

terhadap materi pembelajaran akan lebih bermakna, mudah dipahami,

mudah diingat dan mudah pula untuk diungkapkan kembali.

b. Dapat memperbaiki tingkat pemahaman dan daya ingat seseorang terhadap

pengetahuan yang disampaikan, karena konten yang bervariasi, interaksi

yang menarik perhatian, umpan balik yang didapat secara cepat, dan

adanya interaksi dengan pengajar.

c. Adanya kerja sama dalam komunitas online yang memudahkan

berlangsungnya proses transfer informasi dan komunikasi, sehingga setiap

elemen tidak akan kekurangan sumber atau bahan ajar.

d. Administrasi dan pengurusan yang terpusat, sehingga memudahkan

dilakukannya aksses dalam operasionalnya.

e. Pusat perhatian dalam pembelajaran tertuju pada pelajar, dimana pelajar

tidak bergantung sepenuhnya kepada pengajar. Pelajar belajar secara

mandiri untuk menggali atau mengeksplorasi ilmu pengetahuan melalui

internet

4. Kekurangan E-Learning

E-learning juga tidak terlepas dari adanya kekurangan. Berbagai kritik

(Bullen, 2001, Beam, 1997; dalam Suyanto, 2005) mengenai e-learning antara

lain adalah:

a. Apabila interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar

kurang, hal ini dapat memperlambat terbentuknya nilai-nilai dalam proses

belajar dan mengajar.

(37)

c. Pelajar yang tidak memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung

ketinggalan atau gagal.

d. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.

e. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan internet.

f. Kurangnya penggunaan bahasa komputer.

D. Facebook

Facebook merupakan sebuah situs jaringan sosial yang terbentuk pada

Februari 2004 oleh seorang mahasiswa Harvard, Mark Zuckerberg. Awalnya

facebook diperuntukkan khusus bagi mahasiswa Universitas Harvard, namun

kemudian telah dapat digunakan oleh seluruh masyarakat dunia (Anonimous,

2009).

Aplikasi yang terdapat dalam facebook memungkinkan setiap orang yang

memiliki account untuk menampilkan informasi personal, seperti hobi, musik

favorit, kampung halaman, tempat tinggal begitu juga dengan foto atau gambar

pribadi. Selain itu, pengguna juga dapat mengirimkan pesan yang setara dengan

fasilitas pesan elektronik lainnya, dan facebook juga menampilkan dan

menyediakan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan situs jaringan

sosial online lainnya (Stutzman dalam Limperos dkk, 2008).

Sheldon (2009) menyatakan bahwa perkembangan facebook begitu pesat,

dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh compete.com pada Januari

2009, facebook mendapat peringkat pertama sebagai situs jaringan sosial yang

paling banyak digunakan di dunia setiap bulan oleh para pengguna aktifnya.

(38)

Mei 2010 jumlah pengguna aktif facebook di Indonesia telah mencapai angka

28.000.000 orang.

Dalam facebook terdapat fasilitas yang dinamakan group facebook.

Fasilitas ini dapat digunakan untuk melakukan diskusi dinamis melalui threads

yang diposting kedalam halaman facebook. Menurut Stutzman (dalam Limperos

dkk, 2009) grup ini lebih baik ketimbang fasilitas komunitas online lain yang ada

di dunia maya.

Banyak hal yg membuat fasilitas grup facebook lebih baik jika

dibandingkan dengan fasilitas grup yang dimiliki oleh jejaring sosial lain.

Menurut Lara Webster (2010) dari Demand Media, grup facebook sangat ideal

bagi orang-orang yang ingin membentuk hubungan yang lebih intens, terutama

bagi mereka yg memiliki kesamaan hobi, kesukaan, pendidikan, dan sebagainya.

Berikut di bawah ini adalah beberapa kelebihan grup facebook yaitu antara

lain (Agarwal, 2010):

1. Group Chat, yaitu dimana semua member dalam grup dapat saling melakukan

chat secara bersama-sama.

2. Wiki meets Facebook. Grup facebook memiliki fitur docs dimana setiap

anggota grup dapat membuat dokumen dimana setiap anggota dapat

menggunakannya bahkan mengeditnya.

3. Send bulk email. Fasilitas ini digunakan untuk dapat mengirim email kepada

banyak orang. Hal ini tidak bisa dilakukan melalui pesan facebook biasa,

dikarenakan pesan biasa tidak bisa mengirim kepada lebih dari 20 orang pada

(39)

E. Mahasiswa

Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi,

baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Setelah

menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, sebagian siswa ada yang

menganggur, mencari pekerjaan, atau melanjutkan pendidikan ke tingkat

perguruan tinggi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat

disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).

