• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.2 Manajemen Laba

2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba

Salah satu ukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba yang diperoleh oleh perusahaan. Informasi laba perusahaan merupakan informasi penting dalam laporan keuangan yang digunakan oleh pihak yang menggunakannya untuk membuat keputusan penting. Dalam kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan

perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal. Sulistyanto dalam Sipayung (2012) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk

mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.

Scott (2000) dalam Suryani (2010) mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk tujuan spesifik. Scoot mengungkapkan terdapat dua cara untuk

memahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua,

memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Healy dan Wahlen (1999) dalam Anggraeni (2013)

menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika para manajer

menggunakan pertimbangan di dalam pelaporan keuangan dan di dalam transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan bagi yang manapun menyesatkan beberapa stakeholders tentang dasar kinerja

ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi dilaporkan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan tindakan manipulasi laporan keuangan yang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen sehingga informasi yang dilaporkan dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan demi

keuntungan pihak manajemen. Manajemen laba dapat menurunkan tingkat kualitas laporan keuangan karena dapat menambah bias dalam laporan keuangan yang dapat mengganggu pemakai laporan keuangan tersebut.

2.1.2.2 Pola Manajemen Laba

Scoot (2000) dalam Ningsaptiti (2010) menyatakan bahwa pola manajemen laba dapat dibagi menjadi :

1. Taking a Bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan sehingga mengharuskan manajemen membebankan

perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode berikutnya akan lebih tinggi.

Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini

dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran atas perjanjian hutang.

4. Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.

5. Offsetting extraordinary/unusual gains

Dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba 6. Aggresive accounting applications

Teknik yang diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan dipakai untuk membagi laba antar periode.

Dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang berkaitan dengan timing suatu transaksi.

2.1.2.3 Motivasi Manajemen Laba

Manajemen melakukan tindakan manajemen laba dilatar belakangi oleh beberapa motivasi. Menurut Suryani 2010 motivasi yang melatarbelakangi terjadinya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, antara lain:

1. Bonus Purposes

Manajer yang lebih mengetahui informasi tentang laba perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham cenderung bersifat opportunistic dan melakukan tindakan manajemen laba untuk memaksimalkan laba saat ini dengan tujuan unutk mendapatkan insentif berupa bonus.

2. Political Motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

3. Taxation Motivations

Dilakukan perusahaan dengan tujuan penghematan pajak. Manajemen laba dilakukan untuk memperkecil perolehan

laba sehingga mengakibatkan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah juga lebih kecil dari yang seharusnya.

4. Pergantian CEO

Manajemen laba yang dilakukan oleh CEO yang telah mendekati masa pensiunnya biasanya dilakukan dengan manaikkan laba dengan tujuan mendapatkan bonus.

5. Initital Public Offering (IPO)

Perusahaan yang baru pertama kali melakukan penawaran sahamnya dan belum memiliki nilai pasar memiliki kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan di masa yang akan datang.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan harus disampaikan oleh manajer kepada investor sebagai bentuk tanggungjawab manajer. Oleh karena itu, pelaporan laba perlu dibuat sedemikian rupa sehingga investor tetap menilai bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik sesuai keinginan.

2.1.2.4 Discretionary Accruals

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Akuntansi berbasis akrual telah

Akuntansi berbasis akrual dipandang lebih rasional jika dibandingkan dengan akuntansi berbasia kas. Sulistyanto dalam (Sipayung 2012:18) menyatakan bahwa akuntansi berbasisi akrual mennggunakan prosedur akrual, defferal, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya, dan keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan. Pemilihan dasar akrual bertujuan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informatif tentang keadaan yang sebenarnya.

Akuntansi berbasis akrual mengakui pengaruh setiap transaksi pada saat kejadian bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar serta dicatat dan dilaporkan pada saat periode berjalan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan

penerimaan atau pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan (IAI dalam Andayani 2009:23).

Konsep akrual terdiri dari dua, yaitu discretionary accrual dan non

discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Non discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang wajar, yangtunduk pada suatu standar atau prinsip

akuntansi yang berlaku umum. Non discretionary accrual merupakan akrual yang wajar, dan apabila di langgar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan (tidak wajar), oleh karena itu bentuk akrual yang dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accrual yang dinilai dengan menggunakan modified Jones model.

Dokumen terkait