• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN BENGKULU SELATAN, PROPINSI BENGKULU

B. Manajemen Peternakan dan Kesehatan Hewan

1. Sistem pemeliharaan : kandang individual/campur dengan sesama anak. 2. Sistem pemeliharaan : (pilih salah satu)

a. Selalu dikandangkan (sistem intensif)

b. Dikandangkan dan digembalakan (sistem semi intensif) c. Dilepas di padang pangonan ( sistem ekstensif)

3. Berapa kali pemberian pakan terhadap ternak? 4. Pemberian pakan :

a. Pakan hijauan :

- Jenis hijauan diberikan pada ternak :…….……….….. - Waktu memberikan pakan hijauan : …… kali (pagi-siang-sore). - Jumlah rumput yang diberikan per ekor/hari : ………. kg.

1. Setiap pagi hari ……… kg 2. Setiap siang hari ……… kg 3. Setiap sore hari ……… kg b. Pakan Hijauan Makanan Ternak biasanya diperoleh dari:

( budidaya sendiri / mengarit dari tempat lain / membeli) c. Bila budidaya sendiri, biasanya dilakukan di:

1. Lahan kosong yang tidak diusahakan untuk pertanian 2. Perkarangan rumah

50 4. Galengan sawah

5. Lainnya……….

d. Alat yang digunakan dalam mendapatkan (menyediakan) hijauan pakan?

e. Berapa jauh jarak pengambilan Hijauan Makanan Ternak dari rumah? ……… f. Berapa jauh jarak rumah dengan kandang?

……… g. Alat angkut untuk membawa Hijauan Makanan Ternak (HMT) ke

kandang (ada/tidak), bila ada, yaitu……… h. Bila diperoleh dengan cara membeli, harganya:

1. Legum : Rp………./kg. 2. Rumput : Rp……….../kg.

i. Apakah musim mempengaruhi penyediaan hijauan pakan? (Ya/tidak) j. Adakah kesulitan dalam memperoleh hijauan dimusim kemarau?

(ya/tidak). Jika ya, alasannya ………. Solusinya ...……….………... k. Konsentrat diberikan/tidak diberikan : banyaknya …... kg/hari. l. Pakan konsentrat :

- Jenis konsentrat yang diberikan : ……… - Jumlah konsentrat yang diberikan per ekor/hari : ………... - Waktu pemberian konsentrat : …….…….... kali (pagi-siang-sore) m. Mana yang diberikan terlebih dahulu? (hijauan/konsentrat)

n. Apakah sumber air memadai atau tidak? ……… o. Apakah ternak saudara pernah sakit? (ya / tidak)

Jika ya, yaitu ………...……….. p. Apakah ternak saudara divaksin? (ya / tidak)

Jika ya, yaitu ………... q. Adakah kendala lain yang sering dialami dalam memelihara ternak?

(ya/tidak)

i

RINGKASAN

MONICA PERMANA. D24070040. 2012. Keragaman Jenis dan Pola Penyediaan Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau, Kecamatan Kedurang Ilir, Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Muhammad Agus Setiana, M.S.

Air Sulau merupakan salah satu desa dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya sebagai petani sekaligus peternak yang terdapat di wilayah Bengkulu Selatan. Ternak sapi merupakan ternak yang diunggulkan di desa ini. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengevaluasi jenis dan pola penyediaan hijauan pakan yang diberikan pada ternak sapi serta menentukan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Desa Air Sulau.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Air Sulau. Responden dalam penelitian ini sebanyak 68 peternak. Ternak yang digunakan adalah ternak sapi yang dimiliki oleh 15 peternak di Desa Air Sulau untuk analisis keragaman konsumsi jenis hijauan. Metode yang digunakan adalah survey lapang yaitu pengamatan keadaan peternakan dan pola penyediaan hijauan pakan. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif yang meliputi karakteristik peternak, gambaran keragaman jenis hijauan pakan dan sistem pemeliharaan serta pola penyediaan pakan ternak sapi, analisis komposisi botani dengan menggunakan metode Dry Weight Rank Mannetje dan Haydock (1963), analisis keragaman konsumsi hijauan berdasarkan famili, dan analisis daya tampung lokasi menggunakan metode Nell dan Rollinson (1974).

