• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Sasandu dalam Himne GMIT

Dalam dokumen T1 712012050 Full text (Halaman 32-38)

3. Tinjauan Sosio-Teologis terhadap Makna Simbol Sasandu dalam Panca Tugas GMIT

3.4. Makna Sasandu dalam Himne GMIT

Himne GMIT di atas menyentuh tugas gereja karena syairnya menunjuk pada tugas gereja yang merupakan bagian dari kehidupan gereja untuk dilaksanakan secara menyeluruh. Dalam syair “petiklah baginya” merupakan tanggung jawab pelayanan yang diembani Tuhan kepada kita.61 Syair himne GMIT sasandu panca tugas kita mempunyai idealisme bukan hanya tiga tugas gereja tetapi lima tugas gereja yaitu koinonia, diakonia, marturia liturgia, dan oikonomia. Sehingga dari ke tiga tugas gereja maka jadilah lima tugas gereja yang digunakan oleh GMIT hingga saat ini. Sasandu merupakan alat musik

61

Hasil wawancara dengan bapak Jhony Riwu Tadu, pada tanggal 26 april 2016 pukul 11.05 WITA

pentatonik atau sasandu itu memiliki lima nada. Karena sasandu pada aslinya hanya memiliki lima nada, lima nada sasandu itu sesuai dengan panca tugas gereja sehingga dipakailah sasandu sebagai lambang dari panca tugas gereja. Sehingga dari panca nada menjadi panca tugas, yang mana alat musik sasandu ternyata sejalan senada dengan pikiran panca tugas.62

Gereja-gereja dalam tugas pelayanan memiliki tritugas yaitu koinonia, marturia dan diakonia. Namun, GMIT menambahkan dua tugas gereja untuk melengkapi tritugas yang ada. GMIT menggunakan panca tugas pelayanan yaitu koinonia, marturia, diakonia, liturgia dan oikonomia. Dua tugas gereja yang ditambahkan oleh GMIT dengan alasan GMIT tidak ingin meng-copy paste

pemahaman eklesiologi dari luar, tetapi GMIT menginginkan eklesiologi itu berakar dari masyarakat. Eklesiologi yang ramah terhadap budaya menentang atau berlawanan dengan eklesiologi masa lampau yang menolak budaya dan pengalaman-pengalaman masyarakat. Di sisi lain tritugas gereja menurut Calvin, oleh GMIT dipandang belum cukup untuk menampung seluruh gagasan tentang panggilan yang dipercayakan kepada gereja. Karena itu pada tahun 1991 pada sidang sinode ke 27 di Imanuel Oepura ditambahkan satu bidang tugas dan dicantumkan dalam Rencana Induk Pelayanan (RIP) GMIT tahun 1991-2011 yaitu bidang tugas liturgi. Dalam pergumulan kemudian di antara kedua sidang sinode yaitu sidang sinode ke 27 tahun 1991 dan sidang sinode ke 28 tahun 1995, dilakukan revitalisasi RIP GMIT 1991-2011 dengan menambahkan satu bidang tugas gereja yaitu bidang tugas oikonomia sehingga menjadi 5 bidang tugas gereja. Lima tugas gereja inilah yang di cantumkan ke dalam himne GMIT. Dua bidang tugas tambahan ini sesungguhnya dapat menjadi bagian dari ketiga bidang tugas yang terdahulu tetapi GMIT menyadari bahwa kedua bidang tugas yang baru itu perlu mendapat perhatian secara khusus, karena itu dibedakan dari tiga bidang tugas terdahulu.63

62

Hasil wawancara dengan Ibu Fredrika Polhaupessy, istri dari alm penulis hymne GMIT, pada tanggal 11 mei 2016 pukul 09.15 WITA

63

Hasil wawancara dengan bapak Yance Nayoan, pada tanggal 20 februari 2017 pukul 18.00 WITA

3.4.1. Makna Simbol Sasandu dalam Persekutuan (Koinonia)

Dalam konteks masyarakat yang di dalamnya GMIT hidup dan melayani dicirikan oleh keberagaman (suku/etnis, bahasa, agama, afilisasi, politik, almamater, ddl.) Lapis-lapis koinonia yaitu koinonia yang berbasis pada setiap keluarga Kristen, koinonia berjemaat, koinonia semua manusia dan berbagai agama, serta koinonia seluruh ciptaan.64 Hal ini mengindikasikan bahwa koinonia merupakan wadah persekutuan yang tidak terbatas pada suatu agama. Tetapi koinonia mencakup seluruh ciptaan tanpa terkecuali.

