• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. I Gan Budiasih (2009) Judul :

2.2. Landasan Teori 1 Laporan Keuangan

2.2.10. Manajemen Laba dan Income Smoothing

Belkaoui (2007:201) menyatakan pada dasarnya definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Menurut Belkaoui (2007 : 206) isu-isu dalam manajemen laba antara lain :

1. Manajemen laba bertujuan untuk memenuhi harapan dari analis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik).

2. Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai cara.

3. Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan. 4. Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan

yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan diantara pemegang kepentingan.

5. Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP, pilihan aplikasi yang ada dalam opsi menggunakan akuisisi serta deposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya).

6. Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas.

7. Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari kontrak kompensasi implisit.

8. Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industri spesifik dan aturan antitrust.

Salah satu pola atau tindakan manajemen atas laba yang dapat dilakukan yaitu income smoothing (perataan laba). Praktik perataan

laba yang dikenal sebagai praktik yang logis dan rasional, oleh manajemen perataan laba digunakan untuk menciptakan laba yang stabil dan mengurangi covariance dan market return serta perataan laba juga dilakukan oleh para manajer untuk mengurangi fluktuasi dari laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk meramalkan arus kas dimasa yang akan datang. Berdasarkan pada pengaruh manipulasi laba usaha manajemen dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba dan usaha untuk mengurangi fluktuasi laba (perataan laba), (Ilmainir 1993 dalam Jin dan Machfoed 1998). Usaha untuk memaksimumkan laba perusahaan biasanya dilakukan oleh manajemen apabila laporan keuangan akan digunakan untuk permohonan kredit, sedangkan usaha untuk meminimumkan laba biasanya digunakan untuk menghindari pajak yang besar. Definisi lain mengenai income smoothing adalah definisi yang dikemukakan oleh Belkaoui (2007 : 192) perataan laba merupakan proses normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau tingkat yang diinginkan. Definisi income smoothing lainnya yang dikemukakan Assih (2000:39) adalah perataan laba yang dilaporkan merupakan signal mengenai laba dimasa yang akan datang, oleh karena itu pengguna laporan keuangan dapat membuat prediksi atas laba perusahaan untuk masa yang akan datang berdasarkan signal yang disediakan oleh manajemen melalui laba yang dilaporkan. Selain itu perataan laba adalah suatu signaling

technique yang dimaksudkan untuk menyediakan signal bagi pembuatan prediksi yang lebih akurat. Bukti empiris telah memperlihatkan bahwa ketidakmampuan diprediksinya laba yang akan datang karena berfluktuasinya laba dimasa lalu. Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi varibilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi resiko pasar atas saham perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diizinkan dalam praktek akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar. Beidleman dalam Belkaoui (2007:193) mempertimbangkan dua alasan manajemen meratakan laporan laba. Pendapat pertama berdasar pada asumsi bahwa suatu aliran laba yang stabil dapat mendukung deviden dengan tingkat yang lebih tinggi daripada suatu aliran laba yang variabel sehingga memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham perusahaan seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan secara keseluruhan.

Manajemen laba berbeda dengan kecurangan. Perbedaan tersebut terletak pada tingkat kepatuhan terhadap standar akuntansi. Manajemen laba merupakan rekayasa pelaporan keuangan dalam batas-batas tertentu yang tidak melanggar standar pelaporan keuangan. Hal ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan wewenangnya dalam memilih metode akuntansi yang diizinkan oleh

standar. Manajer memiliki fleksibilitas dalam membuat pilihan metode maupun kebijakan akuntansi dari berbagai alternatif metode dan kebijakan akuntansi yang ada, yang menurut preferensi manajer paling menguntungkan pada periode pelaporan. Manajemen banyak memanfaatkan standar pelaporan keuangan dengan cara menerapkan standar yang dipercepat pengadobsiannya. Selain itu standar juga dijadikan sebagai alat untuk melaporkan kondisi perusahaan. Fleksibilitas yang terdapat dalam standar akuntansi pada akhirnya menyebabkan tindakan tersebut sah dengan sendirinya. Sedangkan kecurangan dalam pelaporan keuangan lebih merupakan upaya manajemen untuk menyembunyikan atau memanipulasi sebagian atau seluruh informasi keuangan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

