• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

3.9. Manajemen Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat langsung melalui rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng. Pengolahan data penelitian ini menggunakan software statistic, yaitu semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing dan coding untuk kemudian dimasukan kedalam program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) dengan tahapan sebagai berikut:

1. Cleaning

Data “dibersihkan” terlebih dahulu dengan cara meneliti data

yang ada supaya tidak terdapat data yang tidak perlu.

2. Editing

Pada tahapan ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan data.

3. Coding

Tahapan ini merupakan tahapan dimana data yang telah terkumpul diberi kode-kode untuk memudahkan pemasukan data. 4. Entry

Data yang telah diberi kode dimasukkan ke dalam komputer untuk kemudian dilakukan analisis data. Kemudian data diolah lebih lanjut dan kemudian data disajikan dalam bentuk teks, grafik, dan tabel.

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder pasien ulkus diabetik di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng pada bulan Januari 2013 hingga Desember 2014. Data pasien yang digunakan adalah pasien ulkus diabetik yang berobat rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng pada bulan Januari 2013 hingga Desember 2014. Pengambilan sampel dilakukan melalui metode Consecutive Sampling hingga dari 100 data rekam medis yang diberikan Tim Rekam Medis RSUD Cengkareng, didapatkan 59 data yang terdiagnosis ulkus diabetik sedangkan 41 data lainnya di eksklusi karena tidak memenuhi kriteria inklusi.

Tabel 4.1. Karakteristik Janis Kelamin Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 25 42.4

Perempuan 34 57.6

Dari data tabel 4.1. diketahui distribusi pasien ulkus diabetik berdasarkan jenis kelamin dari 59 pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng pada Januari 2013

– Desember 2014 didapatkan 42,4 % (25 pasien) kasus laki-laki, sedangkan untuk kasus perempuan memiliki angka yang lebih tinggi yakni 57,6 % (34 pasien). Rasio kasus ulkus diabetik di RSUD Cengkareng antara laki-laki dan perempuan adalah 1 : 1,36.

Hal ini sependapat dengan penelitian Sugiyanto dkk.22 di RS Kariadi Semarang yang mendapatkan distribusi pasien ulkus diabetik berdasarkan jenis kelamin sebanyak laki-laki 42% dan perempuan 58%, Syadzwina dkk.23 di RSUD Arifin Achmad Riau juga mendapatkan distribusi laki-laki sebanyak 43,58% dan perempuan 56,42 %, dilanjutkan dengan Witanto dkk.24 yang mendapatkan gambaran distribusi pasien ulkus diabetik di RS Immanuel Bandung sebanyak 37% laki-laki dan 63% perempuan. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Decroli dkk.25 yang mendapatkan distribusi jenis kelamin sebesar 71% laki-laki dan

29% perempuan di RSUP Dr M. Djamil Padang. Perbedaan ini didukung oleh penelitian Llanes dkk.26 yang mendapatkan rasio antara laki-laki : prempuan sebesar 1 : 0,64, Chomi dkk.30 dengan rasio 1,4 : 1 serta Raymundo dan Mendoza dkk.27 dengan rasio 1,1 : 1. Selain itu, Madanchi dkk.20 juga melaporkan bahwa 58% distribusi jenis kelamin dalam penelitian adalah laki-laki sedangkan 42% perempuan, serta Norafizah dkk.28 yang mendapatkan 66,2% laki-laki sedangkan perempuan hanya 33,8%. Hal ini juga diperkuat oleh Chin-Hsiao Tseng29 yang menyatakan bahwa laki-laki merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ulkus diabetik.

Menurut Chomi dkk.30, tingginya distribusi ulkus diabetik pada jenis kelamin laki-laki kemungkinan disebabkan karena laki-laki dibandingkan dengan perempuan lebih jarang datang berkonsultasi kepada dokter dan kalaupun mereka datang untuk berkonsultasi ke dokter, sangat sedikit informasi yang mereka ceritakan tentang kondisi mereka.