Belajar di perguruan tinggi sangat berbeda dari belajar di sekolah

(Furchan, 2009). Di sekolah, siswa lebih banyak berperan sebagai penerima ilmu

pengetahuan, sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan. Di

perguruan tinggi, mahasiswa lebih aktif dalam mencari ilmu pengetahuan,

sementara pengajar berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa

mencapai tujuan pembelajaran yang telah disepakati. Menurut Kartono (dalam

Ulfah, 2010), mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai

ciri-ciri tertentu, antara lain:

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di Perguruan

Tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

2. Karena kesempatan yang ada, mahasiswa diharapkan nantinya dapat

bertindak sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai

pemimpin masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

3. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses

(40)

4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas

dan profesional.

Perguruan tinggi menyediakan berbagai jurusan bagi calon mahasiswa

agar dapat memilih jurusan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Salah satu

jurusan yang tersedia adalah psikologi. Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di

bidang psikologi disebut dengan mahasiswa psikologi. Brewer dkk. (dalam

Brewer & Halonen, 2004) menegaskan bahwa tujuan dasar dari pendidikan

undergraduate dalam psikologi adalah mengajarkan mahasiswa untuk berpikir

seperti seorang ilmuwan mengenai perilaku dan pengalaman hidup, dimana

terdapat enam tujuan kurikulum yang dapat mencapai tujuan ini:

1. Perhatian terhadap keberagaman manusia,

2. Pengetahuan yang luas dan dalam,

3. Kompetensi metodologis,

4. Pengalaman praktis dan aplikasi,

5. Kemampuan komunikasi, dan

6. Sensitivitas terhadap masalah etis.

Teknologi informasi dan komunikasi tentu saja banyak berperan dalam

kehidupan di Perguruan Tinggi. Teknologi telah menjadi bagian dari institusi

pendidikan selama beberapa dekade. Hanya saja, komputer masih sering dipakai

untuk kegiatan yang biasa, bukan untuk pembelajaran yang konstruktif dan aktif

(Newby dkk., 2000; dalam Santrock, 2007). Padahal, di dunia yang kini

berorientasi pada teknologi, kompetensi orang-orang tentu akan semakin ditantang

dan diperluas dengan cepat (Bitter & Pierson, 2002; Collis & Sakamoto, 1996;

(41)

karena mahasiswa dapat menggunakannya di perpustakaan untuk membantu

menyusun skripsi, serta dapat digunakan di dalam kelas untuk mencatat pelajaran

selama proses perkuliahan berlangsung. Hanya saja, penggunaan laptop di ruang

kelas masih menjadi kontroversi (Williams & Sawyer, 2007). Hal ini dikarenakan

kebanyakan mahasiswa mengirimkan pesan dan mengakses situs-situs yang tidak

berhubungan dengan pelajaran, yang semuanya dilakukan di dalam kelas ketika

pelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut akan lebih mungkin terjadi apabila

kampus menyediakan koneksi internet Wi-Fi (Wireless Fidelity) secara gratis.

Secara umum, mahasiswa psikologi adalah individu yang sedang menuntut

ilmu di perguruan tinggi, dimana individu dituntut untuk menguasai teori-teori

psikologi. Batasan umur untuk mahasiswa tidaklah bersifat mutlak, karena realita

di lapangan, banyak individu yang menyandang gelar mahasiswa kurang dari usia

yang tertulis ataupun lebih dari batas atas.

Mahasiswa dan Facebook

Perkembangan teknologi komunikasi, terutama dibidang jejaring sosial

sangat mempengaruhi kehidupan pelajar khususnya mahasiswa. Seperti diketahui

bahwa pengguna jejaring sosial ini adalah sebagian besar berumur dewasa muda

(young adult) (Pempek, Yermolayewa, & Calvert, 2009).

Facebook sudah dianggap seperti “cemilan” oleh mahasiswa kebanyakan.

Dimana ada sela waktu senggang atau bahkan sedang beraktifitas pun, mereka

dapat mengakses layanan jejaring sosial ini. Bahkan sudah bukan rahasia lagi

bahwa banyak mahasiswa yang mengakses facebook ketika jam-jam kuliah.

(42)

menggunakan fasilitas WiFi (Wireless Fidelity), facebook merupakan situs

terfavorit yang paling sering diakses mahasiswa.

