• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.4. Manfaat

1. Menambah informasi mengenai pemanfaatan limbah kulit pisang dan menambah nilai ekonomis pisang.

2. Sebagai bahan acuan mengenai pembuatan tepung kulit pisang.

3. Menerapkan produksi bersih (zero waste) dalam mengurangi limbah di limgkungan.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang

Pisang (Musa paradisiaca) adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) (Irma et al. 2010). Tanaman buah ini kemudian menyebar luas ke kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi daerah tropik dan subtropik dimulai dari Asia Tenggara ke timur Lautan Teduh sampai ke Hawaii, dan menyebar ke barat melalui Samudra Atlantik, Kepulauan Kanari, sampai Benua Amerika (Suyanti &

Supriyadi 2008).

Gambar 2.1. Buah pisang kepok

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang sudah sangat populer di Indonesia. Namun, budidaya pisang belum dilakukan secara efisien karena belum diusahakan secara perkebunan yang menguntungkan. Menurut Winarti,

2010 Kebanyakan pisang ditanam oleh rakyat sebagai bahan selingan atau sebagian saja di lahan-lahan pekarangan. Kata pisang berasal dari bahasa Arab yaitu maus. Linneus kemudian memasukkan pisang (maus-bahasa Arab) ke dalam keluarga Musaceae, sekaligus sebagai penghormatan kepada Antonius Musa, seorang dokter pribadi Kaisar Romawi, Octaviani Agustinus. Antonius Musa yang menganjurkan untuk makan buah pisang. Sebab itu, nama ilmiah pisang dalam bahasa latin disebut Musa paradisiaca.

5

2.2. Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tanaman pisang kepok menurut Tjitrosoepomo (1991), adalah sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Classis : Monocotyledoneae Ordo : Musales

Familia : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

Gambar 2.2. Pohon pisang

Morfologi tanaman pisang meurut Suyanti & Supriyadi 2008 adalah sebagai berikut :

a) Daun

Helaian daun pisang terbentuk lanset memanjang yang letaknya tersebar dengan bagian bawah daun tampak berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm.

b) Batang

Batang pisang sebenarnya terletak di dalam tanah, yakni berupa umbi batang.

Di bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang(jantung), sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah dan sering dianggap sebagai batang merupakan batang semu.

Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri tegak layaknya

6

batang tanaman , oleh karena itu, batang semu kerap dinggap sebagai batang tanaman pisang yang sesungguhnya. Tinggi batang semu ini berkisar 3,5-7,5 meter, tergantung dari jenisnya.

c) Bunga

Bunga pisang disebut juga jantung pisang karena bentuknya menyerupai jantung. Bunga pisang tergolong berkelamin satu, yakni berumah satu dalam satu tandan. Daun penumpu bunga biasanya berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung yang berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok berukuran panjang 10-25 cm. Bunga tersebut tersusun dalam dua baris melintang, yakni bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada). Lima daun tenda unga melekat sampai tinggi dengan panjang 6-7 cm. Benang dari yang berjumlah 5 buah pada bunga betina terbentuk tidak sempurna. Pada bunga betina terdapat bakal buah yang berbentuk persegi, sedangkan pada bunga jantan tidak terdapat bakal buah.

d) Akar

Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang yang berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di bagian bawah tanah.

Akar ini akan tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-150 cm, s edangkan akar yang berada di bagian samping umbi batang tumbuh ke samping dan mendatar. Dalam perkembangannya, akar samping bisa mencapai ukuran 4-5 m.

e) Buah

Biasanya setelah bunga keluarakan terbentuk satu kesatuan bakal buah yang disebut sebagai sisir. Sisir pertama yang terbentuk akan terus memanjang membentuk sisir kedua, ketiga, dan seterusnya. Pada kondisi ini, sebaiknya jantung pisang dipotong karena sudah tidak bisa menghasilkan sisir lagi (Suyanti & Supriyadi 2008). Khusus pisang raja, pada waktu matang warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning merata, dengan warna daging buah kuning kemerahan, tanpa biji, kulit agak tebal sehingga bagian yang dapat dimakan dari pisang raja hanya 70-75%. Setiap tandan memiliki berat berkisar 4-22 kg, jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah 10-16 buah

7

setiap sisir, dengan berat per buah pisang ini 92 g.Sebuah pisang memiliki panjang 12-18 cm dan diameter 3,2 cm.