Walaupun sepintas, sedikit terlihat pola distribusi jenis kelamin perempuan dominan pada penelitian-penelitian di atas yang berasal dari Indonesia kecuali Decroli dkk. Namun, perbedaan hasil ini terjadi mungkin karena jumlah subjek yang kurang mencukupi karena waktu pengambilan data yang minim atau sesaat dengan segala keterbatasan penelitian, sehingga kurang menggambarkan pola distribusi jenis kelamin seperti pada umumnya.31,32

Tabel 4.2. Karakteristik Usia Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Usia Dewasa 10 16.9

Lansia 45 76.3

Manula 4 6.8

Untuk distribusi kasus ulkus diabetik di RSUD Cengkareng berdasarkan kelompok Usia (Depkes) didapatkan usia dewasa (26 - 45 tahun) 10 pasien atau 16,9 %, kelompok usia lansia (46 – 65 tahun) 45 pasien atau 76,3 % dan kelompok usia manula (> 65 tahun) 4 pasien atua 6,8 %.

Dari gambaran ini, didapatkan kelompok usia tertinggi yakni kelompok usia lansia yang berkisar antara 46 – 65 tahun dengan rata-rata usia 53,9 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Madanchi dkk.20 dan Llanes dkk.26 yang menyatakan bahwa puncak pasien ulkus diabetik berada di dekade ke 5 dan ke 6 kehidupan. Tidak hanya itu, Mandachi dkk.20 dalam penelitiannya juga menguraikan bahwa dalam penelitian lain yang ditemukan didapatkan juga rerata usia pasien berkisar antara 55-60 tahun.33-36 Chomi dkk.30, Raymundo Mendoza dkk.27 dan Decroli dkk.25 juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa pasien ulkus diabetik terbanyak masing berada pada kelompok usia 50 -59 tahun dengan rata-rata masing-masing 53 tahun, kelompok usai 40 – 59 tahun dengan rata-rata 55,2 ± 9,5 tahun dan kelompok usia 51 – 60 tahun dengan rata-rata usia pasien 56 + 28.2 tahun.

Hal ini kemungkinan terjadi karena pada pasien tua telah terjadi penurunan respon inflamasi, penurunan kemampuan poliferasi sel, perlambatan angiogenesis dan memiliki laju sintesis kolagen yang lebih rendah dibandingkan dengan degradasinya.37

Tabel 4.3. Karakteristik Pendidikan Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Pendidikan Pasien Tidak sekolah 1 1.7

SD 4 6.8

SMP 3 5.1

SMA 18 30.5

Perguruan tinggi 3 5.1

Didapatkan data untuk tingkat pendidikan pasien, terbanyak adalah tingkat SMA 18 pasien (30,5%), diikuti tingkat SD 4 pasien (6,8%), tingkat SMP 3 pasien (5,1%) yang memiliki jumlah yang sama dengan perguruan tinggi 3 pasien (5,1%) dan pasien yang tidak memiliki riwayat penddikan yakni 1 pasien (1,7%).

Tabel 4.4. Karakteristik Pekerjaan Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Pekerjaan Tidak bekerja 4 6.8

IRT 25 42.4

Buruh 5 8.5

Wiraswasta 4 6.8

Karyawan 4 6.8

Pegawai 2 3.4

Kemudian, untuk data jenis pekerjaan pasien ulkus diabetik didapatkan hasil sebagai berikut: tidak bekerja didapatkan 4 pasien (6,8%), ibu rumah tangga 25 pasien (42,4%), buruh 5 pasien (8,5%), wiraswasta 4 pasien (6,8%), karyawan 4 pasien (6,8%) dan pegawai 2 pasien (3,4%).