Penggunaan facebook oleh mahasiswa sebenarnya memiliki potensi yang

berpeluang besar untuk dapat meningkatkan hasil akademisnya. Penggunaan

jejaring sosial ini selain dapat meningkatkan interaksi sosial pada mahasiswa juga

dapat diintegrasikan dengan aspek edukasional (Tian, et.al, 2011). Sistem

pembelajaran dengan metode e-learning berpeluang besar untuk dapat

diimplementasikan pada metode belajar mahasiswa. Dengan sedikit cara yang

unik dan mengasyikkan bagi mahasiswa, penggunaan facebook untuk

pembelajaran bisa berjalan dengan efektif.

Facebook sangat memungkinkan mahasiswa untuk dapat belajar dengan

efektif dikarenakan dua hal sebagai berikut (Kayri & Cakir, 2010) :

1) Jumlah user facebook yang terlibat dalam komunikasi intens sangatlah

tinggi

2) Setiap user tahu cara menggunakan facebook dan memanajemennya.

Pembelajaran melalui facebook yang mengedepankan pembelajaran

kooperatif juga dapat membentuk kelompok belajar yang disebut virtual team.

Disebut dengan virtual team karena di dalam pertemuan anggota tim tidak

berlangsung secara tatap muka, akan tetapi menggunakan fasilitas internet.

Menurut Walther dan Bunz (dalam Stern dan Taylor, 2007), virtual team dapat

menyediakan fleksibilitas dan kenyamanan dibandingkan dengan tim yang

bertemu tatap muka.

Fasilitas di facebook yang dapat dijadikan tempat berkumpul secara virtual

(43)

memungkinkan mahasiswa untuk tergabung dalam satu jaringan yang

memudahkan dalam saling berdiskusi dalam konteks virtual team. Dikatakan juga

bahwa mahasiswa perlu bergabung dalam jaringan seperti ini dan berafiliasi

dalam grup akademik (Firth, 2010)

Menurut penelitian English dan Duncan-Howell (dalam Kayri & Cakir,

2010) di Queensland University of Technology, ditemukan bahwa group page

memungkinkan untuk mencari pengalaman dan berproses dalam lingkungan yang

dia inginkan. Pengalaman yang unik dan menarik serta user lain yang dapat

menjadi sumber informasi dapat memperkaya wawasan dan pengalaman belajar.

Akan tetapi pembelajaran dengan memanfaatkan jejaring sosial facebook

tentu tidak akan berjalan dengan mulus begitu saja. Ada banyak faktor yang

mungkin mendistraksi proses pembelajaran di dalamnya. Hal ini tergantung

bagaimana mahasiswa dapat melihat outcome yang dapat diperolehnya dengan

peluang menggunakan facebook sebagai sarana belajar.

F. Gambaran Self-Efficacy dan Outcome Expectation Mahasiswa Fakultas

Psikologi USU dalam Penggunaan Group Facebook

Seiring perkembangan teknologi komunikasi maka cara orang-orang

berkomunikasi pun mengalami perubahan. Saat ini penggunaan jejaring sosial

untuk berkomunikasi sudah menjadi tren. Jejaring sosial pun banyak

bermunculan, khususnya facebook. Penggunaan jejaring sosial facebook ini pun

dapat digunakan dalam pengimplementasian e-learning, dikarenakan karakteristik

jejaring sosial yang sangat real-time dan aktivitas user-nya bisa sangat aktif dan

(44)

E-learning yang menggunakan jejaring sosial ini berkaitan erat dengan

prinsip SCL (Student Centered Learning), dimana salah satu prinsipnya adalah

mengedepankan motivasi mahasiswa dalam pembelajaran. Hal ini membuat peran

mahasiswa menjadi sangat difokuskan, dimana pengajar hanya bertindak sebagai

fasilitator dan mahasiswa harus mencari pengetahuan mereka sendiri.

Prinsip SCL dikatakan sangat erat kaitannya dengan penggunaan jejaring

dikarenakan bentuk sistem pembelajaran mandiri yang menuntut mahasiswa untuk

“mencari ilmunya sendiri” tanpa melepas aktivitas sosial yang mendukung pembelajaran kooperatif terdapat di dalam aktivitas pengguna facebook itu

sendiri. Pengguna facebook dapat mengimplementasikan SCL demi meningkatkan

pengetahuan dan wawasan akademisnya.

