• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

TERGUGAT tidak tercatat sehingga harus diperiksa terlebih dahulu diperiksa, dibuktikan dan diputuskan oleh pengadilan yang berwenang yaitu : Badan Peradilan Umum bukan Badan Peradilan Tata Usaha Negara ;

---Bahwa Tergugat akan mencoba memberikan gambaran dan menerangkan pemberlakuan / penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-pokok Agraria (UUPA) sebagai berikut :

---a. Bahwa menurut Ketentuan Konversi Undang-Undang No. 5 tahun 1960 diterangkan bahwa Hak Eigendom sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tanggal 24 September 1960 menjadi hak milik kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang disebutkan dalam pasal 21 dan jika Hak Eigendom tersebut kepunyaan orang asing, seorang warga Negara yang disamping Kewarganegaraan lndonesianya mempunyai Kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21 ayat 2 menjadi Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu 20 tahun (pasal 1 ayat 3 ketentuan Konversi UUPA) ;

---b. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960 Tentang Pelaksanaan beberapa Ketentuan undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diterangkan bahwa orang-orang Warga Negara lndonesia yang pada tanggal 24-09-1961 berkewarganegaraan tunggal dan mempunyai tanah dengan Hak Eigendom didalam waktu 6 bulan sejak tanggal tersebut wajib datang pada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT) dan bila terbukti Kewarganegaraan lndonesia tunggal dicatat oleh KKPT pada asli dan Grosse aktanya dan konversi menjadi Hak Milik (vide pasal 3), Namum bila jangka waktu 6

Halaman 21 dari 99 halaman, Putusan Nomor 93/G/2013/PTUN-JKT

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

(enam) bulan tersebut lampau pemiliknya tidak datang pada KKPT atau pemiliknya tidak membuktikan bahwa ia berkewarganegaraan lndonesia tunggal oleh KKPT dicatat pada asli aktanya dan dikonversi menjadi Hak

Guna Bangunan selama 20 tahun (Vide pasal4) ;

---c. Bahwa disinyalir sebagian besar dari orang-orang yang mempunyai tanah dengan hak bekas hak barat yang dikonversi menjadi hak guna bangunan dan hak guna usaha menurut Ketentuan konversi UUPA belum datang ke KKPT untuk meminta surat tanda bukti hak (sertipikat) oleh karenanya berdasarkan PMDN No. 2 Tahun 1970 tentang Penyelesaian Konversi Hak-Hak Barat Menjadi Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha diwajibkan datang ke Kantor Pendaftaran Tanah

(KPT) untuk meminta sertipikat yang bersangkutan sebelum tanggal 24-9-1970 (vide pasal 1 ayat 1 PMDN No. 2 Tahun 1970) dan jika kewajiban dimaksud tidak dilaksanakan maka pemegang hak dianggap tidak memenuhi syarat pasal 30 dan pasal 36 UUPA dan hak guna bangunan serta hak guna usaha yang bersangkutan dianggap telah hapus sejak tanggal 24-9-1961 (vide

pasal 2 ayat 1 PMDN No. 2 Tahun 1970) ;

---d. Bahwa berdasarkan pasal 36 ayat 2 UUPA jo. Pasal 25 ayat 1 PMA No. 2 Tahun 1960, terhadap hak guna bangunan yang dimiliki oleh seseorang yang pada tanggal 24-9-1960 berkewarganegaraan lndonesia disamping itu mempunyai pula Kewarganegaraan asing maka hak guna bangunan tersebut wajib dilepaskan/dialihkan kepada seseorang yang memenuhi syarat/ berkewarganegaraan lndonesia tunggal dan jika pelepasan/pengalihan hak guna bangunan tersebut dilakukan kepada pihak yang memenuhi syarat dalam tenggang waktu 6 bulan sejak tanggal 24-9-1960 (vide pasal 2 PMA No. 2 22

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Tahun 1960) maka hak guna bangunan dimaksud menjadi hak milik (pasal 9 ayat 2 PMA No. 2 Tahun 1960), namun bila tenggang waktu (6 bulan) tersebut lampau pengalihan/pelepasan hak guna bangunan dimaksud tidak merubah haknya menjadi hak milik namun tetap sebagai hak guna bangunan (vide pasal 9 ayat 4 PMA No. 2 Tahun 1960) ;

