• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

LANDASAN TEORI A.Teori Keagenan

C. Manajemen Laba

1. Pengertian Manajemen Laba

`Menurut Schipper (1989) dalam Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan suatu tindakan intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk mendapatkan seberapa keuntungan privat. Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Sulistyanto (2008), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgment dalam pelaporan finansial dalam strukturisasi transaksi untuk mempengaruhi laporan keuangan dan mengelabui stackholder terkait kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mepengaruhi hasil kontrak yang bergantung pada angka akuntansi. Menurut Sulistyanto (2008) manajemen laba secara umum didefinisikan sebagai upaya manajer suatu perusahaan untuk

mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan suatu tujuan untuk mengelabui stakeholder ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Terdapat beberapa alasan dilakukannya manajemen laba yaitu (Sulistyanto, 2008):

a. Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer.

Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.

b. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.

c. Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama pada perusahaan go public pada saat IPO.

2. Pola manajemen laba

Scott (2000) dalam Verawati (2012) membagi manajemen laba yang mungkin dilakukan oleh para manajer perusahaan ke dalam empat jenis pola manajemen laba yaitu:

a. Cuci Bersih (Taking a Bath)

Pola ini terjadi pada periode sulit, kondisi buruk yang tidak menguntungkan ataupun pada saat terjadi reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru. Manajer melaporkan kerugian, mungkin dalam jumlah yang besar. Manajer berharap laba pada periode mendatang dapat meningkat karena berkurangnya beban periode mendatang.

b. Menurunkan Laba (Income Minimization)

Pola ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan cara seperti pada pola taking a bath. Hal ini dilakukan pada saat profitabilitas tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis sekaligus sebagai upaya menyimpan laba sehingga jika laba periode mendatang mengalami penurunan drastis dapat diatasi dengan mengambil simpanan laba periode berjalan.

c. Menaikkan Laba (Income Maximization)

Pola ini dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Kebalikan dari income minimization, income maximization dilakukan dengan cara mengambil simpanan laba periode sebelumnya ataupun menarik laba periode yang akan datang, misalnya dengan menunda pembebanan biaya. Pola ini dilakukan atas dasar motivasi bonus, motivasi penghindaran pelanggaran perjanjian utang, pada saat penawaran saham perdana dan musiman, ataupun untuk menghindari turunnya harga saham secara drastis.

d. Perataan Laba (Income Smoothing)

Perataan laba dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 3. Motivasi Manajemen Laba

Sulistiawan (2011:31-37) mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang memotivasi melakukan manajemen laba, yaitu:

a. Motivasi Bonus

Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah intensif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara, bonus yang relatif lebih besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Kinerja manajemen salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi para manajer untuk memberikan perfoma terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba agar dapat menampilkan kinerja yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal.

b. Motivasi Utang

Selain melakukan kontak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manager seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaannya, tentunya manajer harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Selain itu, untuk memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya pun seringkali muncul.

c. Motivasi Pajak

Tindakan manajemen laba tidak hanya terjadi pada perusahaan go public dan selalu untuk kepentingan harga saham, tetapi juga untuk kepentingan perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan yang belum go public. Perusahaan yang belum go public cenderung melapokan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiscal yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak kreatif melakukan manajemen laba agar seolah-olah laba fiscal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan.

d. Motivasi Penjualan Saham

Motivasi ini banyak dilakukan oleh peerusahaan yang akan go public ataupun sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan

melakukan penawaran saham pendananya ke public atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public Offerings (IPO) untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Demikian juga dengan perusahaan yang sudah go public, untuk kelanjutan dan ekspansi usahanya, perusahaan akan menjual sahamnya ke publik baik melalui penawaran kedua, penawaran ketiga, dan seterusnya (seasoned equity offerings- SEO), melalui penjualan saham kepada pemilik lama (right issue), maupun melakukan akuisi perusahaan lain. Proses penjualan saham perusahaan ke publik akan direspon positif oleh pasar ketika perusahaan penerbit saham dapat “menjual” kinerja yang baik. Salah satu ukuran kinerja yang dilihat oleh calon investor adalah penyajian laba pada laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini sering kali memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba dengan berusaha menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya.

