• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.2 Makna Dialek Medan

Sebagian dari bahasa sehari-hari di Medan memiliki makna dan arti yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia pada umumnya. Contohnya, di Medan untuk menyebut sepeda motor itu adalah "Kereta" , jika dibandingkan dengan Pulau Jawa maka akan berbeda jauh, Kereta di Pulau Jawa berarti Kereta Api. Untuk menyatakan plat sepeda motor/mobil, kebanyakan orang Medan menyebutnya BK ( BK adalah nomor plat polisi untuk Medan ).

Kemudian kata pasar, bagi orang awam yang tidak tahu menahu bahasa Medan pasti akan menyebutkan bahwa pengertian pasar adalah tempat orang berjual-beli. Tetapi bagi orang Medan pengertian pasar adalah jalan raya. Begitu juga kata “kali”, Orang pasti berpikir kali adalah sungai. Tetapi “kali” dalam bahasa Medan adalah plesetan dari kata “sekali”.

Lain lagi masalahnya dengan kata “galon” untuk menyatakan SPBU, orang Medan mengatakan SPBU adalah tempat tangki minyak penyimpanan yang besar, sehingga disebut galon. Padahal galon dan tangki adalah ukuran yang sangat jauh berbeda. Galon ukurannya kira-kira 20 liter, sedangkan tangki dapat berukuran 5000 hingga 8000 liter. Sementara itu, orang Medan dapat dikatakan kurang suka membaca. Mengapa? Karena hampir semua galon sudah diberi nama dengan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), misalnya SPBU Patimura, SPBU Amplas, SPBU Simpang Kuala. Akan tetapi, penutur bahasa Medan masih saja membaca yang tidak ada tulisannya sehingga masih tetap menggunakan galon menjadi Galon Patimura, Galon Amplas, Galon Simpang Kuala.

Kemudian kata “gerobak” digunakan untuk menyatakan truk. Kata gerobak dipakai dalam bahasa lisan Medan mengacu pada bentuk benda itu yang berbentuk tempat mengangkut barang sehingga dikenal motor gerobak, gerobak sampah. Dengan demikian, masyarakat Medan menggunakan kata gerobak hanya karena kegunaannya saja, bukan mencari tahu apa namanya. Kata truk merupakan kata serapan dari kata Inggris, truck.

Dalam naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution sangat banyak ditemukan kata-kata dialek Medan yang pengertian dan maknanya berbeda dari yang sebenarnya. Kata-kata dialek Medan itu adalah sebagai berikut.

1. Kata “Segini,” kata ini sering digunakan dalam transaksi, pendapatan seseorang menyatakan waktu dan keadaan.

Contohnya:

Mona

Ya amplop, jam segini belum datang. Kata “segini” yang dikatakan Mona menyatakan waktu yang tidak biasa. Sedangkan dalam hal lain, kata “segini” diartikan secara singkat adalah sebanyak ini. Tergantung pemakaian dan konteksnya.

2. Kata “kek mananya”, “kek gitu dan “kek gini.” Sering kita dengar di berbagai kesempatan. Seperti kalau sesuatu itu tidak pantas atau tidak sesuai dengan apa yang diperkirakan.

Contohnya:

Mona

Kek mananya ini, cemana aku mau pintar.”

“Ayah aja oon-nya kek gini.”

Emak

“dulu nggak kek gitu, ayah kau berubah gara-gara main teater.”

Kata “Kek mananya” bila diartikan secara singkat adalah bagaimana, kata “kek gitu” artinya adalah begitu yang menunjukkan sesuatu hal dan kata “kek gini,” adalah begini atau seperti ini. Tetapi di lain kesempatan pula kita mendengar kata “Cemana” yang artinya sama seperti bagaimana. Di lain kesempatan lagi, kita juga mendengar “gimana” dan “gitu.” Yang artinya juga sama.

3. Kata “ngapain” sering digunakan untuk suatu pertanyaan bagi orang-orang yang penasaran.

Contohnya:

Ayah

“Ngapain kau bikin emosi? Macam nggak ada pekerjaan lain.

Sebenarnya kata “nagapain” bisa diganti dengan kenapa, karena dalam arti sebenarnya, kata “ngapain” itu adalah melakukan apa.