Analisis botani menunjukkan bahwa peringkat pertama hijauan yang diberikan pada ternak sapi di kandang adalah Paspalum commersonii Lam., kemudian Paspalum conjugatum P.J. Bergius., dan Pennisetum purpureum Schum. Konsumsi jenis hijauan berdasarkan jumlah kepemilikan ternak menunjukkan bahwa persentase penggunaan hijauan jenis rumput paling tinggi.

Jenis rumput yang diberikan pada ternak sapi yaitu Centotheca lappacea (L.) Desv., Eragrostis unioloides (Retz) Nees., Imperata cylindrica (L.) P. Beauv., Leersia hexandra Swartz., Macaranga triloba (Thunb.) Mull. Arg., Oplismenus compositus (L.) P. Beauv., Oryza minuta Presl., Panicum maximum Jacq., Paspalum cartilagineum Presl., Paspalum commersonii Lam., Paspalum conjugatum P.J. Bergius., Pennisetum polystachion (L.) Schult., Pennisetum purpureum Schum., dan Setaria splendida Stapf. Hijauan jenis kacangan yaitu Albizzia falcata Backer., Gliricidia sepium Jacq., Leucaena leucocephala Lamk., dan Pueraria javanica Benth. Hijauan jenis ramban yaitu Ageratum conyzoides L., Cyperus kyllingia Endl., Fimbristylis miliacea (L.) Vahl., Melastoma affine D. Don., Melastoma malabathricum L., Mikania cordata (Burm.f) B.L. Robinson., dan Theobroma cacao L.

Sistem pemeliharaan yang diterapkan di Desa Air Sulau yaitu sistem intensif (73,53%) dan semi-intensif (26,47%). Pola penyediaan hijauan di Desa Air Sulau yaitu secara cut and carry dengan hijauan yang bersumber dari pakan alami dan budidaya. Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia efektif, Desa Air Sulau masih berpotensi menampung ternak ruminansia sebesar 191,227 ST.

ii

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis hijauan pakan ternak sapi di Desa Air Sulau beragam, terdiri dari 14 jenis rumput, 4 jenis kacangan, dan 7 jenis ramban. Pola penyediaan hijauan pakan ternak sapi yaitu secara cut and carry dangan sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif. Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia dengan pendekatan potensi lahan sebesar 191,227 ST. Kata-kata kunci : pola penyediaan, rumput, kacangan, ramban, sapi

iii

ABSTRACT

The Diversity of Type and Pattern Providing of Ruminant Forage in Air Sulau Village, Kedurang Ilir Subdistrict, South Bengkulu Regency,

Bengkulu Province

Permana, M., S. Jayadi, and M. A. Setiana

Air Sulau is one of the villages in South Bengkulu where found cattle breeding farm. Breed of cattle is bali cattle. The aim of this experiment were evaluating kind and pattern of provision of ruminant forage, and determining of carrying capacity in Air Sulau. This experiment used descriptive analysis, forage diversity analysis, composition of botany analysis, and analysis of carrying capacity base on Nell and Rollinson method. The results on composition of botany showed that the first rank kind of forage was Paspalum commersoni Lam., the second was Pennisetum purpureum Schum., and the third was Paspalum conjugatum P.J. Bergius. The result of analysis of carrying capacity based on Nell and Rollinson method showed that Air Sulau village could still intercept animals as many 191.227 animal unit. The conclusion of this experiment that the type of forages on cattle breeding farm in Air Sulau village were diverse, consisted of 14 species of grass, 4 species of legume, and 7 species of ramban (other than grass and legume). The pattern providing of cattle forage were cut and carry with intensive and semi-intensive system.

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bengkulu Selatan merupakan salah satu dari 10 kabupaten yang terdapat di Propinsi Bengkulu bagian selatan dengan luas wilayah 118.610 ha dan jumlah penduduk 142.722 jiwa (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkulu Selatan, 2010). Salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bengkulu Selatan adalah Kecamatan Kedurang Ilir yang terdiri dari 12 desa dengan luas wilayah 9.100 ha dan jumlah penduduk 7.068 jiwa. Desa Air Sulau merupakan desa yang berada di Kecamatan Kedurang Ilir dengan jumlah penduduk 1.852 jiwa dan luas wilayah 2.146,160 ha (Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kedurang Ilir, 2010).

