( Studi Pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
WISNU FITRIANTO NIM: 1110046100055
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Agustus 2014
iii
Mengukur Potensi Kerugian Pembiayaan KPR BRISyariah IB dan Strategi Mitigasi ( Studi Pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta)”, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Penelitian ini membahas tentang penerapan metode creditrisk+ untuk menghitung potensi kerugian dan kecukupan modal (economic capital) pada pembiayaan KPR BRISyariah IB yang disalurkan oleh Bank BRI Syariah Kantor Cabang Abdul Muis Jakarta serta strategi mitigasi risiko yang dilakukan untuk menghadapi risiko pembiayaan yang terjadi. Metode creditrisk+ merupakan metode untuk melihat risiko pembiayaan dengan input data annual report dan data outstanding debitur.
Proses pengolahan data menggunakan metode creditrisk+ dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain : menentukan eksposur awal dan menentukan probability of default berdasarkan PPAP yang diatur dalam PBI NO. 13/13/PBI/2011, menghitung recovery rate dan riil loss, menghitung expected loss dan expected loss individual berdasarkan eksposur at default, menentukan n-default dengan poisson distribution, menghitung unexpected loss, serta menghitung economic capital.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama, diperoleh nilai potensi kerugian yang tidak terduga (Unexpected Loss) sebesar Rp. 2.744.452.762,04. Kedua, diperoleh nilai Economic Capital sebesar Rp. 487.955.914,04 yang masih mampu dicover oleh kecukupan modal yang dimiliki bank. Ketiga, Strategi mitigasi risiko pembiayaan KPR BRI Syariah IB yang telah dilakukan oleh Bank BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta antara lain melakukan study kelayakan debitur, pembentukan PPAP berdasarkan PBI NO. 13/13/PBI/2011, penerapan kebijakan uang muka, kerjasama dengan perusahaan asuransi, pengikatan asset sebagai jaminan, serta eksekusi jaminan.
iv
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. M. Zainul Arifin , sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Ir. RR. Tini Anggraeni, ST, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis
yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
v
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Orang tua tercinta Sutaji dan Ning Khoiyimah yang selalu membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis dalam kondisi senang maupun susah.
9. Adik-adik tersayang, Moh. Andri Sutanto, Emi Faiziah Sutanti dan M. Adnan Ramadhan yang turut memberikan kontribusi dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga Besar Hj. kedah dan Keluarga Besar Mbah Ketang, Kakek - Nenek, budhe-pakdhe,sepupu-sepupu penulis tercinta yang terus mendukung Penulis dalam menyelesaikan studi ini.
11. Sahabat – sahabat terbaik penulis, Dono Satrio dan M. Fazlurrahman Syarif yang sama-sama berjuang dengan penulis dalam susah dan senang selama proses perkuliahan hingga akhir.
vi teguh mencapai cita-cita kita.
13. Teman-teman COINS Fighters, Bang Jhon, Bang Syam, Bang Tohir, Bang Alvin, Bang Idham, zaki halim, eko, ipul, ucup,dll yang menjadi teman share dan kajian selama masa perkuliahan.
14. Teman-teman BEM Fakultas Syariah dan Hukum yang bersama-sama berjuang menjaga dan mengisi kegiatan-kegiatan di Fakultas Syariah dan Hukum.
15. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya.
Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat seluruhnya.
Jakarta, 14 Agustus 2014
vii
ABSTRAKSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
F. Review Study Terdahulu ... 8
G. Kerangka Konseptual ... 10
H. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II: TINJAUAN TEORITIS A. Pembiayaan KPR Syariah ... 13
B. Risiko Pada Bank Syariah ... 19
C. Risiko Pembiayaan ... 23
D. Tujuan Pembiayaan ... 27
E. Analisis Pembiayaan ... 28
F. Manajemen Risiko ... 37
viii
A. Pendekatan Penelitian ... 46
B. Jenis Penelitian ... 46
C. Teknik Pengumpulan Data ... 46
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 48
BABIV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan ... 54
B. Mengukur Potensi Kerugian dengan Metode Creditrisk+ ... 74
C. Strategi Mitigasi Risiko Pembiayaan KPR BRISyariah IB ... 84
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA
ix
Tabel 1.1 Financing To Value pembiayaan KPR Tabel 2.1 Kualitas Pembiayaan
Tabel 2.2 Rasio NPF
Tabel 3.1 Probability of Default Tabel 4.1 Probability of Default
Tabel 4.2 Penentuan eksposur awal dan probability of default Tabel 4.3 Penentuan nilai recovery rate dan riil loss
Tabel 4.4 Expected loss pada band 100 juta Tabel 4.5 Expected Loss Individual Band 100 juta
Tabel 4.6 Penentuan n-default dengan Distribusi Poisson Tabel 4.7 Unexpected Loss Band 10 juta
Tabel 4.8 PBI NO. 13/13/PBI/2011 tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah
x Gambar 4.1 DPK Bank BRI Syariah 2010-2013 Gambar 4.2 FDR Bank BRI Syariah 2010-2013
Gambar 4.3 NPF BRI Syariah 2010-2013
1
A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang tinggi berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan permintaan akan kepemilikan rumah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang signifikan. Permintaan rumah yang signifikan ini pada akhirnya diantisipasi oleh perbankan dengan melahirkan suatu sistem yang biasa disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit Pemilikan Rumah atau biasa disebut KPR merupakan salah satu langkah bank untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk dapat membeli rumah dengan cara cicilan.1 Bahkan bank bekerjasama dengan pemerintah dalam memberikan pembiayaan KPR bersubsidi yang ditujukan kepada masyarakat menengah kebawah agar dapat memiliki rumah sendiri.
KPR merupakan perwujudan dari peranan bank sebagai intermediary, dan peranan sebagai intermediary ini tidak hanya ada pada bank konvensional, melainkan juga terdapat pada bank syariah. Bedanya, bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free).2 KPR
1
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Rev. Cet. 6, ( Jakarta : Kencana, 2011), hlm 61.
2
tergolong dalam jenis kredit konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitur yang bersangkutan.
