• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARATERISTIK TEPUNG KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN BERBAGAI TINGKAT KEMATANGAN BUAH DAN SUHU PENGERINGAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARATERISTIK TEPUNG KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN BERBAGAI TINGKAT KEMATANGAN BUAH DAN SUHU PENGERINGAN SKRIPSI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KARATERISTIK TEPUNG KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN BERBAGAI TINGKAT KEMATANGAN BUAH

DAN SUHU PENGERINGAN

SKRIPSI

Oleh :

SYAFRILLAH SALIM 1622060366

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI D-4

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2020

(2)
(3)

(………..……….) (……..……….) (………..……….) (……..……….)

Mengetahui, Ketua Program S

Ir.Sitti Nurmia

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Karakteristik Tepung Kulit Pisang (Musa paradisiaca) Dengan Berbagai Tingkat Kematangan Buah Dan Suhu Pengeringan.

Nama : Syafrillah Salim Nim : 1622060366 Program Studi : Agroindustri

Jurusan : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Menyetujui, Tim Penguji :

1. Dr. Ir. Muhammad Fitri, M.P

2. A. Ita Juwita, S.Si., M.Si

3. Dr. Ir. Sitti Nurmiah, M.Si

4. Arnida Mustafa, S.T.P., M.Si

tudi

Dr. h, M.Si NIP. 196701052001122001

iii

(4)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep 27 Agustus 2020 Yang Menyatakan

Syafrillah Salim

iv

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya lah kita masih diberi kesehatan dan kesempatan, sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi “Karakteristik Tepung Kulit Pisang (Musa paradisiaca) dengan Berbagai Tingkat Kematangan Buah dan Suhu Pengeringan”

serta penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap keluarga saya, Bapak Mursalim Zuni (Alm) dan Ibu Munarni dan saudara-saudari saya yang tersayang atas segala bantuan moril maupun material serta doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Secara khusus penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Darmawan, MP., selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Bapak Dr. Andi Ridwan Makkulawu,ST.,M.Si, Selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Ibu Dr. Ir. Sitti Nurmiah, M.Si, Selaku Ketua Program Studi Agroindustri 4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Fitri, M.P sebagai pembimbing I Seminar Hasil

Penelitian

5. Ibu A. Ita Juwita, S.Si., M.Si, sebagai pembimbing II Seminar Hasil Penelitian

6. Seluruh Dosen beserta Staf Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

7. Seluruh teman-teman seperjuangan Mahasiswa Program Studi Agroindustri secara khusus Chalodo Squad yang selalu memberikan masukan, bantuan, motivasi, dukungan dan doa, sehingga penulis dapat menyelesaiakan Skripsi dengan baik.

Tanpa adanya bantuan dari orang-orang tersebut saya tidak dapat menyelesaiakan laporan skripsi dengan baik.

v

(6)

Akhir kata, Penulis mengharapkan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan selanjutnya. Dan Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan semata – mata dengannya dari Tuhan Yang Maha Esa.

Pangkep 27 Agustus 2020

Syafrillah Salim

vi

(7)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 1

1.3.Tujuan ... 3

1.4.Manfaat ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang ... 4

2.2 Klasifikasi dan Morfologi ... 5

2.3 Jenis-Jenis Pisang Kepok ... 7

2.4 Kandungan Gizi... 8

2.5 Kulit Pisang ... 8

2.6 Tepung... 9

2.7 Pengeringan ... 11

vii

(8)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2. Alat dan Bahan... 12

3.3. Metode Penelitian ... 12

3.4. Prosedur Kerja ... 12

3.5. Analisis Data ... 15

3.6 Parameter Pengujian ... 15

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Kadar Air ... 18

4.2 Pengujian Kadar Abu ... 19

4.3 Pengujian Karbohidrat ... 20

4.4 Pengujian Organoleptik ... 22

BAB 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 27

2.2. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 30

RIWAYAT HIDUP ... 37

viii

(9)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 2.1 Kandungan Gizi Pisang Berdasarkan Tingkat Kematangan 8 Tabel 2.2 Standar Nasional Indonesia Tepung ... 10 Tabel 3.1 Data Sampel Penelitian ... 15

ix

(10)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Buah Pisang... 4

Gambar 2.2 Pohon Pisang ... 5

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Pisang ... 14

Gambar 4.1 Hasil Analisa Kandungan Kadar Air... 18

Gambar 4.2 Hasil Analisa Kandungan Kadar Abu ... 19

Gambar 4.3 Hasil Analisa Kandungan Karbohidrat ... 21

Gambar 4.4 Diagram Rata Rata Tingkat Kesukaan Warna ... 22

Gambar 4.5 Diagram Rata Rata Tingkat Kesukaan Aroma ... 23

Gambar 4.6 Diagram Rata Rata Tingkat Kesukaan Tekstur... 25

x

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Lampiran 1. Foto Hasil Pengujian Kadar Air, Kadar Abu, Dan Kadar