Sebagian besar penduduk di Desa Air Sulau mata pencahariannya sebagai petani sekaligus peternak. Ternak sapi merupakan ternak yang diunggulkan di Desa Air Sulau. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ternak sapi yang dimiliki oleh setiap petani di desa ini, yaitu dengan jumlah populasi sapi sebanyak 671 ekor (Badan Pusat Statistik, 2011). Peternak di desa ini menjadikan beternak sebagai usaha turun-temurun atau sebagai tabungan untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Sebagian ternak di desa ini dipelihara dengan sistem gaduh atau merupakan ternak pemilik modal yang dipelihara oleh peternak sebagai penggaduh. Selain itu terdapat beberapa peternak yang merupakan pemilik ternak secara pribadi.

Jenis sapi yang dipelihara di desa ini yaitu sapi bali. Pemilihan jenis ternak ini dikarenakan sapi bali memiliki produktivitas yang tinggi dengan sistem pemeliharaan yang tergolong mudah dan mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan.

Desa Air Sulau mengembangkan peternakan dengan baik dibandingkan dengan desa lain yang berada di Kecamatan Kedurang Ilir. Pemerintah daerah telah merencanakan desa ini sebagai kantong ternak di Kabupaten Bengkulu Selatan. Sistem pemeliharaan yang diterapkan di desa ini yaitu sistem pemeliharaan intensif yang didasari dengan Peraturan Daerah (Perda) Bengkulu Selatan No. 03 Tahun 1997 tentang pemeliharaan dan penertiban hewan ternak yang mulai diberlakukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) pada tahun 2001. Sistem pemeliharaan intensif ini dapat mempermudah peternak dalam mengawasi ternak dan mendapat perhatian khususnya dari pemberian pakan.

2 Sumber pakan yang digunakan di desa ini berupa rumput alam yang tumbuh di sekitar perkebunan maupun yang sengaja dibudidayakan seperti rumput gajah dan rumput setaria. Meskipun hanya berasal dari sela-sela tanaman perkebunan, rumput-rumput tersebut sengaja dipupuk oleh para petani. Jenis-jenis hijauan makanan ternak yang terdapat di Desa Air Sulau sangat beragam. Keragaman jenis hijauan pakan ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para peternak, selain itu belum diperoleh data mengenai jenis hijauan apa saja yang diberikan kepada ternak tersebut.

Potensi wilayah dalam menyediakan hijauan makanan ternak dan kebutuhan untuk mencukupi pakan ternak perlu diketahui agar dapat diusahakan pemanfaatan sumber daya hijauan secara optimal dengan memperhatikan kesinambungan penyediaan sepanjang tahun (Rukmana, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis-jenis serta potensi penyediaan hijauan pakan ternak sapi yang ada di Desa Air Sulau sehingga diharapkan dapat meningkatkan peternakan sapi di desa tersebut, serta sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah daerah dan peternak di daerah Bengkulu Selatan.

Tujuan

Mengevaluasi jenis dan pola penyediaan hijauan pakan yang diberikan pada ternak sapi serta menentukan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di Desa Air Sulau.

3 TINJAUAN PUSTAKA

Hijauan Pakan Ternak

Hijauan pakan merupakan bagian tanaman terutama rumput dan leguminosa yang digunakan sebagai pakan ternak (Hartadi et al., 1993). Wilkins (2000) menyatakan bahwa hijauan merupakan bagian tanaman yang dapat dimakan, termasuk padi-padian yang diberikan dengan cara menggembalakan ternak maupun dipanen untuk diberikan langsung pada ternak. Menurut keberadaannya, hijauan makanan ternak terdiri dari hijauan yang tumbuh secara alami tanpa campur tangan manusia seperti pastura alami dan hijauan yang sengaja ditanam oleh petani seperti rumput gajah, gamal, lamtoro, dan waru (Budiasa, 2005).

Pemanfaatan produksi hijauan yang berlebih serta untuk mengatasi kekurangan pakan ternak saat musim kemarau, rumput dapat diawetkan dalam bentuk silase maupun hay. Silase merupakan hijauan pakan ternak yang diawetkan dengan cara peragian atau fermentasi asam laktat (Siregar, 1996). McIlroy (1976) menyatakan bahwa rumput gajah merupakan rumput yang sangat baik untuk silase. Hay merupakan hijauan pakan ternak yang diawetkan melalui pengeringan hingga kadar air 15% (Siregar, 1996). Waktu panen hijauan yang akan dibuat hay adalah pada masa pertumbuhan terbaik saat fase mulai berbunga (McIlroy, 1976).