Tabel 4.5. Karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) Pasien Ulkus Diabetik

Nama variabel Kategori Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Indeks Massa Tubuh Underweight 8 13.6

Normal 38 64.4

Pre-obes 8 13.6

Obes 1 1 1.7

Tidak ada data 4 6.7

Berdasarkan tabel 4.5. didapatkan bahwa indeks massa tubuh dari 55 pasien, sebanyak 8 pasien (13,6%) mengalami underweight, 38 pasien normal (64,4%), 8 pasien mengalami pre-obesitas (13,6%) dan 1 pasien (1,7%) mengalami obesitas grade 1.

Dari tabel IMT pasien ulkus diabetik di RSD Cengkareng, maka didapatkan bahwa gambaran IMT normal dan dengan resiko atau overweight menjadi yang terbanyak dengan masing-masing persentase sebesar 20,3% dan 13,6%. Gambaran

serupa juga didapatkan oleh Chomi dkk.30 dimana pasien ulkus diabetik yang memiki IMT normal sebesar 48% sedangkan yang memiki IMT overweight sebesar 42%. Begitu juga dengan Norafizah dkk.28 dan Bays dkk.38 yang mendapatkan jumlah pasien ulkus overweight dan obes lebih dari seluruh jumlah pasien yang dalam penelitiannya.

Hal ini kemudian menegaskan penelitian Deribe dkk.39 bahwa pasien yang memiliki IMT overweight akan memiliki 4 kali lebih besar resiko ulkus dibandingkan dengan pasien yang memiliki IMT normal. Chomi dkk.30 juga menambahkan bahwa overweight dan obsitas merupakan faktor resiko penting yang memperparah resistensi insulin dan diabetes type 2.Berat badan dan IMT juga menjadi faktor yang dapat meningkatkan derajat keparahan ulkus diabetik, dengan resiko yang lebih tinggi berhubungan dengan berat badan yang lebih besar dan pada peningkatan IMT pasien.40,41

Tabel 4.6. Karakteristik Derajat Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Derajat Ulkus derajat I 5 8.5

derajat II 34 57.6

derajat III 12 20.3

derajat IV 6 10.2

derajat V 2 3.4

Dari tabel 4.6. maka didapatkan bahwa derajat keparahan pasien ulkus diabetik berdasarkan kriteria wagner dari 59 pasien, derajat 1 terdapat 5 pasien (8,5%), derajat 2 terdapat 34 pasien (57,6%), derajat 3 terdapat 12 pasien (20,3%), derajat 4 terdapat 6 pasien (10,2%) dan derajat 5 terdapat 2 pasien (3,4%)

Dari pola distribusi derajat keparahan pasien ulkus diabetik di RSUD cengkareng berdasarkan sistem klasifikasi Wagner, maka di peroleh derajat II dan III sebagai distribusi yang terbanyak. Gambaran ini sesuai dengan penelitian Naeem dkk.42 yang mendapatkan hasil distribusi sebanyak 74% pasien dengan klasifikasi

penelitiannya bahwa dominasi derajat keparahan ulkus berdasarkan klasifikasi Wagner ditempati oleh kelompok pasien ulkus diabetik dengan klasifikasi Wagner derajat III atau IV yakni sebesar 36,6%. Dan dalam penelitian serupa lain, Decroli dkk.25 mendapatkan sebagian besar pasien dalam penelitiannya merupakan pasien dengan klasifikasi Wagner derajat III sebesar 55% yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih dalam sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema dengan ukuran lebih dari dari 2 cm.

Tetapi, hasil ini berbeda dengan peneilitian Syadzwina dkk.23 yang mendapatkan distribusi dominan pasien ulkus diabetik terdapat pada kelompok pasien dengan klasifikasi Wagner derajat IV. Chomi dkk.30 melalui publikasi penelitiannya juga menampilkan hasil yang berbeda lagi, yakni sebesar 48% pasien ulkus diabetik dalam penelitiannya merupakan kelompok ulkus diabetik dengan klasifikasi Wagner derajat 0. Serta Lawrence dkk.44 yang mendapatkan derajat

Wagner I sebagai kelompok pasien ulkus terbesar yakni 63,9%.