Di Fakultas Psikologi USU, penggunaan jejaring sosial sebagai fasilitas

e-learning hanya terdapat pada beberapa mata kuliah, seperti Andragogi, Paedagogi,

Psikologi Belajar, dan Psikologi Pendidikan. Pada mata kuliah ini mahasiswa

dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan dosen dalam perkuliahan. Namun,

yang menjadi sorotan peneliti di Fakultas Psikologi USU adalah penggunaan grup

facebook sebagai media informasi baik itu sesama sivitas akademika Psikologi

USU maupun diluar. Dalam penggunaan grup facebook ini, arus pertukaran

informasi terjadi dengan cepat dan dinilai cukup efektif oleh mahasiswa.

Penggunaan grup facebook sebagai sarana pembelajaran bukan hanya

isapan jempol belaka. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa penggunaan grup

facebook dinilai mampu mengatasi keterbatasan pembelajaran konvensional.

Dapat diilihat juga fasilitas yang terdapat di grup facebook yang memudahkan

(45)

Penggunaan grup facebook ini dapat dikategorikan sebagai e-learning

dikarenakan bentuk interaksi yang kooperatif dalam grup ini memungkinkan

mahasiswa untuk dapat saling berbagi informasi dan pengetahuan. Sebagai

faktanya, bukan hanya informasi yang berkaitan dengan kampus saja yang beredar

di grup facebook, namun juga mahasiswa saling sharing sumber-sumber yang

berkaitan dengan pembelajaran dan akademik. Sebagai contoh, mahasiswa sering

menautkan link yang mengarah pada situs-situs referensi tertentu ataupun jurnal

online.

Menurut Pintrich dan Schunk (1996), self-efficacy dan outcome

expectation berkaitan dengan motivasi mahasiswa. Motivasi yang berproses di

dalam diri individu berperan dalam membentuk dinamika sosial dan edukasi

mahasiswa yang menggunakan jejaring sosial pada grup ini.

Self-efficacy yang tinggi pada individu menjadi faktor yang krusial,

dimana hal ini menentukan seberapa tinggi keyakinan individu akan kemampuan

dirinya, terutama dalam konteks e-learning. Individu yang memiliki kepercayaan

akan kemampuan yang tinggi, akan lebih percaya diri dalam melaksanakan tugas.

Tentu hal tersebut harus diimbangi dengan outcome expectation, atau adanya

harapan yang relevan dengan tugas-tugas tersebut. Dengan adanya harapan akan

memperoleh suatu outcome positif, akan mempengaruhi motivasi akademik yang

berhubungan erat dengan hal ini.

Oleh sebab itu, self-efficacy dan outcome expectation tinggi sangat

diperlukan pada mahasiswa Psikologi USU agar dapat diterapkannya proses

(46)

prinsip-prinsip SCL yang mendukung kreativitas dan minat mahasiswa dapat

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut

Gambar

Tabel 1. Dinamika Self-Efficacy dan Outcome Expectation
Tabel 2. Blueprint Penyusunan Skala Self-Efficacy
Tabel 3. Distribusi Aitem pada Skala Setelah Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Aitem Pada Skala Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan self-regulated learning pada mahasiswa

Berdasarkan penelitian mengenai derajat self-efficacy beliefs pada mahasiswa Fakultas Psikologi yang mengontrak mata kuliah PPLK lebih dari satu kali di Universitas ‘X’

Hubungan Antara Self-efficacy dan Flow Akademik Ditinjau dari Temporal Motivation Theory pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.. Melisa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan communication apprehension pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Pengaruh Self-Efficacy dan Kreatifitas Terhadap Intensi Berwirausaha Pada Mahasiswa Psikologi di Universitas Sumatera Utara.. Rizky Syahfitri Nasution, Ferry Novliadi,

Pengaruh Self-Efficacy dan Kreatifitas Terhadap Intensi Berwirausaha Pada Mahasiswa Psikologi di Universitas Sumatera Utara.. Rizky Syahfitri Nasution, Ferry Novliadi,

GAMBARAN SELF EFFICACY MAHASISWA DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI Studi pada Mahasiswa Angkatan Pertama Tahun 2018 Fakultas Ekonomi dan Sosial Unjaya SKRIPSI Diajukan Sebagai

xi GAMBARAN SELF EFFICACY MAHASISWA DALAM PROSES PENYUSUNAN SKRIPSI Studi pada Mahasiswa Angkatan Pertama Tahun 2018 Fakultas Ekonomi dan Sosial Unjaya Alifia Finda Wardani1