Seiring berkembangnya pembiayaan KPR, Bank Konvensional maupun Bank Syariah menawarkan produk-produk pembiayaan KPR dengan mekanisme yang berbeda-beda sesuai kebutuhan nasabah. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada nasabah dalam menentukan kebutuhan rumah sesuai kemampuan finansialnya. Kemudahan yang diberikan bank dalam memenuhi salah satu kebutuhan primer manusia ini mendapatkan respon positif dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan KPR baik di Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada bulan september 2013 menunjukkan bahwa periode april 2012 sampai september 2013, permintaan pembiayaan KPR yang disetujui mengalami peningkatan sekitar 30%. Dimana NPL dari pembiayaan pada periode yang sama juga mengalami peningkatan sekitar 50%.3 Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan KPR juga mempunyai potensi risiko yang cukup besar bagi bank.
Tingginya kredit pembiayaan KPR di Indonesia membuat BI menerapkan aturan LTV (Loan to Value) atau FTV (Financing to Value) untuk lebih
3
meningkatkan aspek prudential bank dalam melakukan penyaluran kredit. Kebijakan LTV pada pembiayaan KPR dan KPP pada awalnya diterapkan pada bank konvensional, yaitu pada 15 juni 2012 yang kemudian disusul oleh bank syariah pada bulan april 2013. Pada saat bank konvensional mematuhi aturan uang muka minimal 30% untuk pembiayaan KPR, bank syariah mengalami peningkatan yang signifikan selama beberapa bulan karena masih terbebas dari aturan LTV. Bahkan pada bulan april 2013 banyak bank syariah yang belum mematuhi aturan tersebut sampai dikeluarkannya Surat edaran BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2014. Surat edaran ini menjelaskan bahwa bank syariah wajib mematuhi ketentuan uang muka yang bisa dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.1 Financing To Value pembiayaan KPR
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013
dalam pembiayaan KPR tersebut. Salah satu bank syariah yang menawarkan produk KPR Syariah adalah Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS). BRIS atau biasa dikenal dengan sebutan BRI Syariah ini merupakan akuisisi dari PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi beroperasi. Aktivitas PT. Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009.4 BRI syariah juga memiliki berbagai macam fitur pembiayaan, baik skala mikro maupun makro. Dalam hal pembiayaan KPR Syariah, BRI Syariah memiliki produk andalan yang bernama KPR BRISyariah IB yang didirikan atasnya dasar tingginya permintaan kredit perumahan di Indonesia.
KPR BRISyariah IB dari BRI Syariah merupakan produk pembiayaan kpr berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad murabahah (jual-beli). Produk ini menawarkan pembiayaan perumahan dengan plafond berkisar antara 25 juta sampai 3,5 milliar.5 Selain proses pembiayaan dan administrasi yang mudah, KPR BRISyariah IB juga menawarkan uang muka yang ringan serta margin yang kompetitif. Oleh karena itu KPR BRISyariah IB menjadi produk
4 PT Bank BRI Syariah Tbk, “About BRI Syariah”,
artikel diakses tanggal 17januari 2014 dari http://www.brisyariah.co.id/?q=sejarah
5PT Bank BRI Syariah Tbk, “KPR BRISyariah IB”,
andalan BRI Syariah dalam mengantisipasi tingginya permintaan kepemilikan rumah dari tahun ke tahun.
Tingginya permintaan pembiayaan perumahan dari tahun ke tahun berbanding lurus dengan tingginya risiko gagal bayar yang dicerminkan dalam peningkatan NPL. Hal ini juga menjadi pertimbangan BRI Syariah dalam mengatur pembiayaan KPR BRISyariah IB. Peningkatan risiko kredit perlu ditunjang oleh kualitas manajemen risiko kredit yang baik untuk mengantisipasi dan mengurangi potensi kerugian yang akan dihadapi oleh bank. Identifikasi dan analisis manajemen risiko kredit sangat penting dan berguna sebagai salah satu input alternatif dalam perumusan strategi tata kelola risiko kredit. Bagaimana kualitas manajemen dalam menghadapi kuantitas risiko pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah yang berpotensi menimbulkan kerugian.
Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang diuraikan diatas, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian yang berjudul “
Implementasi Model Creditrisk+ dalam Mengukur Potensi Kerugian
Pembiayaan KPR BRISyariah IB dan Strategi Mitigasi ( Studi Pada BRI
Syariah KC Abdul Muis Jakarta)”.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah diperlukan untuk memaparkan permasalahan yang
ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya,
1. Mekanisme produk pembiayaan KPR yang semakin variatif
2. Peningkatan permintaan akan kepemilikan rumah dengan sistem pembiayaan
KPR yang signifikan berbanding lurus dengan peningkatan NPL.
3. Plafond pembiayaan yang diperuntukkan pada pembiayaan KPR BRISyariah
IB maksimal mencapai angka Rp 3,5 miliar memiliki potensi kerugian yang
tinggi.
4. Jangka waktu pembiayaan yang sangat lama, yaitu 15 tahun.
5. Nasabah yang mengajukan pembiayaan mempunyai latar belakang dan tujuan
yang variatif.
6. Diperlukan pencadangan kerugian dengan nilai yang sesuai dengan potensi
kerugian, sehingga produk pembiayaan KPR BRISyariah IB dapat terus
bertahan dan tumbuh dalam industri keuangan.
7. Strategi mitigasi sebagai pengurang potensi kerugian sebelum kerugian
terjadi.
C. Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa, maka penulis
perlu membuat batasan-batasan masalah. Batasan-batasan dalam penulisan ini
membahas tentang seberapa besar potensi kerugian yang mungkin dihadapi pada
pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta
sehingga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan sebagai mitigasi risiko yang
D. Rumusan Masalah
Adapun secara spesifik rumusan masalah yang akan diteliti dan dikaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi kerugian produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada
BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta ?
2. Bagaimana kecukupan modal yang dimiliki BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta untuk menanggung potensi kerugian yg terjadi ?
