• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.5 Manajemen Laba

2.2.5.1.Pengertian Manajemen Laba

Manajemen laba adalah cara yang dilakukan manajer untuk meningkatkan nilai laporan keuangan [Scott, 2003].

Healy dan Wahlen dalam Meutia [2004 : 335] menyatakan bahwa manajemen laba terjadi apaila manajer menggunakan penilaiannya dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai kaitan dalam angka-angla yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Manajemen laba menurut Schipper dalam Meutia [2004 : 335] adalah intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntunagn-keuntungan pribadi.

Dari ketiga definisi tersebut dapat dikatakan bahwa manajemen laba merupakan usaha pihak manajemen yang disengaja untuk memanipulasi laporan keuangan dalam batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dengan tujuan untuk memberikan informasi yang menyesatkan para pengguna laporan keuangan bagi keuntungan pihak manajer.

Sedangkan menurut Sugiri [Widyaningdyah, 2001 : 92] membagi definisi manajemen laba (earnings management) menjadi dua yaitu : a. Definisi sempit

Earnings management dalam arti sempit ini didefinisikan sebagai

perilaku manager untuk “bermain” dengan komponen discretionary

accruals dalam menentukan besarnya earnings.

b. Definisi luas

Earnings management merupakan tindakan manager untuk

meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manager bertanggungjawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

 Teori yang mendukung manajemen laba 1.Agency theory

Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan

dalam Widyaningdyah [2001] adalah hubungan antara principal dan agent. Principal memperkerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang bertindak sebagai principal yaitu pemegang saham perusahaan, sedangkan manajer sebagai agent mereka.

Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu

menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman maupun kontrak kompensasi

2.Contracting view

Menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Rahmawati [2007], perusahaan dipandang sebagai sebuah tim yang terdiri dari individu – individu dengan berbagai kepentingan. Mereka mengetahui bahwa kesejahteraan tergantung pada kesuksesan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan lain. Setiap individu juga mengakui bahwa individu lain akan berperilaku untuk memaksimalkan utilitasnya sendiri bukan utilitas individu lain.

Akibatnya timbullah kebutuhan untuk melakukan perjanjian diantara pihak yang berkepentingan tersebut. Perjanjian tersebut tidak menjamin pelaksanaan perjanjian yang optimal karena terdapat pihak luar (pemegang saham, kreditur, pemerintah) yang tidak dapat mengobservasi perilaku pihak dalam perusahaan. Fakta menyatakan perusahaan public dimiliki oleh pemegang saham tetapi dikelola oleh individu yang memiliki sebagian kecil dari saham yang beredar. Diasumsikan masing-masing akan memaksimalkan utilitasnya yang mendorong terjadinya konflik.

Perilaku earning management yang bertujuan memaksimalkan utilitasnya. Manajemen berkaitan dengan contracting view dibagi menjadi tiga, yaitu berhubungan dengan peningkatan kompensasi, perjanjian hutang dan biaya politik.

3. Positive accounting theory

Teori ini dipelopori oleh Watts dan Zimmerman (1986) dalam Rahmawati [2007] dalam Positive Accounting Theory.Watts dan Zimmerman memaparkan suatu teori akuntansi yang berusaha mengungkapkan bahwa factor-faktor ekonomi tertentu atau ciri-ciri suatu unit usaha tertentu bias dikaitkan dengan perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan lebih khusus, Watts dan Zimmerman mengungkapkan pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap motivasi manajer untuk memilih suatu metode akuntansi, sehingga dapat dikatakan bahwa positive accounting theory lebih memfokuskan pada prediksi tindakan manajer ketika memilih suatu metode akuntansi yang akan digunakan serta bagaimana manajer merespon standar akuntansi yang baru. Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam pelaporan keuangan suatu organisasi karena mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan dalam rekayasa laba.

Manajer melakukan manajemen laba dengan cara menaikkan atau menurunkan laba agar laba perusahaan terlihat stabil. Dengan menaikkan laba secara drastis, para manajer berharap investor akan meresponnya dengan sangat positif, sehingga harga saham perusahaan meningkat drastic. Jika kompensasi para manajer didasarkan pada ukuran kinerja keuangan dan kinerja pasar, mereka tentu akan mendapatkan bonus yang besar. Principal akan menaikkan kompensasi dan mempertahankan mereka untuk memimpin perusahaan. Para kreditur pasti akan menawarkan kucuran kredit dalam jumlah yang besar. Pelanggan akan semakin loyal terhadap produk-produk perusahaan karena menilai perusahaan bonafit. Singkatnya, dengan menaikkan laba para manajer bias mengeruk keuntungan yang besar.[www.pondokskripsi.com]

Celakanya, tipuan seperti itu justru bisa jadi bumerang bagi manajer dan perusahaan. Pemegang saham dapat dipastikan akan meminta dividen kas mereka naik, karyawan menuntut kenaikan gaji dan upah, dan instansi pajak meminta jumlah pajak yang dibayar perusahaan harus lebih besar dari periode sebelumnya. Jika ini terjadi, perusahaan akan ambruk karena laba yang dilaporkan meningkat tadi hanyalah laba semu dan tidak memiliki implikasi apapun terhadap cash flow perusahaan pada periode itu.[www.pondokskripsi.com]

Manajer melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba agar perusahaan terhindar dari kewajiban membayar pajak dalam jumlah yang besar atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali. Pemodal mungkin

akan menyuntik lagi dananya. Karyawan mungkin juga tidak akan menuntut kenaikan gaji dan insentif. Tapi, jika manajer belum menginformasikan secara diam-diam informasi privat tersebut ke pemilik, investor, dan kreditur, maka resikonya bisa sangat serius. Nilai saham perusahaan bisa langsung anjlok karena pelaporan laba membawa sinyal

bad news ke pasar saham. Para manajer bisa langsung dipecat karena

dianggap tidak becus mengurusi perusahaan. Kreditur bisa langsung meninjau kembali kontrak pinjamannya karena perusahaan dinilai diambang kebangkrutan.[www.pondokskripsi.com]

Fokus pada earnings management merupakan akibat pengaruh dan

pentingnya dalam menghasilkan ukuran ringkasan kinerja perusahaan.