Tanpa simbol kita tidak dapat mengkoordinasikan tindakan kita dengan tindakan orang lain.65 simbol bukan hanya tentang individu tetapi juga tentang masyarakat, simbol digunakan untuk kepentingan manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Menurut masyarakat Rote sasandu merupakan suatu simbol yang digunakan sebagai pemersatu. Hal ini di karenakan sasandu dimainkan saat kematian, perkawinan, pesta rumah baru, hari raya, upacara adat, dll. 66

Sasandu digunakan dalam persekutuan karena ia mempersatukan orang-orang dalam Lapis-lapis koinonia yaitu keluarga Kristen, koinonia berjemaat, koinonia semua manusia dan berbagai agama, serta koinonia seluruh ciptaan.

kebudayaan adalah hasil objektif yang telah diperoleh manusia dalam sejarah perkembangannya dari generasi ke generasi.67 Jadi sasandu merupakan alat musik yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Sasandu juga diwariskan oleh Alm. Bapak Fobia kepada seluruh jemaat GMIT. Melalui syair himne GMIT “sasandu panca tugas kita petiklah baginya” ini menunjuk pada sebuah persekutuan bekerjasama dalam melaksanakan tugas pelayanan.

Klyukanov, mengatakan “identitas budaya dapat dilihat sebagai keanggotaan dalam suatu kelompok di mana semua orang menggunakan sistem simbol yang sama”.68

Dengan demikian sasandu merupakan identitas bagi masyarakat Rote Ndao. Inilah alasan mengapa sasandu dipakai dalam syair himne GMIT. Secara

64

Majelis Sinode GMIT, Tata Gereja Gereja Masehi Injili di Timor 2010 (Kupang: Sinode GMIT, 2015), 33.

65

James M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi (Jakrta: Erlangga, 2007), 15.

66

Haning, Sasandu, 24.

67

Poespowardojo, strategi kebudayaan, 64.

68

khusus dalam tugas persekutuan sasandu dipandang sebagai identitas bagi anggotanya yang adalah jemaat GMIT.

3.4.2.Makna Simbol Sasandu dalam Kesaksian (Marturia)

Kesaksian (marturia) adalah tugas memberitakan kabar baik kepada dunia, untuk menyaksikan kuasa pembebasan Allah di dalam Yesus Kristus, secara dialogis, jujur, dan terbuka.69 Sasandu sebagai alat musik petik yang dapat mengeluarkan bunyi yang sangat indah. Orang-orang yang mendengar alat musik dari sasandu merasa tenang, syahdu, tersentuh dengan nada yang terdengar. Melalui syair himne GMIT “sasandu panca tugas kita petiklah baginya” sang pencipta lagu hendak menyampaikan kepada jemaat GMIT bahwa tugas kesaksian ini haruslah dilaksanakan. Secara khusus melalui syair “petiklah baginya”, ingin disampaikan bahwa kesaksian gereja haruslah memberi dampak positif bagi semua orang sama seperti indahnya alunan sasandu.

Sasandu diambil sebagai simbol dari panca tugas GMIT, salah satunya adalah tugas kesaksian. Oleh karena itu sasandu digunakan sebagai simbol yang mewakili panca tugas GMIT yang juga mewakili tugas kesaksian ketika ia dipetik atau dimainkan.

Identitas sosial adalah konsep diri pribadi ketika berinteraksi sosial.70 Sasandu merupakan identitas sosial dan juga merupakan identitas bagi masyarakat Rote Ndao dan jemaat GMIT. Identitas inilah yang digunakan untuk memberi kesaksian kepada semua orang tentang Yesus Kristus.

3.4.3.Makna Simbol Sasandu dala m Pelayanan Kasih (Diakonia)

Pelayanan kasih (diakonia) adalah keberpihakan dan solidaritas GMIT terhadap kaum lemah, orang miskin, orang tertindas, orang asing dan kaum terpinggirkan lainnya dalam gereja dan masyarakat.71 Sebuah simbol dapat berfungsi untuk menggabungkan dan membangun sebuah keseluruhan yang organis (dapat dibandingkan dengan cara anggota-anggota yang tidak terhitung

69

Majelis Sinode GMIT, Tata Gereja, 33.

70

Masroer, Identitas Komunitas, 122.

71

jumlahnya membentuk satu badan). Atau simbol itu dapat berfungsi untuk menggabungkan dengan cara yang mengherankan unsur-unsur pengalaman yang tampak tidak saling bersesuaian atau bahkan bertentangan.72 Sasandu berfungsi untuk mempersatukan persekutuan orang percaya dengan masyarakat sekitar. Sasandu yang adalah alat musik orang Rote, ingin menyatuhkan pemahaman bahwa dalam kehidupan masyarakat tidak ada yang lebih suci atau mulia tetapi semua yang ada dipandang sebagai satu yang tidak memilik perbedaan dari sisi manapun.

Kebudayaan sebagai langkah penyesuaian diri manusia kepada lingkungan sekitarnya. GMIT melakukan penyesuaian kepada budaya Rote melalui alat musik sasandu. Dengan demikian GMIT dapat melakukan pelayanan tanpa adanya hambatan dari masyarakat setempat.