3. Bagaimana strategi mitigasi risiko produk pembiayaan KPR BRISyariah IB
pada BRI Syariah KCI Abdul Muis Jakarta ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini adalah:
a. Mengukur potensi kerugian pada produk pembiayaan KPR BRISyariah IB
pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
b. Menghitung kecukupan modal yang dimiliki BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta untuk menanggung potensi kerugian yg terjadi.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini diantaranya adalah: a. Akademisi, baik mahasiswa maupun dosen, penelitian ini sangat
bermanfaat untuk menambah khazanah keilmuan sebagai wujud kontribusi positif dan dedikasi yang dapat penulis berikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
b. Praktisi, untuk menambah literatur manajemen dan strategi mitigasi risiko agar dapat dikembangkan sebaik mungkin.
c. Masyarakat, untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang bagaimana manajemen dan strategi mitigasi risiko pada pembiayaan KPR yang dilakukan oleh pihak BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
F. Review studi Terdahulu
G. Kerangka konseptual
Model Creditrisk+ adalah model distribusi dari risiko portofolio untuk mencari probabilitas calon debitur yang gagal bayar dalam satu periode yang dinyatakan dengan poisson distribution. Model ini dapat digunakan untuk mengukur potensi kerugian dalam suatu pembiayaan yang disalurkan, baik kerugian yang
INPUT
Data Eksposur dan Probability Default nasabah kolektibilitas 3 – 5 tahun 2011-2013
Model Creditrisk+
Step 1.
Pengelompokan Exposure dalam kelas & band dan Menghitung Probability Default
Step 2.
Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss
Step 3.
Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual
terekspektasi ( Expected Loss) maupun kerugian yang tidak diharapkan ( Unexpected Loss).
Untuk mengukur potensi kerugian dengan model Creditrisk+ ada 6 tahapan yang harus dilakukan, meliputi : Pengelompokan Exposure dalam kelas dan band serta Menghitung Probability Default, Penghitungan Recovery Rate dan Riil Loss, Perhitungan Expected Loss dan Expected Loss Individual, Penentuan n-default dengan poisson distribution, Penentuan Unexpected Loss, dan perhitungan Economic Capital. Dari tahapan-tahapan tersebut diperoleh hasil berupa potensi kerugian yang
dapat ditanggung oleh pihak BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dalam menyalurkan pembiayaan KPR.
Dengan demikian, dari hasil perhitungan potensi kerugian yang diperoleh dengan model Creditrisk+ ini, BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta dapat mempersiapkan dan menerapkan strategi mitigasi risiko sesuai dengan potensi kerugian yang timbul. Sehingga BRI Syariah KC Abdul Muis jakarta dapat melakukan evaluasi dalam menerapkan strategi manajemen risiko pada saat menyalurkan pembiayaan.
H. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang masalah-masalah yang akan diteliti, yakni mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini diuraikan tentang pembiayaan, pembiayaan KPR, risiko pembiayaan, model creditrisk+, manajemen risiko.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dikemukakan ruang lingkup penelitian, data penelitian dan metode yang digunakan untuk melakukan penelitian. analisis data menggunakan metode deskriptif analisis dari hasil perhitungan metode CreditRisk+. Metode deskriptif analisis adalah prosedur pemecahan yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek atau obyek (seseorang atau pada suatu lembaga) saat sekarang dengan berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BRISyariah IB, dan melihat bentuk strategi mitigasi risiko produk pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
BAB V PENUTUP
14
LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan KPR Syariah
1. Pengertian
Pada prinsipnya, Bank Syariah sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai instrumen intermediasi yang menerima dana dari orang-orang yang surplus dana (dalam bentuk penghimpunan dana) dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan (dalam bentuk produk pelemparan dana). Sehingga produk-produk yang disediakan oleh bank-bank konvensional, baik itu produk penghimpunan dana (funding) maupun produk pembiayaan (financing), pada dasarnya dapat pula disediakan oleh Bank-bank Syari‟ah.
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.6
Produk pembiayaan KPR yang digunakan dalam perbankan syari‟ah
memiliki berbagai macam perbedaan dengan KPR diperbankan konvensional. Hal ini merupakan implikasi dari perbedaan prinsipal yang diterapakan perbankan
6
syari‟ah dan perbankan konvensional, yaitu konsep bagi hasil dan kerugian (profit
and loss sharing) sebagai pengganti sistem bunga perbankan konvensional.
Dalam produk pembiayaan kepemilikan rumah ini, terdapat beberapa perbedaan antara perbankan syari‟ah dan perbankan konvensional, di antaranya adalah;
pemberlakuan sistem kredit dan sistem markup, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar (bargaining position) antara nasabah dengan bank, prosedur pembiayaan dan lain sebagainya. 7
KPR merupakan salah satu produk perbankan yang disediakan bagi debitur untuk pembiayaan perumahan. Perumahan disini bukan dalam arti rumah tempat tinggal pada umumnya, tetapi meliputi ruang untuk membuka usaha seperti rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), serta apartemen mewah dan rumah susun.8
Melalui pembiayaan KPR, kita tidak harus menyediakan dana seharga rumah. Cukup memiliki uang muka tertentu, dan rumah idaman pun menjadi milik kita. Kita bisa leluasa menempatinya karena meski masih mengangsur rumah itu sudah menjadi rumah kita sendiri.9
Dari segi pengistilahan, untuk produk pembiayaan pemilikan rumah, perlu dipikirkan suatu bentuk pengistilahan yang relevan. Karena istilah KPR cenderung memunculkan asumsi terjadinya kredit, padahal dalam perbankan
7 Helmi Haris, “Pembiayaan Kepemilikan Rumah (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan
Syari‟ah)”, Jurnal Ekonomi Islam, I (Juli,2007), hlm. 115
8
Slamet Ristanto, op. cit. hlm. 20
9
syari‟ah tidak menggunakan sistem kredit. Untuk menghindari hal itu (tetapi tetap
menggunakan istilah KPR), beberapa Bank Syari‟ah (seperti BRI Syari‟ah)
memaknai KPR dengan ”Kepemilikan Rumah“. Dalam menjalankan produk
KPR, Bank Syari‟ah memadukan dan menggali akad-akad transaksi yang
dibolehkan dalam Islam dengan operasional KPR perbankan konvensional. Adapun akad yang banyak digunakan oleh perbankan syari‟ah di Indonesia dalam menjalankan produk pembiayaan KPR adalah akad murabahah, IMBT, Musyarakah Mutanaqhisah (MMQ) dan isthisna‟.10
Dilihat dari berbagai macam pengertian pembiayaan KPR Syariah diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan KPR Syariah adalah pembiayaan kepemilikan rumah yang disalurkan oleh Bank Syariah, baik BUS maupun UUS dengan akad-akad yang sesuai dengan ketentuan syariah dan diatur dalam fatwa DSN MUI. Adapun akad-akad yang dapat digunakan dalam menyalurkan pembiayaan KPR Syariah adalah akad murabahah, IMBT, Musyarakah Mutanaqhisah (MMQ) dan isthisna‟.
