• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artefak yang terdapat pada tabel di atas, dikenal sebagai Batu Pangeunteungan. Batu Pangeunteungan ini terbuat dari batu gunung yang diduga tidak diolah lagi (bentuk asli). Batu ini cukup unik karena memiliki batu lumpang segi empat dengan cerukan air berbentuk segitiga di atasnya.

Batu Pangeunteungan ini memiliki ukuran tinggi 130 cm, tebal sekitar 15 cm, dan lebar sekitar 30 cm. Lumpang batu ini berbentuk segi empat dengan ukuran 35 x 35 cm dengan ketebalan sekitar 10 cm, dan ukuran tempat air 22 x 22 x 22 cm. Keistimewaan lumpang berceruk berisi air ini adalah kemapuannya menyerap air dari dalam tanah, sehingg air di dalam ceruknya tersebut tidak pernah kering.

Permukaan Batu Pangeunteungan cukup kasar apabila diraba. Warna batu ini mirip dengan Prasasti I, III, IV, V, dan Meja Surawisesa yaitu berwarna abu-abu. Batu Pangeunteungan diletakan pada posisi berdiri dengan lumpang yang direbahkan di bagian depannya.

9. Makam

9.1 Makam Adipati Singacala

Tabel 4.10 Analisis Visual Makam I

NO VISUALISASI

MAKAM ADIPATI

KETERANGAN

1 Bentuk - Berupa tumpukan batu dengan dua jahul sebagai tanda makam

95

pagar bambu rapat

- batu-batu berbagai ukuran, tersebar di sekitar makam

2 Ukuran - Panjang ± 2,9 Meter

- Lebar ± 1Meter

3 Posisi Didirikan di atas tanah pada teras tertinggi di Astana Gede Kawali

4 Gambar

(Sumber: Dokumen Pribadi: 2011)

Di Astana Gede ini, terdapat 11 makam. Dari sebelas makam tersebut, yang memiliki ciri khas dan mudah dikenali adalah makam Adipati Singacala (1643-1718 Masehi). Makam ini terletak di teras utama dan di kelilingi oleh pagar bambu yang cukup rapat. Banyak batu-batu berbagai ukuran yang tersebar di dekat makam.

Makam ini memiliki kesamaan dengan makam-makam Islam di zaman sekarang, yaitu adanya dua tugu kecil yang membentuk garis lurus dan terletak di tengah-tengah makam. Di antara dua tugu tersebut, terdapat lahan kosong selebar tugu dengan panjang sekitar satu meter. Lahan ini difungsikan sebagai tempat untuk nyeukar/ menabur bunga. Makam Adipati Singacala ini

96

membentuk suatu teras yang terbuat dari susunan batu dalam berbagai ukuran. Batu yang digunakan sebagai media makam adalah batu gunung. Tekstur batu pada makam ini sangat beragam, dari yang permukaannya halus, sampai yang kasar. Warna batu yang dipakai, semuanya berwarna abu kehitaman. Sebagian batu tampak berwarna kehijauan karena sudah tertutupi oleh lumut.

9.2 Makam Pangeran Usman

Tabel 4.11 Analisis Visual Makam II

NO VISUALISASI

MAKAM PANGERAN USMAN

KETERANGAN

1 Bentuk - Berupa tumpukan batu dengan dua jahul sebagai tanda makam

- Batu-batu berbagai ukuran, dijadikan sebagai batas makam

2 Ukuran - Panjang ± 5 Meter

- Lebar ± 1 Meter

97 4 Gambar

(Sumber: Dokumen Pribadi: 2011)

Pangeran Usman adalah keturunan kerajaan Cirebon yang menikah dengan putri dari Pangeran Mahadikusumah yang saat itu memimpin Kawali. Pangeran Usman berasal dari keluarga yang menganut Agama Islam. Agama yang dianutnya tersebut, membawa pengaruh yang besar terhadap kerajaan Kawali. Pangeran Usman dipercaya sebagai orang yang menyebarkan Agama Islam di kerajaan Kawali.

