BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Manajemen Program Tata Krama Siswa
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, dengan implementasi program Tata Krama Siswa dan Penguatan Pendidikan Karakter maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan mendeskripsikan Penguatan Pendidikan Karakter di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.
2. Mengetahui dan mendeskripsikan pentingnya program Tata Krama Siswa untuk diterapkan di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.
10
3. Mengetahui dan mendeskripsikan manajemen program Tata Krama Siswa dalam mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan dan pengalaman dalam menganalisis permasalahan di bidang pendidikan, serta memperluas wawasan mengenai manajemen program Tata Krama Siswa dalam mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti
1) Memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program sarjana strata satu (S1) UIN Sunan Ampel Surabaya.
2) Menjadi karya ilmiah untuk mengembangkan potensi diri peneliti. 3) Penelitian ini menjadi bahan untuk mempertimbangkan perlunya
manajemen program sekolah untuk mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter.
b. Bagi Sekolah
Sebagai referensi dalam usaha menanamkan tata krama siswa dengan melibatkan berbagai aspek Penguatan Pendidikan Karakter.
11
E. Definisi Konseptual
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami judul penelitian ini maka perlu peneliti menjelaskan penegasan dalam judul tersebut. Adapun judul penelitian ini adalah “Manajemen Program Tata Krama Siswa dalam Mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo” adapun rinciannya sebagai berikut:
1) Manajemen
George R. Terry berpendapat bahwa manajemen yaitu suatu proses yang terdiri atas planning, organizing, actuating, dan controlling yang dilaksanakan dalam rangka memperoleh sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.26 2) Program Tata Krama Siswa
Menurut Suherman dikutip oleh Susanto, program adalah rencana kegiatan yang disusun secara operasional dengan memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan implementasinya. Faktor tersebut antara lain tujuan, jenis kegiatan, anggota, waktu, teknik atau strategi, pelaksanaan, dan aspek lainnya lainnya.27
Tata krama adalah sopan santun yang telah menjadi kesepakatan dalam lingkungan pergaulan antar manusia pada suatu tempat. Tata krama memiliki peran yang penting pada sikap masyarakat terhadap seorang
26 Yayat M. Herujito, Dasar Dasar Manajemen (Grasindo), 3.
27 Ahmad Susanto, Bimbingan dan Konseling di Sekolah: Konsep, Teori, dan Aplikasinya (Jakarta, Prenadamedia Group, 2018), 13-14.
12
individu. Bila seorang individu memiliki tata krama yang baik, maka akan lebih mudah diterima dalam berkehidupan dalam lingkungan masyarakat.28
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tata krama adalah kebiasaan mengenai sopan santun yang lahir dan disepakati untuk menjalin interaksi sosial dalam masyarakat. Tata krama siswa berarti kebiasaan siswa untuk bertindak sopan santun dalam menjalin interaksi sosial dengan orang lain baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
3) Penguatan Pendidikan Karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penguatan berasal dari kata kuat yang berarti banyak tenaganya, awet atau tahan, tidak mudah goyah, mampu, dan kuasa. Sedangkan kata penguatan memiliki arti perbuatan menguati atau menguatkan.29
Pendidikan karakter merupakan suatu pendekatan menyeluruh tentang dimensi moral dalam bidang sosial dan sipil dalam kehidupan seorang peserta didik. Pendidikan moral menekankan pada etika individu dan masyarakat serta melihat standar kebenaran dan kesalahan yang berkembang. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan sebenarnya tidak hanya sebatas transfer ilmu dari guru kepada siswa tetapi juga dapat membentuk karakter dan watak siswa agar semakin baik, sopan baik secara etika maupun estetika serta kehidupan sehari-hari.30
28Shaula dan Hasyim, “Menanamkan Konsep Tata Krama”, 39
29Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 764-765
30Sabar Budi Raharjo, “Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia” Jurnal
13
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter merupakan usaha untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan melibatkan dukungan dari publik dan kerja sama yang baik antara sekolah, keluarga, serta masyarakat.31
Jadi, yang dimaksud dengan Manajemen Program Tata Krama Siswa dalam Mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan program penanaman sopan santun pada siswa dalam memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga.