Karbohidrat ... 32

Lampiran 2. Foto Pembuatan Tepung Kulit Pisang ... 33

Lampiran 3. Foto Kegiatan Pengujian Organoleptik ... 35

Lampiran 4. Quisioner Tabel Uji Hedonik ... 36

Lampiran 5. Hasil Data Pengujian SPSS ... 37

Lampiran 6. Riwayat Hidup Mahasiswa ... 39

xi

(12)

ABSTRAK

Syafrillah Salim.1622060366. Karateristik Tepung Kulit Pisang (Musa paradisiaca) Dengan Berbagai Tingkat Kematangan Buah dan Suhu Pengeringan.

Dibimbing oleh Muhammad Fitri dan A. Ita Juwita.

Kulit pisang merupakan limbah dari hasil dari pengolahan buah pisang dimana masyarakat belum banyak yang memanfaatkannya sedangkan didalam kulit buah pisang memiliki kandungan pati yang cukup tinggi. Kandungan pati tersebut dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi tepung kulit pisang sebagai bahan pengganti tepung terigu. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah menentukan formula terbaik tepung kulit pisang kepok, menganalisis kandungan kadar air, kadar abu dan karbohidrat yang dikandung tepung kulit pisang, mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap karateristik tepung kulit pisang.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktorial, dimana faktorial pertama yaitu menggunakan kulit buah pisang dengan berbagai tingkat kematangan buah dan faktorial kedua menggunakan suhu 60°C dan suhu 70°C.

Dari penelitian ini diperoleh hasil terbaik pada sampel A3B2 yang menggunakan kulit pisang muda dengan penggunaan suhu 60°C. Berdasarkan analisis proksimat mutu tepung kulit pisang pada pengujian kadar air, kadar abu, dan kadar karbohidrat diperoleh nilai masing-masing 8,09%; 2,24%; dan 12,67%.

Berdasarkan uji organoleptik tingkat penerimaam panelis terhadap tepung kulit pisang dari segi warna, aroma dan tekstur memiliki nilai masing 4,33; 3,76; 4,16 dengan kategori suka.

.

Kata kunci : kulit pisang, tingkat kematangan, suhu pengeringan

xii

(13)

ABSTRACT

Syafrillah Salim. 1622060366. The characteristics of banana skin flour (Musa paradisiaca) with various levels of fruit maturity and drying temperature. Guided by Muhammad Fitri and A. Ita Juwita .

Banana peel is a waste resulting from the processing of banana fruit where not many people use it, while the banana peel has a high starch content. The starch content can be used and processed into banana peel flour as a substitute for wheat flour. The objectives of this study were to determine the best formula for Kepok banana peel flour, to analyze the moisture content, ash and carbohydrate content of banana peel flour, to determine the level of preference for the panelists to the characteristics of banana peel flour.

The research method used in this research is using a completely randomized design (CRD) with two factorials, where the first factorial uses banana peels with various levels of fruit maturity and the second factorial uses a temperature of 60 ° C and a temperature of 70 ° C.

From this study, the best results were obtained on A3B2 samples using young banana peels with a temperature of 60 ° C. Based on the proximate analysis of the quality of banana peel flour on testing the moisture content, ash content, and carbohydrate content, the respective values were 8.09%; 2.24%; and 12.67%.

Based on the organoleptic test, the panelists' acceptance rate of banana peel flour in terms of color, aroma and texture had each value of 4.33; 3.76; 4.16.

Key words: banana peel, maturity level, drying temperature

xiii

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil pisang terbesar di Asia, Berdasarkan Data Statistik Tanaman Buah buahan dan Sayuran Tahunan (2017).

