• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam-macam makna

Dalam dokumen Translation Bahasan teori and penuntun p (Halaman 132-140)

BAB VII. MAKNA DAN TERJEMAHAN

8.1 Macam-macam makna

Menurut Suryawinata (1989: 21-22) ada lima macam makna, yaitu makna leksikal, gramatikal, tekstual, kontekstual atau situasional, dan makna sosiokultural. Leksikal adalah butir linguistik yang terdapat di dalam kamus. Jadi makna leksikal adalah makna yang diberikan di dalam kamus. Sebagai contoh perhatikan makna leksikal dari kata "hand" yang terdapat di dalam kamus Longman berikut.

Hand--the moveable parts at the end of the arms, including the fingers

Makna gramatikal adalah makna yang diperoleh dari bentukan, susunan atau urutan kata dalam frasa atau kalimat. Lebih jelasnya makna ini dihasilkan oleh imbuhan atau makna yang ditimbulkan oleh susunan antara satu kata dengan kata yang lainnya yang menyusun kalimat. Perhatikan perbedaan makna dari beberapa pasang kata atau kalimat di bawah ini. a. menidurkan b. meniduri c. tertidur a. memijat b. memijati c. memijatkan

126

a. Seekor anjing menggigit orang. b. Orang menggigit seekor anjing.

a. I go to the office. b. I went to the office. c. To the office I went.

Makna tekstual adalah makna suatu kata yang ditentukan oleh hubungannya dengan kata-kata lain di dalam suatu kalimat (Suryawinata, 1989: 22). Kata bahasa Inggris "hand" bisa mempunyai berbagai makna tergantung pada kata-kata lain yang membentuk kalimat. Suryawinata memberi contoh berikut ini:

1. Hand me your paper (menyerahkan) 2. Just give me a hand. (membantu) 3. All hands up! (anak buah kapal) 4. They're always ready at hand. (siap)

5. Hands up! (angkat tangan)

Seperti halnya kata bahasa Inggris "hand" yang mempunyai makna yang bermacam-macam, kata bahasa Indonesia "tangan" pun mempunyai makna yang bermacam-macam pula, yang sebagian besar tidak mirip dengan makna kata "hand". Kedua kata ini makna leksikalnya memang sama. Perhatikan contoh-contoh berikut.

1. Ia sekarang menjadi tangan kanan pimpinan perusahaan.

2. Orang yang bertampang sopan itu ternyata kaki tangan sindikat pengedar narkoba.

3. Kapan masalah ini ditangani pihak berwajib?

4. Ulurantangan para dermawan diperlukan untuk

menyelamatkan tunas bangsa ini.

5. Puisi ini buah tangan seorang penyair muda yang penuh dinamika.

Makna kontekstual atau makna situasional, menurut Suryawinata (1989: 23), adalah makna yang timbul dari situasi atau konteks di mana frasa, kalimat, atau ungkapan tersebut dipakai. Di dalam ilmu pragmatik

atau analisis wacana, yang termasuk elemen konteks atau situasi ini adalah partisipan (pelibat), seting (waktu dan tempat), tujuan, topik, dan sarana komunikasi yang dipakai.

Sebuah ungkapan "good morning" bisa mempunyai makna yang berbeda meskipun sama-sama diucapkan oleh seorang atasan kepada pegawainya kalau waktunya berbeda. "Good morning" berarti sapaan yang ramah jika diucapkan oleh seorang atasan kepada seorang pegawainya yang datang lebih dahulu, mungkin sebelum pegawai- pegawai lain datang. "Good morning" berarti sebuah teguran yang sinis bila diucapkan oleh atasan yang sama beberapa menit kemudian kepada seorang pegawai lain yang datang terlambat.

Di dalam menerjemahkan hal ini, seorang penerjemah harus hati- hati. Ia bisa langsung menerjemahkan keduanya menjadi "Selamat pagi" apabila konteks yang ada memang dirasakan cukup sehingga bisa mengamankan makna yang sebenarnya. Kalau tidak, "Good morning" kedua bisa diterjemahkan menjadi kelimat bahasa Indonesia yang lain yang mempunyai makna yang sama dengan makna situasional yang ada: "Kamu terlambat lagi".

Lebih jauh lagi, Suryawinata (1989: 23) mencatat bahwa ungkapan "Good morning" pun tidak selalu padan dengan "Selamat pagi" bila ditinjau dari seting waktu pengucapannya.