2. Mekanisme KPR dengan akad Murabahah
Dalam praktek perbankan syari‟ah, murabahah selalu menggunakan jenis
al-bay’ bissaman ‘ajil atau muajjal (jenis pembayaran secara tangguh atau cicilan). Jadi, murabahah merupakan transaksi jual beli, di mana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad jenis ini adalah salah satu bentuk akad bisnis yang mencari keuntungan bersifat pasti (certainly return) dan
10
telah diketahui dimuka (pre-determiner return). Murabahah sendiri merupakan penjualan sesuatu barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan sejumlah yang disepakati bersama. Dengan sistem murabahah yang diterapkan dalam pembiayaan KPR ini berarti pihak Bank Syari‟ah harus memberitahukan harga perolehan atau harga asal rumah yang dibeli dari developer kepada nasabah KPR Syari‟ah dan menentukan suatu tingkat keuntungan (profit margin) sebagai
tambahan.11
Diantara bank-bank di Indonesia yang menggunakan akad Murabahah dalam pembiayaan KPR antara lain BNI Syariah, BSM (Bank Syariah Mandiri) serta BTN Syariah.
Keterangan:
a. Pembuatan akad jual beli barang antara bank dan nasabah yang sekaligus
merupakan pemesanan barang oleh nasabah kepada bank
b. Pembuatan akad jual beli yang diikuti pelaksanaan pembayaran harga barang oleh
bank
c. Penjualan dan penyerahan hak kepemilikan barang oleh pemasok kepada bank d. Penjualan barang + markup/margin & penyerahan hak kepemilikan oleh bank
kepada nasabah
e. Pengiriman barang secara fisik oleh pemasok kepada nasabah
11
f. Pelunasan harga barang oleh nasabah kepada bank secara cicilan atau secara sekaligus pada akhir waktu pelunasan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mekanisme pembiayaan KPR dengan akad murabahah adalah akad transaksi jual beli rumah sebesar harga perolehan rumah ditambah margin yang ditetapkan oleh para pihak, dimana Bank Syariah menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.
3. Rukun dan Syarat KPR Syari’ah yang menggunakan akad Murabahah.
Dalam semua pembiayaan Murabahah termasuk KPR, terdapat rukun yang dikristalisasikan sebagai berikut:
a. Pihak yang berakad 1) Penjual
2) Pembeli
b. Objek yang diakadkan
1) Barang yang diperjualbelikan 2) Harga jual/keuntungan c. Akad/ sighat
1) Serah (ijab) dan terima (qabul)12
Dengan mengacu pada akad murabahah, dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syari‟ah adalah sebagai berikut:
12
a. Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah KPR Syari‟ah.
b. Kontrak transaksi KPR Syari‟ah ini haruslah sah. c. Kontrak tersebut harus terbebas dari riba.
d. Pihak Bank Syari‟ah harus memberikan kejelasan tentang rumah yang dijadikan obyek transaksi KPR Syari„ah.
e. Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan
barang tersebut.13
Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat 3 rukun pembiayaan KPR berbasis murabahah, yaitu pertama, pihak yang berakad meliputi penjual dan pembeli. Kedua, objek yang diperjualbelikan meliputi barang yang diperjualbelikan dan harga jual. Ketiga, akad atau sighat meliputi ijab (serah) dan qabul (terima).
4. Penentuan keuntungan pembiayaan KPR dengan akad Murabahah
Produk KPR Syari„ah merupakan salah satu produk pelemparan dana pada Bank Syari‟ah, berdasarkan salah satunya akad murabahah, yang perolehan
keuntungan disebut margin atau mark-up yang bersifat tetap selama masa perjanjian (certainly return).14 Karena besarnya keuntungan atau margin sudah diketahui sejak awal, maka tinggi rendahnya dipengaruhi oleh tingkat keuntungan per satu kali transaksi dan besarnya jumlah transaksi dalam satu periode.15
13Syafi‟i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek
, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm.102
14
Certainly return adalah perolehan keuntungan yang dapat dipastikan di awal kontrak
15
Besarnya cicilan yang harus dibayar oleh nasabah KPR Syari‟ah adalah
bersifat tetap (tidak berubah) selama masa transaksi yang telah disepakati. Dengan demikian, konseumen tidak terbebani fluktuasi suku bunga yang terus mengalami perubahan. Meskipun suku bunga bergolak, cicilan KPR Syariah tetap sama.16
Bentuk keuntungan atau margin dalam pembiayaan KPR Syari‟ah adalah
dalam bentuk nominal rupiah, namun dapat juga dipersentasekan jika ingin mengetahui berapa sebenarnya besarnya persentase margin dibandingkan harga perolehan. Hal ini dapat dibenarkan karena transaksi murabahah adalah transaksi yang obyeknya terdapat barang yang diperjualbelikan sehingga jenis transaksi ini bentuk bisnis yang nyata pada sektor riil yang menciptakan nilai tambah (economic value added).17
Dengan merujuk pada akad murabahah, penentuan harga atau keuntungan dan angsuran dalam KPR Syari‟ah haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:18
a. Keuntungan atau mark-up yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah. b. Harga jual bank adalah harga beli (harga perolehan) bank ditambah keuntungan. c. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
d. Sistem pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penentuan keuntungan atau margin dalam pembiayaan KPR dengan akad murabahah dapat berbentuk nominal maupun persentase. Akan tetapi, margin atau keuntungan tersebut sudah
16
Helmi Haris, op. cit. hlm. 119
17
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002, hlm. 69
18
ditentukan diawal akad dan sifatnya tetap. Sehingga, pada saat pembiayaan berlangsung, baik pihak bank maupun nasabah tidak boleh melakukan perubahan sistem pembayaran, jangka waktu dan margin yang sudah ditentukan diawal.
