• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DEFINISI SEMANTIK

2.2. Makna Bentuk Kalimat Pengandaian Dalam Bahasa Jepang

Dalam bahasa Jepang terdapat empat bentuk kalimat untuk menyatakan bentuk pengandaian ‘kalau’, yaitu bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara dan

nara. Keempat bentuk tersebut mempunyai makna serta fungsi tersendiri di

dalam kalimat.

Pada bab ini juga akan dikemukakan pendapat dari beberapa ahli linguistik bahasa Jepang mengenai makna bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara dan nara seperti: Takayuki Tomita dalam bukunya Kiso Hyogen 50 to Sono Oshieta ( 1991, 214-228), Yokobayashi dan Shimomura dalam bukunya Gaikokujin no tame no

Nihongo Reibun/Mondai Shiriizu 6 “Setsuzoku no hyogen” (1988), Naoko Maeda

dalam bukunya Joken Hyougen (2001), dan Shigeyuki Suzuki dalam bukunya

Nihongo Bunpo Keitairon (1972)

2.2.1

Makna Bentuk Kalimat Pengandaian To

Tomita (1991) mengatakan bahwa to sebagai setsuzokujoshi mempunyai bermacam-macam makna dan cara pemakaian. Salah satunya berpola X to, Y yang menunjukkan makna X no to kiniwa, itsumo Y ni naru ( ketika X, selalu menjadi Y), dan jika X sebagai syarat, akan selalu timbul gejala Y.

Makna yang dapat diungkapkan dari pernyataan di atas adalah: a. kapan saja, dimana saja, akan selalu demikian.

b. Muncul di dalam suatu ruang lingkup yang terbatas.

Contoh:

(1) ストーブをつけると、部屋が暖かくなります。

Sutōbu wotsukeruto, heya ga atatakaku narimasu.

Kalau sudah masuk 10 hari di pertengahan Agustus, kamar akan menjadi hangat

(Tomita, 1991: 219)

(2) 北海道では10月の中旬になると、雪が降ります。

hokkaid ō dewa juu gatsu no chuujun ni naruto, yuki ga furimasu.

Di Hokkaido, kalau sudah masuk 10 hari dalam bulan Agustus, salju akan turun.

(Tomita, 1991: 219)

(3) 私は乗り物に乗ると、気持ちが悪くになります。

Watashi wa norimono ni noruto, kimochi ga waruku ni narimasu.

Kalau saya naik kendaraan, perasaan menjadi tidak enak. (Tomita, 1991: 219)

Contoh (1) di atas merupakan keadaan yang bisa muncul dimana saja dan akan selalu menunjukkan keadaan yang sama. Contoh (2) merupakan keadaan yang muncul dalam ruang lingkup terbatas, terbatas oleh waktu dan keadaan geografis, sedangkan contoh (3) merupakan hal yang berhubungan dengan perorangan /individu.

Menurut Yokobayashi dan Shimomura, pemakaian bentuk pengandaian to menunjukkan beberapa makna, yaitu:

1. Kebiasaan, kebenaran, gejala alam dan lain-lain, dimana ketika telah dipenuhi syarat pada klausa pertama, maka akan terjadi apa yang diungkapkan pada klausa kedua secara langsung dan otomatis. Bentuk pengandaian ini disebut dengan katei joken. Pada kalimat pengandaian tersebut, klausa kedua bukan kalimat yang bermakna perintah, harapan, maksud, dan lain sebagainya.

(3) この辺は夏になると、とても暑いんです.

Kono hen wa natsu ni naruto, totemo atsuindesu.

Kalau musim panas tiba, tempat ini sangat panas. (Alfonso, 1974:653)

(4) おなかがいっぱいになると、眠くなる。

Onaka ga ippai ni naruto, nemukunaru.