1. Kalau kita bertemu dengan seorang kawan pada jam 08:00 kita menyalaminya dengan "Selamat pagi". Dalam hal ini terjemahannya memang "Good morning."

2. Pada jam 11:00 kalau kita bertemu seorang teman, salam kita bukan lagi "Selamat pagi", tetapi sudah "Selamat siang." Di dalam bahasa Inggris, salam ini harus tetap diterjemahkan menjadi "Good morning."

3. Selain itu, pada jam 01:00 pagi hari, salam kita adalah "Selamat malam", tetapi bahasa Inggrisnya adalah "Good morning".

4. Sementara itu "Good night" tidak pernah digunakan untuk memberi salam kalau kita bertemu seseorang di dalam bahasa Inggris. Ungkapan ini malah digunakan untuk memberi salam perpisahan di malam hari. Orang Inggris mengucapkan "Good evening" saat kita mengucapkan "Selamat malam" pada kurun waktu setelah waktu Isya' sampai sekitar jam 00:00 malam.

128

faktor budaya masyarakat pemakai bahasa itu. Suryawinata (1989: 24) memberi contoh-contoh berikut.

1. Orang-orang Jawa biasanya bertanya kepada seorang kawan yang baru pulang dari bepergian dengan pertanyaan: "Endi oleh-olehe?" Ungkapan ini secara harfiah berarti "Mana oleh-olehnya?" Tetapi ungkapan ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa si penanya betul- betul minta oleh-oleh atau buah tangan si kawan. Ini hanyalah salam akrab. Apa pun jawabnya tidaklah menjadi soal benar. Setelah itu mereka akan bercakap-cakap akrab.

Di dalam kebiasaan masyarakat Jawa, pertanyaan itu dijawab dengan "Slamet". Artinya oleh-olehnya adalah keselamatan. Sering kali jawabannya berupa sedikit gurauan, yaitu "Kesel" atau "capai".

Tentu saja ungkapan ini sulit diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris. Konsep "oleh-oleh" pun tidak mempunyai makna yang sama dengan "gift" atau "present" di dalam bahasa Inggris. Tetapi secara kultural bahasa Inggris juga mempunyai ungkapan yang kurang lebih sama, yaitu "How's your trip?" Dan jawabannya adalah "It was marvelous."

2. Selain itu konsep Jawa "kadingaren" atau di dalam bahasa Indonesia "tumben" juga tidak ada di dalam konsep bahasa Inggris. Konsep ini mengandung unsur "surprise" karena kejadian yang dikomentari dengan "tumben" itu tidak biasa terjadi. Mungkin alternatif penerjemahannya adalah "It's a surprise!" meskipun maknanya tidak sama benar.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu unit bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Tetapi yang dimaksud dengan makna di sini, menurut Newmark (1991: 26) bukanlah keseluruhan makna. Hariyanto (1999: 41) mencontohkan bahwa di dalam kalimat "She just arrived" terkandung makna bahwa seorang wanita sudah datang, apakah datangnya itu baru saja ataukah sekian jam yang lalu. Demikian juga kalimat bahasa Jerman "die Sonne geht auf" memberitahu kepada pembaca bahwa sekarang matahari sedang terbit atau memang biasanya terbit setiap pagi. Yang jelas, dengan kalimat ini pembaca juga diberi tahu bahwa matahari berjenis kelamin perempuan. Tetap dalam konteksnya, penerjemah tidak perlu menerjemahkan semua ragam makna ini. Jadi

makna yang mana yang harus diterjemahkan? Tentu saja makna yang paling penting disampaikan sesuai dengan tujuan penulisannya.

Newmark (1991), berpendapat bahwa makna bisa dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu makna kognitif, makna komunikatif, dan makna asosiatif. Ketiga makna ini sama-sama berkenaan dengan proses penerjemahan. Untuk menerjemahkan ungkapan sederhana bahasa Inggris "You know" saja (dalam kalimat, "I don't like it, you know."), seorang penerjemah perlu mengetahui ketiga makna ini. Makna kognitif dari ucapan itu adalah bahwa si pengujar mengatakan bahwa apa yang baru diucapkannya itu benar. Makna komunikatifnya adalah si pengujar minta perhatian pendengarnya, dan makna asosiatifnya adalah kedua orang tersebut sedang berbicara tentang sesuatu yang sama-sama mereka ketahui. Newmark lebih jauh menyatakan bahwa setiap jenis makna bisa dipindahkan ke dalam BSa meskipun dia juga mengakui bahwa tidak semua jenis makna ini harus diterjemahkan. Oleh karena itu penerjemah harus selalu mampu menganalisis jenis makna ini dan memprioritaskan makna yang lebih penting bagi keseluruhan teks.

