BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KERJA
E. Manfaat Dibentuknya Perjanjian Kerja Bersama
PKB merupakan kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang mengatur hak dan kewajiban dalam hubungan kerja dengan memperhatikan kepentingan pekerja/buruh maupun pengusaha. PKB merupakan salah satu prasarana dalam rangka pelaksanaan hubungan industrial yang serasi, aman, dan dinamis berdasarkan Pancasila, sehingga manfaat dari PKB itu sendiri adalah:48
1. Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih mengetahui dan memahami tentang hak dan kewajiban masing-masing;
2. Mengurangi timbulnya perselisihan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;
3. Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegiatan bekerja lebih tekun dan rajin;
48
Pedoman Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), (Jakarta : Direktorat Persyaratan Kerja, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2005), hlm. 7-8.
4. Pengusaha dapat menyusun rencana-rencana serta menetapkan labour cost yang perlu dicadangkan atau disesuaikan dengan masa berlakunya PKB;
5. Perundingan membuat PKB merupakan lembaga bipartid yang sangat efektif dimana kedua belah pihak dapat bertemu dan memperpadukan kepentingan masing-masing yang hasil tanpa campur tangan pihak lain; 6. Dapat menciptakan suasana musyawarah dan kekeluargaan dalam
perusahaan.49
PKB akan menekankan serikat pekerja untuk lebih hati-hati dalam penggunaan hak mogoknya sebagai upaya yang paling akhir dan lebih mengedepankan proses dialog atau negosiasi dalam menyampaikan tuntutannya. Selain dari pada manfaat terbentuknya PKB yang merupakan kepentingan pekerja maupun pengusaha juga mempunyai fungsi yang lain:50
1. Sebagai pedoman induk mengenai hak dan kewajiban bagi para pekerja dan pengusaha, sehingga dapat dihindarkan adanya perbedaan- perbedaan pendapat yang tidak perlu antara pekerja dengan pihak pengusaha;
2. Sebagai sarana untuk menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja dan kelangsungan usaha bagi perusahaan;
3. Merupakan partisipasi pekerja dalam penentuan atau pembuatan kebijakan dalam perusahaan.
49
Suprihanto, Hubungan Industrial Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : BPFE, 1986), hlm. 105.
50
Berkaitan dengan fungsi PKB, dapat di jelaskan lebih lanjut tentang fungsi yang diatas yaitu fungsi pertama PKB adalah sebagai pedoman induk. Dalam Pasal 127 UUK menyebutkan bahwa “perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama”. Hal ini menempatkan PKB sebagai pedoman induk bagi perjanjian kerja, dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perjanjian kerja. Fungsi PKB sebagai pedoman induk memberi kemudahan pada pekerja dalam membuat perjanjian kerja. Adanya kemudahan ini sesuai dengan kebutuhan pekerja, yang pada umumnya tidak mampu menyusun suatu perjanjian kerja yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis. Oleh karena itu, ketentuan yang menyatakan bahwa perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan PKB, dapat menjamin suatu perjanjian kerja yang memberikan dasar hukum pada kedudukan pekerja dalam proses produksi.51
Fungsi kedua PKB adalah menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja dan kelangsungan usaha bagi pengusaha. Bagi pekerja, ketenangan kerja berarti, adanya kepastian untuk melaksanakan hubungan kerja dalam suatu jangka waktu yang cukup lama dan diharapkan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sehingga dapat memenuhi kebutuhannya secara teratur. Selama masa berlakunya PKB, para pekerja tidak lagi perlu memikirkan, bagaimana memperjuangkan kepentingannya. Segala perhatiannya dapat dicurahkan dalam melaksanakan kewajibannya berupa kerja dengan sebaik-baiknya tanpa lagi setiap saat terlibat mogok kerja maupun aksi demo dalam perjuangan untuk memperoleh pengakuan
51
atas haknya sebagai pekerja. Selain ketenangan kerja yang diperoleh pekerja, PKB memberikan pula jaminan pada pengusaha untuk merencanakan kelangsungan usahanya. Pengusaha sangat membutuhkan kondisi, dimana ia dapat menyusun dan melaksanakan rencana produksi untuk suatu jangka waktu yang lama dengan ketidakpastian yang minimum, juga tidak perlu lagi memikirkan tentang aksi demo atau mogok kerja dari pekerja karena pekerja sudah mempunyai wadah untuk menyampaikan aspirasinya melalui serikat pekerja dalam suatu pembuatan PKB.52 Dengan adanya ketenangan baik dari sisi pekerja maupun pengusaha, maka akan menciptakan suasana ketenagakerjaan yang kondusif yang akan berdampak secara nasional.