Menurut Suyanti dan Supriyadi, (2008), produksi pisang di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 7,16 juta ton sehingga pisang ditetapkan sebagai komoditas buah unggulan nasional. Luas panen dan produksi pisang masih menempati posisi pertama. Pada tahun 2012 produksinya mencapai 6.189.052 ton dengan luas panen 103.157 ha (faostat, 2016). Produksi tersebut sebagian besar untuk konsumsi segar, selebihnya dimanfaatkan sebagai bahan baku industri olahan pisang seperti keripik, sale, dan tepung pisang. Dari produksi buah pisang yang dihasilkan, sebagian besar (lebih dari 90%) adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Menurut Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Permasalahan limbah yang tak kunjung terselesaikan mendorong Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Lingkungan Hidup untuk mengelola limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat atau mempunyai nilai ekonomi dengan mengedepankan pola pemanfaatan salah satu gerakan yang populer dalam pengelolaan limbah yaitu, gerakan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Kulit pisang merupakan salah satu limbah agroindustri yang tersedia dalam jumlah melimpah dan harga yang sangat murah. Menurut Li (et al)., (2001) Limbah kulit pisang menyumbang sekitar 30% dari berat buah mentah utuh. Kulit pisang kaya akan karbohidrat, selulosa, vitamin, protein dan berbagai mineral. Saat ini limbah kulit pisang dibuang di daerah terbuka, dan berpotensi menyebabkan munculnya masalah lingkungan. Jumlah dari kulit buah pisang cukup banyak, yaitu kira – kira sekitar 1/3 bagian dari buah pisang yang belum dikupas tentu ini merupakan jumlah yang cukup banyak.Selama ini pemanfaatannya kurang maksimal atau lebih sering dibuang hanya sebagai sampah (Besse, 2002). Pada umumnya, masyarakat biasanya mengolah menjadi berbagai macam bahan pangan seperti pisang goreng, kue, keripik dan lain-lain, pengolahan buah pisang menjadi bahan pangan menggunakan isi dari buah pisang

(15)

2

dan kulit dari buah pisang dibuang begitu saja. Hasil dari pengolahan pisang tersebut menghasilkan hasil samping dari pisang yang cukup banyak padahal kulit pisang (Musa paradisiaca) memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

Secara umum gizi yang terkandung dalam kulit pisang sangatlah banyak seperti air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan sebagainya.

Kandungan tersebut apabila diperinci berdasarkan hasil analisis kimia yaitu air 69,8%, karbohidrat 18,5%, lemak 2,11%, protein 0,32%, vitamin C 17,5 mg/100g, kalsium 715 mg/100g, dan fosfor 117 mg/100g. berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan sebuah upaya untuk dapat menangani masalah limbah kulit pisang agar dapat dimanfaatkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menangani hal tersebut adalah dengan mengolah limbah kulit pisang pisang kepok menjadi sesuatu hal yang berguna seperti tepung, bubuk, keripik, dll. Dengan memanfaatkan kulit pisang selain dapat mengurangi limbah akan dapat meningkatkan nilai ekonominya dan akan melengkapi penganekaragaman bahan pangan serta mengembangkan penggunaan bahan pangan lokal untuk memasuki pasaran global sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya industri rumah tangga.

Dengan demikian berarti sudah tidak ada lagi bagian tanaman pisang yang tidak dimanfaatkan, dengan memanfaatkan semua bagian tanaman pisang berarti semakin banyak alternatif pilihan bahan makanan untuk dikonsumsi (Munadjim, 1988).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian dan pengujian dilakukan terhadap karateristik dan daya suka konsumen terhadap tepung kulit pisang dengan berbagai macam tingkat kematangan buah dan suhu pengeringan yang berbeda

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut 1. Bagaimana formula terbaik tepung kulit pisang kepok ?

2. Bagaimana kandungan kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat pada tepung kulit pisang ?

(16)

3

3. Bagaimana tingkat penerimaan panelis terhadap karateristik tepung kulit pisang ?

1.3 Tujuan Penilitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menentukan formula terbaik tepung kulit pisang kepok.