F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang peneliti lakukan, terdapat beberapa hasil penelitian yang memiliki objek serupa namun memiliki perspektif dan fikus penelitian yang berbeda. Hasil penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul “Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dalam Kurikulum 2013 Revisi 2017 Melalui Pembiasaan Shalat Dhuha Berjamaah di SMP Negeri 26 Surabaya”. Penelitian ini ditulis oleh Achmad Khiorur Rozaq. Dalam penelitiannya, Rozaq menggunakan teori Abdul Majid. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Data diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan narasumber: wakil kepala sekolah, staf urusan hubungan masyarakat, staf urusan kurikulum, guru BK, guru PAI,
14
dan beberapa peserta didik. Lokasi penelitian bertempat di SMP Negeri 26 Surabaya. Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan pembiasaan shalat Dhuha berjamaah dan Penguatan Pendidikan Karakter.
2. Skripsi berjudul “Upaya Penguatan Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal pada Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 1 Kendal Tahun Ajaran 2012/2013”. Penelitian ini ditulis oleh Riski Rian Azan. Azan menggunakan teori Hidayatullah dan Scerenko. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Lokasi penelitian bertempat di SMA Negeri 1 Kendal. Fokus penelitian ini adalah penguatan karakter dan internalisasi nilai-nilai kearifan lokal.
3. Skripsi berjudul “Penerapan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan di SD Negeri Merjosari 2 Malang” yang ditulis oleh Siti Syarifah Hasbiyah. Hasbiyah menggunakan teori Megawangi. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi atau pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Lokasi penelitian bertempat di SDN Merjosari 2 Malang. Fokus penelitian ini adalah penerapan pendidikan karakter melalui pembiasaan.
Berbeda dengan ketiga penelitian di atas, peneliti menggunakan teori George R. Terry dan K. Bertens. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Data diperoleh dari hasil observasi atau pengamatan langsung, dokumentasi mengenai perencanaan sekaligus implementasi program
15
TKS, dan wawancara mendalam dengan pihak sekolah di antaranya kepala sekolah, waka kurikulum, waka kesiswaan, tim TKS, dan siswa. Sedangkan lokasi penelitan peneliti bertempat di MTs Darul Ulum Waru Sidoarjo. Fokus penelitian peneliti adalah manajemen program Tata Krama Siswa dan Penguatan Pendidikan Karakter.
G. Sistematika Pembahasan
Agar pembaca mudah memahami isi laporan penelitian ini, maka laporan ini peneliti susun secara sistematis sehingga dapat memenuhi kriteria penulisan secara ilmiah. Secara garis besar, peneliti uraikan sistematika pembahasan laporan penelitian ini sebagai berikut:
BAB I merupakan Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II merupakan Kajian Pustaka. Bab ini berisi konseptualisasi mengenai program tata krama siswa, penguatan pendidikan karakter, dan implementasi program tata krama siswa dalam mewujudkan penguatan pendidikan karakter.
BAB III merupakan Metode Penelitian. Bab ini menguraikan tentang: 1) Jenis penelitian 2) Lokasi penelitian 3) Sumber data penelitian 4) Metode pengumpulan data 5) Analisi data dan 6) Keabsahan Data.
BAB IV merupakan Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini menguraikan tentang deskripsi dan analisis hasil penelitian. Pembahasan dalam bab ini yaitu: 1) Penguatan Pendidikan Karakter di MTs Darul Ulum Waru 2) Implementasi program Tata Krama Siswa di MTs Darul Ulum Waru dan 3) Implementasi
16
program Tata Krama Siswa dalam mewujudkan Penguatan Pendidikan Karakter.
BAB V merupakan Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
Setelah pembahasan dari kelima bab di atas, maka pada bagian akhir dari laporan penelitian ini peneliti menyertakan beberapa lampiran yang perlu dicantumkan. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas dan memperkuat pembahasan penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Manajemen Program Tata Krama Siswa 1. Pengertian Manajemen
Stoner dan Rusmaini menyatakan bahwa manajemen yaitu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha anggota organisasi dan pemberdayaan sumber daya yang ada demi tercapainya tujuan organisasi yang ditetapkan sebelumnya. Sudjana juga berpendapat bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang dalam sebuah organisasi berdasarkan norma dan aturan yang telah ditetapkan yang dalam pelaksanaannya saling berkaitan.32
Hersey dan Blanchard dalam Agustrian menyatakan bahwa manajemen adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok secara bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi.33 Sedangkan menurut George R. Terry, manajemen ialah sebuah proses yang terdiri atas planning,
organizing, actuating, dan controlling yang dilaksanakan untuk menggapai
sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.34
32 Rusmaini, “Manajemen Karakter di Lembaga Pendidikan Islam” Journal of Islamic Education
Management, Vol. 3, No. 1 (Juni 2017): 135.