2.3. Jenis-Jenis Pisang Kepok

Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi kuning.

Pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang kepok putih dan pisang kepok kuning. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis pisangnya, yaitu putih dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih enak, sehingga lebih disukai masyarakat (Prabawati dkk, 2008). Menurut Suhartono (2011), menyebutkan bahwa pisang kepok (Musa acuminate L.) merupakan produk yang cukup baik dalam pengembangan sumber pangan lokal karena pisang tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia, kulit buah kuning kemerahan dengan bintik- bintik coklat. Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang kepok (Musa acuminate L.):

a) Pisang kapok putih

Bentuknya lebih kecil dan kulitnya tipis, isinya empuk namun rasanya kurang enak dan biasanya digunakan unuk makanan burung. Pisang yang paling lazim dikonsumsi burung kicauan adalah kepok putih. Selain itu kulit pisang kepok putih cukup kuat, sementara daging buahnya tidak cepat busuk dan aromanya sangat harum. Di kios-kios penjual pakan burung, pisang kepok putih sangat dominan. Sebab kepok putih justru tidak lazim dikonsumsi manusia sebagai buah meja (pisang segar), pisang rebus maupun pisang goreng.

b) Pisang kapok kuning

Bentuknya lebih besar dengan kulit lebih tebal, isi lebih padat dan rasanya lebih enak sehingga harganya juga lebih mahal dari Kepok Putih. Biasanya banyak diolah sebagai Pisang Goreng. Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng.

Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80- 120 g. Kulit buahnya sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda coklat.

8

2.4. Kandungan Gizi

Semua jenis buah pisang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda.

Namun rata-rata dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein 1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5 g. Buah pisang juga kaya akan potassium, sebanyak 400 mg/100 g. Potassium merupakan bahan makanan untuk diet karena mengandung nilai kolestrol, lemak dan garam yang rendah. Pisang kaya akan vitamin C, B6, vitamin A, thiamin, ribaflavin, dan niacin. Energi yang terkandung dalam setiap 100 g daging buah pisang sebesar 275 kJ –

465 kJ (Ashari, 2006). Adapun kandungan gizi pisang berdasarkan tingkat kematangan buah dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. kandungan gizi pisang berdasarkan tingkat kematangan buah Analisis Kimia Perlakuan pengolahan buah pisang dimana belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, biasanya limbah kulit pisang hanya digunakan sebagai pakan ternak. Di sebagian daerah kulit pisang dibuang begitu saja, karena dianggap sebagai sampah dan limbah yang tak bermanfaat. Padahal jika ditelisik, kulit pisang yang dibuang berjumlah sangat banyak. Dengan demikian, sangat disayangkan jika jumlah kulit pisang yang banyak ini hanya dibuang dan tak digunakan kembali. Padahal Kulit pisang ternyata memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi

Saat ini memang pemanfaatan kulit pisang secara nyata masih sedikit.

Hanya dijadikan limbah organik atau pakan ternak. Jumlah kulit pisang yang banyak ini sebenarnya akan menguntungkan jika dimanfaatkan dengan benar. Kandungan gizi pada kulit pisang tidak kalah banyaknya dari buah pisang. Kandungan gizi yang tedapat pada kulit pisang per 100 gram antara lain: Karbohidrat = 50 g, Lemak = 2,11 g, Protein = 0,32 g, Kalsium = 715 mg, Fosfor

9

= 117 mg, Zat besi = 1,60 mg, Vitamin B = 0,12 mg, Vitamin C = 17,50 mg, Air

= 68,90 g.