2. Menganalisis kandungan kadar air, kadar abu dan karbohidrat yang dikandung tepung kulit pisang.

3. Menganalisis tingkat kesukaan panelis terhadap karateristik tepung kulit pisang.

1.4 Manfaat Penilitian

1. Menambah informasi mengenai pemanfaatan limbah kulit pisang dan menambah nilai ekonomis pisang.

2. Sebagai bahan acuan mengenai pembuatan tepung kulit pisang.

3. Menerapkan produksi bersih (zero waste) dalam mengurangi limbah di limgkungan.

(17)

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang

Pisang (Musa paradisiaca) adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) (Irma et al. 2010). Tanaman buah ini kemudian menyebar luas ke kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni meliputi daerah tropik dan subtropik dimulai dari Asia Tenggara ke timur Lautan Teduh sampai ke Hawaii, dan menyebar ke barat melalui Samudra Atlantik, Kepulauan Kanari, sampai Benua Amerika (Suyanti &

Supriyadi 2008).

Gambar 2.1. Buah pisang kepok

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman yang sudah sangat populer di Indonesia. Namun, budidaya pisang belum dilakukan secara efisien karena belum diusahakan secara perkebunan yang menguntungkan. Menurut Winarti,

2010 Kebanyakan pisang ditanam oleh rakyat sebagai bahan selingan atau sebagian saja di lahan-lahan pekarangan. Kata pisang berasal dari bahasa Arab yaitu maus. Linneus kemudian memasukkan pisang (maus-bahasa Arab) ke dalam keluarga Musaceae, sekaligus sebagai penghormatan kepada Antonius Musa, seorang dokter pribadi Kaisar Romawi, Octaviani Agustinus. Antonius Musa yang menganjurkan untuk makan buah pisang. Sebab itu, nama ilmiah pisang dalam bahasa latin disebut Musa paradisiaca.

(18)

5

2.2. Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tanaman pisang kepok menurut Tjitrosoepomo (1991), adalah sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Classis : Monocotyledoneae Ordo : Musales

Familia : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

Gambar 2.2. Pohon pisang

Morfologi tanaman pisang meurut Suyanti & Supriyadi 2008 adalah sebagai berikut :

a) Daun

Helaian daun pisang terbentuk lanset memanjang yang letaknya tersebar dengan bagian bawah daun tampak berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm.

b) Batang

Batang pisang sebenarnya terletak di dalam tanah, yakni berupa umbi batang.

Di bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang(jantung), sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah dan sering dianggap sebagai batang merupakan batang semu.

Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri tegak layaknya

(19)

6

batang tanaman , oleh karena itu, batang semu kerap dinggap sebagai batang tanaman pisang yang sesungguhnya. Tinggi batang semu ini berkisar 3,5-7,5 meter, tergantung dari jenisnya.

c) Bunga

Bunga pisang disebut juga jantung pisang karena bentuknya menyerupai jantung. Bunga pisang tergolong berkelamin satu, yakni berumah satu dalam satu tandan. Daun penumpu bunga biasanya berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung yang berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok berukuran panjang 10-25 cm. Bunga tersebut tersusun dalam dua baris melintang, yakni bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada). Lima daun tenda unga melekat sampai tinggi dengan panjang 6-7 cm. Benang dari yang berjumlah 5 buah pada bunga betina terbentuk tidak sempurna. Pada bunga betina terdapat bakal buah yang berbentuk persegi, sedangkan pada bunga jantan tidak terdapat bakal buah.

d) Akar

Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang yang berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di bagian bawah tanah.

Akar ini akan tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-150 cm, s edangkan akar yang berada di bagian samping umbi batang tumbuh ke samping dan mendatar. Dalam perkembangannya, akar samping bisa mencapai ukuran 4-5 m.

e) Buah

Biasanya setelah bunga keluarakan terbentuk satu kesatuan bakal buah yang disebut sebagai sisir. Sisir pertama yang terbentuk akan terus memanjang membentuk sisir kedua, ketiga, dan seterusnya. Pada kondisi ini, sebaiknya jantung pisang dipotong karena sudah tidak bisa menghasilkan sisir lagi (Suyanti & Supriyadi 2008). Khusus pisang raja, pada waktu matang warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning merata, dengan warna daging buah kuning kemerahan, tanpa biji, kulit agak tebal sehingga bagian yang dapat dimakan dari pisang raja hanya 70-75%. Setiap tandan memiliki berat berkisar 4-22 kg, jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah 10-16 buah

(20)

7

setiap sisir, dengan berat per buah pisang ini 92 g.Sebuah pisang memiliki panjang 12-18 cm dan diameter 3,2 cm.

