• Tidak ada hasil yang ditemukan

Attacus atlas merupakan salah satu serangga penghasil sutra terbaik dan

masih hidup di alam. Larva ulat sutra bersifat polivoltin dan polifagus yang artinya dapat mengkonsumsi banyak jenis daun. Daun yang dikonsumsi diantaranya adalah daun teh, sirsak, ylang-ylang, dadap, cengkeh, jeruk, mangga, kayu manis, alpukat, kaliki (Peigler 1989; Nazar 1990; Situmorang 1996; Awan 2007; Indrawan 2007; Mulyani 2008; Dewi 2009; Adria 2010). Perbedaan kualitas daun yang dikonsumsi akan mempengaruhi lama siklus hidup larva dan kualitas kokon yang dihasilkan. Seperti hasil penelitian yang dilakukan Awan 2007 bahwa siklus hidup yang dipelihara di dalam ruangan dan diberi makan secara intensif mampu memperpendek siklus hidup larva. Selain siklus hidup produktivitas juga mengalami peningkatan dan tingkah laku liar menjadi lebih jinak.

Kemampuan Attacus mengkonsumsi banyak jenis pakan menjadi suatu potensi untuk dikembangkan. Pemeliharaan larva juga harus diiringi dengan penyediaan pakan dengan palatabilitas yang baik. Pakan yang dipilih sebaiknya dapat dibudidayakan dalam waktu singkat dan memiliki produktivitas daun tinggi. Oleh karena itu eksplorasi pakan perlu dilakukan. Selain jenis pakan, kualitas daun juga perlu diperhatikan karena larva lebih menyukai pakan dalam kondisi segar ( Nazar 1990 ; Ekastuti 1999; Awan 2007) seperti di alam maka frekuensi pemberian pakan untuk pemeliharaan di dalam ruangan perlu ditingkatkan.

Pemeliharaan di alam pada umumnya mengalami mortalitas yang tinggi yaitu mencapai 90%, sehingga walaupun imago betina mampu menghasilkan telur dengan jumlah yang banyak, namun di alam populasi Attacus sangat rendah. Hal ini terjadi karena 40 – 80% telur yang dihasilkan tidak berhasil menetas akibat terinfeksi parasitoid Anastatus menzeli Ferr, sedangkan pada stadium larva

Attacus juga dapat diserang oleh lalat Exorista sorbillans (Tachiniae : Diptera)

dan Xanthopimpla (Ichneumonidae : Hymenoptera). Pemeliharaan secara intensif di dalam ruangan juga menjadi dasar untuk mengurangi mortalitas akibat predator maupun parasitasi. Pengendalian kondisi lingkungan selama pemeliharaan juga mengurangi mortalitas (Situmorang 1996; Veda et al 1997; Atmosoedarjo et al 2000; Dolezal 2007). Olehkarena itu perlu dilakukan pemeliharaan secara intensif dengan penerapan manajemen pakan serta frekuensi pemberian pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian jenis pakan dan frekuensi yang berbeda terhadap pertumbuhan ulat sutra Attacus atlas.

Metode Lokasi dan Waktu

Penelitian tahap dua dilakukan selama enam bulan mulai dari bulan September 2012 sampai Februari 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah adalah ulat sutera liar Attacus

atlas, pakan berupa daun kenari dan jambu biji. Peralatan yang digunakan

diantaranya adalah kandang kasa berukuran 50 x 50 x 50 cm3 ,cawan petri, tempat pemeliharaan yang berukuran 25 x 25 x 20 cm3, thermohygrometer digital, digital

caliper, lux meter, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, dan oven.

Tahap persiapan 1. Persiapan kandang

Ruangan tempat pemeliharaan beserta seluruh peralatan kandang, rak dan alat dibersihkan. Sumber pakan yang akan digunakan berupa daun jambu biji diletakkan serta dirawat dekat ruangan pemeliharaan.