Kulit pisang sangat bermanfaat bagi kecantikan karena kulit pisang mengandung vitamin B, vitamin C, vitamin B6, magnesium, zat besi, fosfor, dan kalium yang berfungsi untuk menghilangkan jerawat. Kandungan antioksidan dan antijamur yang terdapat pada kulit pisang juga dapat menghilangkan minyak berlebih serta dapat mengatasi iritasi dan perasaan gatal pada kulit yang berjerawat sehingga dapat mempercepat penyembuhan serta dapat menghilangkan bekas jerawat. Selain membersihkan wajah agar terhindar dari gangguan jerawat, kulit pisang juga dapat dimanfaatkan untuk kecantikan gigi. Kulit pisang terbukti mampu memutihkan gigi. Kandungan mangan, magnesium, dan potasium dalam kulit pisang yang memiliki peran dalam membantu gigi agar terlihat lebih putih.

Kandungan tersebut memutihkan lapisan email pada gigi.

Karakteristik kulit buah pisang dengan berbagai tingkat kematangan buah dimana pada buah pisang yang muda seluruh permukaan kulit buah berwarna hijau dan tekstur buah masih keras, untuk buah pisang tua memilki permukaan buah berwarna hijau dengan semburat atau sedikit warna kuning dan tekstur buah masih keras, sedangkan untuk buah pisang yang masak (matang) seluruh permukaan buah memilki warna kuning dengan sedikit bintik kecoklatan.

2.6. Tepung

Tepung merupakan gabungan dari lemak padat yang dingin dan air yang sangat dingin yang merupakan komponen-komponen dasar dari sebagian besar produk adonan (The Culinary Institute of America, 2011). Menurut Djoni Wibowo (2012), Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus bahkan sangat halus tergantung pada pemakaiannya. Tepung biasanya digunakan untuk bahan baku industri, keperluan penelitian, maupun dipakai 6 dalam kebutuhan rumah tangga, misalnya membuat kue dan roti. Tepung dibuat dari berbagai jenis bahan nabati, yaitu dari bangsa padi-padian, umbi-umbian, akar- akaran, atau sayuran yang memiliki zat tepung atau pati atau kanji . Adapun SNI tepung adalah sebagai berikut :

10

Tabel 2.2 Standar Mutu Tepung

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

Sumber : Badan Standar Nasional, SNI 3751: 2009

11

2.7. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Manfaat pengeringan pada suatu bahan adalah bahan menjadi lebih tahan lama untuk disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi, 1989).

Menurut Kusmawati, dkk, 2000 Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam bahan hasil pertanian, dengan jalan menguapkan/menyublimasikan air tersebut sebagian atau seluruhnya. Dengan terjadinya proses pengeringan walaupun secara fisik maupun kimia masih terdapat molekul-molekul air yang terikat, maka air ini tidak dapat digunakan untuk keperluan mikroorganisme. Selain itu enzim tidak aktif secara maksimal karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai media.

Proses pengeringan terbagi tiga kategori yaitu:

a) Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.

b) Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air tejadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

c) Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan beku. Struktur bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi ini (Earle, 1969).

12

BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Juni hingga Juli 2020 di Workshop Program Studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan Laboratorium Kimia dan Nutrisi Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian a) Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini pisau, timbangan, kompor, oven, alat penggiling, ayakan, plastik c-tik, cawan/krus, desikator, penjepit krus, tanur, oven listrik, timbangan analitik, lampu spritus, kawat kasa, alat reflux, hot plate, buret, klem dan statif, erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, pipet volume, bola hisap, pipet tetes, labu ukur, corong gelas.

b) Bahan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial, dimana faktorial pertama yaitu menggunakan kulit buah pisang dengan berbagai tingkat kematangan buah dan faktorial kedua menggunakan suhu 60°C dan suhu 70°C.

3.4 Prosedur Kerja

Pembuatan tepung kulit pisang mengacu pada prosedur modifikasi oleh, Maulana CI (2020) dengan modifikasi

a) Pisang dikupas dan dipisahkan antara kulit dan isinya.

b) Buah pisang dicuci hingga bersih.