Kalau perut kenyang, aku jadi mengantuk. (Alfonso, 1974:653)

2. Menunjukkan makna sono toki (ketika itu) dan sugu (langsung/segera). Contoh:

(5) きのう主人は夕飯が終わると、すぐ休みました。。

Kinou shujin wa yuuhan ga owaruto, sugu yasumimashita.

Kemarin, begitu suami saya selesai makan, ia langsung tidur. (Alfonso, 1974:654)

(6) ボートは岩に当たると、沈んでしまいました。

Booto wa iwa ni ataruto, shizunde shimaimashita.

Begitu kapal membentur karang, langsung tenggelam. (Alfonso, 1974:655)

3. Menunjukkan makna alasan (riyuu, sebagai pemicu atau penyebab.

Contoh:

(7) タロさんは母の手紙を見ると、うれしくてたまらなかった。

Taro san wa haha no tegami wo miruto, ureshikute tamaranakatta.

Ketika Taro melihat surat ibunya, dia sangat genbira. (Alfonso, 1974:653)

(8) コップは床に落ちると、割れてしまいました。

Koppu wa yuka ni ochiruto, warete shimaimashita.

Ketika cangkir jatuh ke lantai, pecah. (Alfonso,1974:653)

4. Menunjukkan makna penemuan (hakken) untuk suatu hal tertentu Contoh:

(9) 郵便局はその角を曲がるとすぐでしょ。

Yuubinkyoku wa sono kado wo magaruto sugu desu yo.

(Alfonso,1974:654)

(10) お菓子はその缶を開けると入っていますよ。

Okashi wa sono kan wo akeruto,haitte imasuyo.

Kalau membuka kaleng itu, akan ada kue di dalamnya. (Alfonso, 1974:654)

Menurut Naoko Maeda, to juga dapat menyatakan keadaan yang terjadi secara berulang-ulang dan juga kebiasaan seseorang, baik yang terjadi pada masa lalu maupun pada masa sekarang. Dalam kalimat juga sering digunakan kata-kata seperti itsumo, yoku, tokidoki, maupun tamani. Selain itu, kalimat pengandaian to juga memiliki makna kecaman, peringatan dan juga larangan.

(11) そんなにたくさん食べると、あとで腹がいたくなるよ。

Sonna ni takusan taberuto, atode hara ga itakunaruyo.

Kalau kamu makan banyak seperti itu, nanti perut kamu sakit loh. (Naoko, 2001: 221)

Contoh di atas mengandung makna peringatan ‘kamu jangan makan berlebihan’.

2.2.2

Makna Bentuk Kalimat Pengandaian Ba

Menurut Yokobayashi dan Shimomura, pemakaian bentuk pengandaian ba menunjukkan beberapa makna yaitu:

1. Kojo joken, yang menunjukkan adanya kepastian bahwa ketika apa yang

diungkapkan pada klausa pertama dilaksanakan, maka apa yang diungkapkan pada klausa kedua juga akan terwujud. Kalimat pengandaian

ba mengemukakan kebenaran yang bersifat umum, yang berhubungan

dengan logika, peri bahasa (kotowaza), dan lain-lain. Pada akhir kalimat tidak dapat digunakan bentuk lampau.

Contoh:

9) 二に二をかければ四になる。

Kalau dua dikali dua akan menjadi empat. (Yokobayashi, 1988: 77)

10) だれでもほめられればうれしいです。

Dare demo homerareba ureshii desu.

Siapapun, kalau dipuji akan senang. (Yokobayashi, 1988: 77)

2. Katei joken, yang menunjukkan pengandaian dimana klausa pertama

dijadikan syarat untuk melakukan apa yang terdapat pada klausa akhir. Biasanya pada klausa akhir terdapat harapan/ keinginan si pembicara (kibou), maksud/ kemauan (ishi), perintah (ishi) dan kemungkinan (suisatsu).

Contoh:

11) もし切符が買えれば、ぜひ行ってみたい。

Moshi kippu ga kaereba, zehi itte mitai

Kalau karcis bisa saya beli saya ingin coba pergi. (Yokobayashi, 1988: 77)

12) みんなが協力してくれれば、もっと早くできただろう。

Minna ga kyouryokushite kurereba, motto hayaku dekita darou.