2.3. Jenis-Jenis Pisang Kepok

Pisang kepok merupakan salah satu buah pisang yang enak dimakan setelah setelah diolah terlebih dahulu. Pisang kepok memiliki buah yang sedikit pipih dan kulit yang tebal, jika sudah matang warna kulit buahnya akan menjadi kuning.

Pisang kepok memiliki banyak jenis, namun yang lebih dikenal adalah pisang kepok putih dan pisang kepok kuning. Warna buahnya sesuai dengan nama jenis pisangnya, yaitu putih dan kuning. Pisang kepok kuning memiliki rasa yang lebih enak, sehingga lebih disukai masyarakat (Prabawati dkk, 2008). Menurut Suhartono (2011), menyebutkan bahwa pisang kepok (Musa acuminate L.) merupakan produk yang cukup baik dalam pengembangan sumber pangan lokal karena pisang tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia, kulit buah kuning kemerahan dengan bintik- bintik coklat. Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang kepok (Musa acuminate L.):

a) Pisang kapok putih

Bentuknya lebih kecil dan kulitnya tipis, isinya empuk namun rasanya kurang enak dan biasanya digunakan unuk makanan burung. Pisang yang paling lazim dikonsumsi burung kicauan adalah kepok putih. Selain itu kulit pisang kepok putih cukup kuat, sementara daging buahnya tidak cepat busuk dan aromanya sangat harum. Di kios-kios penjual pakan burung, pisang kepok putih sangat dominan. Sebab kepok putih justru tidak lazim dikonsumsi manusia sebagai buah meja (pisang segar), pisang rebus maupun pisang goreng.

b) Pisang kapok kuning

Bentuknya lebih besar dengan kulit lebih tebal, isi lebih padat dan rasanya lebih enak sehingga harganya juga lebih mahal dari Kepok Putih. Biasanya banyak diolah sebagai Pisang Goreng. Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng.

Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80- 120 g. Kulit buahnya sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda coklat.

(21)

8

2.4. Kandungan Gizi

Semua jenis buah pisang memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda.

Namun rata-rata dalam setiap 100 g daging buah pisang mengandung air sebanyak 70 g, protein 1,2 g, lemak 0,3 g, pati 2,7 g, dan serat 0,5 g. Buah pisang juga kaya akan potassium, sebanyak 400 mg/100 g. Potassium merupakan bahan makanan untuk diet karena mengandung nilai kolestrol, lemak dan garam yang rendah. Pisang kaya akan vitamin C, B6, vitamin A, thiamin, ribaflavin, dan niacin. Energi yang terkandung dalam setiap 100 g daging buah pisang sebesar 275 kJ –

465 kJ (Ashari, 2006). Adapun kandungan gizi pisang berdasarkan tingkat kematangan buah dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. kandungan gizi pisang berdasarkan tingkat kematangan buah Analisis Kimia Perlakuan

Muda Tua Matang Masak

Kadar air (%) 2,42 4,74 8,17 9,64

Kadar abu (%) 1,36 2,08 3,46 3,34

Kadar pati (%) 51,05 53,12 21,31 15,49 Sumber: Harefa dan Pato, 2017

2.5. Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan salah satu limbah pertanian yang berasal dari pengolahan buah pisang dimana belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, biasanya limbah kulit pisang hanya digunakan sebagai pakan ternak. Di sebagian daerah kulit pisang dibuang begitu saja, karena dianggap sebagai sampah dan limbah yang tak bermanfaat. Padahal jika ditelisik, kulit pisang yang dibuang berjumlah sangat banyak. Dengan demikian, sangat disayangkan jika jumlah kulit pisang yang banyak ini hanya dibuang dan tak digunakan kembali. Padahal Kulit pisang ternyata memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi

Saat ini memang pemanfaatan kulit pisang secara nyata masih sedikit.

Hanya dijadikan limbah organik atau pakan ternak. Jumlah kulit pisang yang banyak ini sebenarnya akan menguntungkan jika dimanfaatkan dengan benar. Kandungan gizi pada kulit pisang tidak kalah banyaknya dari buah pisang. Kandungan gizi yang tedapat pada kulit pisang per 100 gram antara lain: Karbohidrat = 50 g, Lemak = 2,11 g, Protein = 0,32 g, Kalsium = 715 mg, Fosfor

(22)

9

= 117 mg, Zat besi = 1,60 mg, Vitamin B = 0,12 mg, Vitamin C = 17,50 mg, Air

= 68,90 g.

