• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Makrozoobentos

Dari hasil pengamatan dan analisis data selama penelitian disepanjang aliran Sungai Singkil, yaitu Stasiun 1 (Muara), Stasiun 2 (Kilangan), Stasiun 3 (Bengkolan), Stasiun 4 (Rantau Gedang) dan Stasiun 5 (Payabumbung), diperoleh makrozoobentos sebanyak 11 genus yang termasuk kedalam 1 filum, 1 kelas, 5 ordo dan 11 famili (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Makrozoobentos yang ditemukan di Lokasi Penelitian

Filum Kelas Ordo Famili Genus/spesies

Mollusca

Gastropoda

Archaeogastropoda 1. Neritidae 1. Neritina sp

Mesogastropoda 2. Eulimidae 2. Pictobalcis sp 3. Palanaxidae 3. Quoyia sp 4. Pomatiopside 4. Pomatiopsis sp 5. Thiaridae 5. Melanoides sp

6. Thiaridae 6. Thiara scabra

winteri

Neogastropoda 8. Buccinidae 8. Anentome sp

9. Muricidae 9. Morula sp

Opisthobranchia 10.Pyramidellidae 10.Muniola sp

Unionida 11.Unionidae 11.Alasmidonta

sp

Makrozoobentos yang ditemukan termasuk kedalam filum Mollusca dan merupakan kelas gastropoda yang terdiri dari Neritina sp, Pictobalcis sp, Quoyia sp, Pomatiopsis sp, Melanoides sp, Thiara scabra, Thiara winteri, Anentome sp, Morula sp, Muniola sp dan Alasmidonta sp.

Jumlah spesies yang paling banyak ditemukan pada daerah muara (stasiun 1), dimana terdapat 247 individu dari 3 jenis makrozoobentos (Lampiran 5). Jenis yang paling dominan adalah Melanoides sp, yang ditemukan sebanyak 129 individu dan jenis yang paling sedikit adalah Pomatiopsis sp sebanyak 14 individu. Jumlah spesies yang paling sedikit ditemukan pada daerah payabumbung (stasiun 5) yaitu sebanyak 35 individu dari 2 jenis makrozoobentos. Makrozoobentos pada stasiun ini tidak ditemukan sama sekali pada titik sampling 5.2 dan ditemukan dengan jumlah jenis yang sedikit pada titik sampling 5.1 (lampiran 5). Pada stasiun ini ditemukan jenis yang paling banyak adalah Anantome sp sebanyak 21 individu dan jenis yang paling sedikit Thiara scabra sebanyak 14 individu.

Sedikitnya makrozoobentos yang ditemukan pada stasiun ini diduga karena adanya kegiatan penambangan pasir oleh masyarakat sehingga

menyebabkan terganggunya kondisi lingkungan yang mendukung kelangsungan hidup makrozoobentos tsb. Hal ini dapat dilihat dengan rendahnya tingkat kecerahan perairan pada stasiun ini yaitu 38 cm. Meningkatnya sedimentasi (pengendapan) partikel organik maupun anorganik sebagai output aktifitas penambangan pasir, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya kekeruhan perairan. Rantai dampak berlanjut pada menurunnya komunitas biota yang sangat bergantung pada tingkat kecerahan dan intensitas cahaya diperairan sungai. Secara langsung, dampak penambangan adalah menurunkan produktifitas hayati biota perairan. Masuknya bahan cemaran ke dalam perairan akan membunuh organisme yang paling sederhana dan sensitif. Bila bahan cemaran terus masuk, akan membunuh moluska sebagai kelompok filter feeder.

Selain itu faktor kecepatan arus juga sangat mempengaruhi keberadaan makrozoobentos pada suatu perairan, dimana pada stasiun 5 diketahui bahwa kecepatan arus lebih rendah dari stasiun lainnya.

Melanoides sp dan Anantome sp merupakan kelompok besar penyusun komunitas makrozoobentos yang ada di perairan sungai Singkil, dan Melanoides spmerupakan makrozoobentos yang kepadatan individunya paling besar (Gambar 4.1). Anantome spmemiliki distribusi cukup luas ditandai dengan ditemukan pada 4 (empat) stasiun penelitian dan jenis ini tidak ditemukan pada stasiun 3. Nilai kepadatan makrozoobentos antar stasiun memperlihatkan adanya perbedaan Gosling (2003) menyatakan bahwa arus menjadi salah satu faktor pembatas penyebaran makrozoobentos.

jumlah. Dimana kepadatan makrozoobentos mulai dari yang terbesar yaitu di stasiun 1 (457.407 ind/m2), stasiun 3 (259.259 ind/m2), stasiun 4 (179.630 ind/m2), stasiun 2 (81.481 ind/m2) dan kepadatan paling kecil ditemukan pada stasiun 5 (64.815 ind/m2). Data kepadatan makrozoobentos pada masing-masing stasiun penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 .

