• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.2 Maksud Tuturan Fatis

4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Menolak

Tuturan fatis menolak merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Tuturan fatis ini memiliki maksud untuk menolak permintaan mitra tutur terhadap penutur. Pembahasan maksud tuturan fatis subkategori menolak ini diperkuat dengan konteks yang melingkupi tuturan dan bentuk tindak verbal yang terdapat dalam tuturan serta partikel fatis.

Tuturan F1 (a1 dan b1)

D: “Iya, spasi, titik dua, kurung, spasi, tidak ada hubungan positif. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yg dilakukan oleh Prasetyo. Kan lebih enak ta? Titik. Prasetyo melakukan penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap prestasi akademik mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya. Titik. Penelitian tersebut didasarkan atas fenomena, nah gitu jangan dideret. Bahwa mahasiswa jarang meraih prestasi belajar, yang sarat dengan kemampuan intelegensinya. Titik. Penelitian tersebut, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi metode ganda. Hasil penelitian Prasetyo menunjukkan ada.”

M: “Pengaruh”

D: “Lha ya mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki? (F1) M: “Tentang perilaku juga, Pak?”

D: “Ya ngapa? Ngapain? Apakah ada pertentangan dengan yang di sini?” M: “Hasilnya, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menjelaskan bagaimana menulis kalimat yang baik dan benar (kalimat efektif).

Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam menyusun kalimat efektif dalam proposalnya. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F1 adalah penutur menolak untuk menjelaskan secara langsung apa yang ditanyakan oleh mitra tutur. Penutur mengembalikan pertanyaan untuk dijawab mitra tutur. Tuturan F1 merupakan basa-basi dapat

dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F1 yang berbunyi “Lha ya

mbuh, apa? Iki prasetyo ngapa iki?”. Kategori fatis “lha” adalah penanda

ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F2 (a1 dan b1)

M: “Kalo kaya gini ini apa, Pak?” D: “Ini kan konstanta”

M: “Iya, Pak”

D: “Halah, kowe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko

sinau meneh, wegah aku.” (F2) M: “Iya, Pak”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menolak untuk menjelaskan metode penelitian, dan menyuruh mahasiswa untuk belajar terkait metode tersebut).

Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F2 adalah penutur menginginkan mitra tutur menguasai materi yang akan digunakan untuk metode penelitian mitra tutur. Sehingga penutur menolak untuk melanjutkan penjelasan kepada mitra tutur. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F2 yang

berbunyi “Halah, koe arep nganggo regresi ganda kok lali, kowe ngko sinau

meneh, wegah aku.”. Bentuk fatis “halah” sebagai penanda ketidaksantunan memiliki makna „menyepelekan‟ atau dapat juga digunakan untuk menyampaikan maksud „kesembronoan‟. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F3 (a1 dan b1)

D: “Hanifah dan fransiska sama, sementara kamu kan menggunakannya berbeda, ini dijumlah, ya ra? Maka dari itu, meneliti kembali. Titik. Pada penelitian ini, ini ditambahkan. Aspek-aspek yang ada dalam perilaku belajar itu dijadikan satu. Gitu lho. Atau dijumlahkan atau digabung ya terserah. Bukti yang tepat yang mana. Ha ini berbeda, sehingga ini akan memberikan perbedaan, ha, ini jelaskan di sini”

M: “Njelaskane mriki ta, Pak?”

D: “Tambah meneh ya ra pa-pa, tambah ngono kuwi.”

M: “Tambahannya apa, Pak?”

D: “Ha, ya mbuh masa aku sing nambaih, masa aku, masa sing

nggarap aku,” (F3)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Namun, mahasiswa bertanya balik kepada dosen).

Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan

terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F3 adalah penutur menolak untuk menjelaskan materi kepada mitra tutur, karena seharuusnya mitra tutur yang harus menjelaskan dan menambahkan kekurangan materinya. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari

pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F3 yang berbunyi “Ha yo mbuh mosok

aku sing nambaih, mosok aku, mosok sing nggarap aku”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F4 (a1 dan b1)

D: “Ha, itu yang kamu pikir. Mereka berbeda, apa mereka sendiri-sendiri,

gitu ya. Tapi kok kowe malah dadi siji? Ngapa, ada apa? Ngapa dadi siji? Bisa mungkin nanti, apa pendapatnya Warjono. Atau kamu mencoba untuk menganalisis bahwa apa mereka berdua itu tidak melihat gabungan empat hal ini sehingga pendapat mereka itu berbeda. Nah pada bab ini akan mencoba atau akan melihat hal itu. Nah ngono. Dhong ra? Wis diasumsi, ana ra?”