---e. Bahwa sejalan dengan garis kebijakan Pemerintah untuk mengakhiri berlakunya hak atas tanah asal konversi hak barat, maka dikeluarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 serta PMDN No. 3 Tahun 1979 sebagai tindak lanjut Keppres dimaksud untuk mengatur akibat-akibat hukum dari ketentuan tersebut dan untuk menentukan status hukum serta penggunaan/ peruntukan lebih lanjut dari tanah tersebut namun tetap mengakomodir kepentingan bekas pemegang haknya ;

---f. Bahwa kepada bekas pemegang hak atas tanah asal konversi hak barat yang masih memerlukan tanah yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan hak baru sepanjang dipenuhi syarat-syarat dan permohonannya wajib diajukan selambat-lambatnya pada tanggal 24-9-1980 (vide pasal 3 PMDN No, 3 Tahun

1979) dengan syarat-syarat sebagai berikut :

- Dipenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pasal 2 dan 3 ; --- Tanah yang bersangkutan dikuasai dan digunakan sendiri oleh bekas

pemegang haknya ;

--- Tidak seluruhnya diperlukan untuk proyek---proyek bagi penyelenggaraan kepentingan umum ;

--- Diatasnya berdiri suatu bangunan milik bekas pemegang hak yang didiami/digunakan sendiri ;

---Halaman 23 dari 99 halaman, Putusan Nomor 93/G/2013/PTUN-JKT

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

- Diatasnya berdiri suatu bangunan milik bekas pemegang hak, yang didiami / digunakan oleh fihak lain dengan persetujuan pemilik bangunan/bekas pemegang hak (Pasal 12 ayat 1 PMDN No. 3 Tahun 1979) ;

---Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik lndonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Tata Usaha Negara Pasal 1 ayat (9) menyatakan: Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata ; ---Bahwa Berdasarkan ketentuan Undang-undang Rl No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 2 menyatakan :

---Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini : ---a. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata ;

---b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat Umum ;

---c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan ; - d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana atau

24

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Peraturan Perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana ;

---e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

---f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional lndonesia ; ---g. Keputusan KPU baik dipusat maupun didaerah mengenai hasil pemilihan

umum ;

---2. GUGATAN KABUR (Obscuur Libel) ; ---Bahwa Penggugat mendalilkan dalam Gugatannya ... sebelum menerbitkan surat-surat keputusan a quo obyek sengketa dari sebagian tanah Eigendom Verponding No. 4372 yang sekarang terletak di Jalan Raya Nusan Kirana, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara (dahulu Desa Pusaka Rakyat, Kecamatan TARUMAJAYA, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat) angka 4 halaman 4 dan angka 8 halaman 4 dan 5 obyek-obyek sengketa yaitu SHM No. 5843, 5884, 5886 dan 5887/Rorotan ……. (dahulu Desa Pusaka Rakyat,

Kecamatan TARUMAJAYA, Kabupaten, Propinsi Jawa Barat) ;

---Bahwa sesuai data Buku Tanah yang ada pada TERGUGAT Sertipikat Hak Milik No. 337, 340, 339 dan 338/Pusaka Rakyat, Terletak di Desa Pusaka Rakyat, Kecamatan CILINCING, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat ;

---Halaman 25 dari 99 halaman, Putusan Nomor 93/G/2013/PTUN-JKT

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Dari uraian tersebut sudah cukup jelas dan tidak terbantahkan Yang Terhormat Majelis Hakim untuk menyatakan gugatan Penggugat dikategorikan sebagai Gugatan Kabur (Obscuur Libel) ;

---Bahwa sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik lndonesia tanggal 07 September 1994 No. 88 K/TUN/1993 menyatakan : “Meskipun sengketa ini terjadi akibat dari adanya Surat Keputusan Pejabat, tetapi jika dalam perkara tersebut menyangkut pembuktian hak kepemilikan atas tanah, maka gugatan tersebut harus diajukan terlebih dahulu ke Pengadilan Umum karena merupakan sengketa Perdata”. Selanjutnya dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Rl tanggal 18 Agustus 1998 No. 16 PK/TUN/1998 menyatakan : “Bahwa keberatan ini dapat dibenarkan karena jika Penggugat asal Termohon Peninjauan Kembali memang merasa sebagai pemilik tanah, maka seharusnya ia mengajukan gugatan tentang kepemilikan tanah sengketa kepada Pengadilan Negeri yang berwenang karena merupakan sengketa perdata” ;

