• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Hutan

Dalam dokumen KATA PENGANTAR... vii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 (Halaman 124-128)

Manajemen Hutan terkait Pemberian Izin Pinjam Pakai, Pelepasan

Kawasan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan

11.1 Pada Semester I Tahun 2009 BPK telah melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas lanjutan pemeriksaan Manajemen Hutan Semester II Tahun 2008 terkait kegiatan pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan kawasan hutan.

11.2 Pemeriksaan Manajemen Hutan Lanjutan terkait kegiatan pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan kawasan hutan dilakukan di Jakarta (Pusat), Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah.

11.3 Tujuan pemeriksaannya adalah untuk menilai apakah :

 Sistem pengendalian intern (SPI) atas izin pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan kawasan hutan telah memadai; dan

 Pemberian izin pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan kawasan hutan telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Hasil Pemeriksaan

11.4 Sesuai dengan tujuan pemeriksaannya, hasil pemeriksaan atas pemberian izin pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan kawasan hutan di Provinsi Riau dan Kalimantan Tengah diuraikan dalam dua kategori yaitu sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.

Sistem Pengendalian Intern

11.5 Hasil pemeriksaan atas kedua obyek di atas menyimpulkan bahwa masih ditemukan adanya kelemahan sistem pengendalian intern terkait dengan pemberian izin pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan hutan seperti kebijakan pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (IUPHHBK)-Tanaman dan belum adanya mekanisme kontrol atas penggunaan kawasan hutan, kebijakan yang ti dak konsisten serta fungsi atau tugas instansi ti dak diselenggarakan dengan baik yang berakibat tujuan organisasi ti dak tercapai.

Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan

11.6 Selain kelemahan SPI, hasil pemeriksaan juga menemukan keti dakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku baik yang dilakukan oleh pihak Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota dan pihak-pihak lainnya termasuk perusahaan yang mempunyai izin eksploitasi hutan dan perkebunan serta pertambangan. Keti dakpatuhan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian negara, potensi kerugian negara, dan administrasi.

Tabel 13: Kelompok Temuan Pemeriksaan atas Manajemen Hutan

No Kelompok Temuan Jumlah Kasus (juta Rp)Nilai Keti dakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan yang Mengakibatkan

1 Kerugian Keuangan Negara 7 256.119,98

2 Potensi Kerugian Negara 1 2.864,46

3 Administrasi 9

-Jumlah 17 258.984,44

Sumber: Lampiran 22 buku IHPS ini.

11.7 Hasil pemeriksaan atas pemberian izin pinjam pakai, pelepasan kawasan dan pemanfaatan kawasan hutan pada dua provinsi tersebut menunjukkan 17 kasus keti dakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp258,98 miliar (termasuk Rp24,74 miliar ekuivalen dari USD2.41 juta berdasar nilai kurs tengah BI per 30 Juni 2009 USD1=Rp10.225,00). Rincian per jenis temuan dapat dilihat pada lampiran 22 dan rincian per obyek pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran 23.

Kerugian Negara

11.8 Suatu temuan dianggap merugikan negara apabila telah terjadi kerugian nyata dan pasti jumlahnya berupa uang, surat berharga, atau barang sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja ataupun lalai.

11.9 Keti dakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara terjadi karena hilangnya tegakan kayu dan penerimaan negara seperti provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) karena pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin yaitu sebanyak tujuh kasus senilai Rp256,11 miliar (termasuk Rp24,74 miliar ekuivalen dari USD2.41 juta berdasar nilai kurs tengah BI per 30 Juni 2009 USD1=Rp10.225,00).

11.10 Kasus-kasus tersebut diantaranya:

 Kalimantan Tengah, penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan tambang batubara PT BP, PT HTM, dan CV HJA tanpa izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan melanggar ketentuan yang berlaku mengakibatkan kerugian negara di PT BP senilai Rp9,18 miliar (termasuk Rp2,63 miliar ekuivalen dari USD258.13 ribu), dan di PT HTM senilai Rp2,43 miliar (termasuk Rp698,36 juta ekuivalen dari USD68.30 ribu), dan CV HJA senilai Rp391,17 juta (termasuk Rp112,32 juta ekuivalen dari USD10.98 ribu);

 Kalimantan Tengah, pemanfaatan hutan melalui pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan oleh Menteri Kehutanan kepada PT IUC di Hutan Lindung S. Lampeong melanggar undang-undang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp83,41 miliar;

 Kalimantan Tengah, PT SPMN, PT AB dan PT HSL menggunakan kawasan hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur untuk pembangunan perkebunan

kelapa sawit tanpa pelepasan kawasan melanggar ketentuan yang berlaku, mengakibatkan kerugian negara, PT SPMN senilai Rp20,53 miliar (termasuk Rp1,18 miliar ekuivalen dari USD115.61 ribu), PT AB senilai Rp37,12 miliar (termasuk Rp1,54 miliar ekuivalen dari USD150.66 ribu), dan PT HSL senilai Rp43,43 miliar (termasuk Rp7,64 miliar ekuivalen dari USD747.85 ribu);  Riau, PT SRS membuka kawasan hutan untuk jalan perkebunan sebelum

mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan mengakibatkan kerugian negara senilai Rp182,09 juta (termasuk Rp43,04 juta ekuivalen dari USD4.21 ribu); dan