3.4.4. Makna Simbol Sasandu dala m Ibadah (Liturgia)

Liturgia dimasukan ke dalam panca tugas karena masyarakat di NTT di mana lingkup GMIT hadir adalah masyarakat yang selalu hidup dalam semangat penyembahan. Liturgi merupakan suatu pelayanan ibadah yang dilakukan untuk penyembahan kepada Tuhan. Bagi masyarakat NTT Ibadah adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka, ritus-ritus mulai dari hamil, melahirkan, ulang tahun anak-anak, remaja hingga dewasa, nikah, dan mati. Semua dilakukan dalam suatu bentuk ibadah. Sehingga dapat dikatakanan bahawa masyarakat NTT adalah masyarakat yang berliturgi. Apabila GMIT hanya memakai tritugas gereja maka aspek liturgia dengan sendiri akan hilang.

Ibadah (liturgia) menekankan dimensi vertikal pelaksanaan misi gereja. Gereja yang mengabaikan kehidupan spiritualnya akan kehilangan daya dalam melaksanakan misinya. Misi adalah aksi kontemplatif dan kontemplasi yang aktif pada saat yang bersamaan. Pengalaman bersama Allah dalam doa dan penyembahan menentukan keberhasilan kita dalam misi gereja ini.73 Sebagai bentuk penyembahan kepada Allah sang kepala gereja, dalam ibadah sasandu

72

Dillistone, The Power of Symbols, 223-224.

73

dapat dijadikan alat yang dapat melengkapi atau menyempurnakan ibadah tersebut.

Simbol sendiri tidak pernah menunjukan pada dirinya sendiri tetapi senantiasa menunjukan realitas yang lain, yang dalam perayaan liturgi adalah peristiwa perjumpaan umat beriman dengan Allah sendiri.74 Dalam ibadah musik merupakan alat yang melengkapi pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Sasandu sebagai salah satu alat musik yang digunakan GMIT, merupakan simbol yang cukup penting untuk menaikan pujian kepada Tuhan.

Identitas mencerminkan suatu kelompok mempunyai kesamaan yang diwujudkan dalam atribut sosial yang mengikat isi, yakni karakteristik nilai dan cita-cita sosial yang sama.75 GMIT merupakan suatu kesatuan dengan seluruh warga GMIT yang menggunakan sasandu sebagai salah satu atribut sosial.

3.4.5. Makna Simbol Sasandu dalam Penatalayanan (Oikonomia)

Oikonomia dimasukan kedalam panca tugas karena masyarakat di NTT di mana GMIT hadir merupakan masyarakat yang menata dirinya dalam suku-suku dan dalam struktur masyarakat. Ada punya pengaturan tentang hak kepemilikan, ada fungsi-fungsi yang disebut oikonomia. Eklesiologi klasik yang disebut tritugas diamabil dari budaya orang eropa yang tidak memperhatikan aspek oikonomia. Namun GMIT menginginkan eklesiologi yang berdialog dengan pengalaman masyarakat. Oleh sebab itu GMIT menambahkan satu aspek yaitu oikonomia.

Penatalayanan dalam pemahaman GMIT mencakup baik tanggung jawab penataan internal gerejawi maupun tanggung jawab penataan masyarakat dan semesta milik Allah. Penataan internal gereja meliputi pelaksanaan tata gereja dan disiplin, penataan organisasi dan manajemen, pengolaan personil, peningkataan pendapatan jemaat, serta pengelolaan keuangan, dan harta milik gereja lainnya.

74

Suharyo, Gereja yang Melayani, 42.

75

Masroer, Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi: studi pada komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2015), 120.

Secara eksternal, oikonomia menunjuk pada tanggung jawab untuk mengupayakan keadilan ekonomi dan ekologi dalam dunia milik Allah.76

Penggunaan sasandu dalam himne juga menunjukan kaitannya dengan lima nada yang terdapat dalam sasandu. Sebagaimana dalam sebuah kesatuan sasandu terdapat lima nada, maka GMIT menggunakan simbol sasandu juga untuk menunjukan bahwa dalam pelayanan GMIT sendiri terdapat lima hal pokok yang menjadi tugas dan misi dalam melakukan pelayanan.

Penggunaan sasandu ingin menunjukan bahwa dalam panca tugas GMIT tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang saling menopang dalam misi pelayanan yang akan dilakukan GMIT. Ini menunjukan bahwa dalam pelayananNya, GMIT tidak bisa hanya memfokuskan kepada bidang marturia, koinonia, liturgia dan diakonia saja tetap bidang oikonomia pun merupakan salah satu bentuk pelayanan yang harus diperhatikan. Di mana dalam bidang ini GMIT akan lebih memfokuskannya kepada organisasi dan administrasi.

Dalam dokumen T1 712012050 Full text (Halaman 32-38)

Dokumen terkait