B. Risiko Pada Bank Syariah
1. Pengertian
Istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, yang umumnya sudah dipahami secara intuitif., tetapi pengertian secara ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain:
a. Menurut A. Abas Salim, Risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss).19
b. Menurut Herman Darmawi, Risiko merupakan penyebaran atau
penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan.20 Risiko dilihat dari segi akibat:
a. Risiko spekulatif adalah kemungkinan kerugian tetapi bila disamping itu kemungkinan kerugian terdapat kemungkinan untung.
b. Risiko murni adalah risiko yang hanya ada kemungkinan kerugian.21
Dari beberapa istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian risiko adalah suatu penyimpangan yang tidak diharapkan dan dapat berpotensi menghasilkan
19
A. Abas Salim, Dasar-dasar Asuransi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
20
Herman Darmawi, Manajemen Risiko, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h 25
21
kerugian. Adapun risiko ditinjau dari segi akibat dibagi menjadi 2, yaitu risiko spekulatif dan risiko murni.
2. Jenis-jenis Risiko Bank Syariah
Bisnis perbankan baik itu bank konvensional ataupun bank syariah akan berhadapan dengan berbagai jenis risiko. Risiko perbankan syariah diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Risiko Modal (capital risk)
Unsur lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang merefleksikan tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank.
Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik.22
b. Risiko Likuiditas
Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas.23
22
c. Risiko Kredit/ Pembiayaan
Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok dan atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Hal ini terjadi sebagai akibat terlalu mudahnya bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditasnya sehingga penilaian kredit menjadi kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko untuk usaha yang dibiayainya.
d. Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko kerugian yang dapat dialami bank melalui portofolio yang dimilikinya sebagai akibat pergerakan variabel pasar (adverse movement) yang tidak menguntungkan. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga (interest rate) dan nilai tukar (foreign exchange rate).
Meskipun bank syariah tidak berurusan dengan tingkat suku bunga, namun bagi Indonesia yang menerapkan dual banking system risiko ini akan berpengaruh secara tidak langsung yaitu pada pricing, mengingat nasabah yang dijangkau oleh bank syariah bukan saja nasabah-nasabah yang loyal secara penuh terhadap syariah, tetapi juga nasabah-nasabah yang akan menempatkan dananya ke tempat-tempat yang akan memberikan keuntungan maksimal baginya tanpa memperhitungkan halal atau haramnya
23
e. Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat kurangnya (deficiencies) sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini mencakup kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol yang akan berpengaruh pada opersional bank.
f. Risiko Hukum
Risiko hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menanggung kerugian sebagai akibat adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.24
g. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau karena adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang sangat berpengaruh pada reputasi bank antara lain adalah; manajemen, pelayanan, ketaatan pada aturan, kompetensi, fraud dan sebagainya.
24
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko perbankan syariah dapat dibagi menjadi 7 jenis, yaitu risiko modal, risiko likuiditas, risiko kredit atau pembiayaan, risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi perusahaan, baik secara langsung maupun tidak.
C. Risiko Pembiayaan
1. Pengertian
Risiko pembiayaan adalah risiko dimana nasabah atau debitur tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya sesuai kontrak atau kesepakatan yang telah disepakati.25 Definisi tersebut dapat diperluas bahwa risiko pembiayaan adalah risiko yang timbul dikarenakan kualitas pembiayaan semakin menurun.
Risiko pembiayaan muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi yang sedang dilakukannya. Penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan adalah terlalu mudahnya bank atau lembaga keuangan memberikan pinjaman atau melakukan investasi karena terlalu dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas, sehingga penilaian pembiayaan kurang cermat dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya. 26
25
Edward W, Bank Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1989, h. 185.
26
Pembiayaan sering digunakan untuk aktivitas utama Lembaga Keuangan Syari‟ah. Pada dasarnya istilah pembiayaan memiliki pengertian yang sama
dengan istilah kredit. Dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari‟ah telah menjadi bagian dari tradisi
umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk kepentingan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Allah SWT telah mengingatkan kepada setiap muslim agar selalu kaffah dalam bermuamalah dengan Allah dan juga kaffah dalam bermuamalah dengan sesama manusia.
Dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah: 282 dijelaskan tentang utang piutang
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “
Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqh. Istilah kredit diambil dari istilah Qard. Credo dalam bahasa inggris berarti kepercayaan, sedangkan Qard dalam fiqh berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.27
a. Menurut UU No 21 tahun 2008, Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. 2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah.
27
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna’. 4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.
5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. b. Pembiayaan merupakan bagian terbesar dari aktiva produktif sehingga merupakan
penghasilan utama sekaligus sumber dan potensi risiko terbesar dalam aktivitas bank.
Pembiayaan secara luas berarti pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang direncanakan. Pembiayaan bermasalah merupakan keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) terjadi karena nasabah tidak dapat mengembalikan pinjaman sesuai dengan waktu pengembalian yang telah disepakati yang dapat menurunkan mutu pembiayaan dan menimbulkan kerugian potensial bagi bank.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 tentang Akuntansi Perbankan butir 24 menyatakan bahwa: Pembiayaan Non Performing Financing pada umumnya merupakan pembiayaan yang pembayaran angsuran pokok
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Risiko tersebut timbul dari pembiayaan bermasalah yang disalurkan oleh bank, sehingga dapat mengganggu kualitas aktiva pada bank tersebut. Karena pembiayaan merupakan bagian terbesar dari aktiva produktif yang dimiliki oleh pihak bank.
D. Tujuan Pembiayaan
Pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling berkaitan dari pembiayaan, yaitu:
1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari pembiayaan berupa keuntungan yang diraih dari bagi hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola bersama nasabah. Oleh karena itu, bank hanya akan menyalurkan pembiayaan kepada usaha- usaha nasabah yang diyakini mampu dan mau mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya.
2. Safety, keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Oleh karena itu, dengan keamanan ini dimaksudkan agar prestasi yang diberikan dalam bentuk modal, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya sehingga keuntungan (profitability) yang diharapkan dapat menjadi kenyataan.28
28
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar tujuan penyaluran pembiayaan dibagi menjadi dua, yaitu pertama, profitability atau tujuan untuk memperoleh keuntungan dalam menyalurkan pembiayaan. Kedua, safety atau tujuan untuk memperoleh keamanan dari fasilitas pemiayaan yang disalurkan sehingga dapat menghasilkan profitability.
E. Analisis Pembiayaan
1. Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syari‟ah pada saat melakukan analisis
pembiayaan. Secara umum prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5C dan Prinsip 5C tersebut terkadang ditambah dengan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu prospek usaha.
a. Character (Karakter)
Bank sebelum menyalurkan dana kepada debitur harus sudah tahu dan yakin bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan pembiayaan benar-benar dapat dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti: cara hidup maupun gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga dan hobi.
Bank menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang diperoleh bisa melunasi kewajibannya tepat pada waktu sesuai dengan perjanjian. Penilaian calon nasabah meliputi : Kemampuan bidang manajemen, keuangan, pemasaran dan teknis.
c. Capital (Modal)
Biasanya bank tidak bersedia untuk membiayai suatu usaha 100%, artinya setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan harus pula menyediakan dana dari sumber lain atau modal sendiri. Penilaian terhadap capital dimaksudkan untuk mengetahui keadaan permodalan, sumber modal, dan penggunaan. d. Collateral (Jaminan)
Nasabah yang akan mengajukan pembiayaan harus memberikan jaminan sebagai ikatan kepercayaan dalam pemberian pembiayaan, sekaligus untuk mengurangi risiko pemberian pembiayaan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah pembiayaan yang diberikan. Jaminan harus diteliti keabsahannya, sehingga tidak terjadi suatu masalah pada saat pembiayaan, sehingga pada saat terjadi gagal bayar jaminan tersebut dapat dipergunakan secepat mungkin.
e. Condition (Kondisi)
sektor tertentu jangan diberikan terlebih dahulu dan kalaupun jadi diberikan sebaiknya juga melihat prospek usaha tersebut dimasa yang akan datang. Selain menggunakan prinsip 5C dalam menganalisis pembiayaan juga terdapat 7P yaitu:
a. Personality
Personality mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. Dalam hal ini, bank harus mampu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalu. b. Party
Bank harus mampu mengklasifikasi nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau kedalam golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya, sehingga nasabah dapat digolongkan kedalam golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
c. Purpose
Bank harus mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkan nasabah. Dari sinilah bank dapat mengetahui apakah untuk tujuan konsumtif, produktif atau untuk tujuan perdagangan.
d. Prospect
dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.
e. Payment
Bank harus mampu mengukur bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Dengan demikian jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
f. Profitability
Bank harus menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang akan diperolehnya.
g. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.29
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip analisis pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Syariah meliputi 5C dan 7P. prinsip 5C meliputi : Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition. Sedangkan prinsip 7P meliputi : Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profiability
29
dan Protection. Prinsip-prinsip tersebut dilakukan oleh bank sebagai bahan pertimbangan dalam menyalurkan pembiayaan.
2. Prosedur Analisis Pembiayaan
Sistem dan prosedur pembiayaan dirancang diharapkan dapat mengurangi peluang terjadinya pembiayaan macet, namun diusahakan tetap sederhana dan tidak memakan banyak waktu.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan pembiayaan adalah sebagai berikut:
a. Berkas dan pencatatan
b. Data pokok dan analisis pendahuluan, meliputi: 1) Realisasi pembelian, produksi, dan penjualan; 2) Rencana pembelian, produksi, dan penjualan; 3) Jaminan;
4) Laporan Keuangan;
5) Data Kualitatif dari calon debitur. c. Penelitian Data
d. Penelitian atas realisasi usaha e. Penelitian atas rencana usaha
f. Penelitian dan penilaian barang jaminan g. Laporan keuangan dan penelitiannya.
pencatatan, pengumpulan data pokok dan analisis pendahuluan, penelitian data yang sudah terkumpul, penelitian atas realisasi usaha, penelitian atas rencana usaha, penelitian dan penilaian barang jaminan serta penelitian laporan keuangan.
3. Kualitas Pembiayaan
Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci melalui tabel dibawah ini30
Tabel 2.1 Kualitas Pembiayaan No Kualitas Pembiayaan Kriteria
1 Pembiayaan Lancar a. Pembayaran angsuran pokok dan / bagi hasil tepat waktu; dan
b. Memiliki rekening yang aktif; atau
c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). 2 Perhatian Khusus a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/
30
bagi hasil yang belum melampaui Sembilan puluh hari; atau
b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relatif aktif; atau
d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
e. Didukung oleh pinjaman baru.
3 Kurang Lancar a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ bagi hasil; atau
b. Sering terjadi cerukan; atau
c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang e. diperjanjikan lebih dari Sembilan puluh
hari; atau
f. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
g. Dokumentasi pinjaman yang lemah.
4 Diragukan a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ bagi hasil; atau
b. Terdapat cerukan yang bersifat permanen;
c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
d. Terdapat kapitalisasi bunga; atau
e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan.
5 Macet a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ bagi hasil; atau
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar,
jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Pembiayaan yang merupakan salah satu bentuk aktiva yang produktif bank syari‟ah yang memiliki kegagalan tidak tertagihnya kembali pembiayaan yang telah
dituntut untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas. Akibatnya penilaian pembiayaan kurang cermat mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko usaha yang dibiayainya.
Aktiva produktif dalam hal ini pembiayaan merupakan salah satu indikator penilaian kinerja dan kesehatan bank syari‟ah. Komponen penilaian aktiva produktif
sebagai indikator penilaian kinerja dan kesehatan bank syari‟ah terdiri dari total
pembiayaan bermasalah dan total pembiayaan yang diberikan.
Demikian juga Bank Indonesia menginstruksi Non Performing Financing dalam laporan tahunan perbankan nasional sesuai SE BI No. 9/24/Dpbs Tanggal 30 Oktober 2007 tentang sistem penilaian kesehatan bank berdasarkan prinsip syari‟ah yang dirumuskan sebagai berikut:
NPF = x 100%
Rasio tersebut ditujukan untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi bank syariah. Dimana semakin tinggi rasio ini menunjukkan kualitas pembiayaan bank syari‟ah semakin buruk. Nilai rasio ini kemudian dibandingkan dengan kriteria kesehatan NPF bank syari‟ah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
seperti yang tertera dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Rasio NPF
No. Nilai NPF Predikat
1 NPF = 2% Sehat
2 2% NPF 5% Sehat
5 NPF 12% Tidak Sehat Sumber: SE BI No 9/24/Dpbs Tanggal 30 Oktober 2007
Dari penjelasan data diatas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kualitas pembiayaan yang disalurkan dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan kolektibilitas nasabah. Pertama, kolektibilitas 1 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi lancar. Kedua, kolektibilitas 2 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi dalam perhatian khusus. Ketiga, kolektibilitas 3 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi kurang lancar. Keempat, kolektibiltas 4 yaitu nasabah yang berada dalam kondisi diragukan. Kelima, kolektibilitas 5 yaitu nasabah yang berada dalam keadaan macet.