Dari segi bentuk, makam Pangeran Usman memiliki kesamaan dengan makam Adipati Singacala yaitu memiliki dua tugu dengan lahan kosong di antara dua tugu tersebut, perbedaan terlihat pada basement-nya saja. Makam Adipati Singacala memiliki teras/ pondasi dari tumpukan batu, sedangkan makam Pangeran Usman tidak memiliki pondasi akantetapi langsung di batasi dengan batu yang menyatu dengan tanah. Makam ini terbuat dari batu-batu datar yang banyak diantaranya berukuran besar. Batu-batu dengan permukaan datar, digunakan sebagai pembatas makam Pangeran Usman. Batu-batu gunung ini memiliki tekstur yang kasar dan berwarna abu kecoklatan. Makam

98

Pangeran Usman merupakan makam terpanjang apabila dibandingkan dengan makam-makam yang lainnya yaitu sekitar 5 meter dengan lebar sekitar 1 meter.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Prasasti I

Gambar 4.3 Visualisasi Prasasti I (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011)

Gambar di atas adalah Prasasti I yang terdapat di Astana Gede Kawali. Disebutnya batu ini sebagai prasasti, karena artefak ini adalah batu yang memiliki inskripsi atau tulisan yang terukir di atasnya. Hurup dan bahasa yang dipakai pada Prasasti I adalah huruf Sunda Kuna. Prasasti I ini diperkirakan dibuat sekitar abad ke-14, sama dengan prasasti-prasasti yang lainnya.

99

Prasasti-prasasti tersebut, walaupun tidak memuat tahun pembuatan secara pasti, dan juga tidak mencantumkan nama penulisnya, tapi para pakar meyakini bahwa pembuatan prasasti tersebut terjadi pada waktu Prabu Niskala Wastu Kancana berkuasa. Pendapat ini, sejalan dengan pendapat masyarakat yang memiliki keyakinan yang sama dengan pendapat pakar tersebut.

Prasasti I merupakan salah satu media penyampaian amanat yang dipilih oleh Prabu Niskala Wastu Kancana agar dapat dikenang dan dibaca oleh generasi penerusnya. Penggunaan media batu sebagai prasasti, dikarenakan pada masa itu batu merupakan media alam yang masih sering digunakan dan dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama. Penggunaan batu ini adalah bentuk tradisi zaman Megalitik yang masih diterapkan di zaman sejarah.

Bentuk Prasasti I diduga merupakan bentuk alami dari batu yang disortir, dan bukan merupakan batu olahan. Perkiraan tersebut, menjurus kepada banyaknya batu-batu berbagai ukuran yang tersebar di sekitar Astana Gede. Meskipun bentuk batu ini sangat sederhana, akan tetapi Prasasti I merupakan salah satu artefak sumber tertulis yang berharga bagi masyarakat dan pemerintah Kawali, Ciamis. Disudut kiri atas Prasasti I, terdapat lambang yang mirip dengan Cakra. Lambang Cakra ini biasa ditemukan pada peninggalan-peninggalan agama Hindu. Lambang Cakra ini diduga merupakan lambang matahari pada kepercayaan Hindu.

100

Gambar 4.4 Ornamen pada Prasasti I yang diduga Sebagai Cakra Sumber: Dokumentasi Pribadi

Salah satu bagian teks dari Prasasti I ini berbunyi pakena gawe rahayu pakon hobol jaya di buana/ yang menjadi teks terakhir prasasti I. Kalimat tersebut merupakan pesan dan harapan dari Prabu Wastu kepada rakyatnya untuk selalu bekerja dengan sungguh-sungguh dan selalu berbuat baik jika ingin mendapatkan kejayaan di dunia. Berdasarkan teks tersebut, Prasasti I ini dianggap sebagai wasiat dari Prabu Wastu Kancana agar terus membiasakan diri berbuat baik kalau ingin hidup lama dengan penuh kejayaan di dunia ini.

Pesan-pesan yang tertulis di sisi-sisi prasasti, dituliskan agar rakyat selalu menjaga kerukunan dengan tidak berselisih, tidak merusak nama baik, tidak saling mengganggu, dan pesan agar hidup dengan jujur. Pesan tersebut, juga ditujukan kepada pemimpin-pemimpin yang akan meneruskan kerajaan/ pemerintahan Kawali setelah Prabu Niskala Wastu Kancana.

