• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1.3 Manajemen Berbasis Sekolah

Desentralisasi lebih sering didengar dalam konteks pemerintahan yang mengacu pada kewenangan yang diperoleh daerah untuk mengatur dan melaksanakan semua hal yang berkaitan dengan masyarakat dimana kewenangan tersebut diperoleh dari pemerintah pusat. Sedangkan Desentralisasi Pendidikan (Thaib, 2012) merupakan suatu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan suatu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia.

Menurut Rohman dan Wiyono (2010: 207) dalam desentralisasi pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan keputusan dan kebijakan mendasar dalam menetapkan standar mutu pendidikan secara nasional. Sementara kebijaksanaan operasional yang menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan sekolah.

Pemberian otonomi pendidikan pada pihak sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia yang menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif guna mendukung kemajuan dan sistem pendidikan di sekolah. Menurut Mulyasa (2011: 11) MBS menjadi suatu alternatif paradigma baru manajemen pendidikan, yang merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan .

UU No.20 Tahun 2003 pasal 51 menjelaskan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Manajemen Berbasis Sekolah atau yang sering disingkat MBS (dalam Syaifuddin, 2007: 1-6) adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru dibantu komite dalam mengelola kegiatan pendidikan.

Keterkaitan antara Desentralisasi Pendidikan dengan Manajemen Berbasis Sekolah adalah Desentralisasi Pendidikan merupakan kebijakan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur, menjalankan dan melaksanakan berbagai kewenangan dalam bidang pendidikan. Sedangkan MBS sendiri berperan sebagai wujud atau bentuk dari pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan.

2.1.3.1 Faktor Utama Menuju Pendidikan Dasar yang Bermutu dan Efisien di Era Otonomi Daerah

Terdapat enam faktor utama dalam proses menuju pendidikan dasar yang bermutu dan efisien. Keenam faktor tersebut antara lain adalah (1) pengembangan budaya sekolah, (2) pemerintah sebagai mitra penting bagi pengembangan sekolah, (3) masyarakat sebagai mitra penting bagi pengembangan sekolah, (4) Guru, (5) Kepala Sekolah dan inspeksi pendidikan, serta (6) Orang Tua Murid sebagai konstituen sekolah (Rohman dan Wiyono, 2010: 213-225). Dari keenam faktor tersebut hanya beberapa yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran

yang berlangsung di lingkungan sekolah, yaitu pengembangan budaya sekolah, guru, kepala sekolah dan inspeksi pendidikan.

2.1.3.1.1 Pengembangan Budaya Sekolah

Budaya pendidikan yang sekarang masih terdapat di Indonesia pada umumnya kurang menunjang terhadap perwujudan pendidikan yang lebih bermutu (Rohman dan Wiyono, 2010: 213). Budaya pendidikan tersebut tidak sesuai jika diterapkan pada masa sekarang dan masa depan, sehingga perlu adanya pengembangan budaya pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi pendidikan masa kini dan masa depan.

Inti dari pengembangan budaya pendidikan sekolah yang baru adalah terwujudnya pendidikan yang menempatkan anak didik sebagai titik sentral pendidikan. Hal tersebut memiliki maksud dan tujuan agar segala potensi positif yang terkandung pada diri anak didik dapat berkembang dengan leluasa serta menghasilkan output yang lebih bernilai dinilai dari berbagai segi (IQ,EQ, dan SQ). Disamping itu diharapkan pula berkembang kondisi jasmaniah untuk menjadi anak didik yang sehat kuat dan mandiri secara lahir batin.

2.1.3.1.2 Guru

Guru merupakan aktor utama dalam pendidikan yang berlangsung di sekolah. Pengaruh guru terhadap perkembangan anak didiknya sangat besar dikarenakan guru merupakan individu yang setiap hari berhadapan langsung dengan anak didiknya. Pada konteks pendidikan dasar terutama SD, guru kelas diperlukan sekurang-kurang untuk tiga tahun pertama, dengan demikian guru mengenal dan memahami serta mempengaruhi murid secara intensif karena

pendidikan yang dialami anak didik pada tahun permulaan sangat menentukan perkembangan hidup seterusnya, maka berdasarkan peran tersebut guru kelas perlu memperoleh perhatian utama dalam proses peningkatan mutu pendidikan dasar.

Peningkatan mutu pendidikan dasar terhadap guru dapat dilakukan dengan adanya kursus-kursus yang berkaitan dengan dunia mengajar selama 2 tahun. Kursus tersebut dibagi menjadi 2 periode dimana periode tahun pertama diadakan pendidikan teori yang bersangkutan dengan pembelajaran dan pada tahun kedua adalah pembentukan profesi guru yang bersifat praktik mengajar dan pembentukan kepribadian (Rohman dan Wiyono, 2010: 220). Langkah yang lain adalah adanya Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dilakukan agar menjadi guru profesional dengan waktu tempuh pendidikan selama 1 tahun dengan program hampir sama dengan kursus Leerschool.

2.1.3.1.3 Kepala Sekolah dan Inspeksi Pendidikan

Peran Kepala Sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan menjadi sangat besar dengan adanya pemberian otonomi pendidikan pada lembaga pendidikan, termasuk pendidikan dasar. Peran kepala sekolah antara lain adalah (1) Kepala Sekolah mengatur bagaimana jalannya pendidikan di sekolah, (2) Kepala Sekolah menentukan bersama para guru di sekolah bagaimana melaksanakan kurikulum yang sudah ditentukan oleh Pemerintah, (3) Kepala Sekolah harus memerhatikan sungguh-sungguh bahwa pendidikan budi pekerti berjalan dengan baik, (4) Kepala Sekolah memelihara hubungan dengan POMG dan BP3, serta (5) Kepala Sekolah

harus selalu memelihara kondisi fasilitas sekolah walaupun peran yang terakhir ini juga merupakan tugas semua warga sekolah (Rohman dan Wiyono, 2010: 220).

Penyelenggaraan pendidikan dasar diharapkan dapat berjalan dengan semestinya, oleh karena itu diperlukan suatu inspeksi pendidikan yang selalu mengawasi keadaan sekolah beserta pelaksanaan pendidikan. Fungsi utama dari inspeksi pendidikan adalah memberikan saran dan nasehat kepada kepala sekolah apabila menemukan keadaaan yang tidak sepatutnya terjadi di lingkungan sekolah (Rohman dan Wiyono, 2010: 224). Dengan demikian, seseorang yang bertugas menjalan inspeksi pendidikan harus merupakan individu yang pahan benar akan budaya pendidikan yang harus dikembangkan serta berpengalaman baik sebagi guru, maupun kepala sekolah.