Perbedaan ini mungkin disebabkan karena cukup baiknya rata-rata tingkat pendidikan pasien secara keseluruhan yakni tingkat sekolah menengah atas, sehingga terjadinya keparahan ulkus diabetik secara umum tidak sampai pada tahap nekrosis jaringan atau derajat Wagner IV dan V. Dan secara keseluruhan, keadaan gula darah yang tidak terkontrol menjadi faktor yang dapat memperlambat perbaikan luka, sehingga hal ini dapat bermanifestasi menjadi ulkus derajat Wagner III atau IV.45

Terkait dengan pemilihan penggunaan klasifikasi Wagner sebagai penentu derajat keparahan ulkus diabetik dibandingkan dengan yang lainnya karena menurut Lawrence dkk.44, sistem klasifikasi ini memiliki metode yang simpel dalam menentukan prognosis penyakit pasien, selain itu klasifikasi ini masih juga masih berguna dalam menilai karakteristik ulkus terlepas dari sistem yang kompleks. Namun, jika ditinjau dari penelitian Samson dkk.46 yang membandingkan antara 2 klasifikasi ulkus saat ini, yakni klasifikasi Wagner (sistem grade) dan klasifikasi University of Texas (sistem grade dan stage), maka klasifikasi University of Texas memiliki nilai prediksi outcome yang lebih baik dibandingkan klasifikasi Wagner. 47,48

Tabel 4.7. Karakteristik Jenis Terapi Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Jenis Terapi non bedah 15 25.4

Bedah 44 74.6

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa dari 59 pasien ulkus diabetik, 44 pasien (74,6%) menerima terapi bedah, sedangkan pasien yang menerima terapi non bedah lebih sedikit jumlahnya yakni 15 pasien (25,4%).

Dari distribusi di atas, maka didapatkan sebanyak 74,6% pasien menjalani terapi bedah, sedangkan hanya 25,4% pasein yang hanya menjalani terapi non bedah. Distribusi serupa dengan yang didapatkan oleh Decroli dkk.25 dimana keseluruhan pasien ulkus diabetik dalam penelitiannya menjalani terapi bedah. Nasser dkk.49 juga memperoleh hasil yang sama, yakni dari keseluruhan pasien ulkus diabetik yang melakukan terapi, sebanyak 85% diantaratnya menjalani terapi bedah. Tapi, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Jeffcote dkk.50 yang mendapatkan hasil yang berkebalikan, yakni sebanyak 77% pasien ulkus diabteik dalam penelitiannya diterapi secara non bedah.

Perbedaan ini dimungkinkan karena di RSUD Cengkareng, banyak pasien yang termasuk dalam klasifikasi derajat Wagner 3. Selain itu, sudah dapatnya dijalankan sistem Jaminan Kesehatan Nasional atau Jaminan Kesehatan lain seperti asuransi kesehatan, membuat faktor biaya tidak lagi menjadi hambatan dalam memenuhi administrasi untuk menjalankan tindakan.

Tabel 4.8. Karakteristik Jalur Masuk Pasien Ulkus Diabetik

Nama Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Jalur Masuk IGD 38 64.4

Poli 10 16.9

Seperti yang terlihat pada tabel di atas, didapatkan dari 49 pasien ulkus diabetik yang datang ke RSUD Cengkareng 38 pasien (64,4%) masuk melalui IGD, 10 pasien (16,9%) masuk melalui Poli dan 1 pasien (1,7%) masuk melalui rujukan.