Earnings management dipandang sebagai sebuah intervensi sengaja dalam

proses keuangan eksternal dengan maksud memperoleh keuntungan pribadi. Berbagai opsi akrual tersedia dalam prinsip akuntansi berterima umum dan kerentanan akrual untuk manipulasi ini memungkinkan terjadinya earnings management.

Akrual-akrual ini dapat dibuat secara berkesinambungan memungkinkan manager untuk menyesuaikan dan “mengelolah” earnings untuk mencapai tingkat yang optimal pada masing-masing tahun. earnings management tampak dimotivasi oleh keinginan manajemen untuk meningkatkan income perusahaan tahunan untuk mempengaruhi pertentangan proksi dan pengaruh regulasi perdagangan luar negeri.

Menurut Retno Ayu [2007] total akrual digunakan sebagai proksi kebijakan akuntansi akrual (discretionary accruals) perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan tujuan menaikkan laba ditunjukkan dari total akrual yang positif, sedangkan jika perusahaan tidak melakukan manajemen laba maka total akrual sama dengan nol, dan manajemen yang melakukan manajemen laba dengan tujuan mengurangi tingkat laba ditunjukkan dengan nilai total akrual yang negative.

Sedangkan arti discretionary accrual (kebijakan akuntansi akrual) adalah suatu cara untuk mengurangi pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual. Misalnya dengan cara menaikkan biaya amortisasi dan depresiasi, mencatat kewajiban yang besar atas jaminan produk (garansi), kontijensi dan potongan harga dan mencatat persediaan yang sudah usang.

Akrual adalah semua jenis kejadian yang bersifat operasional pada suatu tahun yang berpengaruh terhadap arus kas. Perubahan piutang dan utang merupakan akrual, juga perubahan persediaan. Biaya depresiasi juga merupakan akrual negative. Akuntan memperhitungkan akrual untuk membandingkan biaya dan pendapatan, melalui perlakuan transaksi yang berkaitan dengan laba bersih, akuntan dapat mengatur laba bersih sesuai dengan yang diharapkannya

Menurut Belkauni [2006] akuntansi akrual mendasarkan pada konsep akrual, tangguhan (deferral) , alokasi, amortisasi, realisasi dan

pengakuan. FASB (Financial Accounting Standart Board) memberikan definisi untuk konsep tersebut, yaitu :

a.Akrual adalah proses akuntansi dalam pengakuan kejadian non kas dan keadaan-keadaan yang terjadi secara spesifik, akrual meminta pengakuan revenue dan peningkatan asset dan expense dan peningkatan utang dalam jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar, biasanya dalam kas, dimasa mendatang.

b.Tangguhan adalah proses akuntan dalam pengakuan utang dengan penerimaan kas sekarang/asset dengan pembayaran kas sekarang (atau utang yang terjadi sekarang) dengan harapan berdampak pada revenue dan expense dimasa mendatang.

c.Alokasi adalah proses akuntansi dalam pembebanan dan pendistribusian suatu jumlah sesuai rencana/formula tertentu.

d.Amortisasi adalah proses akuntansi yang secara sistematis mengurangi jumlah dengan pembayaran periodic atau dengan mencatat saja.

e.Realisasi adalah proses mengkonversi sumber daya non kas dan hak menjadi uang;pengunaan yang lebih tepat dalam akuntansi dan pelaporan keuangan merujuk pada penjualan asset dengan kas. istilah yang terkait adalah “realized” dan “unrealized”, yang mengidentifikasi revenue atau gains dan losses pada asset yang dijual atau tidak dijual. f. Pengakuan adalah proses pencatatan secara formal/pemasukan

Scott dalam Rahmawati [2007 : 70] membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs

(opportunistic earning management). Kedua, dengan memandang

manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient earning

management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu

fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

2.2.5.2.Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba

Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba Watt dan Zimmerman dalam Rahmawati [2007 : 71], yaitu :

1.Bonus plan hypothesis

Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

2.Debt covernant hypothesis

Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba. Ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.

3.Political cost hypothesis

Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya : mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.

Scott dalam Rahmawati [2007 : 71] mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba :

a.Bonus purposes

Manajer yang memiliki motivasi informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.

b.Political motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan public. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan public yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

c.Taxation motivation

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

d.Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pension akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Jika kondisi perusahaan buruk mereka memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. e.Initital Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

f.Pentingnya memberi informasi kepada investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.2.5.3.Teknik Manajemen Laba

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im dalam Rahmawati [2007 : 72] dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu :

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui jugsment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih. estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amorisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2. Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Contoh : rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya.

2.2.5.4.Pola Manajemen Laba

Pola manajemen laba menurut Scott dalam Rahmawati [2007 : 73] dapat dilakukan dengan cara :

1. Taking a bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperikirakan turun drastic dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3. Income maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar.

4. Income smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relative stabil.

Dokumen terkait