33 Nyimas Lisa Agustrian, dkk., “Manajemen Program Life Skill di Rumah Singgah Al-Hafidz Kota Bengkulu” Jurnal Pengembangan Masyarakat, Vol.1, No.1 (2017): 7.
18
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen memiliki fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Keempat fungsi tersebut juga merupakan langkah-langkah manajemen yang juga membentuk sebuah siklus di mana perencanaan tidak harus selalu di awal, namun juga memiliki kemungkinan untuk dilakukan setelah pengawasan dan evaluasi. Siklus tersebut berjalan secara terus-menerus dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Berikut penjelasannya:
1. Perencanaan (Planning)
Pada dasarnya, perencanaan merupakan kegiatan pengambilan keputusan mengenai sasaran (objek), hal yang akan dicapai, tindakan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan, dan siapa terlibat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Menurut Burhanuddin dalam Baharuddin, perencanaan adalah kegiatan yang sistematis tentang hal-hal yang akan dicapai, kegaitan yang harus dilaksanakan, langkah yang ditempuh, metode, dan hal-hal yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan.35 Sedangkan Sudjana berpendapat bahwa perencanaan merupakan proses yang menggabungkan antara pengetahuan dengan teknik ilmiah dalam sebuah kegiatan organisasi.36
2. Pengorganisasian (Organizing)
35 Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam: Transformasi Menuju Sekolah atau
Madrasah Unggul (Malang: UIN Maliki Malang Press, 2016), 149-150.
19
Sarwoto dalam Baharuddin menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan proses mengelompokkan sumber daya manusia, peralatan tugas, wewenang atau tanggung jawab agar suatu organisasi dapat dijalankan sebagai satu kesatuan untuk menggapai tujuan. Pengorganisasian merupakan langkah menuju pelaksanaan rencana yang tekah disusun sebelumnya. 37 Jadi, langkah pengorganisasian ini banyak berfokus pada pembagian pekerjaan kepada anggota organisasi berdasarkan kemampuannya. Pembagian tugas dan wewenang disesuaikan dengan kompetensi, minat, bakat, dan pengalaman serta kepribadian masing-masing.
3. Pelaksanaan (Actuating)
George R. Terry menjelaskan dalam Agustrian bahwa pelaksanaan adalah usaha untuk menggerakkan anggota kelompok sehingga mereka memiliki keinginan dan usaha untuk mencapai sasaran organisasi.38 Penggerakan merupakan keterkaitan antara aspek-aspek individual yang timbul karena adanya interaksi antara atasan terhadap bawahan agar memahami pembagian kerja yang efektif dan efisien. Actuating merupakan bagian penting dalam proses manajemen dan dianggap sebagia intisari dari manajemen karena berhubungan langsung dengan orang-orang.39
4. Pengawasan (Controling)
37Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, 153. 38Agustrian dkk., “Manajemen Program Life Skill”, 7. 39Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, 160.
20
Pengawasan yaitu proses menetukan apa saja yang telah dicapai. Mencakup tetang standar yang sedang dan sudah dihasilkan, penilaian dari implementasi kegiatan serta pertimbangan untuk melaksanakan koreksi. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Sarwoto dalam Baharuddin memberikan batasan pengawasan sebagai kegiatan manajer dalam berusaha melaksanakan pekerjaan-pekerjaan sesuai rencana yang telah ditentukan atau hasil yang dikehendaki.40
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen merupakan proses perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam sebuah organisasi demi tercapainya tujuan organisasi.
2. Definisi Program Tata Krama Siswa
Suherman dalam Susanto berpendapat bahwa program merupakan rencana yang disusun secara operasional dengan memperhatikan fakor-faktor berhubungan dengan implementasinya. Faktor-fakor-faktor tersebut antara lain terdiri atas tujuan, jenis kegiatan, anggota, waktu, teknik atau strategi, pelaksanaan, dan aspek lainnya.41 Program adalah segala hal yang dilakukan seseorang dengan harapan dapat membuahkan hasil atau pengaruh. Sebuah program dapat memiliki bentuk nyata misalnya kurikulum, maupun berbentuk abstrak seperti prosedur.42
40Baharuddin dan Makin, Manajemen Pendidikan Islam, 168-169. 41Susanto, Bimbingan dan Konseling, 13-14.