Lebih jauh Newmark (1991; 29) membagi makna kognitif menjadi beberapa makna lagi, yaitu makna linguistik, makna rujukan, makna implisit, dan makna tematik. Makna linguistik adalah ide dasar yang ada di dalam teks yang bersangkutan. Bisa dikatakan bahwa makna ini sama tidak berbeda jauh dari serangkaian makna leksikal.

Makna rujukan adalah kata atau makna kata yang dirujuk oleh sebuah pronomina atau kata di dalam satu atau serangkaian kalimat. Sebagai contoh perhatikan kalimat berikut.

Ayahnya tetaplah seorang yang sabar. Ia tidak marah meskipun Gudang Garamnya basah kena tumpahan susu.

Di dalam kalimat di atas, makna rujukan kata "ia" adalah "ayahnya" dan kata "Gudang Garam" merujuk pada rokok cap Gudang Garam.

Makna implisit adalah gagasan atau makna yang ditentukan di dalam nada sebuah teks. Makna implisit tidak bisa ditemukan langsung dari baris-baris kalimat yang ada. Pembaca harus bisa mencari ini sendiri setelah membaca seluruh teks. Perhatikan contoh berikut.

130

Tentang Demokrasi

Sekarang, orang bilang, Demokrasi Ya demokrasi!

Demokrasi lebih baik kan? Toko hancur, buruh mogok Orang saling bunuh Petinggi saling fitnah

Dan anak-anak kurang makan Tak mampu menatap masa depan?

Dari contoh ini, pembaca tentu tahu bahwa kata demokrasi tidak bermakna seperti yang diuraikan baris-baris di atas. Makna implisit utama yang bisa ditarik dari puisi di atas adalah "orang berbuat semaunya dengan mengatasnamakan demokrasi". Makna ini baru bisa dipahami setelah pembaca membaca keseluruhan puisi.

Yang terakhir, makna tematik adalah makna yang dilihat dari kedudukan sebuah kata di dalam kalimat. Kata pertama di dalam kalimat disebut tema, dan mengandung informasi yang sudah sama-sama diketahui oleh para pelibat pembicaraan. Informasi barunya diletakkan di dalam bagian kalimat yang ada di belakang tema, yang disebut rema. Jadi makna tematik adalah makna yang dipentingkan berdasarkan kedudukan kata (tema-rema) di dalam kalimat. Kata yang pertama atau tema biasanya lebih ditekankan di dalam kalimat, oleh karena itu maknanya tidak bisa diabaikan begitu saja di dalam terjemahan. Makna tematik, atau makna kata yang berkedudukan sebagai tema, ini merupakan dasar formal ekuivalensi makna antara BSu dan BSa. Jadi kalimat "Ke sana dia pergi" menurut makna tematik ini harus diterjemahkan menjadi, "There he goes" karena makna tematik kata "Ke sana" itu penting.

Jenis kedua, makna komunikatif, juga bisa dibagi lagi menjadi beberapa makna, yaitu: makna ilokusi, makna performatif, makna inferensial, dan makna prognostik. Makna ilokusi adalah kekuatan atau maksud dasar sebuah kalimat. Kalau kalimat itu kalimat tanya maka dinyatakan dalam susunan kata yang bagaimana pun, makna ilokusinya menuntut adanya jawaban. Kalimat BSu yang mempunyai makna ilokusi seperti ini tentu saja tidak boleh diterjemahkan menjadi kalimat yang hanya berupa himbauan.

dilakukan jika sebuah kalimat ditulis atau sebuah ujaran diujarkan. Jadi, sebuah kalimat bermakna memberi kekuatan hukum di dalam surat perjanjian dan di dalam peristiwa perkawinan. Maksudnya adalah kalimat- kalimat di dalam surat perjanjian mengikat kedua belah pihak secara hukum. Sementara itu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pengantin laki-laki dalam menjawab pertanyaan penghulu di dalam adat perkawinan Islam adalah sebuah tindakan yang bisa mengesahkan atau tidak mengesahkan hubungan perkawinan sepasang manusia itu.