Kalau semua berpartisipasi, barangkali lebih cepat selesainya. (Yokobayashi, 1988 :78)

3. Menunjukkan makna pengantar (maeoki) Contoh:

13) できれば、手伝ってほしい。

Dekireba, tetsudatte hoshii

Kalau bisa, saya ingin membantu. (Yokobayashi, 1988: 79)

14) よろしければ、どうぞお使いください。

Yoroshikereba, douzo otssukai kudasai.

Kalau kamu senang, silahkan pakai. (Yokobayashi, 1988: 80)

Dalam bukunya, Naoko Maeda menyebutkan bahwa dalam kalimat pengandaian ba terkandung makna lain dalam kalimatnya, yaitu mana kebalikan. Ini digunakan untuk membuat lawan bicara memikirkan kembali hal yang disampaikan oleh si pembicara (penawaran).

Contoh :

15) 掃除をしてくれれば、おこずかいをあげる。

Souji wo shite kurereba, o kozukai wo ageru.

Kalau kamu membantu membersihkan, akan saya berikan uang tambahan

(Naoko, 2001: 235)

Contoh di atas juga terkandung makna ‘kalau kamu tidak membantu membersihkan, tidak akan saya berikan uang jajan.

2.2.3

Makna Bentuk Kalimat Pengandaian Tara

Shigeyuki Suzuki mengatakan bahwa kalimat pengandaian tara menunjukkan syarat dari suatu gatra yang sudah tetap/pasti, tidak ada hubungannya dengan masa lampau, masa sekarang atau masa yang akan datang dan tidak ada hubungannya dengan asumsi/perkiraan (katei), ataupun dengan hal yang sudah ditetapkan (kitei)

Menurut yokobayashi dan Shimomura, pemakaian bentuk pengandaian tara menunjukkan beberapa makna, yaitu:

1. Katei joken, yang menunjukkan urutan waktu dimana setelah apa yang

diungkapkan pada klausa pertama terjadi, maka dilakukan apa yang diungkapkan pada klausa akhir. Biasanya pada klausa akhir terdapat

harapan/ keinginan si pembicara (kibou), maksud / kemauan (ishi), perintah (meirei) dan kemungkinan (suisatsu).

Contoh:

16) 明日の朝早く起きられたらジョギングをしよう。

Ashita no hayaku okiraretara, joginggu wo shiyou.

Besok pagi kalau saya bisa bangun cepat, saya bermaksud jogging. (Yokobayashi, 1988: 66)

17) 秋になったら、遠足に行きましょうね。

Aki ni nattara, ensoku ni ikimashoune.

Kalau musim gugur tiba, mari pergi piknik. (Yokobayashi, 1988:66)

2. Menunjukkan alasan (riyuu). Akhir kalimat merupakan bentuk lampau. Contoh:

18) あおうめを食べたら、おなかが痛くなった。

Ao-ume wo tabetara, onaka ga itakunatta.

Kalau makan ao ume, perut saya menjadi sakit. (Yokobayashi, 1988: 68)

3. Menunjukkan makna sono toki (ketika itu) dan sono atode (setelah itu). Contoh:

19) 散歩をしていたら、急に雨が降ってきた。

Sanpo wo shite itara, kyuu ni ame ga futte kita.

Ketika sedang berjalan-jalan, mendadak hujan turun. (Yokobayashi, 1988:70)

20) 向こうに着いたら、手紙を書きます。

Mukou ni tsuitara, tegami wo kakimasu.

Setelah sampai di sana, saya akan menulis surat. (Yokobayashi, 1988: 71)

4. Menunjukkan makna penemuan (hakken). Pada akhir kalimat terdapat kenyataan yang tidak ada hubungannya dengan maksud/kemauan si pembicara. Akhir kalimat menggunakan bentuk lampau.