4. Dampak Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar dapat mendatangkan dampak yang kurang menguntungkan baik bagi pemberian pembiayaan terhadap kegiatan ekonomi moneter Negara. Dampak yang diakibatkan oleh pembiayaan bermasalah, yaitu:
a. Dampak terhadap kelancaran operasi bank pemberi pembiayaan.
sendiri maka nilai kesehatan operasi akan menurun. Hal ini akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut.
b. Dampak terhadap dunia perbankan.
Pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar akan menurunkan tingkat operasi bank tersebut. Apabila penurunan pembiayaan dan profitabilitas sudah sangat parah sehingga mempengaruhi likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas bank, maka kepercayaan para penitip dana bank akan menurun.
c. Dampak terhadap ekonomi dan moneter negara
Sistem perbankan yang terganggu karena pembiayaan bermasalah akan menghilangkan kesempatan bank untuk membiayai kegiatan operasinya dan perluasan debitur lain karena terhentinya perputaran dan yang akan dipinjamkan. Hal ini akan memperkecil kesempatan pengusaha lain untuk memanfaatkan peluang bisnis dan investasi yang ada.31
Dari penjelasan diatas, secara garis besar dampak dari pembiayaan bermasalah dibagi menjadi 3. Pertama, dampak terhadap kelancaran operasional bank yang menyalurkan pembiayaan. Kedua, dampak terhadap dunia perbankan itu sendiri. Ketiga, dampak terhadap ekonomi dan moneter negara. Karena secara global bank merupakan lembaga intermediasi sebagai tempat arus perputaran uang.
31
F. Manajemen Risiko
1. Pengertian
Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metodologi dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktifitas atau proses.32
Manajemen risiko juga didefinisikan sebagai sebuah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan dalam memonitor dan mengendalikan implementasi penanganan risiko.33
Dari beberapa istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa manajemen risiko adalah proses sistematis meliputi identifikasi, kuantifikasi melalui brenchmarking, modelling dan forecasting untuk menentukan sikap, kebijakan,
solusi serta evaluasi terhadap risiko ynag mungkin terjadi dalam segala aktifitas perusahaan.
2. Proses Manajemen Risiko
32
Ferry N. Idroes, “Manajemen Risiko Perbankan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, cet. 2, h. 5
33
Proses Manajemen Risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas terkait didalam organisasi. Tindakan berkesinambungan yang dilakukan sejalan dengan definisi manajemen risiko yang dikemukakan, yaitu :34
a. Identifikasi dan pemetaan risiko, meliputi:
1) Menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan
2) Menentukan definisi kerugian
3) Menyusun dan melakukan implementasi mekanisme pengumpulan data
4) Membuat pemetaan kerugian ke dalam kategori risiko yang dapat diterima
dan tidak dapat diterima
5) Kuantifikasi/ Menilai/ Melakukan Peringkat Risiko 6) Aplikasi teknik permodelan dalam mengukur risiko
7) Menentukan tingkat frekuensi dan tingkat kerugian dari risiko berdasarkan data historis yang tersedia
8) Perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur (Benchmarking), permodelan (Modelling) dan peramalan (Forecasting) yang berasal dari luar organisasi/ eksternal. Sumber eksternal yang dimaksud berasal dari praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan di dalam industri (best practices)
9) Menegaskan profil risiko dan rencana manajemen risiko
34 Ferry N. Idroes, “Manajemen Risiko Perbankan”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011,
b. Identifikasi selera risiko organisasi (risk appetite), apakah manajemen secara umum terdiri dari:
1) Penghindar risiko (risk averter)
2) Penerima risiko sewajarnya (risk neutral) 3) Pencari risiko (risk seeker)
c. Identifikasi visi stratejik (strategic vision) dari organisasi, apakah organisasi berada dalam visi:
1) Agresif yang terobsesi untuk mengejar peningkatan volume usaha serta keuntungan sebesar-besarnya untuk mendukung pertumbuhan atau
2) Konservatif yang ingin menjaga kelangsungan usaha pada situasi aman
dengan volume usaha dan keuntungan yang stabil.
Penghindar risiko tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Sebaliknya, pencari risiko bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi.
Berdasarkan hubungan dari frekuensi dan dampak risiko dapat diuraikan solusi terhadap risiko. Tabel berikut menunjukkan hubungan frekuensi, dampak, serta solusi risiko yang dapat dilakukan.
Frekuensi tinggi –
1) Hindari (Avoidance) : keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktiftas
yang dimaksud. Misalnya sebuah bank mendapat tawaran untuk melakukan bisnis pencucian uang (Money Laundering) dari kegiatan terorisme yang menjanjikan keuntungan dari penempatan dalam jumlah besar dengan bunga yang sangat rendah. Risiko aktifitas tersebut adalah ancaman penutupan bank serta ancaman pidana terhadap pelakunya. Maka, bank memutuskan untuk tidak melakukan aktifitas tersebut.
2) Alihkan (transfer): membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya
termasuk penggunaan lembaga asuransi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi . selain itu, penggunaan sumber daya diluar organisasi (outsourcing) juga termasuk dalam pengalihan risiko.
3) Mitigasi Risiko (mitigate risk): menerima risiko pada tingkat tertentu dengan
melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktifitas dan risikonya. Misalnya, pengikatan pinjaman dan agunan pada bank. Pengikatan sangat rentan untuk terjadi masalah, akibatnya bank berada dalam posisi hukum yang lemah dalam penyelesaian pinjaman atau ekseskusi agunan. Bank perlu menerapkan sistem dan prosedur yang jelas tentang pengikatan dan aspek-aspek pendukungnya. Selanjutnya ditetapkan secara tegas mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada individu-individu yang melakukan penyimpangan prosedur.