Tabel 4.9. Karakteristik Luka Ulkus Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Karakteristik Ulkus Pus 38 64.4

Nyeri 40 67.8 Luka 59 100 Nekrotik 8 13.6 Rembes 15 25.4 Bengkak 11 18.6 Darah 7 11.9 Bau 23 39 Bula 3 5.1 Eritema 12 20.3 Abses 7 11.9

Seperti yang terdapat pada tabel 4.9. pasien ulkus diabetik RSUD Cengkareng memiliki karakteristik ulkus yang berbeda-beda. Karakteristik ulkus ini juga yang kemudian menjadi dasar untuk menentukan derajat keparahan dari ulkus diabetik pasien. Dari 59 pasien yang terdiagnosis ulkus, 59 pasien memiliki luka (100%), 38 pasien (64,4%) disertai pus, 40 pasien (67,8%) disertai sensasi nyeri di lokasi ulkus, 8 pasien (13,6%) disertai jaringan nekrotik, 15 pasien (25,4%) memilki luka yang rembes atau basah, 11 pasien (18,6%) disertai dengan bengkak di sekitar luka, 7 pasien (11,9%) disertai dengan darah, 23 pasien (39%) memiliki luka yang berbau, 7 pasien disertai abses (11.9%), 3 pasien (5,1%) disertai dengan bula dan sebanyak 12 pasien (20,3%) disertai dengan gambaran eritema di sekitar luka.

4.10. Karakteristik Terapi Bedah Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Terapi Bedah Debridement 41 69.5

Nekrotomi 6 10.2

Amputasi 8 13.6

Dari tabel di atas, diketahui jenis terapi bedah yang didapatkan oleh pasien ulkus diabetik meliputi 41 pasien (69,5%) menjalani terapi debridement, 6 pasien (10,2%) menjalani terapi nekrotomi dan 8 pasien (13,6%) menjalani terapi amputasi.

Kemudian, jika dilihat lebih spesifik lagi seperti distribusi jenis bedah terbanyak yang dijalani oleh pasien ulkus diabetik RSUD Cengkareng, maka debridement merupakan jenis bedah yang paling didapatkan pasien ulkus diabetik yakni sebesar 69,5% dan amputasi yakni sebesar 13,6%. Distribusi serupa juga didapatkan Chomi dkk.30 dalam penelitiannya yakni berupa proporsi debridement dari semua tindakan bedah sebesar 32%. Hal ini terlihat berbeda jika dibandingkan dengan peneilitan Decroli dkk.25 yang mendapatkan distribusi jenis bedah berupa nekrotomi sebagai tindakan terbanyak pada penelitiannya di RSUP Dr. M. Djamil Padang, yakni 52,6% dilanjutkan dengan amputasi sebesar 39,5%. Begitu juga dengan Nasser dkk.49 yang juga mendapatkan distribusi amputasi sebagai tindakan bedah yang paling besar yakni sebesar 57% pasien ulkus diabetik dengan diikuti debridement sebesar 28%.

Terjadinya perbedaan tindakan bedah didasari karena berbedanya distribusi derajat keparahan pasien ulkus diabetik pada masing-masing penelitian, sehingga berakibat pada kebutuhan jenis terapinya seperti pada penelitian pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng memiliki distribusi Wagner derajat 2 dan 3 sebagai yang paling banyak, maka pilihan debridement merupakan pilihan terapi bedah yang tepat karena seperti yang dikatakan oleh Stephanie dkk.51 bahwa debridement

merupakan kunci langkah pertama dalam penanganan luka yang efektif, dalam reviewnya juga disebutkan bahwa debridement juga dapat menurunkan kejadian infeksi dan memberikan penyembuhan sel yang ideal dengan menjadikan fase kronik menjadi akut. 52-54

Selain itu, hal ini juga dapat dipengaruhi oleh penolakan pasien dalam menyetujui lembar persetujuan akan dilakukannya tindakan bedah seperti amputasi.

4.11. Karakteristik Terapi DM Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Proentase (%)

Terapi DM Insulin saja 30 50.8

Anti Diabetik Oral saja 9 15.3

Insulin dan Anti diabetik

Oral 13 22.0

Berdasarkan tabel 4.11, diketahui bahwa jenis terapi gula untuk pasien ulkus diabetik menggambarkan insulin sebagai pilihan terbanyak dari 59 pasien yakni 30 pasien (50,8%), kemudian dilanjutkan dengan terapi kombinasi insulin dan anti diabetik oral sebanyak 13 pasien (22%) dan anti diabetik oral saja digunakan pada 9 pasien (15,3%).