13

c) Kulit buah pisang direbus selama 5 menit.

d) Kulit pisang kepok direndam dengan larutan Natrium Tiosulfat secukupnya selama lebih kurang 10 menit

.

e) Kulit pisang ditiriskan hingga kering.

f) Kulit pisang dipotong dengan ukuran yang kecil dan seragam.

g) Hasil potongan limbah kulit buah pisang kemudian di taruh diatas talang.

h) Limbah dimasukan ke oven dan dikeringkan.

i) Kulit pisang yang telah kering dihancurkan dengan menggunakan mesin penepung.

j) Hasil dari tepung kulit pisang kemudian diayak menggunakan ayakan dengan mesh 80.

k) Tepung yang telah jadi kemudain dimasukan kedalam plastik dan diberikan kode dan kemudian untuk selanjutnya dilakukan pengujian.

14

Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Pisang

Pisang

Pengupasan

Pencucian

Perebusan selama 5 menit dengan suhu 100°C Natrium

Tiosulfat 0,5%

Perendaman selama 10 menit

Pemotongan

Pengovenan 8 jam

Penepungan

Pengayakan 80 mesh

Tepung kulit pisang

Parameter Uji : Kadar Air Kadar Abu Karbohidrat

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan tepung kulit pisang

15

3.5 Analisis Data

Adapun keterangan kode sampel pada penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

A1B1 ( Kulit pisang masak dengan suhu 70°C ) A1B2 ( Kulit pisang masak dengan suhu 60°C ) A2B1 ( Kulit pisang tua dengan suhu 70°C ) A2B2 ( Kulit pisang tua dengan suhu 60°C ) A3B1 ( Kulit pisang muda dengan suhu 70°C ) A3B2 ( Kulit pisang muda dengan suhu 60°C )

3.6 Parameter Pengujian a) Kadar air

Sampel sebanyak 3-5 g ditimbang dan dimasukan kedalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (AOAC,1995).

Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

W = Bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W1 = Bobot sampel dan cawan kering (g) W2 = Bobot cawan kosong (g)

16

b) Kadar abu

Proses pengabuan menggunakan prinsip pengabuan langsung, yaitu sampel dioksidasi menggunakan suhu tinggi sehingga zat yang tertinggal setelah pembakaran ditimbang (Mohammad, 2004). Proses pengabuan dilakukan menggunakan alat furnace dengan dua tahapan yaitu pemanasan pada suhu 300°C.

Selanjutnya pemanasan pada suhu bertahap hingga 600°C selama 3 jam. Hal ini dilakukan agar cawan porselen tidak pecah karena perubahan suhu yang tiba- tiba.

Sampel diangkat dan didiamkan selama 30 menit.

c) Kadar karbohidrat

Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g , Lalu larutkan dalam labu ukur 250 ml.

Pipet 25 ml larutan sampel masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, Tambahkan 3 butir batu didih, Tambahkan 25 m pereaksi Luff Schoorl, Panaskan dengan api sedang selama 10-15 menit dengan sistem refluks, Lalu dinginkan (pada saat mendinginkan jangan tutup erlenmeyer/labu dengan penutup asahnya), Tambahkan 25 ml H₂SO₄ 4N dan 1g KI, Titrasi dengan Na₂S₂O₃ standar +0,1N dengan menggunakan 1 ml indikator amylum, Lakukan blanko terhadap pereaksi Luff Schoorl, Hitung % gula pereduksi. Lanjut ke metode Inversi sampel timbang 1-2 g sampel, Lalu tambahkan 50 ml air dan 10 ml HCl 25%, Kemudian panaskan di atas penangas air (70˚C) selama 1 jam, Dinginkan dan netralkan dengan NaOH 20% terhadap 2-3 tetes indikator PP (Phenol petalin), Encerkan larutan hasil lakukan blanko terhdap pereaksi Luff Schoorl, Hitung % gula pereduksi total dan

% gula non pereduksi.

d) Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia, yaitu mata, hidung,mulut dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subyektif karena didasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur

17

(Soekarto, 1990). Rahayu (1998), menjelaskan bahwa untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat sifat sensorik atau komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat.

Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan berdasarkan kesan subyektif dan orang yang menjadi panel disebut panelis.

Untuk keterangan score uji hedonik pada sampel kulit pisang dapat dilihat sebagai berikut:

1 ( sangat tidak suka ) 2 ( tidak suka ) 3 ( agak suka ) 4 ( suka ) 5 ( sangat suka )

Dokumen terkait