• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI KEWENANGAN MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

2. Mahkamah Agung

Selain kewenangan tersebut di atas, pasal yang sama juga menyebutkan kewenangan lain daripada MK, yaitu MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum.

2. Mahkamah Agung

UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mendefenisikan bahwa Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan biasa, berkedudukan di Ibu kota Negara Republik Indonesia yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah, bebas dan mandiri.33

Sebagai lembaga kehakiman, susunan MA terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Panitera dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung yang selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.

Pasal 24A UUD 1945 ayat (1) menyebutkan, MA merupakan badan kekuasaan peradilan yang memiliki kewenangan sebagai lembaga yang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.34

3. Pemerintah

Proses review peraturan pemerintah pengganti undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga politik pada dasarnya sangat berbeda dengan review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudisial. Proses review oleh Dewan Perwakilan Rakyat terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh pemerintah bersifat politis. Di mana proses tergantung kepada sikap fraksi-fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat. Proses review peraturan pemerintah pengganti undang-undang dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Dasar

33 UU No. 14 Tahun 1985 34 Pasal 24A UUD 1945

22

Negara Republik Indonesia yang kemudian pelaksanaan diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan proses review peraturan pemerintah pengganti undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yaitu sebagai berikut :

1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut.

2. Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. 3. Dewan Perwakilan Rakyat hanya memberikan persetujuan atau tidak

memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

4. Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang.

5. Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.

6. Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden mengajukan

23

Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

7. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

8. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

Berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut, dapat diketahui bahwa proses review peraturan pemerintah pengganti undang-undang dilakukan dengan cara mengajukan 2 (dua) Rancangan Undang-Undang yaitu Rancangan Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang-Undang-Undang dan Rancangan Undang-UndangUndang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Oleh karena itu, proses pembahasannya di Dewan Perwakilan Rakyat sama dengan proses pembahasan rancangan undang-undang biasa. Di mana, proses pembahasan rancangan undangundang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yaitu a) pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus; dan b) pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna. Pembicaraan tingkat I dilakukan dengan kegiatan:

1. Pengantar musyawarah,

2. Pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan 3. Penyampaian pendapat mini.

24

Kemudian pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dapat rapat paripurna dengan kegiatan:

1. Penyampaian laporan berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini Dewan Perwakilan Daerah, dan hasil pembicaraan tingkat I; 2. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan

anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan 3. Penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri

yang ditugasi.35

Dalam hal review Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, apabila disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka yang ditetapkan adalah Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Namun, apabila Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut Tidak disetujui Oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka yang ditetapkan adalah Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Dalam praktiknya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang ditetapkan setelah Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009, semuanya disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan ditetapkan menjadi undang-undang.

C. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya disebut MPR RI merupakan salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang diatur di dalam UUD 1945 disamping lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Sebelum amandemen UUD 1945 ke-tiga, MPR

35 Ali Marwan HSB, Judicial Review dan Legislatif Review Terhadap Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM

25

RI berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara yang sepenuhnya menjalankan kedaulatan rakyat, serta kekuasaannya tidak terbatas.

MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPRD yang dipilih melalui pemilihan umum tersebut memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :

1. Mengubah dan menetapkan UUD 1945;

2. Melantikan Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum;

3. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya berdasarkan putusan MK;

4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden kosong; 5. Memilih Wakil Presiden dari dua calon calon yang diajukan

Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari;

6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik berdasarkan suara terbanyak pada pemilihan sebelumnya, selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari; 7. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR.36

2. Sejarah Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Dokumen terkait