4. Kata “cakap” dalam bahasa Indonesia adalah sigap dalam bertindak, tangkas dan tanggap. Tetapi dalam dialek Medan makna dan artinya berbeda. Kata cakap dapat diartikan dengan berkata.

Contohnya:

Emak

“kalau cakap, abang nomor satu, tapi nol, baskom.”

di lain kesempatan kita kadang mendengar kata “bilang” yang artinya juga sama dengan kata cakap. Contohnya:

Istri Raja

“Dari dulu kan udah kubilang, abang jangan banyak kali cakap.

Dalam satu dialog di atas, terdapat kesamaan arti dalam kata “kubilang” dan “cakap”, artinya sama-sama berkata. Namun dalam pengertian sebenarnya dapat berbeda.

5. Kata “kali” dalam arti sebenarnya adalah sungai atau tempat orang desa untuk mandi. Tetapi dalam dialek Medan kata “kali” bukan digunakan untuk itu. kata “kali” dalam dialek Medan sebenarnya adalah sekali. Contohnya:

Ayah

Jika bertemu dengan orang yang di luar Medan atau Sumatera Utara, pasti agak terdengar aneh dan lucu. Karena kata “kali” sebenarnya adalah sungai atau tempat mandi.

6. Kata “malotup”, dalam bahasa di luar Sumatera atau di luar Medan tidak diketahui apa makna dan artinya. Tetapi sebenarnya kata “malotup” itu sering digunakan di Medan.

Contohnya:

Ayah

“tapi tak apalah, asal jangan malotup.”

Malotup artinya adalah meledak, meletus, membahana dan lebih identik pada sesuatu yang berelebihan.

7. Kata “kombur” sering kita dengar di berbagai kesempatan. Kata kombur berasal dari bahasa daerah dan sering juga digunakan di Medan. Contohnya:

Ayah

“baskom, bosar kombur! Paksa kali istilah kau itu.”

Kombur dapat diartikan bercerita-cerita, berdialog, bisa juga diartikan menggosip dan menggunjing.

8. Kata “sikit-sikit” juga sering digunakan di Medan. Sikit-sikit sama artinya dengan kata “sedikit-sedikit” seperti contoh berikut.

Mona

“jangan sok artis lah, sikit-sikit cerai.”

9. Kata “payah”, berasal dari bahasa Melayu, “payah” adalah kata yang mengemukakan kesulitan dalam segala hal.

Contohnya:

Ayah

“dari dulu, aku sudah cocok... Emaknya saja payah.”

Kata “payah” lebih sering digunakan di Medan daripada kata sulit.

10.Kata “jeti”, biasa digunakan di Medan untuk menyebutkan uang dengan jumlah jutaan.

Contohnya:

Tukang tipu

“begini saja kak, biar langsung kita bungkus, besok saya kirim pupuk, kakak saya... berapa jeti kakak perlu?”

“kau pikir aku menjual anakku ya?”

Kata jeti sama artinya dengan kata juta dalam bahasa Indonesia.

11.Kata “macam” dalam bahasa Indonesia artinya bagian, tetapi dalam dialek medan sama artinya dengan kata seperti. Karena Medan juga erat dengan bahasa Melayu Deli.

Contohnya:

Ayah

“yang disiksa, yang dihukumlah... macamlah itu.

Istri raja

“sudah!! Macam anak-anak aja pun.”

Samod

“nggak tahu ketua, macam ada binatang kutengok...”

Samod

macam di film India itu, anak mudanya pura-pura melanggar nonanya.”

Tukang sapu

“di sini gurunya gila PR, setiap hari bikin PR. Macam gak ada lagi kerjanya.”

Kata “macam”, setara dengan “kayak” yang juga menyatakan “seperti.”

12.Kata “muncung”, lebih sering digunakan untuk menggantikan mulut. Contohnya:

Putri

“sampai berbuih pun muncung ayah dan bunda, ananda akan tetap bergeming dengan permintaan itu.

13.Kata “pitam”, digunakan untuk menyatakan amarah dan emosi dalam suatu hal.

Contohnya:

Raja

“kau membuatku naik pitam. Wahai anak muda, apa pesanmu sebelum digantung.”