Tabel 4.3. Data kepadatan makrozoobentos di lokasi penelitian.

No. Biota Kepadatan (ind/m2)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

1. Alasmidonta sp 0 1.852 0 0 0 2. Anantome sp 192.593 7.407 0 14.815 38.889 3. Melanoides sp 238.889 25.926 48.148 0 0 4. Morula sp 0 1.852 0 0 0 5. Muniola sp 0 1.852 9.259 0 0 6. Neritina sp 0 0 1.852 0 0 7. Pictobalcis sp 0 1.852 0 0 0 8. Pomatiopsissp 25.926 35.185 20.370 0 0 9. Thiara scabra 0 0 90.741 101.852 25.926 10. Thiara winteri 0 5.556 88.889 27.778 0 11 Quoyia sp 0 0 0 35.185 0 Jumlah 457.407 81.481 259.259 179.630 64.815

Tingginya kepadatan organisme makrozoobentos pada stasiun 1 yaitu muara sungai, disebabkan adanya aliran air dari sungai yang masuk dari vegetasi mangrove berupa lumpur dan pasir yang mengandung berbagai bahan organik. Dengan demikian pada stasiun muara sungai lebih padat mangrovenya dibandingkan dengan stasiun lainnya, yang juga mempengaruhi kehidupan berbagai organisme yang ada dalam ekosistem mangrove tersebut khususnya makrozoobentos yang hidup didalamnya memiliki persediaan makanan yang melimpah dari serasah mangrove. Sebagaimana dikatakan oleh Kartawinata et al

(1979) dalam Samsurisal (2011) bahwa dalam ekosistem hutan mangrove makrozoobentos berfungsi sebagai pemakan detritus. Daun-daun tua yang berguguran merupakan makanannya, terutama yang telah dihancurkan oleh makroorganisme dan bercampur dengan butiran-butiran tanah membentuk lumpur organik.

Gambar 4.1. Kepadatan makrozoobentos pada stasiun penelitian

Kepadatan makrozoobentos terendah ditemukan pada Stasiun 5 dimana pada stasiun ini didominasi oleh vegetasi kelapa sawit dari perkebunan kelapa sawit yang berada di sekitarnya. Rendahnya kepadatan makrozoobentos pada stasiun ini dapat dimengerti dengan adanya kegiatan perkebunan kelapa sawit tersebut yang menggunakan pupuk dan pestisida (bahan toksik) berlebihan untuk meningkatkan hasil perkebunan. Air buangan dari daerah perkebunan masuk ke sungai dan mencemari air sungai. Ditambah lagi dengan adanya kegiatan

penambangan pasir (bahan galian C) di sekitar stasiun penelitian ini, dimana bentos sebagai hewan yang cara hidupnya dengan membenamkan diri pada substrat tanah sehingga dengan adanya kegiatan penambangan pasir tersebut akan berpengaruh terhadap keberadaan makrozoobentos. Kegiatan pertambangan untuk galian C dapat mengakibatkan kerusakan pada sungai berupa erosi pada bantaran sungai dan kekeruhan yang dapat menghalangi penetrasi sinar matahari sehingga dapat mempengaruhi organisme yang hidup di sungai tersebut. Pada kondisi demikian, akan terjadi kompetisi antar hewan makrobenthos baik dalam rangka persaingan ruang maupun makanan. Bagi biota yang yang tidak mampu bersaing akan tersingkir sehingga akan menghilang atau berkurang kepadatannya. Hilang atau berkurangnya kepadatan biota tersebut dapat karena mati atau bermigrasi untuk biota yang dapat bergerak aktif. Padahal salah satu sifat hidup makrozoobentos adalah mempunyai pergerakan yang lamban. Apabila kondisi perairan kurang mendukung atau adanya perubahan parameter lingkungan, maka makrozoobentos yang dapat bertahan hidup adalah hewan yang mempunyai daya adaptasi yang tinggi.

Dokumen terkait