2. Uji palabilitas

Larva Attacus atlas instar V dan VI yang diambil dari Perkebunan Teh di Purwakarta diberi beberapa jenis daun yaitu daun kenari, kunyit, daun bunga kembang sepatu, jambu biji dan ketapang. Eksplorasi pakan dilakukan untuk melihat pakan yang lebih tinggi palatabilitasnya. Hasil penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa daun jambu biji dan daun kenari palatabilitasnya tertinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

3. Persiapan bibit

Kokon yang diperoleh dari perkebunan teh di Purwakarta, kemudian ditempatkan di dalam kandang kasa sampai menjadi imago. Imago jantan dan betina yang keluar dibiarkan kawin dalam kandang kasa, kemudian induk betina dipisahkan dan dipelihara dalam sebuah wadah untuk bertelur (oviposisi). Telur yang diperoleh dari imago betina direndam dalam larutan desinfektan formalin 4% selama 1-2 menit dan dibilas dengan air mengalir. Telur dikeringkan dengan menggunakan tissue kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri. Telur yang diinkubasi akan menetas dalam 7-10 hari. Telur yang menetas dan menghasilkan larva pada hari yang sama dipindahkan ke beberapa cawan petri sesuai perlakuan pakan masing-masing. Tiap cawan yang merupakan unit percobaan berisi 15 ekor larva ulat sutera.

14

Gambar 4 Uji palabilitas pakan pada larva A. atlas

(A) Daun kenari; (B) Daun jambu biji; (C) Daun ketapang; (D) Daun bunga kembang sepatu; (E) Daun kunyit

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial, dengan perlakuan sebanyak 2 faktor, yaitu: 1). pemberian dua jenis pakan (daun jambu biji dan daun kenari), 2). Frekuensi pemberian pakan (3 kali dan 4 kali sehari). Tiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali dengan pola: 2x2x5. Perlakuan pakan berupa daun kenari dan jambu biji dengan frekuensi pemberian pakan yang dilakukan sebanyak tiga kali per hari yaitu pukul 08.00, 12.00 dan 17.00 WIB dan empat kali per hari pada pukul 08.00, 11.00, 14.00 dan 17.00 WIB.

Gambar 5 Bagan perlakuan pakan

Pengambilan data bobot dan diameter badan dilakukan dengan cara mengambil sampel larva secara acak sebanyak 50% dari total populasi tiap tempat pemeliharaan dari masing-masing perlakuan. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari pada pagi hari (pukul 08.00-09.00), siang hari (pukul 12.00-13.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00) WIB.

Peubah yang Diamati

1. Konsumsi pakan segar (g/larva/instar)

Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dimakan seekor larva ulat sutera per tahap instar. Jumlah pakan yang diberikan pada larva pada hari itu ditimbang (a). Sisa pakan keesokan harinya ditimbang kembali (b). Perhitungan konsumsi dihitung dengan memasukkan faktor koreksi. Faktor koreksi (penguapan kandungan air pakan) didapatkan dengan memisahkan daun (sampel daun) dari daun yang diberikan pada larva. Daun ditimbang diletakkan pada wadah terpisah dan ditempatkan berdekatan dengan perlakuan. Sampel daun tersebut ditimbang kembali keesokan harinya. Perhitungan faktor koreksi yaitu berat awal sampel

16

daun dikurangi berat akhir sampel daun dibagi berat awal daun. Konsumsi pakan segar per larva per hari (X) dihitung menggunakan rumus :

Keterangan :

X = konsumsi pakan segar per ekor per hari a = pakan segar yang diberikan setiap hari b = pakan sisa

c = faktor koreksi

n = jumlah larva yang berhasil hidup hari tersebut

Konsumsi pakan segar per larva per instar dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Konsumsi pakan segar = X1+X2+X3+ ………..+ Xi

2. Kecernaan pakan (%)

Kecernaan adalah persentase pakan yang dicerna oleh tubuh. Kecernaan dapat dihitung dengan cara selisih antara berat kering (BK) pakan yang dikonsumsi dan berat kering feses dibagi dengan berat kering pakan yang dikonsumsi. Rumus yang digunakan :

3. Pakan tercerna (g/larva)

Pakan tercerna adalah jumlah pakan segar yang dapat dicerna larva dari pakan yang dikonsumsi. Perhitungan jumlah pakan tercerna untuk mengetahui jumlah pakan yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Perhitungan jumlah pakan tercerna dengan cara mengalikan jumlah konsumsi pakan dengan besarnya daya cerna. Rumus yang digunakan :

Pakan tercerna = kecernaan x konsumsi pakan segar 4. Pertambahan bobot badan (g)

Pertambahan bobot badan yaitu selisih antara bobot akhir instar dengan awal instar. Pengukuran bobot badan larva diukur setiap awal dan akhir instar sebanyak 50% dari populasi dan ditimbang tiap larva seperti pada Gambar 5. Pertambahan bobot badan setiap tahap instar diperoleh dari selisih antara bobot badan pada akhir instar dengan penimbangan bobot badan awal instar. Rumus yang digunakan yaitu:

Pertambahan bobot badan = BBx – (BBx - i) Keterangan :

BBx : rataan bobot badan pada akhir instar BBx-i : rataan bobot badan pada awal instar

5. Pertambahan Diameter badan (cm)

Pengukuran diameter badan yaitu selisih antara diameter badan akhir instar dengan awal instar. Pengukuran diameter badan larva diukur setiap awal dan akhir instar sebanyak 50% dari populasi dan diukur tiap larva. Pertambahan diameter badan per instar diperoleh dari selisih antara diameter badan pada akhir instar dengan diameter awal instar. Rumus yang digunakan yaitu:

Pertambahan diameter badan = PDx – (PDx - i) Keterangan :

PDx : rataan diameter badan pada akhir instar PDx-i : rataan diameter badan pada awal instar

6. Mortalitas (%)

Mortalitas dihitung setiap dilakukan pergantian pakan dan persentase mortalitas dilihat setiap akhir instar. Persentase mortalitas diperoleh dengan membagi selisih jumlah larva pada awal tahapan instar dengan jumlah individu akhir instar dikalikan seratus persen. Rumus yang digunakan yaitu :

Gambar 7 Pengukuran diameter badan Gambar 6 Pengukuran bobot badan

18

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial). Perlakuan yang diberikan adalah jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan. Masing-masing perlakuan diberikan ulangan lima kali dan setiap ulangan terdiri atas 15 ekor larva. Model matematik yang digunakan menurut (Mattjik dan Sumertajaya 2000) :

Yijk =  + Pi + Yj+ PYij + ijk Keterangan :

Yijk : Variabel respon akibat pengaruh frekuensi pemberian pakan ke-i dan pakan yang berbeda ke-j pada ulangan ke-k

µ : Nilai rataan performa pertumbuhan pada larva ulat sutera liar Pi : Pengaruh frekuensi pemberian pakan pada taraf ke-i

YJ : Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda (daun kenari dan jambu biji) pada taraf ke-j

Pyij : Pengaruh interaksi antara frekuensi pemberian pakan ke-i dengan jenis pakan yang berbeda ke-j

ij : Pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan ke-ij.

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika pada analisis ANOVA didapatkan hasil yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil dan Pembahasan

Uji proksimat dilakukan pada daun jambu biji dan daun kenari yang digunakan sebagai pakan larva A. atlas. Daun yang diuji terdiri dari enam sampel yaitu daun jambu biji dan daun kenari yang muda, sedang, dan tua. Pembagian uji ini disesuaikan dengan kondisi daun yang diberikan saat pemeliharaan instar awal (I dan II) daun muda, sedangkan untuk instar III dan IV diberi daun sedang, dan Instar V diberi daun tua. Pembagian kondisi daun muda, sedang dan tua dilihat dari urutan daun pada tangkai. Hasil uji proksimat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil analisis proksimat daun kenari dan daun jambu biji

Kode Sampel Kadar

Air

Abu Lemak Protein Serat Kasar

BETN ...%...

Daun jambu biji Muda 74.29 1.40 0.88 3.65 4.10 15.68 Daun jambu biji Sedang 68.85 1.84 1.04 4.34 6.14 17.79 Daun jambu biji Tua 61.13 1.98 1.43 5.21 6.00 24.25 Daun kenari Muda 81.26 0.92 0.55 3.10 2.67 11.50 Daun kenari Sedang 77.1 1.18 0.61 3.51 5.19 12.41 Daun kenari Tua 59.74 4.49 0.82 4.64 7.61 22.70

Suhu, kelembaban dan cahaya ruang pemeliharaan

Temperatur dan kelembaban harian ruangan pemeliharaan Attacus atlas berfluktuasi baik pagi, siang dan sore hari. Suhu rata-rata pada pagi hari 27,44 ± 0.38 oC, siang hari 28,21 ± 0.45 oC dan sore hari 27.52 ± 52 oC. Suhu maksimum dan minimum yang tercatat selama pemeliharaan secara berurutan adalah 28.9 oC pada siang hari dan 26.2 oC pada sore hari.

Kelembaban pagi, siang dan sore hari berturut turut yaitu 83.93 ± 3.37%, 75.33 ± 6.57% dan 82.42± 5.14%. Kelembaban minimum 56,9% yang terjadi di siang hari dan kelembaban maksimum 91,7% di sore hari. Cahaya pagi 0.009±0,004 Klux, siang 0.015 ± 0.008 Klux dan sore 0.008± 0.017 Klux. Cahaya minimum terjadi di sore hari 0.001 Klux dan maksimum di siang hari 0.029 Klux. Konsumsi, Kecernaan dan Pakan Tercerna Larva A. atlas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva A. atlas mengkonsumsi kedua jenis pakan perlakuan yang diberikan yaitu daun jambu biji dan daun kenari. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa A. atlas merupakan serangga yang polipagus (Peigler 1989; Awan 2007; Indrawan 2007; Mulyani 2008; Dewi 2009; Adria 2010). Konsumsi pakan segar dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rataan konsumsi pakan segar tiap ekor larva A. atlas. Larva instar I dan II yang diberi pakan daun kenari memiliki rataan konsumsi pakan segar yang lebih besar dibandingkan dengan larva yang mengkonsumsi daun jambu biji yaitu sebesar 0.310±0.021 g/larva. Frekuensi pemberian pakan yang diberikan kepada larva instar I dan II sebanyak empat kali sehari menghasilkan rataan konsumsi pakan yang lebih besar dibandingkan larva yang hanya diberi pakan tiga kali sehari.

20

Konsumsi pakan tertinggi pada larva instar I dan II terjadi saat larva diberi daun kenari dengan frekuensi pemberian pakan empat kali sehari dengan masing-masing nilai konsumsi sebesar 0.317 ± 0.015 g/larva dan 0.459 ± 0.015 g/larva. Tabel 3 Rataan konsumsi pakan segar daun kenari dan jambu biji dengan

frekuensi pemberian yang berbeda pada A. atlas.

Instar Frekuensi Daun kenari (g) Jambu (g) Rataan (g)

Instar I 3 kali 0.304 ± 0.010b 0.274 ± 0.012c 0.289 ±0.011b 4 kali 0.317 ± 0.015a 0.284 ± 0.003c 0.300 ±0.012a Rataan 0.310 ± 0.021a 0.279 ± 0.010b P < 0.05 Instar II 3 kali 0.425 ± 0.039b 0.392 ± 0.012c 0.408 ±0.032b 4 kali 0.459 ± 0.015a 0.392 ± 0.012c 0.422 ±0.037a Rataan 0.442 ± 0.033a 0.392 ± 0.011b P < 0.05

Instar III 3 kali 0.815 ± 0.038c 0.935 ± 0.040b 0.875±0.115b

4 kali 0.924 ± 0.050b 1.000 ± 0.010a 0.962±0.091a

Rataan 0.869 ± 0.085b 0.967 ± 0.098a P < 0.05

Instar IV 3 kali 0.918 ± 0.125b 1.132 ± 0.217b 1.025±0.201b

4 kali 1.025 ± 0.162b 1.291 ± 0.132a 1.158±0.197a

Rataan 0.972 ± 0.148b 1.211 ± 0.189a P < 0.05

Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Duncan).

Hal yang sebaliknya terjadi pada instar III dan IV. Larva instar III dan IV yang diberi pakan daun jambu biji memiliki rataan konsumsi pakan segar yang lebih tinggi dibandingkan dengan larva yang diberi daun kenari. Frekuensi pemberian pakan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap raatan konsumsi pakan segar larva instar III dan IV. Hal ini terlihat dari larva yang diberi makan empat kali perhari memiliki rataan konsumsi pakan segar yang lebih banyak dibanding tiga kali sehari yaitu sebesar 0.962±0.091 g/ larvauntuk instar III dan 1.158±0.197 g/larva untuk instar IV. Konsumsi pakan tertinggi pada larva instar III dan IV terjadi saat larva diberi daun jambu biji dengan frekuensi pemberian pakan empat kali sehari dengan masing-masing nilai konsumsi sebesar 1.000 ± 0.010 g/larva dan 1.291 ± 0.132g/larva.

Larva yang diberi pakan empat kali sehari memiliki rataan konsumsi pakan yang lebih besar dibandingkan dengan larva yang diberi pakan tiga kali sehari. Hal ini disebabkan larva A. atlas lebih menyukai pakan dalam kondisi segar, dimana kandungan yang terdapat pada daun seperti kadar air, protein, lemak dan serat masih baik (Ekastuti 1999; Awan 2007; Mulyani 2008; Dewi 2009; Hamamura 2001). Daun yang berkualitas baik dan segar mengeluarkan aroma dari zat yang terkandung di dalamnya sehingga meningkatkan selera dan aktivitas makan larva (Mulyani 2008).

Uji proksimat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa daun kenari muda memiliki kadar air lebih tinggi (81.26%) dibandingkan daun jambu biji muda (74.29%). Kandungan serat kasar daun jambu biji lebih banyak (4.10%) dibanding daun kenari (2.67%) tetapi kadar proteinnya tidak jauh berbeda. Pada awal instar biasanya kebutuhan akan kadar air menjadi sangat penting, namun serat kasarnya tidak terlalu tinggi. Hal ini yang menyebabkan awal instar lebih banyak

mengkonsumsi daun kenari dibandingkan daun jambu biji. Pakan yang sesuai bagi larva harus mengandung nutrisi lengkap karena hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ulat sutera (Ahmad et al 2006). Instar III dan IV lebih menyukai daun jambu biji dikarenakan kebutuhan larva berubah. Larva membutuhkan serat kasar yang lebih besar dan kadar air yang tidak terlalu tinggi.

Banyak atau sedikitnya pakan segar yang dikonsumsi larva bukan menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Selain jumlah pakan yang dikonsumsi kecernaan pakan juga perlu diketahui. Hasil uji statistik terhadap kecernaan dari dua jenis pakan dan frekuensi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kecernaan pakan daun kenari dan daun jambu biji dengan frekuensi pemberian yang berbeda pada A. atlas.

Instar Frekuensi Daun kenari (%) Jambu (%) Rataan (%)

Instar I 3 kali 25.90 ± 0.010b 21.70 ± 0.003c 23.80 ± 0.007b 4 kali 27.60 ± 0.012a 22.60 ± 0.004c 25.10 ± 0.008a Rataan 26.75 ± 0.011a 22.15 ± 0.005b P < 0.05 Instar II 3 kali 26.10 ± 0.027b 22.90 ± 0.009c 24.50 ± 0.019b 4 kali 28.10 ± 0.027a 23.40 ± 0.005c 25.75 ± 0.018a Rataan 27.10 ± 0.025a 23.15 ± 0.008b P < 0.05

Instar III 3 kali 27.50 ± 0.006c 29.70 ± 0.007b 28.6 ± 0.010b

4 kali 29.70 ± 0.005b 31.70 ± 0.004a 30.7 ± 0.012a

Rataan 28.60 ± 0.006b 30.70 ± 0.007a P < 0.05

Instar IV 3 kali 30.70 ± 0.006b 32.50 ± 0.008a 31.6 ± 0.012b

4 kali 31.50 ± 0.007b 35.50 ± 0.008a 33.5 ± 0.013a

Rataan 31.10 ± 0.009a 34.00 ± 0.007b P < 0.05

Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Duncan).

Jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rataan kecernaan pakan. Tabel 4 memperlihatkan bahwa rataan kecernaan pakan instar I dan instar II lebih besar dihasilkan saat larva diberi daun kenari. Frekuensi pemberian pakan empat kali sehari menghasilkan rataan kecernaan pakan yang lebih tinggi dengan nilai 25.10±0.008% untuk instar I dan 25.75±0.018% instar II. Larva instar I yang diberi daun kenari sebanyak empat kali sehari menghasilkan kecernaan pakan tertinggi, begitu juga dengan larva instar II. Rataan kecernaan pakan pada larva instar III dan IV dipengaruhi oleh jenis pakan dan frekuensi pemberian. Nilai kecernaan pakan berubah saat instar III dan IV. Larva yang diberi pakan daun jambu biji memiliki kecernaan pakan yang lebih besar dibanding larva yang diberi daun kenari. Namun, untuk frekuensi pemberian empat kali tetap lebih baik dibanding pemberian tiga kali sehari. Larva instar III dan IV yang menghasilkan nilai kecernaan tertinggi adalah saat larva diberi daun jambu biji dengan frekuensi pemberian empat kali sehari.

Rataan kecernaan pakan pada larva instar I dan II yang diberi daun kenari lebih baik dibandingkan daun jambu biji. Hal ini disebabkan daun jambu biji memiliki struktur daun yang lebih keras dibandingkan dengan daun kenari sehingga larva kecil lebih menyukai daun kenari, hal ini sesuai dengan pernyataan

22

Vonny dan Nugroho (2005) yang menyatakan bahwa kondisi permukaan epidermis dan struktur daun mempengaruhi preferensi pakan dan kesukaan makanan pada larva A. atlas sedangkan, daun dengan struktur keras dan adanya trikoma mempersulit aktivitas makan larva sehingga kurang disukai oleh larva muda A. atlas. Daun yang disediakan empat kali sehari memiliki kecernaan pakan yang lebih baik dibanding tiga kali sehari. Frekuensi pemberian pakan yang lebih sering (empat kali sehari) menjaga kesegaran daun dan kadar air yang cukup tinggi. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pertumbuhan larva Lepidoptera sangat tergantung kadar air pakan (Elzinga 2004). Persentase kecernaan daun jambu biji dari mulai instar I sampai V mengalami peningkatan, sebaliknya persentase kecernaan daun kenari di awal tinggi dan menurun di instar selanjutnya. Hal ini karena nutrient yang terkandung dalam daun mempengaruhi pakan yang tercerna.

Pada Tabel 5. memperlihatkan bahwa perlakuan jenis dan frekuensi pemberian pakan mempengaruhi (p<0.05) pakan yang tercerna. Pengukuran pakan yang tercerna bertujuan untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang dicerna tubuh. Tercernanya pakan di dalam organ pencernaan tergantung dari kandungan yang ada di dalam pakan.

Tabel 5 Pakan yang tercerna dengan pemberian daun kenari dan daun jambu biji dengan frekuensi yang berbeda pada A. atlas

Instar Frekuensi Daun kenari (g) Jambu (g) Rataan (g)

Instar I 3 kali 0.067 ± 0.004b 0.048 ± 0.003c 0.057 ± 0.003a 4 kali 0.071 ± 0.006a 0.050 ± 0.002c 0.060 ± 0.004a Rataan 0.069 ± 0.007a 0.049 ± 0.004b P < 0.05 Instar II 3 kali 0.111 ± 0.012b 0.093 ± 0.014c 0.102 ± 0.013b 4 kali 0.133 ± 0.012a 0.095 ± 0.005c 0.114 ± 0.013a Rataan 0.122 ± 0.011a 0.094 ± 0.012b P < 0.05 Instar III 3 kali 0.229 ± 0.008c

0.290 ± 0.037b 0.260 ± 0.041b 4 kali 0.287 ± 0.023b 0.331 ± 0.009a 0.309 ± 0.038a Rataan 0.258 ± 0.026b 0.310 ± 0.033a P < 0.05 Instar IV 3 kali 0.283 ± 0.042c 0.378 ± 0.070a 0.331 ± 0.071b 4 kali 0.323 ± 0.051b 0.432 ± 0.044a 0.378 ± 0.073a Rataan 0.303 ± 0.049b 0.405 ± 0.065a P < 0.05

Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Duncan).

Pakan yang tercerna pada awal instar I dan II yang diberi daun kenari lebih besar dibanding larva yang diberi daun jambu biji. Larva instar I dan II akan menghasilkan pakan tercerna yang tertinggi saat diberi daun daun kenari dengan empat kali pemberian pakan dengan masing-masing nilai sebesar 0.071±0.006 g/larva dan 0.133±0.012 g/larva . Namun, pada instar I larva yang diberi pakan dengan frekuensi pemberian tiga dan empat kali sehari menghasilkan pakan tercerna yang tidak berbeda nyata. Pada saat instar II besarnya pakan yang tercerna dari frekuensi pemberian empat kali lebih baik dibanding tiga kali sehari.

Sama halnya dengan konsumsi pakan dan kecernaan pakan, jumlah pakan tercerna dari larva yang diberi daun jambu biji semakin meningkat saat memasuki instar III dan IV. Terlihat bahwa rataan pakan tercerna daun jambu biji lebih tinggi (0.310 ±0.033 g/larva dan 0.405 ± 0.065g/larva ) dibanding daun kenari (0.258 ± 0.026g/larva dan 0.303 ± 0.049 g/larva), begitu juga dengan frekuensi pemberian pakan empat kali berbeda nyata dibanding pemberian tiga kali sehari. Larva instar III dan IV memiliki kecernaan pakan tertinggi saat diberi pakan daun jambu biji dengan frekuensi pemberian empat kali sehari. Larva yang diberi pakan daun kenari memiliki pakan tercerna yang lebih kecil hal ini menyebabkan daya tahan tubuh berkurang sehingga menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya pertumbuhan larva dan mengakibatkan kematian.

Pertumbuhan Larva A. atlas

Pertumbuhan larva dapat dilihat melalui pertambahan bobot badan. Bobot badan menjadi indikator eksternal terhadap palatabilitas pakan, tingkat kecernaan dan pakan yang tercerna. Tabel 6 merupakan hasil uji statistik untuk pertambahan bobot badan A. atlas yang diberikan daun jambu biji dan daun kenari dengan frekuensi yang berbeda.

Tabel 6 Pertambahan bobot badan A. atlas yang diberikan daun kenari dan daun jambu biji dengan frekuensi yang berbeda.

Instar Frekuensi Daun kenari (g) Jambu (g) Rataan (g)

Instar I 3 kali 0.033 ± 0.001b 0.017 ± 0.001d 0.025 ± 0.009b 4 kali 0.037 ± 0.001a 0.019 ± 0.002c 0.028 ± 0.010a Rataan 0.035 ± 0.002a 0.018 ± 0.002b P < 0.05 Instar II 3 kali 0.102 ± 0.005a 0.023 ± 0.001b 0.062 ± 0.052b 4 kali 0.121 ± 0.004a 0.033 ± 0.002b 0.077 ± 0.050a Rataan 0.111 ± 0.005a 0.028 ± 0.002b P < 0.05

Instar III 3 kali 0.209 ± 0.015c 0.354 ± 0.060b 0.281 ± 0.087b

4 kali 0.221 ± 0.019c 0.527 ± 0.016a 0.374 ± 0.162a

Rataan 0.215 ± 0.017b 0.440 ± 0.100a P < 0.05

Instar IV 3 kali 0.380 ± 0.035b 0.428 ± 0.062b 0.404 ± 0.054b

4kali 0.499 ± 0.035b 0.660 ± 0.215a 0.580 ± 0.168a

Rataan 0.439 ± 0.071b 0.544 ± 0.193a P < 0.05

Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Duncan).

Pertambahan bobot badan dipengaruhi secara nyata (p<0.05) oleh jenis pakan dan frekuensi pemberiannya. Rataan pertambahan bobot badan larva instar I dan II berbeda nyata antara daun kenari dan jambu. Larva instar I dan II yang diberi pakan daun kenari memiliki rataan pertambahan bobot badan yang lebih besar dibanding larva yang mengkonsumsi daun jambu biji. Pertambahan bobot badan juga dipengaruhi secara nyata (p<0.05) oleh frekuensi pemberian pakan. Pertambahan bobot badan larva yang diberi pakan empat kali sehari lebih besar dibanding larva yang hanya diberi pakan tiga kali sehari. Lebih lanjut terlihat bahwa pertambahan bobot badan tertinggi saat instar I sebesar 0.037±0.001

24

g/larva dan instar II sebesar 0.121±0.004g/larva terjadi saat larva mengkonsumsi daun kenari dengan pemberian pakan empat kali per hari.

Memasuki instar III dan IV pertambahan bobot badan yang tertinggi

Dokumen terkait