Di Medan kata “pitam” lebih sering didengar dan digunakan daripada marah dan emosi.

14.Kata “dibeking”, beking berasal dari bahasa Inggris “Back-ing” yang telah diserap menjadi bahasa Indonesia. Kata ini sering digunakan dalam berbagai kesempatan di Medan.

Raja

“kalau betul ada pejabat yang korupsi, kalau betul ada proyek yang di mark-up, kalau betul narkoba merajalela dan dibeking oleh aparat, saya akan mengambil tindakan tegas.”

Kata beking dalam arti sebenarnya adalah orang-orang yang melindungi aktivitas orang yang dianggap lemah.

15.Kata “ketebelece” juga pernah populer dan menjadi dialek Medan. Contohnya:

Suami I

“hakim agung, suamimu! Rayuan, ketebelece? Hh... lagi-lagi kau bermimpi.”

Kata “ketebelece” dalam arti yang dimaksud adalah surat yang wajib dipatuhi perintahnya walaupun salah prosesnya. Kata ini sering muncul di tahun 1966-1999 dan menjadi kata yang sering diucapkan.

16.Kata “kutang”, dalam dialek Medan menyatakan baju kaus tidak berlengan, lebih tepatnya kaus singlet dan sering menyatakan bra. Contohnya:

Istri II

Dalam bahasa Indonesia yang baik adalah bra yang dipakai wanita.

17.Kata “tinggal” dalam bahasa Indonesia adalah menetap. Tetapi dalam dialek Medan artinya adalah Cuma dan hanya.

Contohnya:

Istri II

“ada TV dengan parabola, minum air dari kulkas... pakaian tinggal

masukkan ke mesin cuci... dan... srek... sreek... sreeeek... selesai.

18.Kata “cincong” selalu digunakan di Medan untuk menyatakan banyak bicara, berbelit-berbelit dalam mengemukakan pendapat dan terkesan bertele-tele.

Contohnya:

Istri II

“sembako kok diborong... Jangan banyak cincong! Hiaaaaaaat!!!!!! (menyerang).

Kata “cincong” sering digunakan untuk mematahkan perkataan lawan bicara yang banyak menerangkan hal-hal yang tidak dibutuhkan.

19.Kata “gimbal” sering diidentikkan dengan rambut gimbal atau rambut acak-acakan yang umumnya dimiliki oleh orang-orang pinggiran dan

penyanyi regge. Tetapi gimbal dalam dialek Medan adalah dihajar dan dipukuli.

Contohnya:

Suami I

“aku yang paling jago di sini. Biar kau tahu ya, preman Sambu pernah terbirit-birit kugimbal! Hmm... dan ingat, besok kau bertanding. Jangan sampai kau kalah. Patahkan batang lehernya.”

Kata gimbal dalam dialek Medan identik dengan perilaku kekerasan dan kontak fisik antara sesama.

20.Kata “recok”, dalam dialek Medan adalah kata yang menyatakan suatu keributan, kerusuhan dan kasak-kusuk dalam suatu hal.

Contohnya:

Preman Belawan

“anjing kau, monyet kau, babi kau!! Nggak punya otak. Di istana ketua bikin recok, pake otak kau...”

Kata “recok” lebih sering digunakan dalam dialek Medan daripada kata ribut, rusuh dan yang lain se-sinonim dengannya.

21.Kata “sor” juga sering identik dengan perilaku kekerasan dan kontak fisik. Kata “sor” juga sering digunakan dalam dialek Medan.

Contohnya:

Preman Amplas

“apa kau bilang, perempuan?! Kau menghina ya?! Ayo, kita ke belakang, biar aku tengok, besar-besaran pun jadi. Aku nggak suka banyak cakap, kalau sor, ayo.”

Kata sor dalam dialek Medan artinya adalah keinginan yang kuat dan minat yang sangat besar dalam menanggapi suatu hal.

22.Kata “pijak-pijak” yang sebenarnya adalah “injak-injak”. Sering digunakan di Medan untuk meluapkan emosi dan amarah. Seperti contoh berikut ini:

Todak

“sudah melunjak kau kutengok. Aku sudah pening jangan kau tambah-tambah lagi. Kupijak-pijak kau nanti!”