Contoh:

21) 友達の家を訪ねたら、留守でした。

Tomodachi no ie wo tazunetara, rusu deshita.

Ketika berkunjung ke rumah teman, ia tidak ada. (Yokobayashi, 1988: 72)

22) 食べてみたら、思ったよりおいしかったです。

Tabetemitara, omottayori oishikatta desu.

Ketika mencoba memakannya, ternyata enak. (Yokobayashi, 1988: 74)

2.2.4

Makna Bentuk Kalimat Pengandaian Nara

Menurut Yokobayashi dan Shimomura, kalimat pengandaian nara menunjukkan makna:

1 Menunjukkan makna katei joken atau makna pengandaian pada waktu sekarang atau masa yang akan datang. Di sini, nara lebih banyak menempel pada kata benda dan kata sifat –na.

Contoh:

23) 明日の遠足は雨なら、どうしますか?

Ashita no ensoku wa ame nara, dou shimasuka?

Kalau hujan, bagaimana dengan piknik besok. (Alfonso, 1974:685)

2. Menunjukkan makna topik/tema atau sebagai pengganti topik. Klausa kedua merupakan penilaian, keinginan maupun saran yang ingin disampaikan kepada lawan bicara mengenai tema yang terdapat pada klausa pertama.

Contoh:

24) ひらがななら、読める。

Hiragana nara, yomeru

Kalau hiragana, saya bisa baca (Yokobayashi, 1988: 90)

25) 経済の勉強をやるなら、あの大学がいいでしょ。

Keizai no benkyou wo yarunara, ano daigaku ga ii desho

Kalau mau mengambil bidang ekonomi, universitas itu bagus. (Yokobayashi, 1988: 92)

Naoko Maeda berpendapat bahwa kalimat pengandaian nara juga memiliki makna lain, seperti:

3. Menunjukkan makna dugaan. Pada klausa pertama menyatakan dugaan yang akan terjadi di masa depan dan pada klausa kedua mengungkapkan penilaian, keinginan, permohonan dari diri sendiri berdasarkan dugaan yang dinyatakan pada klausa pertama.

Contoh:

26) 今電話で彼に告白したなら、驚いてしまうだろう。

Ima denwa de kare ni kokuhakushita nara, odoroite shimau darou.

Kalau sekarang kamu telepon dia dan menyatakan perasaan kamu padanya, pasti dia akan terkejut.

(Naoko, 2001: 108)

Naoko Maeda juga berpendapat bahwa kalimat pengandaian のなら (no nara) memperkuat atau mempertegas makna nara.

BAB III

ANALISIS MAKNA KALIMAT PENGANDAIAN DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI

Novel merupakan salah satu alat komunikasi tulisan yang sangat populer. Melalui novel, pengarang akan bebas menyampaikan ide-idenya serta pesan-pesan baik tersurat maupun tersirat kepada pembaca. Melalui novel kita juga dapat mengetahui hal-hal baru, seperti budaya, gaya hidup serta pengetahuan umum lainnya. Seperti novel Noruwei no Mori yang mencerminkan suasana kota Tokyo.

Noruwei no Mori, judul pilihan pengarang yang diambil dari sebuah karya

The Beatles, menceritakan seluk beluk kehidupan seorang Toru Watanabe yang seakan-akan terlempar ke masa-masa kuliah di Tokyo dan selalu terkenang akan Naoko, gadis cinta pertamanya yang juga kekasih mendiang sahabatnya, Kazuki. Novel ini menggambarkan dunia pertemanan yang serba pelik, seks bebas, rasa hampa dan seorang Watanabe yang bingung memilih masa lalu atau masa depan ketika seorang gadis yang bernama Midori datang ke dalam kehidupannya.

