• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna sumpit bagi masyarakat Tionghoa di Medan

BAB V EKSISTENSI, FUNGSI DAN MAKNA SUMPIT

5.2 Makna sumpit bagi masyarakat Tionghoa di Medan

Sumpit dianggap mencerminkan keanggunan dan belas kasih sebagai ajaran moral utama dari Konghucu. Di dalam masyarakat Tionghoa, makan bersama dianggap sebagai sarana mempererat tali persaudaraan dan kesempatan berkumpul dengan sanak keluarga dan teman-teman. Oleh karenanya, alat yang dapat melukai orang tidak boleh ada di atas meja makan. Sumpit juga dianggap sebagai lambang kesetiaan, keharmonisan, dan persatuan karena tidak mungkin kita menggunakan sumpit hanya satu bilah saja melainkan harus dua bilah (sepasang).

Sumpit dapat mencerminkan status sosial seseorang. Bila seseorang menjamu tamu dengan menggunakan sumpit yang terbuat dari gading, maka orang tersebut bisa dikategorikan sebagai orang kaya dan sebagai tuan rumah dapat diartikan, bahwa dia menganggap orang tersebut sebagai tamu kehormatannya, sehingga dia memberikan sumpit yang terbuat dari gading untuk sebagai bentuk rasa hormat terhadap tamu tersebut. Seseorang yang memegang sumpit dengan kelima jarinya menandakan kemakmuran orang tersebut. Bila orang tersebut menggunakan ketiga jarinya, maka orang itu adalah orang yang berjiwa lepas, sedang bagi orang yang menggunakan keempat jarinya untuk memegang sumpit, maka orang itu mempunyai hidup yang baik. Disebutkan pula, bahwa semakin tinggi seorang gadis memegang sumpit, maka semakin lama pula ia akan menikah, dan sebaliknya Fu Chunjiang (2003:143-146).

Mereka juga memiliki tradisi untuk meletakkan sumpit di atas bejana untuk dipersembahkan kepada para dewa. Biasanya sumpit yang dipersembahkan untuk para dewa

itu adalah sumpit yang mahal yang biasanya terbuat dari logam atau kayu yang sangat mahal sebagai bentuk penghargaan kepada para dewa. Selain itu, orang Cina selalu menyiapkan tempat di meja untuk menata sepasang sumpit dan semangkuk nasi tambahan bagi anggota keluarga mereka yang telah meninggal. Hal ini dilakukan setiap acara makan selama tiga tahun setelah kematian orang itu untuk menunjukkan bahwa keluarga yang ditinggalkan masih berbagi makanan dengan arwah tersebut seakan-akan dia masih hidup. Saat mendoakan arwah di makam ataupun di meja altar, anggota keluarga yang masih hidup pun biasanya mempersembahkan makanan dan minuman, lengkap dengan alat makannya yang ditata dengan rapi, agar arwah tersebut selalu memiliki makanan dan minuman di alam baka agar tidak kelaparan.

Orang Cina akan memberi hadiah sepasang sumpit pada sepasang pengantin pada acara pernikahan, karena sumpit melambangkan kebersamaan. Diharapkan pasangan pengantin tersebut akan senantiasa selalu bersama seperti sepasang sumpit yang tidak terpisahkan. Dalam “mas kawin” yang diberikan orang Cina terdapat pula delapan pasang sumpit. Sumpit (筷子 kuaizi) memiliki makna (快生孩子 kuai sheng hai zi)yang berarti harapan untuk dapat cepat melahirkan atau memiliki anak.

Peletakan sumpit di sebelah mangkuk selain dikarenakan oleh alasan keindahan, juga karena hal ini memiliki makna (mitos) untuk mencegah perceraian dalam waktu singkat atau cepat (快 kuai: cepat). Selain itu sumpit harus diletakkan dalam posisi yang sama rata. Bila tidak, makan akan membawa nasib sial bagi orang yang memakai sumpit tersebut Fu Chunjiang (2003:146).