---Oleh karenanya Tergugat mohon kepada Majelis Hakim agar berkenan mempertimbangkan untuk menyatakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini ;

---Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, pada pokok gugatannya Penggugat mendalilkan tentang kepemilikan terhadap obyek sengketa sehingga perkara ini tidak termasuk wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang Rl No. 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 62 ayat (1) dengan demikian Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tidak berwenang memeriksa perkara ini, sehingga Tergugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara

ini agar gugatan penggugat tidak dapat diterima ;

---26

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

DALAM POKOK PERKARA.

---1. Bahwa segala sesuatu yang diuraikan Tergugat dalam Eksepsi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan uraian dalam pokok perkara ;

---2. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat, kecuali terhadap dalil-dalil yang diakui secara tegas oleh Tergugat dan dibenarkan oleh hukum ;

---3. Bahwa dalam gugatannya Penggugat mendalilkan sebagai sebagai Ahli Waris Almarhum H. Soelihin bin Kapiten Djamin alias Tan Tjonh Kit dan Almarhum meninggalkan harta peninggalan berupa tanah yang tercatat dalam Eigendom Verponding No. 4372, seluas kurang lebih 25.061 M2 (dua puluh lima ribu enam puluh satu meter persegi) dan tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh Penggugat sudah puluhan tahun dengan menempatkan orang-orang kepercayaan Penggugat dilokasi tersebut puluhan tahun yang lalu, oleh karenanya jika dikaitkan dengan prosedur pengukuran atas bidang tanah yang semestinya dilakukan TERGUGAT sebelum menerbitkan surat-surat keputusan a quo obyek sengketa dari sebagian tanah Eigendom Verponding No. 4372 yang sekarang terletak di Jalan Raya Nusan Kirana, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara (dahulu Desa Pusaka Rakyat, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat) ;

---4. Berdasarkan dalil tersebut diatas jelas bahwa Penggugat mendasarkan gugatannya pada pengakuan adanya kepemilikan atas tanah a quo berdasarkan surat Eigendom (Hak Milik) Nomor 4372 luas 25.061 M2. Bahwa sesuai data peta yang ada di TERGUGAT akan menjelaskan Eigendom Verponding No. 4372 tidak tercatat pada peta yang ada pada TERGUGAT dan sekaligus membantah pada dasar gugatan angka 1 sampai dengan angka 7 halaman 3 dan 4, sesuai data peta yang

Halaman 27 dari 99 halaman, Putusan Nomor 93/G/2013/PTUN-JKT

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

ada pada Tergugat Eigendom No. 4372 tidak tercatat di wilayah Kelurahan Rorotan yang ada adalah Eigendom Verponding No. 5974 ; ---Berdasarkan dalil tersebut diatas jelas bahwa Penggugat mendasarkan gugatannya pada pengakuan adanya kepemilikan atas tanah a quo berdasarkan Eigedom No. 4372 dan Sertipikat Obyek sengketa diterbitkan berdasarkan dari pengakuan hak/Konversi dari Tanah Adat sehingga harus diperiksa terlebih dahulu diperiksa, dibuktikan dan diputuskan oleh pengadilan yang berwenang yaitu : Badan Peradilan Umum ;

---Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) maka tanah-tanah Eigendom telah diberikan hak sebagai berikut :

---a. Bahwa menurut Ketentuan Konversi Undang-Undang No. 5 tahun 1960 diterangkan bahwa hak eigendom sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tanggal 24 September 1960 menjadi hak milik kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang disebutkan dalam pasal 21 dan jika hak eigendom tersebut kepunyaan orang asing, seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan lndonesianya mempunyai kewarganegaraan asing dan badan-badan hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam Pasal 21 ayal 2 menjadi Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu 20 tahun (pasal 1 ayat 3 ketentuan Konversi UUPA) ;

