• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN TEORITIS

F. Manajemen Risiko

Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metodologi dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktifitas atau proses.32

Manajemen risiko juga didefinisikan sebagai sebuah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan dalam memonitor dan mengendalikan implementasi penanganan risiko.33

Dari beberapa istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah proses sistematis meliputi identifikasi, kuantifikasi melalui brenchmarking, modelling dan forecasting untuk menentukan sikap, kebijakan, solusi serta evaluasi terhadap risiko ynag mungkin terjadi dalam segala aktifitas perusahaan.

2. Proses Manajemen Risiko

32

Ferry N. Idroes, “Manajemen Risiko Perbankan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011,

cet. 2, h. 5

33

Bramantyo Djohanputro, MBA, Ph.D, “ Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi”, Jakarta

Proses Manajemen Risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas terkait didalam organisasi. Tindakan berkesinambungan yang dilakukan sejalan dengan definisi manajemen risiko yang dikemukakan, yaitu :34

a. Identifikasi dan pemetaan risiko, meliputi:

1) Menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan

2) Menentukan definisi kerugian

3) Menyusun dan melakukan implementasi mekanisme pengumpulan data

4) Membuat pemetaan kerugian ke dalam kategori risiko yang dapat diterima dan tidak dapat diterima

5) Kuantifikasi/ Menilai/ Melakukan Peringkat Risiko 6) Aplikasi teknik permodelan dalam mengukur risiko

7) Menentukan tingkat frekuensi dan tingkat kerugian dari risiko berdasarkan data historis yang tersedia

8) Perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur (Benchmarking), permodelan (Modelling) dan peramalan (Forecasting) yang berasal dari luar organisasi/ eksternal. Sumber eksternal yang dimaksud berasal dari praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan di dalam industri (best practices)

9) Menegaskan profil risiko dan rencana manajemen risiko

34 Ferry N. Idroes, “Manajemen Risiko Perbankan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011,

b. Identifikasi selera risiko organisasi (risk appetite), apakah manajemen secara umum terdiri dari:

1) Penghindar risiko (risk averter)

2) Penerima risiko sewajarnya (risk neutral) 3) Pencari risiko (risk seeker)

c. Identifikasi visi stratejik (strategic vision) dari organisasi, apakah organisasi berada dalam visi:

1) Agresif yang terobsesi untuk mengejar peningkatan volume usaha serta keuntungan sebesar-besarnya untuk mendukung pertumbuhan atau

2) Konservatif yang ingin menjaga kelangsungan usaha pada situasi aman dengan volume usaha dan keuntungan yang stabil.

Penghindar risiko tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Sebaliknya, pencari risiko bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi.

Visi stratejik yang agresif bersedia bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Visi ini biasanya diterapkan pada organisasi yang berada dalam tahap pertumbuhan. Sebaliknya, visi stratejik yang konservatif tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Biasanya organisasi pada tahap konservatif adalah organisasi yang telah mapan dengan aktifitas yang stabil. d. Solusi risiko / implementasi tindakan terhadap risiko

Berdasarkan hubungan dari frekuensi dan dampak risiko dapat diuraikan solusi terhadap risiko. Tabel berikut menunjukkan hubungan frekuensi, dampak, serta solusi risiko yang dapat dilakukan.

Frekuensi tinggi – dampak rendah (mitigasi)

Frekuensi tinggi – dampak tinggi (hindari)

Pengendalian risiko sebelum peristiwa risiko

Frekuensi rendah – dampak rendah (tahan)

Frekuensi rendah – dampak tinggi (alihkan) Pembiayaan risiko sesudah peristiwa risiko

1) Hindari (Avoidance) : keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktiftas yang dimaksud. Misalnya sebuah bank mendapat tawaran untuk melakukan bisnis pencucian uang (Money Laundering) dari kegiatan terorisme yang menjanjikan keuntungan dari penempatan dalam jumlah besar dengan bunga yang sangat rendah. Risiko aktifitas tersebut adalah ancaman penutupan bank serta ancaman pidana terhadap pelakunya. Maka, bank memutuskan untuk tidak melakukan aktifitas tersebut.

2) Alihkan (transfer): membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh. Misalnya untuk pembiayaan proyek yang sangat besar, sebuah bank melakukan skema pinjaman sindikasi. Sindikasi adalah bentuk berbagi bisnis, risiko, dan hasil yang lazim dilakukan bank. Pengalihan risiko juga

termasuk penggunaan lembaga asuransi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi . selain itu, penggunaan sumber daya diluar organisasi (outsourcing) juga termasuk dalam pengalihan risiko.

3) Mitigasi Risiko (mitigate risk): menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktifitas dan risikonya. Misalnya, pengikatan pinjaman dan agunan pada bank. Pengikatan sangat rentan untuk terjadi masalah, akibatnya bank berada dalam posisi hukum yang lemah dalam penyelesaian pinjaman atau ekseskusi agunan. Bank perlu menerapkan sistem dan prosedur yang jelas tentang pengikatan dan aspek-aspek pendukungnya. Selanjutnya ditetapkan secara tegas mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada individu-individu yang melakukan penyimpangan prosedur.

4) Menahan risiko residual (retention of Residual Risk): menerima risiko yang mungkin timbul dari aktifitas yang dilakukan.kesediaan menerima risiko dikaitkan dengan ketersediaan penyangga jika kerugian atas risiko terjadi. Peran inilah yang ditekankan dalam membahas manajemen risiko perbankan.perbankan harus mengambil berbagai macam risiko dalam menjalankan aktifitasnya. Risiko yang dimaksud tidak dapat dihindari, dialihkan, dan dimitigasi. Akibatnya, risiko tersebut harus ditanggung sejalan dengan pelaksanaan aktifitas. Misalnya bank menerima transaksi pembelian valuta asing dari nasabah secara forward tiga bulan kedepan. Untuk mitigasi

risiko, bank melakukan forward ulang ke bank lain dan mengharuskan nasabah untuk menyerahkan setoran jaminan. Pada situasi normal, mitigasi risiko cukup untuk mengatasi kemungkinan risiko yang akan terjadi. Namun, jika situasi menjadi tak terkendali, yaitu nilai tukar melonjak drastis, nasabah membatalkan kontrak dengan menjual pada pasar spot dan membiarkan setoran jaminan diambil bank. Pada situasi itu terjadi kerugian karena setoran jaminan tidak dapat menutupi kerugian tersebut. Situasi inilah yang dikatakan sebagai risiko residual yang harus ditanggung bank. Setiap risiko residual pada bank diperlukan ketersediaan modal untuk menyangganya.

Konsep menahan risiko merupakan konsep dasar dari kewajiban penyediaan modal minimum. Modal merupakan sumberdaya keuangan perusahaan atau bank yang dapat digunakan sebagai penyerap dari kerugian yang terjadi.

e. Pemantauan dan pengkinian/kaji ulang risiko dan kontrol

1) Seluruh entitas organisasi harus yakin bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik.

2) Lakukan pengkinian dengan mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam strategi risiko keseluruhan.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses manajemen risiko dapat dilakukan melalui 5 tahapan. Pertama, melakukan identifikasi risiko sesuai dengan dampaknya. Kedua, melakukan kuantifikasi risiko melalui proses

Brenchmarking, Modelling dan forecasting. Ketiga, menegaskan profil risiko dan rencana manajemen. Keempat, menerapkan kebijakan dan solusi terhadap risiko yang mungkin terjadi atau telah terjadi. Kelima, melakukan pemantauan atau evaluasi terhadap risiko.

G. Mitigasi Risiko

Dokumen terkait