23.Kata “gontok-gontokan” bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah berdebat karena perbedaan persepsi. “Gontok-gontokan” adalah perdebatan yang mengutamakan emosi yang tinggi dan cenderung menciptakan amarah.

Contohnya:

Preman Pinang Baris

“Ingat, datuk-datuk preman kita cukup lama menguasai keadaan, jangan hanya gara-gara misundertanding, kita bertengkar dan gontok-gontokan. Kalau terus begini kita akan hancur.”

Gontok-gontokan dapat juga diartikan saling menuding, saling mengejek, saling menjelek-jelekkan dan saling memaki.

24.Kata “hidup” dalam bahasa Indonesia adalah setiap raga yang memiliki nyawa atau ruh. Sedangkan dalam dialek Medan dapat berarti “nyala”. Contohnya:

Tukang Sapu

“Nggak nyambung bagaimana, kan tiap hari dipakai. Kalau ga nyambung, ga bisa hiduplah ya.”

25.Kata “berak” dalam bahasa Indonesia adalah buang air besar. Kata “berak” lebih seing digunakan di Medan dari kata lainnya. Contohnya:

Tukang Sapu

Bukankah orang melarat yang membeli kupon judi, berak, kencing di mana mereka mau. Jualan apa saja dan di mana saja.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Setelah peneliti menguraikan keseluruhan dialek Medan yang terdapat pada naskah-naskah teater karya Yusrianto Naustion dalam buku antologi naskah “Raja Tebalek,” maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dialek Medan yang terdapat di dalam naskah-naskah teater karya Yusrianto Nasution dalam buku antologi naskah Raja Tebalek, sebanyak 57 kata, yaitu pada halaman: 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 23, 24, 30, 31, 35, 44 dan 45 dalam naskah yang berjudul “Raja Tebalek.” Halaman 49, 51, 56, 58, 59 dan 61 dalam naskah yang berjudul “Gara-Gara.” Halaman 74 dan 86 dalam naskah yang berjudul “Hikayat Pangeran Jongkok.” Halaman 101, 107, dan 109 dalam naskah yang berjudul “Tukang Sapu dan Pengantar Koran.”

2. Dialek Medan dominan terbentuk dari bahasa daerah seperti bahasa Batak, Melayu dan beberapa suku pendatang di Sumatera Utara. Beberapa pengaruh bahasa Batak seperti: kek mana, bosar, kombur, dan malotup. Dan beberapa bahasa Mealayu seperti: tengok, tokohi, cakap, macam dan

muncung. Sedangkan kata-kata yang lainnya berasal dari bahasa suku pendatang.

3. Dialek Medan dengan dialek lain dalam beberapa kata mengalami perbedaan makna tersendiri, seperti pada kata: kali, gimbal, tinggal, hidup

dan macam, bila digunakan di daerah lain, maka akan memiliki makna

yang berbeda.

4.2 Saran

Peneliti mengharapkan kepada mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia yang akan menyusun skripsi dapat melanjutkan dan meneliti kata-kata dialek Medan lainnya yang ada di berbagai media, karena peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan di dalam skripsi ini, dan masih sedikit yang meneliti perkembangan dialek Medan yang semakin bertambah kosa kata-kosa kata baru. Saran peneliti, agar penelitian ini dapat ditindaklanjuti dan dikembangkan untuk buku panduan bagi masyarakat pendatang yang berimigrasi ke kota Medan atau Sumatera Utara.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Alwi, Hasan.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ayatrohaidi.1983, Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: P3B DepDikBud. Chaer, Abdul, dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, Yusrianto, dkk. 2009. Raja Tebalek. Medan: Madju Medan. Spolsky, Bernard. 1998. Sociolinguistics. Oxford: Oxford University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda Suryabrata, Sumadi. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali pers. Tarigan, Henry Guntur. 1982. Pengajaran Kosa Kata. Bandung: Angkasa

Wijaya dan Muhammad. Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis, cet. ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).

Internet

Hrs “Ini Medan Bung.” 06 Februari 2012 . http://tehsusu.com (diakses 1 Mei 2013 jam 11.10 WIB)

Zizy “ Ciri khas orang batak “ .12 Oktober 2012. http://planetbatak.blogspot.com (diakses 1 Mei 2013)

Dokumen terkait