• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.2 Maksud Tuturan Fatis

4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Mengundang

Tuturan fatis mengundang merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Maksud tuturan fatis mengundang di sini menunjukkan adanya suatu tuturan fatis yang bermaksud untuk memberikan penawaran atau mengundang mitra tutur dengan harapan baik yang dituturkan oleh penutur.. Pembahasan maksud fatis subkategori mengundang ini diperkuat dengan konteks

yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis.

Tuturan D1 (a1 dan b1)

M: “Beda, Pak, kalo ini berhubungan, berpengaruh tapi cuma aspek yang

ini, Pak, signifikansinya. Aspek kedua, yang faktor kunjungan ke perpustakaan dan faktor menghadapi ujian. Tapi kalo ini tuh, eh. “ D: “Ya, neng kene ta ya, ra ana?”

M: “Nggak ada, Pak, kan ini sudah ada.” D: “Lha, iya, terus (D1)

M: “Kalau ini seratus persen pengaruh, oh yang ini tuh cuma satu aja lho, Pak. Kalau ini pengaruh yang tidak signifikan, kalau yang signifikan, kan cuma dua, kalau ini yang berpengaruh cuma satu.”

D: “Apa wae yang signifikan?

M: “Cuma dua ini, Pak”

D: “Apa kuwi, kuwi yg signifikan ndak?” M: “Signifikan….”

D: “Terhadap atau dan?” M: “Kan ada 4 aspek, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi kunjungan ke perpustakaan terhadap prestasi belajar).

Maksud tuturan D1 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan D1 yang berbunyi “Lha iya terus”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa

mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D1 dapat dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan.

Tuturan D2 (a2 dan b4)

M: “Kalo dimensi ini saja kan nggak pa-pa kan, Pak?”

D: “Hah? (D2)

M: “Kalo dimensinya yang diteliti itu saja kan nggak pa-pa kan, Pak?”

D: “Ya ra pa-pa, tapi kan di sini kan ada ilmu sosial, bla bla bla dan

seterusnya terhadap pelajaran apa?” M: “Matematika”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi apa saja yang akan diteliti pada penelitiannya).

Maksud tuturan D2 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D2 yang berbunyi “Hah”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan pilihan

sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi penelitian. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D2 dibuktikan adanya partikel fatis yang digunakan

oleh mitra tutur, yaitu partikel „hah‟. Kategori fatis “hah” adalah penanda basa-

basi berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan pengulangan pernyataan.

Tuturan D3 (a1 dan b1)

M: “Sebelum multikulinear itu lho, Pak?” D: “Hah?”

M: “Multi...” D: “Hayo? (D3)

M: “Nanti saya cari, Pak, bukunya. Haha lupa, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear).

Maksud tuturan D3 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D3 yang berbunyi “hayo”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D1 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hayo‟. Makna kategori fatis “hayo” pada umumnya adalah menakut-nakuti atau mengancam sang mitra tutur atas tindakan yang telah, sedang, bahkan akan dilakukannya. Pada umumnya, tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur itu bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki oleh penutur. Oleh karena itu, penutur menggunakan “hayo” sebagai semacam peringatan atau ancaman untuk tidak melakukan tindakan tersebut.

Tuturan D4 (a3 dan b6)

D: “(membaca) Sekarang kalau saya malas belajar akuntansi karena situasi

berisik, kalau kamu jawab sangat setuju gitu. Itu artinya apa?

M: “Ya berarti kalo kelas yang berisik itu mempengaruhi saya, jadi saya males gitu, Pak.”

D: “Jadi, saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males, gitu? (D4) M: “Saya tidak males, walaupun dia berisik.”

D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang paling besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti e saya sangat terpengaruhi situasi.”

D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang pa;ing besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti eh saya sangat terpengaruhi situasi.”

(Konteks tuturan: T uturanterjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri).

Maksud tuturan D4 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis

kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D4 yang berbunyi “Jadi saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D4 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang

digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Nah‟. Nah selalu terletak pada awal

kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan D5 (a1 dan b1)

D: “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang

terakhir ndak, Mbak?” (D5)

M: “Pernah, Pak, jelek banget, Pak. Yang proposal yang kemarin yang itu lho, Pak yang proposal waktu seminar itu lho, Pak. Jelek banget.”

D: “Beda, ya?”

M: “Yang proposal waktu saya seminar presentai itu lho, Pak,” D: “Gimana?”

M: “Jelek banget.” D: “Terus?”

M: “Nggak nge-dhong maksudnya gimana.”

D: “Terus sekarang.”

M: “Ya lumayanlah, Pak. Ada perbaikan. Setiap saya bimbingan pasti ada

perbaikan kok Pak. Berarti ini udah di ACC ya Pak? Ya, Pak, ya?” D: “Ngopo di ACC?

M: “(tertawa) nggih, Pak.

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan).

Maksud tuturan D5 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D5 yang berbunyi “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak mbak?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan.. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan D6 (a1 dan b2)

M: “Karyawan bagian kebersihan itu predikatnya, kan dia menyatakan eh, jadi subjeknya itu Lun, kemudian predikatnya itu karyawan bagian kebersihan terus objeknya eh sebentar-sebentar, Lun ini eh subjeknya

terus eh menyapu itu, eh ini predikatnya menyapu, terus objeknya di hotel Samarinda.”