Dari gambaran distribusi terapi gula yang telah berikan kepada pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng, maka sebesar 50,8% pasien menggunakan insulin, diikuti dengan penggunaan anti diabetik oral sebesar 15,3% dan kombinasi insulin dan anti diabetik oral sebesar 22%.. Gambaran serupa juga didapatkan oleh Madanchi dkk.20 dalam penelitiannya dengan proporsi penggunaan insulin, anti diabetik oral dan penggunaan keduanya masing-masing sebesar 45,47%; 43,99% dan 2,29%.

Namun, berbeda dengan Amogne dkk.43 yang mendapatkan hasil gambaran distribusi anti diabetik sebagai yang terbanyak dalam penelitiannya yakni sebesar 62%. Naseer dkk.49 dan Ali SM dkk.55 juga mendapatkan hasil yang berbeda karena pasien ulkus diabetik dalam penelitiannya mendapatkan anti diabetik oral sebagai agen untuk menurunkan gula terbanyak yakni masing-masing sebesar 70% dan 50%.

4.12. Karakteristik Bakteri Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 15) Persentase (%)

Jenis Bakteri Klebsiella Pneumoniae 2 13.3

Eschericia Coli 4 26.6 Morganella Morganii 1 6.6 Streptococcus Agalactiae 1 6.6 Proteus Vulgaris 1 6.6 Acinobacter Baumanii 2 13.3 Providencia Stuartii 1 6.6 Pseudomonas Pseudoalcalgenes 1 6.6 Gram positif 2 13.3

Dari tabel 4.12. diketahui bahwa dari 59 pasien ulkus diabetik, beberapa diantaranya mendapatkan pemeriksaan kultur bakteri yang diambil dari sediaan pus. Dari pemeriksaan tersebut, didapatkan bakteri klebsiella pneumoniae pada pasien (3,4%), bakteri eschericia coli pada 3 pasien (5,1%), bakteri Acinobacter Baumanii pada 2 pasien (3,4%) dan bakteri Morganella Morganii, Streptococcus Agalactiae, Proteus Vulgaris, Providencia Stuartii serta Pseudomonas Pseudoalcalgenes yang masing-masing terdapat pada 1 pasien (1,7%).

Untuk distribusi mikroorganisme hasil kultur pus pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng, didapatkan mikroorganisme terbanyak meliputi Escherichia coli (5,1%), Klebsiella sp. (3,4%) dan Acinobacter Baumanii (3,4%) dari keseluruhan pasien yang berjumlah 59 pasien. Hasil ini sesuai dengan dengan hasil penelitian Manikandan C. dkk.56 yang mendapatkan gambaran distribusi berupa Eschericia coli sebagai mikroorganisme hasil kultur terbanyak sebesar 20%, kemudian Pseudomonas sp. 18% dan Staphylococcus aureus 17%. Variasi ini juga hampir serupa dengan hasil penelitian Decroli dkk.25 yang mendapatkan distribusi

mirabilis 25,6% dan Staphylococcus aureus 25,6%. Serta Amogne dkk.43 yang mengatakan Klebsiella sp. dan Proteus mirabilis sebagai mikroorganisme tersering dalam penelitiannya.