Konsep perataan laba mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak resiko (Fudenberg dan Tirole 1995 dalam Salno 2000 : 18) dan manajer yang menolak resiko terdorong untuk melakukan perataan laba. Demikian juga dalam hubungannya dengan kreditur, manajer lebih menyukai alternatif yang menghasilkan perataan laba (Trueman dan Titman 1988 dalam Salno 2000:18) dan Adapun Bidleman dalam Assih (2000 : 37) percaya bahwa manajemen melakukan perataan laba untuk menciptakan suatu aliran laba yang stabil dan mengurangi covariance atas return dengan pasar. Sedangkan Barnea et. al (1976) dalam Assih (2000 : 37) menyatakan bahwa

manajer melakukan perataan laba untuk mengurangi fluktuasi dalam laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk memprediksi aliran kas dimasa yang akan datang. Di lain pihak menurut Dye (1988) dalam Salno (2000 : 18) menyatakan manajer yang menolak resiko, yaitu manajer yang menghindari pinjaman dan pemberian pinjaman di pasar modal terdorong untuk melakukan perataan laba. Menurut Belkaoui (2007 : 194) tiga batasan yang mungkin mempengaruhi para manajer untuk melakukan perataan laba adalah:

1. Mekanisme pasar yang kompetitif sehingga mengurangi jumlah pilihan yang tersedia bagi manajemen.

2. Skema kompensasi manajemen yang terhubung langsung dengan kinerja perusahaan.

3. Ancaman penggantian manajemen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi income smoothing sangat beragam. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu dalam Salno (2000:20) beberapa faktor yang mempengaruhi perataan laba antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri, harga saham, leverage operasi, rencana bonus dan kebangsaan. Apabila dipandang dari sisi manajemen, Hepwort dalam Salno (2000 : 19) mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi melakukan perataan laba atau penghasilan pada dasarnya ingin mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis, antara lain: mengurangi

total pajak terutang, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang stabil pula, meningkatkan hubungan manajer dengan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah, siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme atau pesimisme dapat diperlunak.

Gordon dalam Belkaoui (2007:193) mengusulkan bahwa :

1. Kriteria yang dipakai oleh manajemen perusahaan dalam memilih prinsip-prinsip akuntansi adalah untuk memaksimalkan kegunaan dan kesejahteraan.

2. Kegunaan yang sama adalah suatu fungsi keamanan pekerjaan, peringkat dan tingkat pertumbuhan gaji serta peringkat dan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan.

3. Kepuasan dari pemegang saham terhadap kinerja perusahaan meningkatkan status dan penghargaan dari para manajer.

4. Kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari pendapatan perusahaan.

Dascher dan Malcom (1970) dalam Assih (2000:38) menyatakan bahwa ada beberapa media yang biasanya digunakan manajemen dalam melakukan income smoothing yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Perataan riil mengacu pada transaksi aktual yang terjadi maupun tidak terjadi dalam hal

pengaruh perataan sedangkan perataan artifisial mengacu pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan terhadap pergeseran biaya dan pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Namun disamping kedua media tersebut masih terdapat dimensi atau media lain untuk melakukan income smoothing, yaitu classificatory smoothing. Ronen dan Sadan (1975) dalam Assih (2000 : 38) membedakan ketiga dimensi perataan tersebut sebagai berikut:

1. Perataan laba melalui adanya kejadian dan atau pengakuan suatu peristiwa.

Manajemen dapat menentukan waktu transaksi aktual terjadi sehingga pengaruhnya terhadap pelaporan pendapatan akan cenderung mengurangi variasi dari waktu ke waktu.