Kulit pisang sangat bermanfaat bagi kecantikan karena kulit pisang mengandung vitamin B, vitamin C, vitamin B6, magnesium, zat besi, fosfor, dan kalium yang berfungsi untuk menghilangkan jerawat. Kandungan antioksidan dan antijamur yang terdapat pada kulit pisang juga dapat menghilangkan minyak berlebih serta dapat mengatasi iritasi dan perasaan gatal pada kulit yang berjerawat sehingga dapat mempercepat penyembuhan serta dapat menghilangkan bekas jerawat. Selain membersihkan wajah agar terhindar dari gangguan jerawat, kulit pisang juga dapat dimanfaatkan untuk kecantikan gigi. Kulit pisang terbukti mampu memutihkan gigi. Kandungan mangan, magnesium, dan potasium dalam kulit pisang yang memiliki peran dalam membantu gigi agar terlihat lebih putih.

Kandungan tersebut memutihkan lapisan email pada gigi.

Karakteristik kulit buah pisang dengan berbagai tingkat kematangan buah dimana pada buah pisang yang muda seluruh permukaan kulit buah berwarna hijau dan tekstur buah masih keras, untuk buah pisang tua memilki permukaan buah berwarna hijau dengan semburat atau sedikit warna kuning dan tekstur buah masih keras, sedangkan untuk buah pisang yang masak (matang) seluruh permukaan buah memilki warna kuning dengan sedikit bintik kecoklatan.

2.6. Tepung

Tepung merupakan gabungan dari lemak padat yang dingin dan air yang sangat dingin yang merupakan komponen-komponen dasar dari sebagian besar produk adonan (The Culinary Institute of America, 2011). Menurut Djoni Wibowo (2012), Tepung merupakan partikel padat yang berbentuk butiran halus bahkan sangat halus tergantung pada pemakaiannya. Tepung biasanya digunakan untuk bahan baku industri, keperluan penelitian, maupun dipakai 6 dalam kebutuhan rumah tangga, misalnya membuat kue dan roti. Tepung dibuat dari berbagai jenis bahan nabati, yaitu dari bangsa padi-padian, umbi-umbian, akar- akaran, atau sayuran yang memiliki zat tepung atau pati atau kanji . Adapun SNI tepung adalah sebagai berikut :

(23)

10

Tabel 2.2 Standar Mutu Tepung

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

a. Bentuk - Serbuk

b. Bau - Normal (bebas bau

c. Warna - asing)

Putih, khas terigu

2 Benda asing - Tidak ada

3 Serangga dalam - Tidak ada

semua bentuk stadia dan potongan- potongannya yang tampak

4 Kehalusan, lolos % Min. 95

ayakan mesh No. 70 (b/b)

5 Kadar air (b/b) % Maks.14,5

6 Kadar abu (b/b) % Maks. 0,70

7 Kadar protein (b/b) % Min. 7,0

8 Keasaman mg KOH/100 g Maks. 50

9 Falling number (atas Detik Min. 300

dasar kadar air 14%)

10 Besi (Fe) mg/kg Min. 50

11 Seng (Zn) mg/kg Min. 30

12 Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Min. 2,5

13 Vitamin B2 mg/kg Min. 4

(riboflavin)

14 Asam folat mg/kg Min. 2

15 Cemaran logam : mg/kg Maks. 1

a. Timbal (Pb) Maks. 0,05

b. Raksa (Hg) Maks. 0,1

c. Kadmium (Cd)

16 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0,50

17 Cemaran 1`mikroba :

a. Angka lempeng koloni/g Maks. 1 x 106 total

b. E.coli c. Kapang

APM/g koloni/g koloni/g

Maks. 10 Maks. 1 x 104 Maks. 1 x 104 d. Bacillus cereus

Sumber : Badan Standar Nasional, SNI 3751: 2009

(24)

11

2.7. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Manfaat pengeringan pada suatu bahan adalah bahan menjadi lebih tahan lama untuk disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Di sisi lain, pengeringan menyebabkan sifat asli bahan mengalami perubahan, penurunan mutu dan memerlukan penanganan tambahan sebelum digunakan yaitu rehidrasi (Muchtadi, 1989).