4) Menahan risiko residual (retention of Residual Risk): menerima risiko yang
risiko, bank melakukan forward ulang ke bank lain dan mengharuskan nasabah untuk menyerahkan setoran jaminan. Pada situasi normal, mitigasi risiko cukup untuk mengatasi kemungkinan risiko yang akan terjadi. Namun, jika situasi menjadi tak terkendali, yaitu nilai tukar melonjak drastis, nasabah membatalkan kontrak dengan menjual pada pasar spot dan membiarkan setoran jaminan diambil bank. Pada situasi itu terjadi kerugian karena setoran jaminan tidak dapat menutupi kerugian tersebut. Situasi inilah yang dikatakan sebagai risiko residual yang harus ditanggung bank. Setiap risiko residual pada bank diperlukan ketersediaan modal untuk menyangganya.
Konsep menahan risiko merupakan konsep dasar dari kewajiban penyediaan modal minimum. Modal merupakan sumberdaya keuangan perusahaan atau bank yang dapat digunakan sebagai penyerap dari kerugian yang terjadi.
e. Pemantauan dan pengkinian/kaji ulang risiko dan kontrol
1) Seluruh entitas organisasi harus yakin bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik.
2) Lakukan pengkinian dengan mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam strategi risiko keseluruhan.
Brenchmarking, Modelling dan forecasting. Ketiga, menegaskan profil risiko dan
rencana manajemen. Keempat, menerapkan kebijakan dan solusi terhadap risiko yang mungkin terjadi atau telah terjadi. Kelima, melakukan pemantauan atau evaluasi terhadap risiko.
G. Mitigasi Risiko
1. Pengertian
Mitigasi risiko pembiayaan adalah kebijakan untuk mengelola risiko pembiayaan dalam rangka meminimalisir peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.
Mitigasi risiko pembiayaan akan kita ketahui, apabila kita telah mengetahui apa yang dimaksud dengan risiko. Risiko merupakan bahaya: risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Risiko juga merupakan peluang risiko adalah sisi yang berlawanan dari peluang untuk mencapai tujuan.
2. Teknik-teknik Mitigasi Risiko
Mitigasi risiko kredit (credit risk mitigation) adalah teknik dan kebijakan untuk mengelola risiko kredit dalam rangka mengurangi peluang atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.35
35
Berikut ini beberapa teknik mitigasi yang biasa digunakan lembaga keuangan syariah dalam memberikan pembiayaan menurut pendapat international institute of financial studies (IIFS)36.
a. Hammish Jiddiyah (HJ), suatu jaminan yang diberikan atas perjanjian pembelian (promise to purchase atau promise to sell) jika debitur tidak menyelesaikan perjanjian sesuai kontrak sehingga menimbulkan sebagian kerugian terhadap pihak kreditur. Dengan demikian kreditur dapat menerima kompensasi atas kerugian tersebut. Apabila nilai jaminan lebih besar dari kerugian yang ditanggung, maka kelebihan tersebut akan dikembalikan kepada debitur. Namun, jika kerugian lebih besar dari jaminan, maka kreditur berhak mendapatkan tambahan kompensasi dari pembeli.
b. Arbun (Urbon, Arboun, Arboo) atau uang muka; dilakukan setelah kontrak
ditandatangani dan dianggap sebagai jaminan untuk menjamin pelaksanaan kontrak. Hal ini akan mengurangi kerugian perusahaan jika debitur melakukan pelanggaran sebelum kontrak dilaksanakkan.
c. Garansi dari pihak ketiga, dalam jangka waktu tetap dan untuk jumlah yang terbatas, tanpa beberapa pertimbangan yang diterima oleh guarantor.
d. Pengikatan aset sebagai jaminan, yang harus sesuai syariah dan memiliki nilai pasar dan serta dapat dimiliki dan dijual secara hukum. Selain itu, jaminan juga
36
harus spesifik, mudah dipindahtangankan, dan bebas biaya. Pengikatan tersebut harus memiliki kekuatan hukum.
e. Eksekusi, dimana jaminan dalam kontrak tersebut adalah objek pembiayaan itu sendiri, sehingga jika terjadi gagal bayar maka jaminan dapat langsung diambil alih oleh perusahaan karena secara hukum kepemilikan masih berada dipihak perusahaan.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mitigasi risiko adalah kebijakan untuk mengelola risiko pembiayaan utnuk meminimalisir potensi kerugian yang dihasilkan oleh pembiayaan bermasalah. Adapun teknik mitigasi risiko menurut IIFS dibagi menjadi 5, yaitu : Hammis Jiddiyah (jaminan Kolateral), Arbun (uang muka), Garansi pihak ketiga, pengikatan aset sebagai jaminan dan eksekusi jaminan. Teknik-teknik tersebut digunakan untuk meminimalisir potensi kerugian yang disebabkan oleh pembiayaan bermasalah.
50
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan yaitu pendekatan studi empiris. Merupakan suatu cara penelitian terhadap masalah empiris.37 Penelitian kasus dilakukan secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi atau lembaga.38 Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan langsung ke objek penelitian, dimana penulis ingin mengetahui risiko dan mitigasi yang diaplikasikan pada pembiayaan KPR BRISyariah IB pada BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian lapangan (Field Research), yaitu research yang dilakukan di kancah atau di medan terjadinya
gejala-gejala.39
C. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh melalui cara sebagai berikut:
1. Wawancara (interview)
37
Robert K. Yin, Studi kasus Design dan Metode, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.21.
38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 142.
39
Yaitu dengan mewawancarai pihak-pihak yang berperan dan terkait dengan objek penelitian. Peneliti mengajukan pertanyaan kepada responden, yang diarahkan peneliti untuk tujuan memperoleh informasi yang relevan.40
2. Studi Kepustakaan (library research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari dan memahami data atau bahan yang diperoleh dari berbagai literature, seperti: majalah, surat kabar, buku-buku cetak, artikel, mailing list, (website/ internet) yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di BRI Syariah KC Abdul Muis Jakarta JL. Abdul Muis No. 2-4 Jakarta Pusat. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan februari sampai bulan April 2014.
1. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.
a. Data Primer
Data primer diperoleh melalui pengamatan, pencatatan, pengumpulan data dan wawancara langsung dengan kepala divisi keuangan dan divisi lain yang berhubungan dengan data yang dibutuhkan.
b. Data Sekunder
40