Tidak hanya menggambarkan lika liku kehidupan seseorang, dalam novel ini terdapat beragam bentuk kalimat. Di antara bentuk-bentuk kalimat itu, juga terdapat bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara dan nara. Setelah dilihat lebih jauh lagi, dalam novel ini, terdapat bentuk kalimat pengandaian to sebanyak 14 kalimat, bentuk kalimat pengandaian ba sebanyak 9 kalimat, bentuk kalimat pengandaian tara sebanyak 24 kalimat, dan bentuk kalimat pengandaian nara sebanyak 7 kalimat.

Berdasarkan data di atas, bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kalimat pengandaian lainnya, kalimat pengandaian tara lebih banyak terdapat dalam novel Noruwei no Mori. Oleh karena itu, dalam bab ini Penulis hanya akan membahas mengenai makna bentuk kalimat pengandaian tara saja. Di antar 24 kalimat pengandaian tara, penulis memilih 15 kalimat untuk dikaji lebih jauh. Kalimat-kalimat tersebut adalah:

1) もし私が肩の力を抜いたら、私バラバラになっちゃうのよ。

(hal 18)

Moshi watashi ga kata no chikara wo nuitara, watashi barabara ni nachau no yo.

Terjemahannya:

Andaikan aku melepaskan ketegangan, tubuhku akan tercerai-berai.

Analisis:

Kalimat di atas menunjukkan makna pengandaian yang menunjukkan hubungan sebab akibat. Klausa pertama merupakan sebab, sedangkan klausa kedua adalah akibat yang ditimbulkan. Menurut Suzuki, kalimat pengandaian di atas menunjukkan suatu syarat dari suatu gatra yang sudah tetap/pasti. Tidak ada hubungannya dengan masa lampau, masa sekarang atau masa yang akan datang. Jadi dari kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa kapan pun ‘aku’ melepaskan ketegangan, tubuhnya pasti akan tercerai berai. Pada kalimat di atas juga mengandung makna pemicu atau penyebab sehingga terjadi apa yang disebutkan pada klausa kedua. Pada kalimat di atas yang menjadi pemicunya adalah ‘melepaskan ketegangan’.

2) 彼がそうしてくれなかったら、僕の寮での生活はもっとずっとや やっこし不快なものになっていただろうと思う。

(hal 69)

Kare ga soushitekurenakatara, boku no ryou de no seikatsu wa motto zutto ya yakkoshi fukai na mono ni natte itadarou to omou.

Terjemahannya:

Kalau ia tidak bersikap seperti itu, aku kira kehidupanku di asrama akan lebih rumit dan jauh lebih tak menyenangkan.

Analisis :

Kalimat pengandaian di atas merupakan asumsi atau perkiraan seseorang mengenai suatu hal yang terjadi pada dirinya. Pada kalimat di atas, kata ‘asrama’ mengisyaratkan suatu lokasi yang menunjukkan keterbatasan ruang lingkup terhadap kalimat di atas. Dengan kata lain, ‘sikap ia’ hanya akan berpengaruh jika berada di asrama, bukan di luar asrama. Kalimat tara di atas juga mengandung makna pemicu/penyebab yang dikemukakan oleh Naoko Maeda. Pada kalimat di atas subjek pada klausa pertama dan klausa kedua berbeda. Tindakan/kejadian yang terjadi pada klausa pertama dan kedua tidak sama.

3) もし逆の立場だったら僕だって同じことを望むだろうという気がし

たからだ。

(hal 80)

Moshi gyaku no tachiba dattara boku datte onaji koto wo nozomu darou to iu ki ga shita karada.

Terjemahannya:

Kalau aku berada di posisi yang sama, aku pun mengharapkan hal yang sama.

Analisis:

Kalimat pengandaian di atas menunjukkan suatu perbandingan. Perbandingan pada kalimat tersebut terjadi antara si pembicara ‘aku’ dan seseorang yang berada pada suatu posisi tertentu. Pada klausa kedua terdapat pendapat atau penilaian dari si pembicara.

4) もし準備ができたと思ったら、私わあなたにすぐ手紙をかきます。

(hal 93)

Moshi junbi ga dekita to omottara, watashi wa anata ni sugu tegami wo kakimasu.