Rumput

Rumput (Gramineae) merupakan famili tumbuh-tumbuhan yang paling luas penyebarannya. Rumput sebagai pakan ternak berupa rumput lapang (liar) dan rumput pertanian. Rumput pertanian disebut juga dengan rumput unggul merupakan rumput yang sengaja diusahakan dan dikembangkan untuk persediaan pakan bagi ternak. Rumput unggul ini dibagi menjadi dua jenis yaitu pertama rumput potongan seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.), rumput benggala (Pannicum maximum Jacq.), rumput mexico (Euchlaena mexicana Schrad.), dan Setaria spachelata Schum. Kedua yaitu rumput gembala seperti Brachiaria brizantha (Hochst. ex A. Rich.) Stapf., rumput ruzi atau rumput kongo (Brachiaria ruziziensis R. Germ. and C. M. Evrard), rumput australia (Paspalum dilatatum Poir.), Brachiaria mutica (Forsk.) Stapf., Cynodon plectostachyus (K. Schum.) Pilg., rumput pangola (Digitaria decumbens Stent.), dan Chloris gayana Kunth. (Sudarmono dan Sugeng, 2009).

4 Rumput memiliki sistem perakaran berbentuk serabut yang mempunyai peranan dalam pembentukan struktur tanah, titik tumbuh yang berada dekat pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh kembali setelah pemotongan, kemampuan membentuk anakan membantu menutup tanah dengan cepat pada fase pertumbuhan pertama (McIlroy, 1976).

Kacangan

Kacangan merupakan jenis hijauan lain yang digunakan untuk pakan ternak dari famili Leguminoceae. Gutteridge dan Shelton (1993) menyatakan bahwa Leguminoceae terdiri lebih dari 1.800 spesies. Leguminoceae terbagi menjadi tiga subfamili yaitu Papilionoideae, Mimosoideae, dan Caesalpinioideae (Wojciechowski, 2006). Papilionoideae (Papilionaceae) merupakan subfamilia yang spesiesnya merupakan tanaman legum makanan manusia dan ternak, sedangkan Mimosoideae (Mimosaceae) dan Caesalpinioideae (Caesalpiniaceae) merupakan tanaman legum yang khusus untuk hijauan makanan ternak (Reksohadiprodjo, 1985).

Rukmana (2005) menyatakan bahwa kacangan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kacangan yang tumbuh menjalar, kacangan yang tumbuh tegak berupa pohon, dan kacangan hasil sisa tanaman pangan. Kacangan yang tumbuh menjalar digunakan sebagai penutup tanah di perkebunan, seperti sentro, kalopo, dan kudzu. Kacangan yang tumbuh tegak biasanya ditanam di tegalan atau pinggir kebun, seperti lamtoro, gamal, kaliandra. Sedangkan kacangan hasil sisa tanaman pangan merupakan hasil ikutan dari proses usaha tani seperti kacang tanah dan kacang kedelai.

Legum (kacangan) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada Gramineae. Kandungan protein kacangan (Leguminoceae) lebih dari 20%, sedangkan rumput kurang dari 10%. Selain kandungan protein yang tinggi, Leguminoceae mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, tembaga dan kobal (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Gutteridge dan Shelton (1993) menyatakan bahwa saat musim kemarau, jenis kacangan pohon mampu menyediakan hijauan dengan kandungan protein, mineral dan vitamin yang tinggi.

Ramban

Ramban merupakan jenis lain hijauan pakan yaitu selain rumput dan legum. Kelompok tumbuhan lain ini mencakup tumbuhan tahunan, serta tumbuhan semak dan pohon berkayu (Martin, 1993). Suminar (2011) menyatakan bahwa hijauan yang

5 termasuk jenis ramban di Desa Cigobang yaitu daun kedondong kecil (Spondias lutea LINN.), daun kelor (Moringa oleifera LAMK.), daun singkong (Manihot utilissima POHL.), daun jambu air (Eugenia aquena BURM.f.), daun randu (Ceiba petandra GAERTN.), daun nangka (Artocarpus heterophyllus LAMK.), daun mangga (Mangifera indica L.), daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis LINN.), daun kersem (Mutingia calabura L.), daun kawijaran (Lannea grandis ENGL.), daun benalu mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.).