Perhatian di sini mungkin terletak pada implikasi terhadap pemilihan antibiotik yang tepat karena bakteri tersering yang didapatkan di RSUD Cengkareng merupakan bakteri gram negatif, walaupun jumlah penemuan bakteri yang terbanyak ini belum mewakili sepenuhnya pasien oleh karena adanya keterbatasan yakni masih sedikit pasien yang menjalani uji kultur mikroorganisme.42

4.13. Karakteristik Lokasi Ulkus Diabetik Pasien

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

Lokasi Ulkus Jari-jari Kaki 16 27.1

Punggung Kaki 16 27.1

Telapak Kaki 8 13.6

Kaki 23 39

Tangan 2 3.4

Dekubitus 3 5.1

Seperti yang terdapat pada tabel 4.13. didapatkan bahwa distribusi lokasi dari 59 pasien ulkus diabetik RSUD Cengkareng terdapat di jari-jari kaki pada 16 pasien (27,1%), punggung kaki pada 16 pasien (27,1%), telapak kaki pada 8 pasien (13,6%), kaki pada 23 pasien (39%), tangan pada 2 pasien (3,4%), dan dekubitus pada 3 pasien (5,1%).

Dari distribusi lokasi ulkus pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng, maka gambaran tertinggi terletak pada kaki yakni 39%. Kemudian jari-jari kaki dan pungung kaki dengan masing-masing persentase sebesar 27,1%. Pembagian persentase ini terlihat belum sepenuhnya jelas dan terlihat tumpang tindih, seperti penggunaan istilah kaki, telapak kaki dan punggung kaki. Hal ini disebabkan karena data yang didapatkan di lapangan, hampir 39% tidak menyebutkan spesifik lokasi ulkus seperti penggunaan istilah telapak, punggung dan jari-jari namun hanya menyajikan istilah regional besar saja seperti kaki. Sehingga, hasil ini belum dapat

diwakilkan sebagai kategori distribusi lokasi ulkus pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng. Namun walaupun begitu, dapat kita simpulkan bahwa distribusi lokasi ulkus umumnya terdapat di kaki.

Hasil ini selaras dengan mayoritas penelitian-penelitian serupa dengan kaki sebaagi lokasi ulkus terbanyak meskipun dengan variasi lokasi spesifik yang berbeda-beda. Syadzwina dkk.23 mendapatkan distribusi lokasi ulkus di jari-jari kaki sebagai yang terbanyak yakni sebesar 47,9%. Madanchi dkk.20 dan Naseer dkk.49 juga mendapatkan lokasi terbanyak ulkus pad pasien dalam penelitiannya yakni di jari-jari kaki, dengan jari besar yang paling sering. Dan variasi berbeda didapatkan oleh Naeem dkk.42 yang mendapatkan data punggung kaki sebagai distribusi lokasi ulkus terbanyak dalam penelitiannya yakni sebesar 50,43%.

Nasser dkk.49 mengatakan bahwa terjadinya perbedaan dan terdapatnya variasi lokasi ulkus pada setiap pasien berhubungan dan bergantung kepada penyebab atau etiologinya, apakah oleh karena neuropati, neuroiskemik atau iskemik.57 Madanchi dkk.20 juga menjelaskan terkait kejadian lokasi ulkus pada

mayoritas penelitian cenderung di kaki dengan variasi jari-jari kaki sebagai yang terbanyak karena faktor resiko terjadinya ulkus diabetik lebih banyak di ektremitas bagian distal, yang mana kecenderungan untuk terjadinya iskemik, diabetik neuropati dan trauma lebih besar dibandingkan dengan bagian proksimalnya.

4.14. Karakteristik Pemberian Antibiotik Pasien Ulkus Diabetik

Variable Jumlah (n=59) Presentase (%)

Antibiotik Derivat beta laktam:

sefalosporin generasi 3 11 18.6 karbapenem 1 1.7 kuinolon 1 1.7 sefalosporin + karbapenem 2 3.4 sefalosporin + kuinolon 2 3.4 sefalosporin + sulbaktam 1 1.7 sefalosporin + amubisid 29 49.2 sefalosporin + karbapenem + sulbaktam 2 3.4

sefalosporin + amubisid + kuinolon 2 3.4 sefalosporin + kuinolon + karbapenem 1 1.7 sefalosporin + amubisid + karbapenem 1 1.7 sefalosporin + amubisid + aminoglikosida 1 1.7 kuinolon + amubisid + karbapenem 2 3.4 sefalosporin + kuinolon + karbapenem + amubisid 1 1.7 sefalosporin + karbapenem + sulbaktam + amubisid 1 1.7