M: “Mboten, Pak.”

D: “Hiss, ra ana ki piye? Ra bener nek kuwi. (F4)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memberikan penegasan mengenai teori yang digunakan sebagai pisau analisis. Jawaban mahasiswa tidak memuaskan).

Tuturan F4 merupakan maksud basa-basi yang dapat dilihat dari konteks tuturannya. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki.

Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F4 adalah penutur tidak menrima jawaban mitra tutur, kerena menurut penutur seharus mitra tutur memiliki asumsinya sendiri berdasarkan teori beberapa ahli yang dipakai. Maksud basa-basi dapat dilihat dari

pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F4 yang berbunyi “Hiss, ra ono ki

piye? Ra bener nek kuwi”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis

adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F5 (a4 dan b3)

M: “Aku tuh sebenernya pengin ganti judul, yang tentang bikin RPP, tuh boleh nggak sih, Bu, sebenernya?”

D: “Ya, jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi, saya sarankan jangan pakai itu.” (F5)

M: “Oh, gitu ya, Bu, terus judulku yang kemarin pas seminar penelitian udah baik belum ya, Bu?”

D: “Udah mending lanjut itu aja.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang kelas. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa bertanya perihal RPP dalam sebuah penelitian. Dosen menyarankan kepada mahasiswa untuk tidak menggunakan RPP karena bisa menjiplak. Tuturan terjadi di ruang kelas usai perkuliahan.

Maksud tuturan F5 adalah penutur berharap mitra tutur tidak menggunakan RPP dalam penelitiannya. Maksud tuturan fatis ini dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F5 yang berbunyi “Ya jane wis nggak boleh e, lha soalnya kalau RPP itu bisa njiplak di internet. Jadi saya sarankan jangan pake itu”. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F6 (a3 dan b6)

M: “Terus kalau sangat tidak setuju itu, satu harus ada literaturnya ya Pak atau nggak?”

D: “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya,

literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama.” (F6) M: “Oh, jaraknya itu ya, Pak?”

D: “Memberi 0-5-10-15 ya boleh saja, tapikan paling gampang ya 1 2 3 4

5.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di

ruang dosen. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menjelaskan mengenai skala dalam penelitian mahasiswa. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F6 adalah penutur tidak mengharuskan mitra tutur memiliki literature mengenai pernyataan mitra tutur. Maksud tuturan F6 dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F6 yang berbunyi “Enggak, jadi literaturnya tuh ya sebenernya, eh apa ya, literaturnya sebenarnya gini, yang penting skalanya sama”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F7 (a3 dan b6)

M: “Terus nanti yang pengambilan, misalkan kalau valid atau tidak, R

hitung kan lebih besar dari apa, gitu ya, Pak. Itu kan teori tapi nanti pake harus ada buku sumbernya atau nggak? Atau pakai modul waktu PBS 1 itu boleh?”

D: “Ya, sebetulnya kalo dicari sumbernya ya valid, tapi kalo anu ya, apa

emm, sebenernya kalau pake modul juga ngga kalau susah nyari bukunya pake modul itu ndak pa-pa.”

M: “Iya, Pak, sama sebenernya kemarin kalo abis nyebarin kuisioner di SMK 1 Depok itu, minta surat dulu ya, Pak?”

D: “Emm, sebetulnya ndak usah saja.” (F7)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di

ruang dosen. Dosen memberi pertimbangan buku referensi yang akan dipakai sebagai landasan teori. Tuturan terjadi di ruang dosen).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi pertimbangan buku referensi yang akan dipakai sebagai landasan teori. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F7 adalah penutur tidak menyetujui pendapat dari mitra tutur. Maksud tuturan F6 dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F7 yang berbunyi “Emm, sebetulnya ndak usah ndak papa”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F8 (a4 dan b5)

D: “Gitu, ini kan sama semua.”

M: “Iya kemarin waktu saya utak-atik, 2 dua semua, 1.5 satu setengah

semua. Terus, kan kemarin saya juga coba. Pertama 1.5 kan, Bu, terus saya enter, nah saya enter lagi jarak yang kedua saya jadiin 2 malah jadi kejauhan banget.”