Fungsi ketiga dari PKB adalah partisipasi pekerja dalam penentuan atau pembuatan kebijakan dalam perusahaan. Partisipasi pekerja dalam pembuatan peraturan perusahaan sebatas, diajak berkonsultasi dengan memberikan saran serta pertimbangan (Pasal 110 UUK) dan memberi persetujuan tertulis terhadap peraturan perusahaan yang telah disusun oleh pengusaha secara sepihak. Jika selama berlangsungnya hubungan kerja diadakan peraturan perusahaan yang baru atau diadakan perubahan pada peraturan perusahaan yang sedang berlaku, dan pekerja tidak menyetujui ketentuan-ketentuan yang baru tersebut, maka pekerja dapat mengajukan permohonan pada pengadilan, tidak untuk membatalkan peraturan perusahaan tersebut, tetapi untuk memutuskan hubungan kerja antara dia dengan pengusaha (Pasal 1601 k BW).
52
Bahder Johan Nasution menyatakan, bahwa dengan diakuinya serikat pekerja sebagai pihak dalam penentuan syarat-syarat kerja oleh pengusaha, maka serikat pekerja telah mempunyai suatu bentuk turut menentukan secara luas dalam menentukan syarat-syarat kerja.53 Melalui PKB para pekerja (serikat pekerja) dan pengusaha bermusyawarah untuk menetapkan hak dan kewajiban masing-masing dalam hubungan kerja.
53
Bahder Johan Nasution, Hukum Ketenagakerjaan (Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja), (Bandung : Mandar Maju, 2004), hlm. 9.
NOMOR 13 TAHUN 2003
1. Pengertian Tenaga Kerja
Pengertian tenaga kerja dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia dalam hal ini seperti yang diatur dalam UUK, sedikitnya ada 3 (tiga) macam pengertian.
Pertama, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun kebutuhan masyarakat (Pasal 1 angka 2 UUK). Kedua, buruh adalah pekerja yang bekerja di perusahaan, dan dalam pekerjaannya harus tunduk pada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh perusahaan (majikan) yang bertanggung jawab atas lingkungan perusahaannya, dan buruh akan memperoleh upah serta jaminan hidup lainnya yang wajar dari perusahaan (majikan).54Ketiga, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 angka 3 UUK).
Menurut Payaman Simanjuntak, tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
54
Syaiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja dengan Pengusaha, (Medan : FH UISU, 1991), hlm. 3.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia.55
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun sampai 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun, dan ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.56
Pengertian pekerja seperti yang terdapat di dalam Pasal 1 angka 3 UUK dapat diartikan bahwa yang disebut sebagai pekerja itu adalah hanya tenaga kerja yang sudah bekerja. Istilah pekerja tadi adalah untuk menggantikan istilah buruh yang tetap disalah artikan sehingga sering menimbulkan masalah karena istilah buruh dianggap sama seperti pekerja kasar yang selalu mendapat tekanan dari pihak majikan.
2. Macam Tenaga Kerja
Dikenal beberapa macam tenaga kerja lainnya selain tenaga kerja tetap, seperti tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan dan tenaga kerja kontrak.
55 Payaman Simanjuntak dalam Sedjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cetakan II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1995), hlm. 3.
56
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja diakses pada tanggal 10 Maret 2014, pukul 14.15.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994 Pasal 1 angka 2 memberikan pengertian mengenai tenaga kerja harian lepas, yaitu tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah- ubah dalam hal waktu maupun kontinuitas pekerjaan dengan menerima upah didasarkan atas kehadirannya secara harian. Tenaga kerja harian lepas merupakan tenaga kerja dengan perjanjian waktu tertentu.57 Sehingga hak-hak tenaga kerja harian lepas adalah sebagaimana juga dengan tenaga kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yakni mendapatkan upah dan kesejahteraan, namun sistem upah untuk tenaga kerja harian lepas didasarkan pada kehadiran kerja. Tenaga kerja harian lepas bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. Kemudian jika tenaga kerja bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjiannya akan berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Contohnya seorang pekerja yang bekerja sebagai tenaga kerja harian lepas pada sebuah pabrik sepatu. Ia digaji berdasarkan kehadirannya setiap hari, bila ia tidak bekerja pada hari kerjanya maka ia tidak akan menerima upah. Dengan demikian jelaslah bahwa tenaga kerja harian lepas menerima upah sesuai dengan kehadirannya di tempat kerja.
Tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dengan menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja (Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994). Tenaga
57
http://gresnews.com/berita/Tips/01149-hak-tenaga-kerja-harian-lepas diakses 11 Maret 2014, pukul 22.22.
kerja borongan yang dilakukan dengan sistem kerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan dalam waktu satu bulan atau lebih, maka upah rata-rata sebulan, serendah-rendahnya adalah upah minimum di perusahaan bersangkutan. Dengan demikian, perjanjian kerja untuk tenaga kerja borongan adalah berdasarkan PKWTT yang upahnya dibayarkan secara bulanan, dengan mempersyaratkan pencapaian suatu target atau produktivitas tertentu. Contohnya seorang pekerja yang bekerja di bangunan yang berada dibawah perintah mandor, mereka bekerja untuk menyelesaikan sebuah bangunan, dimana kontrak kerja mereka didasarkan atas selesainya suatu pekerjaan, yaitu selesainya bangunan tersebut.
Tenaga kerja kontrak adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah yang didasarkan atas kesepakatan untuk hubungan kerja untuk waktu tertentu dan atau selesainya pekerjaan tertentu (Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER- 03/MEN/1994). Contohnya seseorang yang dikontrak bekerja sebagai karyawan tidak tetap di PTPN IV Bah Jambi pada jangka waktu tertentu. Ia bekerja dan menerima upah untuk jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja. Bila masa kerjanya telah berakhir dan pihak perusahaan tidak memperpanjang kontrak kerjanya lagi, maka sejak itu ia tidak mempunyai hubungan kerja lagi dengan perusahaan yang mempekerjakannya tadi. Namun bila pihak perusahaan memperpanjang kontrak kerjanya, maka ia akan terus bekerja pada perusahaan tersebut sampai habis jangka waktu yang tercatat di dalam perpanjangan perjanjian kerjanya.
3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja
Membicarakan mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja sudah pasti tidak terlepas dari hak dan kewajiban dari perkebunan atau perusahaan itu sendiri, hal ini disebabkan karena hak tenaga kerja adalah merupakan kewajiban pengusaha perkebunan, sedangkan kewajiban tenaga kerja merupakan hak dari pengusaha perkebunan.58
1. Hak dan Kewajiban Pekerja 1. Hak pekerja
Menurut Darwan Prints, yang dimaksud dengan hak di sini adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya.59 Mengenai hak-hak bagi pekerja adalah sebagai berikut:
1. Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 s/d 97 UUK; Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah); Dalam PKB diatur juga mengenai upah/gaji. Upah merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Dengan suatu penerimaan upah diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bagi pekerja dan keluarganya.60
58 R. Subekti, Op.Cit, hlm. 29-30. 59
Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 22-23.