 Riau, pembangunan perkebunan sawit pada PT SIS dan PT MAS di Kabupaten Bengkalis ti dak sesuai ketentuan mengakibatkan kerugian negara masing-masing senilai Rp22,14 miliar (termasuk Rp6,00 miliar ekuivalen dari USD586.93 ribu) serta Rp37,27 miliar (termasuk Rp4,87 miliar ekuivalen dari USD477.01 ribu).

Penyebab Kerugian Negara

11.11 Kasus-kasus tersebut disebabkan karena perusahaan pengguna kawasan hutan sengaja melakukan eksploitasi kawasan hutan tanpa izin Menteri Kehutanan, pengawasan dan perlindungan hutan oleh dinas terkait kurang opti mal dan lemahnya penegakan hukum atas kasus-kasus pelanggaran hutan.

Rekomendasi atas Kerugian Negara

11.12 Atas kasus-kasus terbut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Kehutanan untuk segera menghenti kan kegiatan pemanfaatan hutan tanpa izin, dan BPK akan melimpahkan kasus-kasus yang merugikan negara kepada aparat penegak hukum untuk diti ndaklanjuti .

Potensi Kerugian Negara

11.13 Suatu temuan dianggap berpotensi merugikan negara apabila belum terjadi kerugian nyata dan pasti jumlahnya tetapi berisiko terjadi apabila suatu kondisi yang dapat mengakibatkan kerugian negara benar-benar terjadi di kemudian hari.

11.14 Keti dakpatuhan yang mengakibatkan potensi kerugian negara pada pemeriksaan manajemen hutan terdapat satu kasus senilai Rp2,86 miliar yaitu pada Provinsi Riau, PT AA melakukan kegiatan eksploitasi tambang gambut di kawasan hutan secara ti dak sah sehingga berpotensi ti dak dibayarnya penerimaan negara.

Penyebab Potensi Kerugian Negara

11.15 Kasus tersebut disebabkan Direksi PT AA ti dak menaati ketentuan perundang-undangan dan Bupati Rokan Hulu diduga dengan sengaja memberikan Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi dan Eksploitasi sebelum adanya izin prinsip penggunaan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.

11.16 BPK akan melimpahkan kasus-kasus yang merugikan negara tersebut kepada aparat penegak hukum untuk diti ndaklanjuti .

Administrasi

11.17 Suatu temuan dikatakan menyimpang secara administrati f karena adanya penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran/pengelolaan aset, tetapi penyimpangan tersebut ti dak berpengaruh terhadap keuangan negara.

11.18 Keti dakpatuhan yang mengakibatkan penyimpangan administrasi terjadi sebanyak sembilan kasus yaitu penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu lainnya seperti kehutanan.

11.19 Kasus-kasus tersebut diantaranya:

 Kalimantan Tengah, eksploitasi tambang batubara di kawasan hutan yang menyalahi ketentuan oleh PT BP mengakibatkan hilangnya potensi kayu dan fungsi hutan sebagai pengatur tata air (hidrologi) sehingga dapat menimbulkan bencana banjir dan kekeringan, serta musnahnya hutan sebagai penghasil oksigen dan lepasnya karbondioksida ke udara bebas yang dapat menimbulkan pemanasan global.

 Kalimantan Tengah, pembangunan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan oleh PT SPMN, PT AB dan PT HSL melanggar ketentuan sehingga pembangunan perkebunan atas nama PT SPMN, PT AB dan PT HSL serta penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) oleh Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur menjadi ti dak sah dan penebangan kayu pada areal tersebut merupakan illegal logging.

 Riau, kebijakan pemberian IUPHHBK tanaman untuk kegiatan perkebunan di kawasan hutan ti dak sesuai dengan ketentuan mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang lebih lama, dan dapat berpengaruh pada perubahan iklim yang meningkatkan potensi bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan serta tanah longsor.

Penyebab Permasalahan Administrasi

11.20 Kasus-kasus tersebut pada umumnya terjadi karena kelemahan kebijakan pemerintah pusat dan daerah, dan kurangnya koordinasi.

Rekomendasi atas Permasalahan Administrasi

11.21 Atas kasus-kasus tersebut, BPK menyarankan agar Menteri Kehutanan merevisi keputusan yang ti dak tepat dan melakukan inventarisasi atas areal hutan yang telah berubah fungsi secara ti dak sah untuk dapat diterti bkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

11.22 Hasil pemeriksaan lengkap dapat dilihat pada soft copy LHP dalam cakram padat terlampir atau diakses melalui laman (website) www.bpk.go.id.

Dalam dokumen KATA PENGANTAR... vii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 (Halaman 124-128)