D: “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas, kan bisa ini satu, terus itu lho, yang before/after itu loh itu kan ada itu kan bisa diatur, jadi nanti jaraknya 1.5. ya kira-kira 1.5. Ya, mungkin nggak pas 1.5, tapi kira-kira yang jelas jarak antar buku itu lebih besar daripada jarak antar baris yang satu judul. Contohnya, ada lah yang di skripsi-

skripsi itu. Nah untuk proposal ini, masih perlu direvisi.” (F8)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa menjelaskan kesulitan yang ditemukan ketika membuat spasi dalam proposal skripnya. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F8 adalah penutur menganggap keluhan mitra tutur hanya masalah kecil yang seharusnya bisa di atasi oleh mitra tutur sendiri. Maksud tutran F8 dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F8 yang

berbunyi “Ah itu masalah ngaturnya aja kamu yang belum pas”. Kategori fatis

“ah” pada umumnya dapat dimaknai sebagai peranti untuk memberikan maksud penekanan atas rasa penolakan atau dapat juga maksud acuh tak acuh. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F9 (a4 dan b5)

M: “Ini kan kalau yang apa pisah itu uraiannya dibuat dua kali itu loh bu

yang pilihan ganda.”

D: “Nah, tapi kan maksud saya itu kan ada lembar kerja terus ada bagian evaluasi. Nah, evaluasi itu kan ada sikap sama itu ta yang kognitif. Nah, kalau yang sikap kan yang ini, lalu yang penilaian yang KI 3.4, nah itu yang mana? nah kalau yang soal akhir ini. Ini termasuk lembar kerja atau untuk penilaian yang KI 3.4 yang ini? Karena lembar kerja dan soal evaluasi kan berbeda, karena sebenarnya untuk memfasilitasi mereka aktif ketika proses pembelajaran, meskipun mereka mengerjakan sesuatu, tapi kan di situ bukan evaluasi, itu tapi memfasilitasi aktivitas belajar. Nah, mungkin ada evaluasi di belakang. Nah, yang kamu maksud dengan evaluasi ini yang mana, soal ini atau bukan kalau yang ini untuk apa?”

D: “Nah, tapi judulnya ya jangan uraian.” M: “Hehehehe”

D: “Kok judul kok uraian, ya itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan.” (F9)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul „uraian‟ untuk soal evaluasi).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menyarankan mahasiswa untu tidak memberi judul

„uraian‟ untuk soal evaluasi. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F9 adalah penutur berharap mitra tutur mampu membedakan antara soal uraian dan soal latihan atau soal evaluasi. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F9 yang

berbunyi “Kok judul kok uraian, yo itu soal evaluasi atau soal latihan atau lembar

kerja? Kan berbeda itu perlu kamu bedakan”. Kategori fatis “kok” lazimnya digunakan untuk menekankan alas an dan pengingkaran. Selain itu, “kok” dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F10 (a4 dan b5)

D: “Nah, kalau yang di lapangan yang di kelas itu, ya, idealnya mereka

cuma sehari idealnya, ya, kan kalo pas kamu penelitian itu kalo pas mereka ada materi itu, maksudnya dipake, idealnya gitu. Apalagi?” M: “Berarti ini nanti dipindah ke belakang ya, Bu?”

D: “Apanya?”

M: “Ininya. Penilaiannya.”

D: “Lha, iya masa di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?” (F10)

M: “Hanya melihat.”

D: “Jangan hanya melihat begitu, ya dipikir juga, kenapa diletakkan di

sini, misalnya.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran untuk membuat soal yang ideal. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F10 adalah penutur ingin mitra tutur mampu menjelaskan penempatan penilaian dalam evaluasi yang akan digunakan untuk penelitiannya. Maksud tuturan dapat dilihat dari pilihan kata yang digunakan dalam tuturan F10

yang berbunyi “Lha iya mosok di tengah-tengah. Pertimbanganmu apa kemarin?”.

Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Tuturan F11 (a4 dan b5)

D: “Saya lupa kalo itu, kecuali kalau ada bukunya yang asli, gitu. Tapi dimana, kalau pinjem pada nggak dikembalikan.”

M: “Ibu nanti ada jam sore?”

D: “Saya pulang awal nanti. Mau ada perlu.” (F11)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal.Tuturan terjadi di ruang dosen).

Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen tidak bisa ditemui kembali hari itu, karena akan pulang lebih awal. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Maksud tuturan F11 adalah penutur menolak untuk ditemui lagi, karena akan pulang lebih awal. Maksud tuturan fatis dapat dilihat dari pilihan kata yang

digunakan dalam tuturan F11 yang berbunyi “Wah, saya pulang awal nanti. Mau

ada perlu e”. Kridalaksana (1986: 111) memaparkan kategori fatis adalah kategori

yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.