21
Menurut Suharsimi dan Jabar, terdapat dua pengertian program, yaitu pengertian secara umum dan khusus. Secara umum, program berarti sebuah rancangan atau rencana dari sebuah kegiatan yang akan dilakukan. Program merupakan satuan kegiatan yang merupakan suatu sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya sekali tetapi berkesinambungan. Secara khusus, apabila dikaitkan dengan evaluasi, program didefiniskan sebagai suatu kegiatan yang merupakan penerapan dari suatu kebijakan, berlangsung secara berkesinambungan, dan terjadi dalam sebuah organisasi dengan melibatkan sekelompok orang.43
Ada 3 pengertian yang perlu ditekankan dalam menentukan program yaitu: 1. Realisasi atau penerapan suatu kebijakan
2. Terlaksana dalam jangka waktu relatif lama, berupa kegiatan jamak yang berkesinambungan, dan
3. Melibatkan sekelompok orang dalam sebuah organisasi44
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tata diartikan sebagai aturan, kaidah, dan susunan. Jika dihubungkan dengan krama, maka menimbulkan arti adat sopan santun.45 Tata dapat disebut sebagai hormat dan tertib berdasarkan adat yang baik, dan beradab mengenai perilaku, gaya bicara, cara berbusana, dan sejenisnya, baik dalam budi bahasa serta perilaku. Sedangkan krama yaitu sikap terpuji dalam berbudi bahasa maupun tingkah
43Arikunto Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman
Teoretis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 3-4.
44Suharsimi dan Jabar, Evaluasi Program Pendidikan, 4.
22
laku. Apabila digabungkan, tata krama bermakna budi pekerti yang baik, beradab, dan bersusila.46
Tata krama biasanya dimaknai dengan adat sopan santun atau disebut dengan unggah-ungguh dalam Bahasa Jawa yaitu adat istiadat yang berkenaan dengan hubungan timbal baik sosial antara manusia dengan manusia lain baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.47 Tata krama dapat juga diartikan sebagai kebiasaan mengenai sopan santun yang telah menjadi kesepakatan dalam lingkungan pergaulan manusia dalam suatu tempat. Sopan santun secara umum adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan dalam kelompok sosial. Sejalan dengan beberapa pendapat sebelumnya, norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan akan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu.48
Menurut K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika”, ia menyebutkan bahwa etiket berarti sopan santun. Etika berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun. 49 Etika yang berasal dari kata ethic merupakan body of principle yang mengarahkan manusia untuk melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan nilai norma. Dikutip oleh Fitri,
46 Shaula dan Hasyim, “Menanamkan Konsep Tata Krama”, 39. 47 Rubini, “Peningkatan Tata Krama Siswa”, 2992.
48 Puspa Djuwita, “Pembinaan Etika Sopan Santun Peserta Didik Kelas V Melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SDN Nomor 45 Bengkulu” Jurnal PGSD Universitas Bengkulu (2017): 28-29.
49 Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan: Peluang dan Tantangan (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), 11.
23
Austan Fagothey dalam buku berjudul Right and Reason, Ethics in Theory
and Practice:
“Ethic is the practical normative science of the rightness and
wrongness of human conduct as known by natural reason” (Etika
adalah ilmu pengetahuan normatif yang praktis mengenai kelakuan benar dan tidak benar manusia yang dimengerti oleh akal murni).50 Berbeda dengan etika, etiket berhubungan dengan bagaimana perbuatan harus dilakukan. Etiket menyangkut cara yang tepat, maksudnya cara yang sudah ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri.51 Sebagai contoh, saat kita hendak menyerahkan suatu barang kepada seseorang, maka kita harus menggunakan tangan kanan. Hal ini dianggap beretiket namun belum tentu beretika. Jika kita menyerahkan barang dengan tangan kanan namun dilakukan ketika kita sedang mencuri bersama dengan teman, maka kita dianggap beretiket tapi tidak beretika.
Etiket berlaku hanya dalam lingkungan pergaulan. Apabila tidak ada saksi mata atau keberadaan orang lain, maka etiket tidak berlaku.52 Misal, kita dianggap melanggar etiket jika kita makan sambil mengangkat kaki atau berkecap. Namun, ketika tidak ada orang lain, maka kita tidak dianggap melanggar etiket. Sebaliknya, etika selalu berlaku, baik itu ketika kita sedang sendirian maupun bersama orang lain. Etiket bersifat relatif. Suatu hal yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, kemungkinan
50 Fitri, Pendidikan Karakter, 88.
51 K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 9. 52 K. Bertens, Etika, 10.
24
dianggap sopan dalam kebudayaan lain.53 Jadi, etiket hanya berlaku pada suatu wilayah tertentu dan belum tentu berlaku di wilayah lain.