Ternak Sapi

Sapi termasuk dalam filum Chordate, (yaitu hewan-hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Atiodaktil (berkuku atau berteracak genap), sub ordo Ruminansia (pemamah biak), famili Bovidae (tanduk berongga), genus Bos (pemamah biak berkaki empat). Spesiesnya terbagi dua, yaitu Bos taurus (sebagian besar bangsa sapi yang ada) dan Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk) (Blakely dan Bade, 1991).

Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Bangsa ternak sapi yang digunakan dalam usaha sapi potong di Desa Air Sulau yaitu sapi bali. Sapi bali yang banyak dijadikan komoditi daging atau sapi potong pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia.

Sapi Bali

Sarwono dan Arianto (2001) menyatakan bahwa sapi bali adalah sapi asli Indonesia yang merupakan domestikasi banteng (sapi yang hidup liar di hutan). Kemampuan reproduksi sapi bali mampu beranak setiap tahun. Pertambahan berat badan hariannya mencapai 0,7 kg/hari (Abidin, 2008). Sapi bali mampu tumbuh baik walaupun pakan yang diberikan bernilai gizi rendah (Williamson dan Payne, 1993). Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan bahwa daging sapi bali bertekstur lembut dan tidak berlemak. Sapi bali merupakan sapi lokal dengan penampilan produksi yang cukup tinggi sehingga menjadi primadona di kalangan peternak di Indonesia.

Sapi bali memiliki ciri yaitu berukuran sedang, berdada dalam, kaki bagus. Warna bulu merah, keemasan, coklat tua. Bibir, kaki dan ekor hitam dan kakinya putih dari lutut ke bawah, dan terdapat warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang sangat jelas pada bagian pantat. Terdapat suatu garis hitam yang jelas pada

6 bagian punggung, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Warna bulu pada jantan lebih gelap daripada betina, dan akan menjadi coklat tua sampai hitam pada saat dewasa. Bulunya pendek, halus, dan licin. Kulit berpigmen dan halus. Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar; telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk sapi bali jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing. Tanduk betina sangat kecil. Jantan memiliki kepala yang jelas dan gelambirnya tubuh baik pada jantan dan betina. Ambing pada betina pertumbuhannya jelek dan ditutupi bulu (Williamson dan Payne, 1993).

Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi

Sudarmono dan Sugeng (2009) menyatakan bahwa pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan dengan tiga sistem yaitu ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif merupakan sistem dimana sapi dilepaskan di padang penggembalaan dan digembalakan sepanjang hari (pagi sampai sore), kemudian digiring ke kandang terbuka (tanpa atap) dengan tidak memberikan pakan tambahan lagi. Sistem semi intensif merupakan sistem pemeliharaan dimana pada siang hari sapi diikat dan ditambatkan di ladang, kebun, atau pekarangan yang rumputnya tumbuh subur, kemudian sapi dikandangkan pada sore hari, dan pada malam harinya diberi pakan tambahan berupa hijauan rumput atau daun-daunan.

Pemeliharaan sistem intensif merupakan sistem pemeliharaan dimana sapi dikandangkan sepanjang hari dengan pemberian pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga menjadi cepat gemuk (Sudarmono dan Sugeng, 2009). Sistem pemeliharaan intensif (ternak di kurung dalam suatu kandang), kebutuhan pakannya tergantung dari apa yang diberikan peternak kepada ternak tersebut. Sistem pemeliharaan ternak dengan cara intensif (dikandangkan) di Desa Air Sulau dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Bengkulu Selatan No. 03 Tahun 1997 tentang pemeliharaan dan penertiban hewan ternak yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) pada tahun 2001.

Usaha Ternak Sapi

Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, ternak, tenaga kerja, dan modal untuk menghasilkan produk peternakan. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur, yaitu bibit, pakan, dan manajemen atau pengelolaan (Abidin, 2008).

7 Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan bahwa usaha ternak sapi dapat dilakukan secara perorangan atau kerjasama dengan orang lain. Sebagian besar ternak ruminansia dihasilkan oleh peternakan rakyat yang berskala kecil dan merupakan usaha sampingan, teknologi sederhana, pengetahuan mengenai cara beternak yang masih rendah, produktivitas ternak yang rendah, dan kualitas ternak yang belum seragam. Pemeliharaan sapi bibit bagi petani di pedesaan terutama dalam pemeliharan induk sebagai penghasil bakalan/pedet, hampir 90% usaha ini dilakukan oleh peternak kecil.