D: “Sudah ini kalo kamu mbaca gimana? Coba dibaca!” M: (membaca dan mencoba)

D: “Ini baru dua alinea lho, ini ketok e baru dua halaman lho iki.

(D6)

M: “Eh subjeknya Lun, kemudian dia predikatnya itu menyapu terus, eh…objeknya lantai yang kotor.”

D: “Lainnya sebagai apa itu?”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik).

Maksud tuturan D6 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D6 yang berbunyi “Ini baru dua alinea lho ini ketok e baru dua halaman lho iki, udah hampir”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D6 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang

bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan D7 (a1 dan b2)

D: “Gitu loh, kalimat sederhananya kan hanya ini. Ini kan bisa saya kembangkan lagi. Lun yang berbaju merah sebagai karyawan bagian kebersihan di hotel Samarinda menyapu lantai yang kotor sekali karena macam-macam, tapi pokok kalimatnya itu apa? Pokok kalimatnya adalah iki lho Mbak. Lun menyapu lantai. Nah sekarang kalau di sini kalimat utamanya di mana ini? Tiga kata!”

M: “Emm, orang tua membentuk karakter anak, eh.. emm (masih mencoba menganalisis kalimat utama bagian proposalnya). Eh subjeknya tuh orangtua terus, ”

D: “Masa membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2-3 menit

malah 5 menit.” (D7)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik).

Maksud tuturan D7 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D7 yang berbunyi “Mosok membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2 3 menit malah 5 menit”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi.

Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan D8 (a1 dan b2)

D: “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?” (D8)

M: “Ada, Pak.” D: “Siapa?”

M: “Emm namanya, Ani sama Song sama Mely sama….” D: “Oke, anak mana mereka, orang mana, asli mana?” M: “Satu beasiswa, Pak.”

D: “Satu beasiswa, coba nanti tanyain ya pada temenmu, “eh aku diminta dosen pembimbingku itu untuk membuat kalimat sederhana dari ini, gitu ya kira-kira bagaimana”, itu yang pertama. Kemudian yang kedua ini banyak kalimat yang tidak efektif gitu ya, dan kalimatnya ini membingungkan, gitu ya, sehingga sodara ini perlu memperbaiki itu, gitu loh. Supaya apa? supaya satu alinea itu ada satu pokok pikiran. Kemudian ada misalnya satu kalimat utama dan sebagainya, gitu loh. Sehingga, kamu kalau misalnya ini dilakukan menjadi jelas, ini yang terjadi ini kamu membuat kalimat tetapi itu membingungkan, gitu ya. Sehingga, eh untuk yang kalimat utamanya apa.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat).

Maksud tuturan D8 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa

depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D8 yang berbunyi “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan D9 (a1 dan b4)

D: “Ya, kan yang tahu Anda ta. Ya, kalo ditanya, ya perkerjaaannya

seperti ini. Lha Anda mau mngerjakan yang mana. Mengerjakan yang mana. Nih Mas Dimas juga nggak datang.”

M: “Ketiduran paling dia, Pak.” D: “Hah?”

M: “Biasanya ketiduran.”

D: “Kok bisa ketiduran? (D9)

M: “Bola, Pak, soalnya. Iya, kan tadi malam bola. Begadang terus kok,

Pak. Ya yang paling jarang dia, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan).

Maksud tuturan D9 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D9 yang berbunyi “Kok bisa ketiduran?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen

dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya salah satu mahasiswa payung yang tidak pernah mengikuti bimbingan. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D9 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang

digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „kok‟. Kok dapat juga bertugas sebagai

pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan D10 (a2 dan b4)

D: “Berarti tinggal 6? faktormu nemu nggak?”

M: “Kan bareng-bareng Pak. Kemarin kita nemu 3 faktor. Setelah 3 faktor

itu kan ada lainnya.”

D: “Ha, iya, apa? Ya ditulis, supaya nggak lupa maksudku, begitu.

Kan itu bangunan teorinya. Oke lah, kalau misalnya nggak mau nulis selalu dibaca selalu distabilo.” (D10)

M: “Itu lho, Pak yang faktor demografi, sama aja 3 faktor dong, kan,

Pak?”

D: “Makane yang mana? Demografi kan ada pendidikan, tapikan di sini dikupas sendiri.”

M: “Kan bukan anakan ta, Pak?”

D: “Ya iya, berarti di anu sendiri. Iya ta?”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktor- faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku).

Maksud tuturan D10 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 40 tahun, berjenis

kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21-22, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa

depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D10 yang berbunyi “ha, iya apa? Yo

ditulis, supaya ga lupa maksudku begitu. Kan itu bangunan Teorinya. Oke lah kalau misalnya gamau nulis selalu dibaca selalu distabilo.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa payung untuk mengingat faktor-faktor dalam penelitian yang akan dilakukan dengan menulis dan menandai ketika membaca buku. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D10 dibuktikan dengan adanya partikel fatis yang

digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Kan‟. Kan apabila terletak pada akhir

kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian.