• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Memberikan penjelasan dan deskripsi teoritis tentang tentang implementasi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), meliputi: pengertian, ciri-ciri, keunggulan dan kelemahan, langkah-langkah implementasi dan contoh desain pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).

- 6 -

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah diperoleh gambaran tentang efektivitas pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) sebagai salah satu model alternatif dalam pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains) di samping model-model pembelaran lainnya. Dengan bervariasinya model pembelajaran yang diimplementasikan oleh sekolah maka diharapkan dinamika pembelajaran siswa lebih terasa dan dapat tumbuh budaya belajar di sekolah. Sekolah diharapkan dapat memperkaya model-model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berpusat siswa (student centered learning) dan pendekatan sains (science approach) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan yang unggul.

b. Bagi guru diperoleh pemahaman yang mendalam tentang keunggulan implementasi pembelajaran berbasis masalah ada mata pelajaran rumpun MIPA (sains) sehingga guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.

c. Bagi siswa calon pengawas diperoleh gambaran nyata tentang implementasi pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran rumpun MIPA (sains), baik secara teoritis maupun fakta empiris di lapangan sebagai contoh sehingga mempunyai pemahaman yang benar tentang model-model pembelajaran siswa aktif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan.

- 7 -

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based learning)

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanada pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana siswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran secara umum.

Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan PBM sebagai “The

learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is

encountered first in the learning process.” Sementara Cunningham et.al.(2000, Chasman er.al., 2003) mendefiniskan PBM sebagai

“…Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching

strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real-world problems".

- 8 -

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antarpeserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).

- 9 -

Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

- 10 -

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu (2005) menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu :

a. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

b. Authentic problems form the organizing focus for learning Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

c. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

d. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

e. Teachers act as facilitators.

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.

- 11 -

3. Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Berbasis Masalah Ada beberapa teori belajar yang melandasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) sebagai berikut : (Rusman, 2010)

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Dari segi pedagogis, Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) didasarkan pada teori konstruktivisme dengan ciri :

1) Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar.

2) Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar. 3) Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi

sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

b. Teori Belajar dari Piaget

Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka mengenai lingkungan yang mereka hayati. Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Sementara itu, pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.

c. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel

Suparno dalam Rusman (2010) mengatakan bahwa Ausubel membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna

- 12 -

merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Kaitannya dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

d. Teori Belajar Vigotsky

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian kemudian membangun pengertian baru. Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitannya dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interkasi sosial dengan teman lain.

e. Teori Belajar dari Albert Bandura

Model Pembelajaran Berbasis Masalah juga berlandaskan pada social leraning theory Albert Bandura, yang fokus pada pembelajaran dalam konteks sosial (social context). Teori ini menyatakan bahwa seorang belajar dari orang lain, termasuk konsep dari belajar observasional, imination dan modeling. Prinsip umum dari social learning theory selengkapnya dinyatakan oleh Armrod (1999) sebagai berikut:

- 13 -

General principles of social learning theory follows:

1) People can learn by observing the behavior is of others and the autcomes of those behaviors.

2) Learning can occur without a change in behavior. Behaciorists say that learning has to be represented by a permanent change in behavior, in contrast social learning theorists say that because people can learn thourg observation alone, their learning may not necessarily be shown in their performance. Learning may or may not result in a behavior change.

3) Cognition plays a role in learning. Over the last 30 years social learning theory has become increasingly cognitive in its interpretation of human learning. Awareness and expectation of future reinforcements or punishments can have a major effect on the behaviors that people exhibit. 4) Social learning theory can be considered a bridge or a

transition between behaviorist learning theories and cognitive learning theories.

f. Teori Belajar Jerome S. Bruner

Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar dalam Rusman, 2010).

Bruner juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

- 14 -

Kaitan intelektual antara pembelajaran penemuan dan belajar berbasis masalah sangat jelas. Pada kedua model ini, guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menentukan atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pada belajar berbasis masalah atau penemuan, guru mengajukan pertanyaan atau masalah kepada siswa dan memperbolehkan siswa untuk menemukan ide dan teori mereka sendiri.

B. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam pelaksanaannya, PBM tentunya memiliki kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari PBM. 1. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata

b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar

c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi

d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan

baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri

g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui

- 15 -

2. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

c. PBM kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk siswa perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.

d. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.

e. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik.

f. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

C. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based learning)

Menurut Fibrayir (2012), berbgai pengembang pembelajaran berbasis masalah telah menunjukkkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.

1. Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban

- 16 -

sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

b. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.

c. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

e. Bermanfaat. Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

- 17 -

3. Penyelidikan autentik

Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.

Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir. Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Tahapan Kegiatan Guru

Tahap 1:

Orientasi siswa kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada pemecahan masalah yang dipilihnya.

Tahap 2:

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

- 18 -

Tahapan Kegiatan Guru Tahap 3:

Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya Tahap 4:

Mengembagkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

Tahap 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

a. Langkah-Langkah PBM

Pelaksanaan PBM memiliki ciri tersendiri berkaitan dengan langkah pembelajarannya. Barret (2005) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan PBM sebagai berikut :

1) Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengalaman siswa)

2) Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan hal-hal berikut.

Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan Mendefinisikan masalah Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah

3) Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal atau melakukan observasi

- 19 -

4) Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam menyelesaikan masalah.

5) Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan

6) Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh siswa serta bagaiman peran masing-masing siswa dalam kelompok.

7) Sementara itu Yongwu Miao et.al. membut model Protokol PBM yang disajikan dalam ilustrasi berikut.

Gambar 1. Model Protokol PBL

Pada dasarnya, langkah-langkah menurut Barret (2005) dan Miao et.al. (2000) ini memiliki kesamaan. Peran guru sebagai fasilitator sangat penting karena berpengaruh kepada proses belajar siswa. Walaupun siswa lebih banyak belajar sendiri tetapi guru juga memiliki peranan yang sangat penting. Peran

- 20 -

guru sebagai tutor adalah memantau aktivitas siswa, memfasilitasi proses belajar dan menstimulasi siswa dengan pertanyaan. Guru harus mengetahui dengan baik tahapan kerja siswa baika aktivitas fisik ataupun tahapan berpikir siswa. Barret (2005) menyebutkan beberapa hal yang harus dikuasai atau dilakukan oleh tutor agar kegiatan PBM dalap berjalan dengan baik, yaitu :

1) Harus berpenampilan meyakinkan dan antusias 2) Tidak memberikan penjelasan saat siswa bekerja 3) Diam saat siswa bekerja

4) Menyarankan siswa untuk berbicara dengan siswa lain bukan dengan dirinya

5) Meyakinkan siswa untuk menyepakati terlebih dahulu tentang pemahaman terhadap permasalahan secara kelompok sebelum siswa bekerja individual

6) Memberikan saran pada siswa tentang sumber informasi yang dapat diakses berkaitan dengan permasalahan

7) Selalu mengingat hasil pembelajaran yang ingin dicapai 8) Mengkondisikan lingkungan atau suasana belajar yang baik

untuk kegiatan kelompok Menjadi diri sendiri atau tampil sesuai dengan gaya sendiri sehingga tidak menampilkan sikap di luar kebiasaan dirinya.

b. Penilaian Pada PBM

Penilaian dalam PBM tentunya tidak hanya kepada hasilnya saja tetapi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. National Research Council (NRC) (dalam Waters and McCracken, -) memberikan tiga prinsip berkaitan penilaian dalam PBM, yaitu yang berkaitan dengan konten, proses pembelajaran, dan kesamaan. Lebih jelasnaya sebagai berikut. Konten : penilaian harus merefleksikan apa yang sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh siswa.

- 21 -

Proses pembelajaran : penilaian harus sesuai dan diarahkan pada proses pembelajaran

Kesamaan : penilaian harus menggambarkan kesamaan kesempatan siswa untuk belajar.

Oleh karena itu, menurut Waters and McCracken penilaian yang dilakukan harus dapat :

1) Menyajikan situasi secara otentik 2) Menyajikan data secara berulang-ulang

3) Memberikan peluang pada siswa untuk dapat mengevaluasi dan merefleksi pemahaman dan kemampuannya sendiri 4) Menyajikan laporan perkembangan kegiatan siswa.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian dalam PBM tidak hanya kepada hasil aakhir tetapi juga yang tidak kalah pentingnya adalah penilaian proses. Penilaian ini bisa didasarkan pada jenis penilaian otentik (autentic assessment) dimana penilaian difokuskan terhap proses belajar. Oleh karena itu, peran guru dalam proses PBM tidak pasif tetapi harus aktif dalam memantau kegiatan siswa serta mengontrol agar proses pembelajaran berjalan dengan baik. Sementar itu, untuk mengetahui sejauhmana hasil belajar yang telah diperoleh siswa, guru pun perlu untuk mengadakan tes secara individual.

Dokumen terkait