Bentuk usaha kerjasama dalam usaha ternak sapi biasanya disebut sistem gaduh. Sistem ini dilakukan seseorang yang memilik cukup modal dan ingin beternak sapi tetapi tidak memiliki tempat dan pengetahuan mengenai ternak sapi, sehingga sapi diserahkan pada orang yang dipercaya mampu memelihara ternak (penggaduh) hingga ada hasilnya (Yulianto dan Saparinto, 2010).

8 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Air Sulau, Kecamatan Kedurang Ilir, Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive sampling) atas dasar pertimbangan bahwa sebagian besar penduduk desa tersebut memelihara ternak sapi dan sapi potong merupakan komoditi unggulan daerah, serta desa ini merupakan daerah pertanian yang subur yang memiliki potensi dalam penyediaan hijauan pakan ternak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September tahun 2011.

Materi

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Proportional Cluster Random Sampling dengan menggunakan persamaan :

N n = 1 + N e2 Keterangan : N = jumlah peternak e = galat (10%) n = jumlah sampel

Peternak sebagai responden yaitu sebanyak 68 KK (Kepala Keluarga) dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui informasi mengenai peternak, ternak, serta pola penyediaan hijauan pakan ternak. Satu wilayah desa terdiri dari 5 blok, kemudian responden diperoleh dari masing-masing blok yang diambil secara acak sebanyak 13-14 KK.

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi yang dimiliki oleh 15 peternak di Desa Air Sulau untuk analisis keragaman konsumsi jenis hijauan. Ternak berasal dari segala umur, jenis kelamin, dan kondisi reproduksi yang berbeda-beda. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel hijauan pakan segar yang terdapat di kandang, timbangan, plastik, kamera, alkohol 70 %, kertas koran, tali rapia dan kuisioner.

9 Prosedur

Pelaksanaan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey lapang yaitu pengamatan keadaan ternak dan pola penyediaan hijauan pakan, mengambil hijauan pakan yang diberikan pada ternak untuk dijadikan herbarium, memotret hijauan dan keadaan peternakan sebagai dokumentasi, serta menimbang hijauan yang diberikan pada ternak, dan memperediksi komposisi botani di kandang ternak. Wawancara dengan responden peternak mengenai ternak, pakan, dan keadaan umum peternakan. Pengumpulan dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan peternak sebagai responden dengan menggunakan daftar kuisioner berstruktur, wawancara dengan petugas penyuluh lapang dan pihak terkait lainnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait antara lain desa/kelurahan, kecamatan, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkulu Selatan, dan Badan Pusat Statistik Bengkulu Selatan.

Data yang dikumpulkan meliputi data populasi ternak ruminansia, luas lahan berdasarkan penggunaannya, data cuaca, jumlah penduduk, dan data-data lain yang mendukung.

Pembuatan Herbarium

Metode yang digunakan dalam membuat herbarium hijauan pakan yaitu dengan metode Stone (1983) yaitu eksplorasi koleksi tumbuhan dengan bunga dan buah (fertil) diproses untuk spesimen herbarium koleksi kering. Herbarium kering dibuat dengan cara mengambil satu helai tiap jenis hijauan kemudian disemprotkan alkohol 70 % pada seluruh bagian tanaman, setelah seluruh bagian disemprot merata hijauan tersebut ditempatkan pada kertas koran yang ditutup secara rapat dan dipadatkan dengan menggunakan kardus, lalu diikat dengan tali.

Penimbangan Konsumsi Jenis Hijauan Pakan

Penimbangan konsumsi jenis hijauan dilakukan dengan memisahkan jenis hijauan yang diberikan pada ternak menurut famili kemudian dicatat dan dilakukan penimbangan berat awal masing-masing jenis famili hijauan sebelum diberikan pada ternak. Setelah akhir konsumsi, berat akhir masing-masing famili dicatat kembali

10 dengan cara ditimbang. Pengambilan sampel tersebut dilakukan selama lima hari pada 15 peternak sapi dengan masing-masing lima peternak dengan kepemilikan ternak kurang dari 2 ekor, lima peternak dengan kepemilikan ternak 2-5 ekor, dan lima

Dokumen terkait