Makna inferensial adalah makna yang bisa disimpulkan dari sebuah kalimat. Kalimat "Seandainya saja kamu tahu hatiku" mempunyai makna penyesalan. Kalimat itu menyiratkan makna bahwa pengujar atau penulis menyesal bahwa pendengar atau pembaca dulu tidak mengetahui isi hatinya.

Makna prognostik adalah makna kalimat untuk memberi tanda bahwa sesuatu akan terjadi sebentar lagi. Kalimat "Tunggu apa lagi?" memberi tanda bahwa pendengar harus segera bertindak.

Di dalam sebuah kalimat, biasanya hanya terdapat satu buah makna komunikatif. Mungkin hal ini tidak begitu menyebabkan masalah bagi penerjemah, tidak seperti makna kognitif di atas, atau makna asosiatif. Makna asosiatif adalah makna yang berhubungan dengan latar belakang penulis, situasi, atau bahkan nilai bunyi kalimat BSu. Bila dihubungkan dengan latar belakang penulis, makna ini bisa ditangkap dari sosioleknya. Jadi kita bisa membedakan makna kata "bersantap" dan "makan". Maknya juga bisa diturunkan dari dialeknya, apakah kata yang dipakai adalah "kenape" atau "kenapa". Makna bisa juga dilihat dari jenis kata menurut kapan kata itu biasa digunakan. Jadi kalau kita mendengar seseorang mengucapkan kata "diabaiken" kita bisa menebak bahwa pengujar itu golongan tua yang menerima pendidikan bahasa Melayu lama, bukan generasi muda yang menerima pendidikan bahasa Indonesia.

Makna asosiatif bisa ditangkap dari situasinya, apakah situasinya formal atau informal, universal atau ekslusif, subjektif atau objektif (Newmark, 1999: 29-31). Makna ini terutama meliputi makna pragmatis, yaitu makna yang berkenaan dengan efek yang diingin diciptakan pada pembaca tertentu.

Mengenai derajat keformalan ini, kita bisa melihat apakah kalimat itu menggunakan kata "wafat", atau "mati, meninggal," atau "tewas."

132

Dalam hal keuniversalannya, kita bisa melihat apakah suatu kalimat menggunakan kata-kata yang umum atau khusus untuk kalangan tertentu saja, misalnya apakah menggunakan kata "perut" atau "abdomen." Dalam hal keobjektifan, bisa dipertanyakan apakah sebuah kalimat menggunakan kata-kata faktual atau kata-kata yang bermuatan emosi. Kita bisa membedakan makna ini di dalam kalimat "Ada tiga bekas luka yang mengeluarkan darah di bagian dada" dan "Darah mengucur deras dari dadanya."

Makna kata asosiatif bisa juga ditinjau dari budaya pengguna atau penulisnya. Kata "berambisi" yang digunakan oleh penulis Indonesia tentu tidak bermakna sama dengan "ambition" yang dipakai oleh penulis Inggris. Kata "demokrasi" mungkin berbeda maknanya dari kata "democracy" bagi penulis yang berasal dari budaya berbeda.

Makna yang terkait dengan nilai bunyi atau efek suara dan beberapa hasil manipulasi kata-kata bisa dilihat secara khusus pada gejala- gejala yang disebut onomatopoeia, asonansi, aliterasi, rima, dan lain-lain. Permainan kata ini bisa secara langsung digunakan utuk mengutarakan makna.

Akhirnya bisa dimengerti bahwa di dalam sebuah teks terdapat banyak sekali makna. Makna mana yang harus dipindahkan di dalam proses penerjemahan? Jawabnya tentu saja makna yang dimaksudkan oleh si penulis, bukan makna yang disusun sendiri oleh penerjemah. Karena makna yang dikehendaki oleh penulis BSu ini hadir di dalam tulisannya yang juga mengandung makna yang menurutnya kurang penting, maka seorang penerjemah harus berhati-hati agar makna ini tidak hilang di dalam proses penerjemahan. Makna ini harus diturunkan dari keseluruhan teks sebagai hasil proses mempertimbangkan sekian banyak makna yang telah disebut. Seorang penerjemah harus mampu menentukan apakah di dalam sebuah kalimat makna kognitif, makna komunikatif, atau makna asosiatifnya yang paling penting. Di samping itu ada juga kemungkinan bahwa makna kognitif, makna komunikatif, dan makna asosiatif ini menyatu dan oleh karenanya, kalau bisa, hendaknya ditransfer ke dalam BSa secara utuh.

Dalam dokumen Translation Bahasan teori and penuntun p (Halaman 132-140)

Dokumen terkait