Menurut Kusmawati, dkk, 2000 Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam bahan hasil pertanian, dengan jalan menguapkan/menyublimasikan air tersebut sebagian atau seluruhnya. Dengan terjadinya proses pengeringan walaupun secara fisik maupun kimia masih terdapat molekul-molekul air yang terikat, maka air ini tidak dapat digunakan untuk keperluan mikroorganisme. Selain itu enzim tidak aktif secara maksimal karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai media.

Proses pengeringan terbagi tiga kategori yaitu:

a) Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah pengaruh tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun dari permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara.

b) Pengeringan hampa udara. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air tejadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.

c) Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan beku. Struktur bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi ini (Earle, 1969).

(25)

12

BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Juni hingga Juli 2020 di Workshop Program Studi Agroindustri Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan Laboratorium Kimia dan Nutrisi Jurusan Budidaya Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian a) Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini pisau, timbangan, kompor, oven, alat penggiling, ayakan, plastik c-tik, cawan/krus, desikator, penjepit krus, tanur, oven listrik, timbangan analitik, lampu spritus, kawat kasa, alat reflux, hot plate, buret, klem dan statif, erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, pipet volume, bola hisap, pipet tetes, labu ukur, corong gelas.

b) Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kulit pisang, Natrium Tiosulfat 0,5%, Air 2 liter, larutan luff schoorl, KI 20%, Indikator amilum 1%, A1(OH)2, H2SO4 10%, KIO3, Amylum, HCL, NaOH, Kertas Saring, Aquades.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial, dimana faktorial pertama yaitu menggunakan kulit buah pisang dengan berbagai tingkat kematangan buah dan faktorial kedua menggunakan suhu 60°C dan suhu 70°C.

3.4 Prosedur Kerja

Pembuatan tepung kulit pisang mengacu pada prosedur modifikasi oleh, Maulana CI (2020) dengan modifikasi

a) Pisang dikupas dan dipisahkan antara kulit dan isinya.

b) Buah pisang dicuci hingga bersih.

(26)

13

c) Kulit buah pisang direbus selama 5 menit.

d) Kulit pisang kepok direndam dengan larutan Natrium Tiosulfat secukupnya selama lebih kurang 10 menit

.

e) Kulit pisang ditiriskan hingga kering.

f) Kulit pisang dipotong dengan ukuran yang kecil dan seragam.

g) Hasil potongan limbah kulit buah pisang kemudian di taruh diatas talang.

h) Limbah dimasukan ke oven dan dikeringkan.

i) Kulit pisang yang telah kering dihancurkan dengan menggunakan mesin penepung.

j) Hasil dari tepung kulit pisang kemudian diayak menggunakan ayakan dengan mesh 80.

k) Tepung yang telah jadi kemudain dimasukan kedalam plastik dan diberikan kode dan kemudian untuk selanjutnya dilakukan pengujian.

(27)

14

Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Pisang

Pisang

Pengupasan

Pencucian

Perebusan selama 5 menit dengan suhu 100°C Natrium

Tiosulfat 0,5%

Perendaman selama 10 menit

Pemotongan

Pengovenan 8 jam

Penepungan

Pengayakan 80 mesh

Tepung kulit pisang

Parameter Uji : Kadar Air Kadar Abu Karbohidrat

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan tepung kulit pisang

(28)

15

3.5 Analisis Data

Adapun keterangan kode sampel pada penelitian dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 3.1 Data sampel

A B SUHU 70°C SUHU 60°C B1 B2

PISANG MASAK (A1) A1B1 A1B2

PISANG TUA (A2) A2B1 A2B2

PISANG MUDA (A3) A3B1 A3B2

Keterangan :

A1B1 ( Kulit pisang masak dengan suhu 70°C ) A1B2 ( Kulit pisang masak dengan suhu 60°C ) A2B1 ( Kulit pisang tua dengan suhu 70°C ) A2B2 ( Kulit pisang tua dengan suhu 60°C ) A3B1 ( Kulit pisang muda dengan suhu 70°C ) A3B2 ( Kulit pisang muda dengan suhu 60°C )

3.6 Parameter Pengujian a) Kadar air

Sampel sebanyak 3-5 g ditimbang dan dimasukan kedalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot konstan (AOAC,1995).

Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

W = Bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W1 = Bobot sampel dan cawan kering (g) W2 = Bobot cawan kosong (g)

(29)

16

b) Kadar abu

Proses pengabuan menggunakan prinsip pengabuan langsung, yaitu sampel dioksidasi menggunakan suhu tinggi sehingga zat yang tertinggal setelah pembakaran ditimbang (Mohammad, 2004). Proses pengabuan dilakukan menggunakan alat furnace dengan dua tahapan yaitu pemanasan pada suhu 300°C.