60
2. Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4 UUK); Dalam PKB diatur juga; Salah satu tujuan penting dari masyarakat Pancasila adalah memberikan kesempatan bagi tiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang memberikan kesejahteraan.61
3. Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 5 UUK); Dalam PKB tidak ada diatur; Di samping jaminan hidup yang layak, tenaga kerja juga menginginkan kepuasan yang datangnya dari pelaksanaan pekerjaan yang ia sukai dan yang dapat dia lakukan dengan sebaik mungkin dengan mendapatkan penghargaan.62
4. Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan lagi ( Pasal 9-30 UUK); Dalam PKB telah diatur juga;
5. Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 3 Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek); Dalam PKB telah diatur juga;
6. Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal 104 UUK jo. UUSP); Dalam PKB telah diatur juga;
7. Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa
61
Sedjun H. Manulang, Op.Cit, hlm. 7. 62
majikan dari satu organisasi majikan (Pasal 79 UUK); Dalam PKB telah diatur juga;
8. Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan ( Pasal 88-98 UUK); Dalam PKB telah diatur juga;
9. Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit- dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh, atau oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh Majikan (Pasal 150-172 UUK); Dalam PKB telah diatur juga;
10. Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian melalui pengadilan (Pasal 6-115 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004); Dalam PKB telah diatur juga;
Menurut Konvensi ILO 1948 ada empat macam hak tenaga kerja yaitu hak berserikat; hak berunding kolektif; hak mogok, dan hak mendapat upah.
11. Kewajiban Pekerja
Di samping mempunyai hak-hak sebagaimana diuraikan diatas, tenaga kerja juga mempunyai kewajiban sebagai berikut:63
1. Wajib melakukan prestasi/pekerjaan bagi majikan;
63
2. Wajib mematuhi peraturan perusahaan; 3. Wajib mematuhi perjanjian kerja; 4. Wajib mematuhi perjanjian perburuhan; 5. Wajib menjaga rahasia perusahaan; 6. Wajib mematuhi peraturan majikan;
7. Wajib memenuhi segala kewajiban selama izin belum diberikan dalam hal ada banding yang belum ada putusannya.
8. Hak dan Kewajiban Pengusaha 1. Hak pengusaha
Hak pengusaha adalah sesuatu yang harus diberikan kepada pengusaha sebagai konsekuensi adanya pekerja yang bekerja padanya atau karena kedudukannya sebagai pengusaha. Adapun hak-hak dari pengusaha itu sebagai berikut:64
1. Boleh menunda pembayaran tunjangan sementara tidak mampu bekerja sampai paling lama lima hari terhitung mulai dari kecelakaan itu terjadi, jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan tidak dengan perantaraan perusahaan atau kalau belum memperoleh surat keterangan dokter yang menerangkan, bahwa buruh tidak dapat beketja karena ditimpa kecelakaan;
64
2. Dengan persetujuan sebanyak-banyaknya 50% apabila kecelakaan terjadi sedang di bawah pengaruh minuman keras atau barang-barang lain yang memabukkan;
3. Boleh mengajukan permintaan kepada pegawai pengawas, untuk menetapkan lagi jumlah uang tunjangan yang telah ditetapkan, jikalau dalam keadaan selama-lamanya tidak mampu bekerja itu terdapat perubahan yang nyata;
4. Dapat mengajukan keberatan dengan surat kepada Menteri Tenaga Kerja, apabila permintaan izin atau permintaan untuk memperpanjang waktu berlakunya izin ditolak dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal penolakan;
5. Pengusaha berhak untuk:
1. Mendapat pelayanan untuk memperoleh calon tenaga kerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri dari Kandepnaker.
2. Mendapat informasi pasar kerja.
3. Mewakili dan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asing di Luar Negeri yang menunjuknya (Pasal 7 Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1983).
4. Dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Tenaga Kerja atas pencabutan izin usahanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) dari setelah keputusan izin usaha dikeluarkan (Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01/Men/1983).
5. Menetapkan saat dimulainya istirahat tahunan dengan memperhatikan kepentingan buruh;
6. Mengundurkan saat istirahat tahunan untuk selama-lamaya 6 (enam) bulan terhitung mulai saat buruh berhak atas istirahat tahunan berhubung dengan kepentingan perusahaan yang nyata-nyata;
7. Dapat memperhitungkan upah buruh selama sakit dengan suatu pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang timbul dari suatu peraturan perundangan/peraturan perusahaan/suatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial ataupun suatu pertanggungan (Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981);
8. Menjatuhkan denda atas pelanggaran sesuatu hal apabila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan (Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
9. Minta ganti rugi dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik perusahaan maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya (Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981).