5.2.1 Sumpit dalam Nilai Estetika

Masakan Cina menekankan pada penilaian terhadap seni keindahan, karena itu masakan yang baik harus disertai oleh peralatan makan yang baik pula. Jadi, tidaklah mengherankan jika sumpit menjadi alat makan utama bagi orang Cina, karena sumpit dianggap sebagai hasil seni. Dan saat ini, semakin banyak sumpit yang dibuat mengandung nilai seni. Sebagai contoh, pada acara makan, sumpit kayu keras yang sederhana, indah dan megah cocok bila dipasangkan dengan barang-barang porselen kelas atas, sementara sumpit eboni dengan meja makan dari porselen berwarna putih akan membuat acara makan menjadi lebih berwarna, dan sumpit porselen berwarna biru dan putih akan cocok dengan mangkuk dan piring yang penuh warna (berwarna-warni) di atas meja makan (Lan Xiang, 2005:27-28).

Sepasang sumpit tidak bisa dan tidak boleh diletakkan begitu saja di atas meja. Sumpit diletakkan di atas sandaran sumpit (chopstick’s rest) yang diletakkan di sebelah mangkuk dengan posisi ujung yang lebih runcing berada di atas agar ujung yang terkena mulut tidak menyentuh benda-benda lainnya. Sumpit pun harus diletakkan secara rata, karena susunan yang tidak sama akan membawa nasib sial. Apabila tidak disediakan bantalan sumpit, sumpit dapat diletakkan di sebelah kanan mangkuk bila telah selesai menyantap hidangan.

Sumpit sebagai suatu karya seni yang indah diwujudkan dengan terdapatnya motif, warna, materi pembuatan, maupun bentuk yang beragam. Artinya, sumpit bukan hanya merupakan seperangkat alat makan yang dapat dibuang setelah sekali pakai , tetapi juga bisa menjadi karya seni unik yang dapat dijadikan koleksi atau pajangan. Sebagai contoh, Song Dong seorang seniman asal Beijing, Cina dan istrinya yang bernama Yin Xiuzhen membuat

suatu pameran (Chopsticks) pada tahun 2002 lalu dengan mengambil sumpit sebagai sarana instalasi Song Dong dan Yin Xiuzhen (2002:26).

Sebagian orang menjadikan sumpit sebagai koleksi pribadi. Ada dua museum di Asia yang menampilkan koleksi tersebut. Di Cina, museum sumpit Lan Xiang di Shanghai menyimpan lebih dari 2.000 pasang sumpit, dengan koleksi tertua berasal dari Dinasti Tang. Sedangkan Jepang memiliki museum sumpit versi lain, Chopstick Gallery MON di Kyoto. Di tempat ini dijual berbagai sumpit asli Kyoto dengan keunikan ukiran dan desain tradisional. Jenis sumpit yang ditawarkan pun beragam, mulai dari yang tradisional sampai yang modern, terbuat dari kaca sampai yang sederhana, atau bahkan satu set sumpit yang penuh dekorasi.

Seorang seniman tua dari Jepang yang bernama Takashi Koike, mengisi waktunya dengan mendaur ulang sumpit bekas menjadi karya seni yang bernilai. Takashi dengan imajinasinya berhasil membuat berbagai patung fauna laut dengan sumpit-sumpit bekas yang sebelumnya dia tempel dan kemudian diukir. Seninya menginspirasi para seniman untuk ikut menggunakan media seni yang bekas pakai sehingga ikut dalam usaha go green dan melawan global warming. Berikut adalah gambar contoh hasil karya Takashi:

Gambar 3:

Daur Ulang Sumpit menjadi Karya Seni oleh Takashi Koike dari Jepang

Gambar 4:

Daur Ulang Sumpit menjadi Karya Seni Mimesis Daun oleh Takashi Koike dari Jepang

Gambar 5:

Daur Ulang Sumpit menjadi Karya Seni Mimesis Ikan oleh Takashi Koike dari Jepang

Dokumen terkait