Terjemahannya:

Kalau aku sudah siap, aku akan menulis surat kepada mu.

Analisis:

Menurut Yokobayashi dan Shimomura kalimat pengandaian di atas mengandung makna katei joken yang menunjukkan urutan waktu dimana setelah apa yang diungkapkan pada klausa pertama terajadi, maka dilakukan apa yang diungkapkan pada klausa kedua atau klausa akhir. Dan pada klausa kedua terdapat harapan/keinginan si pembicara, maksud, kemauan, perintah dan

kemungkinan. Pada kalimat di atas, kegiatan menulis surat dilakukan setelah si pembicara selesai melakukan sesuatu.

5) もし受かってたら、美味しいもの食わしてわるよ。

(hal 115)

Moshi ukattetara, oishii mono shokuwashitewaruyo.

Terjemahannya:

Nanti kalau aku lulus, kau ku traktir makanan enak ya..

Analisis:

Menurut Yokobayashi dan Shimomura, kalimat pengandaian di atas mengandung makna katei joken yang menunjukkan suatu urutan waktu. Klausa kedua hanya dapat berlaku jika klausa pertama sudah terjadi. Kegiatan traktir makanan hanya akan terjadi jika ‘aku lulus’. Walaupun dapat dikatakan sebagai suatu syarat, namun kalimat di atas tidak sesuai dengan pemikiran Shigeyuki Suzuki yang menyatakan bahwa syarat tersebut tidak ada hubungannya dengan masa lampau, masa sekarang atau pun masa yang akan datang karena sangat jelas tercantum bahwa kegiatan mentraktir hanya akan terjadi jika ‘aku lulus’ dan ‘lulus’ tersebut berkaitan dengan waktu.

6) 「ねえ、私たち反革命なのかしら?」と教室を出てから緑が僕に言

った。「革命が成就したら、私たち電柱に並んで吊されるのかし

ら?」

“Nee, watashitachi hankakumei na no kashira?” to kyoushitsu wo dete kara midori ga bokuni itta. “kakumei ga joujushitara, watashitachi denchou ni narande tsurisareru no kashira?”

Terjemahannya:

“Hei apa kita termasuk orang yang anti revolusi?” kata Midori kepadaku setelah keluar dari kelas. “nanti kalau revolusi berhasil apa kita akan digantung di tiang listrik berdampingan?”

Analisis:

Kalimat pengandaian di atas merupakan sebuah kalimat tanya mengenai apa yang akan terjadi jika sesuatu terjadi. Kalimat di atas tidak dapat dipastikan apakah menunjukkan suatu urutan waktu karena kalimat tersebut masih berupa pertanyaan yang belum jelas jawabannya. Kalau pun sudah jelas, kalimat tersebut masih belum dapat dipastikan mengandung makna urutan waktu. Karena secara logika, apakah mungkin dalam waktu singkat menggantung orang di tiang listrik walaupun orang tersebut anti revolusi. Berapa banyak orang anti revolusi? Dan berapa banyak tiang listrik yang tersedia? Menurut Penulis, kalimat di atas menunjukkan makna dugaan atau perkiraan mengenai sesuatu dan juga menunjukkan makna sono atode ‘setelah’.

7) 遅刻しそうになったら、メルセベスベンシで学校の近くまで送って

もらうような子がよ。

Chikokushi sou ni nattara, merusebesu benshi de gakko no chikaku made okotte morau youna ko ga yo.

Terjemahannya:

Kalau terlambat ia selalu diantar sampai ke dekat sekolah pakai Mercedes Benz.

Analisis:

Kalimat pengandaian di atas menunjukkan makna urutan waktu. Klausa kedua merupakan suatu kejadian yang dilakukan setelah klausa pertama terjadi. Kalimat tersebut juga dapat menunjukkan makna sono toki ‘ketika’. Klausa

Dokumen terkait