10. Memperhitungkan upah dengan : 1. Denda, potongan dan ganti rugi.
2. Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis.
3. Uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh terhadap pengusaha, dengan ketentuan harus
ada tanda bukti tertulis (Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
4. Kewajiban Pengusaha
Kewajiban pengusaha adalah suatu prestasi yang harus dilakukan oleh pengusaha bagi kepentingan tenaga kerjanya. Adapun kewajiban pengusaha itu adalah sebagai berikut:65
1. Wajib menjaga agar di perusahaannya tidak dilakukan pekerjaan yang bertentangan dengan ditetapkan dalam Pasal 4 Stb. 647 Tahun 1925. 2. Wajib memberikan keterangan yang diminta oleh pejabat yang berwenang; 3. Wajib memberikan upah buruh:
1. Jika buruh sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya, dengan ketentuan:
(1) Untuk tiga bulan pertama dibayar 100% (2) Untuk tiga bulan kedua dibayar 75% (3) Untuk tiga bulan ketiga dibayar 50% (4) Untuk tiga bulan keempat dibayar 25% 2. Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal:
(1) Buruh sendiri kawin dibayar untuk selama dua hari. (2) Menyunatkan anaknya dibayar untuk selama satu hari. (3) Membabtiskan anaknya dibayar untuk selama satu hari. (4) Mengawinkan anaknya dibayar untuk selama dua hari.
65
(5) Anggota keluarga meninggal dunia, yaitu suami/istri, orang tua/mertua atau anak dibayar untuk selama dua hari.
(6) Istri melahirkan anak dibayar untuk selama satu hari (Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
3. Wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan kewajiban negara tersebut buruh tidak mendapat upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah, tetapi tidak melebihi satu tahun (Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
4. Wajib membayarkan kekurangan atas upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang menjalankan kewajiban negara, bilamana jumlah upah yang diterimanya kurang dari upah yang biasa diterima tetapi tidak melebihi satu tahun (Pasal 6 ayat (20 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981). 5. Wajib membayarkan upah kepada buruh yang tidak dapat bekerja karena
memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya, akan tetapi tidak melebihi tiga bulan (Pasal 6 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
6. Wajib membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun karena halangan yang dialami oleh pengusaha yang seharusnya dapat dihindari (Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
7. Membayar upah buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian (Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981). 8. Harus membayar seluruh jaminan upah pada tiap pembayaran (Pasal 11
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981).
9. Wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Kakandep Tenaga Kerja setempat) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah :
1. Mendirikan perusahaan;
2. Menjalankan kembali 1 (satu) perusahaan;
3. Memindahkan perusahaan (Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1981).
4. Wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk (Kakandep Tenaga Kerja setempat) (Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1981).
5. Wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Kakandep Tenaga Kerja setempat) selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum:
1. Memindahkan perusahaan; 2. Menghentikan perusahaan;
3. Membubarkan perusahaan ( Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1981).
4. Wajib mengadakan dan memelihara daftar-daftar yang berhubungan dengan istirahat tahunan menurut contoh yang ditetapkan (daftar Anggota dan daftar B);
5. Pengusaha wajib :
1. Menjaga jangan terjadi pemutusan hubungan kerja;
2. Merundingkan maksud pemutusan hubungan kerja dengan organisasi buruh/buruh yang bersangkutan;
3. Pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan buruh setelah memperoleh izin P4D/P4P;
4. Memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh P4D/P4P di dalam izin; 5. Memenuhi kewajiban selama izin belum diberikan dan dalam hal ada
permintaan banding belum ada keputusan;
6. Setiap permohonan izin akan menggunakan tenaga kerja warga negara asing pendatang, wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja (RPTK) yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.04/Men/1984).
7. Pengajuan permohonan RPTK wajib memperhatikan Keputusan Menteri Tenaga Kerja di sektor/subsektor yang bersangkutan sesuai dengan bidang usahanya (Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.04/Men/1984).
8. Memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam izin pengerahan (Pasal 2 ayat (2), Pasal 3 jo. Pasal 4 sub b dan d Peraturan Menteri Tenaga Kerja