2. Perataan laba melalui alokasi terhadap waktu. 

Melalui kejadian dan pengakuan atas suatu peristiwa, manajemen memiliki kendali yang lebih bebas terhadap determinasi atas periode periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi dari peristiwa.

3. Perataan laba melalui klasifikasi.

Dilakukan melalui pengklasifikasian pos-pos laporan intralaba untuk menurunkan variasi yang terjadi dari waktu ke waktu dalam statistik.

Pendapat tersebut senada dengan tulisan Sofyan Safiri (2003 : 232) yakni income smoothing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mengatur waktu kejadian transaksi, memilih prinsip atau metode alokasi, mengatur penggolongan laba yakni antara laba operasi normal dengan laba yang bukan dari operasi normal.

Unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran perataan laba adalah unsur penjualan dan unsur biaya. Menurut Foster dalam Yuliana (2007 : 28) unsur-unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran perekayasaan adalah:

1. Unsur Penjualan

Saat pembuatan faktur, pembuatan pesanan atau penjualan fiktif, down grading (penurunan) produk.

2. Unsur Biaya

Memecah-mecah faktur, mencatat prepayment (biaya dibayar dimuka) sebagai biaya.

Menurut White, Sondhi dan Fried (1998) dalam Yuliana (2007 : 28) menyebutkan bentuk-bentuk manipulasi laba sebagai berikut:

1) Klasifikasi berita baik dan berita buruk

Dimana manajemen cenderung melaporkan berita baik sebagai bagian dari operasi dan melaporkan berita buruk sebagai pos-pos luar biasa. 2) Perataan laba dimana manajemen dalam tahun-tahun yang baik

mengurangi laba (menunda pendapatan atau keuntungan dan mengakuisegera biaya atau kerugian) serta membesarkan laba pada

tahun-tahun suram (mengakui segera pendapatan atau keuntungan dan menunda biaya atau kerugian).

3) Big Bath Behavior yang merupakan kontras dari perataan laba dimana

pada tahun yang suram manajemen cenderung mengakui kerugian potensial sehingga pada tahun-tahun berikutnya tersebut tidak muncul. 4) Perubahan Akuntansi

Stabilitas laba dapat diukur dengan menggunakan beberapa ukuran stabilitas laba yang dikemukakan Siegel (1997) sebagaimana dikutip oleh Yuliana (2007 : 29) :

1) Rata-Rata Laba (average reported earning).

Rata-rata laba dicari dengan menjumlahkan semua laba yang hendak diamati dan dibagi dengan jumlah periode pengamatan.

2) Rata-Rata Laba Pesimis (average pessimistic earning).

Rata-rata laba pesimis didasarkan atas kemungkinan terburuk yang dapat dialami oleh perusahaan, penggunaan laba minimum ini berguna ketika perusahaan beresiko tinggi. Hal ini dilakukan dengan menyatakan kembali laba menjadi laba minimum dari periode-periode yang hendak diamati. Dari laba minimum tersebut dicari rata-ratanya.

3) Standar Deviasi

Standar deviasi dicari untuk laba atau laba pesimis. Standar deviasi yang semakin besar menunjukkan variabilitas yang lebih besar (laba yang lebih tidak stabil).

4) Indeks Instabilitas Laba (instability index of earning)

Indeks ini mencerminkan deviasi antara laba aktual dan laba trend. Semakin tinggi indeks maka semakin rendah kualitas laba perusahaan. 5) Beta

Beta merupakan ukuran resiko sistematis yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi. Apabila beta meningkat maka variabilitas perusahaan lebih besar jika terjadi perubahan dalam pasar. Tidak semua negara menganggap income smoothing sebagai tindakan manipulasi yang dilarang,contohnya adalah Swedia. Negara tersebut membenarkan adanya perlakuan income smoothing, sepanjang dilakukan dan dibuat secara transparan.

 

Dokumen terkait