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pemberian antibiotik pada pasien ulkus diabetik di RSUD Cengkareng dapat meliputi monoterapi antibiotik seperti dari derivat beta laktam sefalosporin generasi ke-3 seperti seftizoksim, sefoperazon, seftriakson, sefiksim, seftizidim dan sefuroksim (18.6%) serta karbapenem seperti meropenem (1,7%) dan golongan kuinolon seperti levofloksasin (1,7%), sedangkan dari terapi kombinasi meliputi kombinasi dua golongan: sefalosporin + karbapenem (3,4%), sefalosporin + kuinolon (3,4%), sefalosporin + sulbaktam (1,7%), sefalosporin + amubisid (49,2%). Untuk kombinasi tiga golongan yaitu: sefalosporin + karbapenem + sulbaktam (3,4%), sefalosporin + amubisid + kuinolon (3,4%), sefalosporin + kuinolon + karbapenem (1,7%), sefalosporin + amubisid + karbapenem (1,7%), sefalosporin + amubisid + aminoglikosida (1,7%), kuinolon + amubisid + karbapenem (3,4%). Dan untuk kombinasi empat golongan, terdiri dari: kombinasi sefalosporin + kuinolon + karbapenem + amubisid (1,7%) dan kombinasi sefalosporin + karbapenem + sulbaktam + amubisid (1,7%).

Dari distribusi pemberian antibiotik yang telah diuraikan, maka didapatkan bahwa pemberian antibiotik terbanyak pasien ulkus diabetik jatuh pada kombinasi antibiotik antara golongan sefalosporin dengan amubisid yakni sebesar 49,2% dan distribusi monoterapi sefalosporin generasi ke-3 (18,6%).

Tabel 4.15. Karakteristik A1c Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n= 59) Persentase (%)

A1c < 7 % 5 8.5

> 7 % 29 49.2

Tidak ada data 25 42.4

Seperti yang terlihat pada tabel 4.15. didapatkan bahwa profil pasien ulkus di RSUD cengkareng jika dikategorikan menggunakan baseline 7% maka 5 pasien memeiliki nilai A1c di bawah 7% dan 29 pasien memiliki nilai A1c di atas 7%.

Gambaran hasil laboratorium hematologi A1C pasien ulkus diabetik di rawat inap RSUD Cengkareng menunjukkan dominasi pasien yang memiliki rekam kadar gula yang kurang terkontrol, yakni sebanyak 29 pasien atau 49,2% memilki nilai A1C diatas 7% sedangkan hanya terdapat 5 pasien atau 8,5% yang memiliki kadar A1C di bawah 7%. Gambaran ini serupa dengan hasil yang didapatkan oleh Madanchi dkk.20 yaitu sebanyak 85,6% pasien memiliki kontrol diabetes mellitus yang rendah. Naseer dkk.49 juga mendapatkan gambaran berupa dominasi pasien ulkus diabetik dengan A1C >7% sebanyak 86%.

Hal ini berarti menunjukkan kesesuaian dengan penelitian Chin-Hsiao Tseng29 yang melakukan analisis univariat dengan menetapkan variabel rendahnya kontrol diabetes mellitus sebagai salah satu karakteristik pasien ulkus diabetik. Keadaan gula yang tidak terkontrol mengakibatkan hiperglikemia yang berkepanjangan. Akibatnya, terjadi perubahan-perubahan sifat pada tingkat sel yang berujung kepada proses perburukan wound healing dan kejadian ulkus karena kejadian neuropati dan iskemia jaringan.

4.16. Karakteristik Jenis Ulkus Pasien Ulkus Diabetik

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

Jumlah Ulkus Tunggal 37 62.7

Berdasarkan tabel 4.13, didapatkan bahwa distribusi pasien ulkus diabetik

Dokumen terkait