Selanjutnya pemanasan pada suhu bertahap hingga 600°C selama 3 jam. Hal ini dilakukan agar cawan porselen tidak pecah karena perubahan suhu yang tiba- tiba.

Sampel diangkat dan didiamkan selama 30 menit.

c) Kadar karbohidrat

Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g , Lalu larutkan dalam labu ukur 250 ml.

Pipet 25 ml larutan sampel masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, Tambahkan 3 butir batu didih, Tambahkan 25 m pereaksi Luff Schoorl, Panaskan dengan api sedang selama 10-15 menit dengan sistem refluks, Lalu dinginkan (pada saat mendinginkan jangan tutup erlenmeyer/labu dengan penutup asahnya), Tambahkan 25 ml H₂SO₄ 4N dan 1g KI, Titrasi dengan Na₂S₂O₃ standar +0,1N dengan menggunakan 1 ml indikator amylum, Lakukan blanko terhadap pereaksi Luff Schoorl, Hitung % gula pereduksi. Lanjut ke metode Inversi sampel timbang 1-2 g sampel, Lalu tambahkan 50 ml air dan 10 ml HCl 25%, Kemudian panaskan di atas penangas air (70˚C) selama 1 jam, Dinginkan dan netralkan dengan NaOH 20% terhadap 2-3 tetes indikator PP (Phenol petalin), Encerkan larutan hasil inversi ke dalam labu ukur 250 ml, Pipet 25 ml larutan sampel masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, Tambahkan 3 butir batu didih, Tambahkan 25 mL pereaksi Luff Schoorl, Panaskan dengan api sedang selama 10-15 menit dengan sistem refluks, Lalu dinginkan, Tambahkan 25 ml H₃SO₄ 4N dan 1g KI, Titrasi dengan Na₂S₂O₃ standar + 0,1N dengan menggunakan I ml indikator amylum, lakukan blanko terhdap pereaksi Luff Schoorl, Hitung % gula pereduksi total dan

% gula non pereduksi.

d) Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara untuk mengukur, menilai atau menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia, yaitu mata, hidung,mulut dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran subyektif karena didasarkan pada respon subyektif manusia sebagai alat ukur

(30)

17

(Soekarto, 1990). Rahayu (1998), menjelaskan bahwa untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat sifat sensorik atau komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat.

Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan berdasarkan kesan subyektif dan orang yang menjadi panel disebut panelis.

Untuk keterangan score uji hedonik pada sampel kulit pisang dapat dilihat sebagai berikut:

1 ( sangat tidak suka ) 2 ( tidak suka ) 3 ( agak suka ) 4 ( suka ) 5 ( sangat suka )

Gambar

Gambar 2.1. Buah pisang kepok
Gambar 2.2. Pohon pisang
Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Pisang
Tabel 3.1 Data sampel

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Begitu juga sebaliknya, hila seseorang memiliki harga diri yang rendah, mak:a orang tersebut ak:an mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang

Kriteria 1 Perlu Bimbingan 2 Cukup 3 Baik 4 Baik Sekali Pengumpulan data Tidak melakukan Pengumpulan data Sebagian kecil pengumpulan data dilakukan secara

Pada kasidah Hadrah seperti gambar diatas tentu mempunya banyak kesamaan seperti halnya, lirik atau puji-pujian dimainkan dengan duduk atau bersila, jenis kasidah

Penyebab keberhasilan atau peningkatan kinerja pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Palembang adalah dikarenakan para aparatur telah mengantisipasi kegiatan

Data kegiatan operasional domestik keluar komoditi wajib periksa karantina tumbuhan sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 38/Kpts/HK.060/1/2006 tentang

Perencanaan sistem pembuangan limbah pada bangunan gedung bertingkat dimulai dengan pembuatan sistem pengelolahan sisa limbah yang umumnya berasal dari pembuangan dari WC

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Korporasi dapat dikenakan sebagai pelaku turut serta atau penyertaan terhadap perbuatan organ-organ yang ada didalamnya,

Enizle yaitu inovasi baru dari puzzle jigsaw dengan alur berupa tonjolan yang membentuk pola tertentu sehingga tidak hanya orang normal namun penyandang tunanetra