Jika membicarakan tentang etiket, maka manusia haya dipandang dari segi lahiriahnya saja, sedang etika memandang segi dalam dari seorang manusia. Seseorang bisa tampil sebagai “musang berbulu ayam” atau tampak sopan di luar namun busuk di dalam.54 Dari beberapa perbedaan etika dan etiket, maka tata krama dapat diartikan sebagai etika maupun etiket. Jika seseorang memiliki tata krama yang baik ketika hanya berada di depan orang lain, maka ia hanya bermakna sebagi etiket. Namun, jika seseorang memiliki tata krama yang baik meskipun tidak ada yang melihat, maka tata krama di sini dapat bermakna etika.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tata krama adalah kebiasaan mengenai sopan santun yang lahir dan disepakati untuk menjalin interaksi sosial dalam masyarakat. Tata krama siswa berarti kebiasaan siswa untuk bertindak sopan santun dalam menjalin interaksi sosial dengan orang lain baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Program tata krama siswa merupakan program pembiasaan tata krama yang dilaksanakan secara kontinyu, berlangsung lama, dan membutuhkan manajemen sekolah yang baik demi tercapainya tujuan utama.
3. Jenis-jenis Tata Krama Siswa
53 K. Bertens, Etika, 11. 54 K. Bertens, Etika, 11.
25
Tata krama suku Jawa meliputi banyak bentuk, seperti unggah-ungguh, suba sita dan lain sebagainya, semuanya mencakup interaksi antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan alam sekitarnya. Tata krama sesama manusia antara lain tata krama yang muda dengan yang lebih tua, atasan dengan bawahan, dengan yang sebaya, dan lain-lain. Pengelompokan ini menjadikan manusia Jawa agar senantiasa berperilaku atau berbicara dengan memperhatikan posisi, peran serta kedudukan.55 Dalam penelitian ini, peneliti fokus terhadap tata krama di sekolah.
Untuk mengkaji lebih dalam mengenai tata krama atau etika siswa dalam pendidikan, maka berikut peneliti menyertakan pembahasan mengenai etika siswa dengan guru, etika siswa dengen sesama siswa, etika siswa dengan orang tua, dan etika siswa dalam belajar.
a. Etika siswa dengan guru
Etika siswa adalah memposisikan diri sebagai orang yang sungguh-sungguh mencari ilmu dengan memenuhi seluruh kaidah dan etika yang berhubungan dengan proses belajar mengajar.56 Menurut As-Suhaibani dalam Abdurrahman, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh murid terhadap guru:
55Muslihah, “Pembelajaran Berbahasa Bermuatan Sopan Santun pada Siswa” (Tesis, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016), 60.
26
1. Hendaknya membersihkan hati dari hal-hal kotor agar mudah dalam memperoleh ilmu, menghafalkannya, dan mengembangkannya.
2. Hendaknya memutuskan hubungan dengan kesibukan-kesibukan yang menyebabkan terganggunya konsentrasi belajar, dan merasa kecukupan dengan sedikit makanan serta memiliki kesabaran ketika tertimpa kesulitan hidup.
3. Hendaklah murid selalu tawaduk terhadap ilmu yang dipelajarinya dan demikian pula terhadap gurunya. Sikap tawaduk tersebut akan mendatangkan ilmu.
4. Melihat ke arah gurunya dengan penuh penghormatan.
5. Mendahulukan keridlaan gurunya, meskipun berlawanan dengan pendapat pribadinya, dan tidak boleh mengunjungi guru sebelum memberitahukannya.
6. Hadir ke majelis gurunya dengan keihklasan tanpa ada unsur paksaan, walaupun harus meninggalkan pekerjaan lain. Ketika datang ke majelis dianjurkan bersiwak lebih dahulu, mencukur kumis, menggunting kuku, dan memakai wangi-wangian agar tidak ada bau yang tidak sedap.
27
7. Hendaklah mengucapkan salam di majelis ilmu yang di sana ada gurunya dengan suara yang dapat didengar semuanya oleh majelis tersebut dan mengkhususkan penghormatan kepada gurunya.57 b. Etika siswa dengan sesama siswa
Etika siswa dengan sesama siswa antara lain selalu mempraktikkan sikap saling menghargai, bermain sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangan, tolong menolong dalam kebaikan, dan bersikap sopan santun sehingga menumbuhkan ikatan persahabatan yang erat dengan sesama teman. Perilaku dan tindakan siswa baik saat kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun di luar sekolah perlu diarahkan dan dituntun agar sesuai dengan etika bergaul berdasarkan norma dan