e. Motivasi Pergantian Direksi

Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau CEO, menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung bertindak memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat. Perilaku ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan laba yang cukup signifikan pada periode menjelang berakhirnya masa jabatan. Motivasi utama yang mendorong perilaku manajemen laba adalah untuk memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa jabatannya.

f. Motivasi Politisi

Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak menyentuh masyarakat luas seperti, perusahaan industri strategis perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan subsidi, perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak terlalu baik. Jadi, pada aspek politis ini, manajer cenderung melakukan kreativitas akuntansi untuk menyajikan laba yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya, terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik perhatian pemerintah dan publik yang dapat menyebabkan meningkatnya biaya politisi perusahaan. Rendahnya biaya politisi akan menguntungkan manajemen

4. Teknik Manajemen Laba

Teknik manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dalam Verawati (2012) dapat dilakukan dengan tiga cara antara lain:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi misalnya, estimasi tingkat piutang tak tertagih,

b. Mengubah metode akuntansi misalnya, dengan merubah metode depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus, dan

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan misalnya, dengan mempercepat atau menunda pengeluaran periode saat ini ke periode akuntansi berikutnya.

5. Pengukuran Manajemen Laba

Dalam penelitian ini, manajemen laba diukur dengan menggunakan metode discretionary accrual. Discretionary accruals (DA) merupakan tingkat akrual yang tidak normal. Model yang digunakan untuk menghitung discretionary accrual adalah model modifikasi Jones (The Modified Model Jones) (Sulistiawan, 2008). Model ini muncul untuk mengatasi kelamahan dari metode Jones Model (1991). Dechow lalu mengembangkan Modified Jones Model (1995) dengan mengasumsikan

bahwa perubahan yang terjadi dalam penjualan kredit pada periode berjalan merupakan objek manipulasi laba sehingga dirinya memperbaiki Jones Model dengan menghilangkan variabel perubahan piutang dari variabel pendapatan untuk mengestimasi akrual nondiskresioner pada saat periode kejadian.

Secara empiris akrual diskresioner bisa bernilai nol, positif, atau negatif yang mana mengindikasikan bahwa perusahaan selalu melakukan manajemen laba dalam mencatat dan menyusun laporan keuangannya. Nlai positif menunjukan bahwa manajemen laba dilakukan dengan pola peningkatan laba (maximalization laba), maka semakin besar angka manajemen laba semakin tinggi juga tingkat manajemen laba. Nilai negatif menunjukan manajemen laba dilakukan dengan pola penurunan laba (minimization income), maka semakin kecil manajemen laba semakin tinggi tingkat manajemen laba

(Sulistyanto, 2008). Discretionary Accruals pada periode t dihitung dengan cara (Dechow, 1995) :

a. Menghitung nilai total akrual dengan formulasi: TAit = NIit – CFOit

Keterangan :

TAit = Total Akrual perusahaan i pada periode t

NIit = Laba bersih (net income) perusahaan i pada periode t CFOit = Arus kas operasi (cash flow of operation) perusahaan i

pada periode t

b. Menentukan nilai parameter α1. α2, dan α3 dengan menggunakan Jones model

(1991), dengan formulasi :

TAit= α1 + α2 ∆Revit+ α3 PPEit+ εit

Lalu semua variabel tersebut dibagi dengan aset tahun sebelumnya (Ait-1), sehingga formulasinya menjadi:

TAit / At-1= α1(1/ At-1) + α2(ΔRevit / At-1) + α3(PPEit / At-1) + e

Keterangan :

TAit = Total akrual perusahaan i pada periode t

At-1 = Total aset pada periode t-1

ΔREVit = Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t PPEit = Aset tetap perusahaan i (gross property, plant, and equipment)

pada periode t e = Koefisien error α 1α 2α 3 = Koefisien regresi

NDAit= α1(1/ At-1) + α2((ΔRevit / At-1- ΔRecit / At-1)+α3(PPEit /At-1)

Nilai parameter α1, α2, dan α3 adalah hasil dari perhitungan pada langkah ke-2

Keterangan :

ΔREVit = Perubahan piutang perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t NDAit = non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t

d. Menentukan nilai Discretionary Accruals yang merupakan indicator manajemen laba akrual dengan cara mengurangi total akrual dengan akrual nondiskresioner, dengan formulasi:

DAit = (TAit / At-1) - NDAit

Keterangan :

DAit = Discretionary accruals perusahaan periode t

Dokumen terkait