---b. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960 Tentang Pelaksanaan beberapa Ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) diterangkan bahwa orang-orang warganegara lndonesia yang pada tanggal 24-09-1961 berkewarganegaraan tunggal dan mempunyai tanah dengan hak Eigendom didalam waktu 6 bulan sejak tanggal

28

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

tersebut tersebut wajib datang pada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT) dan bila terbukti kewarganegaraan lndonesia tunggal dicatat oleh KKPT pada asli dan Grosse aktanya dan konversi menjadi Hak Milik (vide pasal 3). Namum bila jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut lampau pemiliknya tidak datang pada KKPT atau pemiliknya tidak membuktikan bahwa ia berkewarganegaraan lndonesia tunggal oleh KKPT dicatat pada asli aktanya dan dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan selama 20 tahun (Vide pasal 4) ;

---c. Bahwa disinyalir sebagian besar dari orang-orang yang mempunyai tanah dengan hak bekas hak barat yang dikonversi menjadi hak guna bangunan dan hak guna usaha menurut Ketentuan konversi UUPA belum datang ke KKPT untuk meminta surat tanda bukti hak (sertipikat) oleh karenanya berdasarkan PMDN No. 2 Tahun 1970 tentang Penyelesaian Konversi Hak-Hak Barat Menjadi Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha diwajibkan datang ke Kantor Pendaftaran Tanah (KPT) untuk meminta sertipikat yang bersangkutan sebelum tanggat 24-9-1970 (vide pasal 1 ayat 1 PMDN No. 2 Tahun 1970) dan jika kewajiban dimaksud tidak dilaksanakan maka pemegang hak dianggap tidak memenuhi syarat pasal 30 dan pasal 36 UUPA dan hak guna bangunan serta hak guna usaha yang bersangkutan dianggap telah hapus sejak tanggal 24-9-1961 (vide pasal 2 ayat 1 PMDN No. 2 Tahun 1970) ;

---d. Bahwa berdasarkan pasal 36 ayat 2 UUPA jo. Pasal 25 ayat 1 PMA No. 2 Tahun 1960, terhadap hak guna bangunan yang dimiliki oleh seseorang yang pada tanggal 24-9-1960 berkewarganegaraan lndonesia disamping itu mempunyai pula kewarganegaraan asing maka hak guna bangunan tersebut wajib dilepaskan/ dialihkan kepada seseorang yang memenuhi syarat/berkewarganegaraan lndonesia tunggal dan jika pelepasan/ pengalihan hak guna bangunan tersebut dilakukan kepada pihak yang memenuhi syarat dalam tenggang waktu 6 bulan sejak tanggal 24-9-1960 (vide pasal 2 PMA No. 2 Tahun 1960) maka hak guna bangunan

Halaman 29 dari 99 halaman, Putusan Nomor 93/G/2013/PTUN-JKT

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

dimaksud menjadi hak milik (pasal 9 ayat 2 PMA No. 2 Tahun 1960), namun bila tenggang waktu (6 bulan) tersebut lampau pengalihan/pelepasan hak guna bangunan dimaksud tidak merubah haknya menjadi hak milik namun tetap sebagai hak guna bangunan (vide pasal 9 ayat 4 PMA No. 2 Tahun 1960) ;

-e. Bahwa sejalan dengan garis kebijakan Pemerintah untuk mengakhiri berlakunya hak atas tanah asal konversi hak barat, maka dikeluarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979 serta PMDN No. 3 Tahun 1979 sebagai tindak lanjut Keppres dimaksud untuk mengatur akibat-akibat hukum dari ketentuan tersebut dan untuk menentukan status hukum serta penggunaan/peruntukan lebih lanjut dari tanah tersebut namun tetap mengakomodir kepentingan bekas pemegang haknya ; ---f. Bahwa kepada bekas pemegang hak atas tanah asal konversi hak barat yang masih

memerlukan tanah yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan hak baru sepanjang dipenuhi syarat-syarat dan permohonannya wajib diajukan selambat-lambatnya pada tanggal 24-9-1980 (vide pasal 3 PMDN No. 3 Tahun 1979)

Dokumen terkait