Tulisan yang dipahatkan diatas batu ini, tidak dimaksudkan untuk menerangkan kejayaan yang didapatkan oleh kerajaan Kawali di bawah pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kancana. Inskripsi tersebut, walaupun

101

sekilas memaparkan Prabu Niskala Wastu Kancana, namun yang menjadi penekanan adalah harapan/dorongan beliau pada rakyatnya serta generasi-generasi penerusnya.

Melihat teori tentang fungsi seni, batu ini dapat digolongkan ke dalam karya seni yang berfungsi fisik atau praktis. Hal itu terlihat pada peranan batu ini yang dibuat sebagai media penyampai pesan pribadi Prabu Niskala Wastu Kancana, kepada generasi-generasi penerusnya dimasa yang akan datang.

2. Prasasti II

Gambar 4.5 Visualisasi Prasasti II (Sumber : Dokumentasi Pribadi: 2011)

Sumber tertulis lainnya yang terdapat di Astana Gede Kawali adalah Prasasti II. Prasasti II dikategorikan ke dalam kelompok artefak berjenis

102

prasasti karena adanya tulisan yang terukir pada salah satu sisinya. Prasasti II ini adalah salah satu media yang dipilih oleh Prabu Niskala Wastu Kancana sebagai media penyampai amanatnya. Penggunaan batu sebagai media prasasti, merupakan tradisi dari zaman Megalitikum yang masih dipakai di zaman sejarah. Alasan lainnya diduga agar pesan pribadi yang ingin disampaikan oleh Prabu Niskala Wastu Kancana, masih dapat dibaca oleh generasi-generasi penerusnya dimasa yang akan datang (masa sekarang).

Sama dengan Prasasti I, Prasasti II juga terbuat dari batu gunung. Bentuk dari batu ini, diduga merupakan bentuk alami yang terpilih setelah dilakukan penyortiran. Berbeda dengan Prasasti I, posisi Prasasti II diletakan dalam posisi tegak. Huruf dan Bahasa yang digunakan masih sama dengan Prasasti I yaitu huruf dan bahasa Sunda Kuna.

Melihat terjemahan isi teks yang terkandung pada Prasasti II, yaitu “Semoga ada yang menghuni dayeh Kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan Agar unggul dalam perang” Prabu Niskala Wastu Kancana menginginkan agar masyarakat yang tinggal di daerahnya tersebut, selalu bersikap adil. Adil dalam bersikap, adil dalam mengambil keputusan, serta adil dalam berprilaku di dalam lingkungan sosial.

Keadilan tersebut, apabila senantiasa diterapkan dalam kehidupan, akan mendatangkan kemakmuran dan ketentraman di masyarakat. Intinya, apabila kita bersikap adil, maka hidup kita akan makmur, dan kita akan menang di na juritan (dimedan perang). Melihat konteks di atas, narasumber menyatakan bahwa na juritan di sana memiliki dua makna. Makna yang

103

pertama berarti ‘dalam peperangan’ yang saat itu memang masih sering terjadi. Makna yang kedua, apabila disangkut pautkan dengan zaman sekarang, maksud perang di sana adalah melawan hawa nafsu yang merupakan perang paling besar yang harus dilakukan oleh manusia. Apabila ditelaah sesuai dengan keadaan sekarang, makna kedua dari kata na juritan lebih dapat dipakai karena dapat diberlakukan sepanjang zaman.

Dapat kita tarik kesimpulan, bahwa makna atau isi dari prasasti II ini adalah harapan akan adanya orang-orang yang mendiami daerah Kawali dengan penuh kemakmuran dan keadilan, serta dua hal tersebut merupakan syarat agar kita dapat memenangkan pertempuran melawan hawa nafsu. Membaca kalimat tersebut, bukti perhatian Prabu Wastu Kancana terhadap rakyatnya sangat jelas terlihat. Beliau mengharapkan agar terus ada generasi-generasi yang mendiami daerah Kawali, dan Galuh pada umumnya, agar daerah tersebut maju dan tetap hidup.

Secara teoritis, prasasti ini dapat dikatakan memiliki fungsi fisik atau lebih ditujukan kepada fungsi yang bersifat praktis. Pendapat tersebut didasarkan terhadap latar belakang pembuatan prasasti yaitu keinginan raja agar masyarakat yang mendiami daerah Kawali tersebut, dapat bersikap sebagaimana sikap beliau dalam memajukan kerajaan Kawali.

104

Dokumen terkait