• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 3. Bakteri patogen pneumonia nosokomial/VAP (ventilator associated pneumonia)13

Tabel 4. Terapi empiris awal pada pasien pneumonia nosokomial dan VAP terjadi pada onset awal (<4 hari), tanpa faktor risiko adanya patogen MDR13

Pada saat diagnosis pneumonia nosokomial telah ditegakkan maka terapi antibiotika harus segera dimulai secara empiris. Pemilihan jenis antibiotika secara empiris perlu didasari dengan pertimbangan waktu terjadinya pneumonia onset awal/lambat dan berdasarkan adanya faktor risiko yang berpotensi menimbulkan munculnya patogen bersifat MDR. Pada pneumonia tipe onset awal tanpa faktor risiko adanya patogen MDR diberikan antibiotika monoterapi dari golongan sefalosporin III, fluoroquinolone atau anti betalaktam (tabel 4). Sedangkan pada pneumonia tipe onset lambat, mengingat patogen penyebab lebih bersifat resisten maka diberikan antibiotika kombinasi (tabel 5). Pada umumnya apabila kuman patogen tidak resisten terhadap antibiotika respon klinis terapi akan terjadi pada secara signifikan pada 6 hari pertama. Dianjurkan lama pemberian terapi antibiotika selama 7 hari. Apabila telah terjadi perbaikan antibiotika intravena dapat segera diganti secara oral. Khusus pada pasien yang mendapat kombinasi dengan golongan aminoglikosida, obat tersebut dapat dihentikan 5-7 hari setelah memberikan respon.13 Berdasarkan studi Chastre14 pemberian antibiotika secara empiris pada pasien VAP selama 8 hari dibandingkan 14 hari memberikan hasil yang sama. Pasien dengan VAP, mendapat antibiotika 8 hari (N=197 pasien) dibandingkan yang mendapat antibiotika 14 hari (N=204 pasien), mortalitas antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (18% vs 17,2%) dan rekurensi infeksi, yaitu 28,9% vs 26% (tidak berbeda bermakna).

Tabel 5. Terapi empiris awal pada pasien pneumonia nosokomial dan VAP terjadi pada onset lambat (>5 hari) dengan faktor risiko adanya patogen MDR13

Pasien dengan pneumonia komunitas (community-aqcuired pneumonia (CAP) dikelompokkan menjadi 4 golongan: (1) CAP pada pasien rawat jalan tanpa riwayat penyakit kardiopulmoner, dan tidak memiliki risiko resistensi terhadap kuman patogen, (2) CAP pada pasien rawat jalan dengan penyakit kardiopulmoner (gagal jantung kongestif atau penyakit paru obstruktif menahun), dengan atau tanpa memiliki risiko resistensi terhadap kuman patogen, (3) CAP pada pasien rawat inap dengan atau tanpa riwayat penyakit kardiopulmoner, dan dengan atau tanpa memiliki risiko resistensi terhadap kuman patogen, (4) CAP berat dan perlu perawatan di ICU. Kriteria pasien dengan CAP berat adalah bila dipenuhi 1 dari kriteria mayor (syok septik atau perlu ventilator mekanik), atau terpenuhi 2 dari 3 kriteria minor (Tekanan darah <90 mmHg,

pneumonia mengenai multi lobuler, Pa02/FI02 <250).15

Pemilihan antibiotika pada CAP berat didasarkan pada pertimbangan kuman penyebab, apakah kuman patogen diduga disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa atau bukan (lihat tabel 6).

Pemilihan antibiotika pada infeksi intra-abdomen Apabila tidak dikelola dengan baik infeksi intra-abdomen dengan penyulit (complicated intra-abdominal infections) berisiko menimbulkan sepsis berat/syok septik. Manifestasi infeksi intra abdominal dengan penyulit yang tersering

adalah peritonitis dan abses abdomen.1 6 Peritonitis

diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: peritonitis primer, sekunder dan tersier. Penyebab tersering peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) berkaitan dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati. Sekitar 90% kasus SBP disebabkan oleh monomikrobial. Kuman patogen penyebab SBP tersering adalah gram negatif, yaitu: E. coli 40%, Klebsiella pneumonia 7%, Pseudomonas sp, Proteus sp dan bakteri gram negatif lainnya sebesar 20%. Bakteri gram positif yang sering dijumpai, yaitu: Streptococcus pneumonia 15%, Staphylococcus sp 3%.17,18

Tabel 6. Terapi antibiotika parenteral empiris pada

pneumonia komunitas berat di ICU15

Patogen potensial Rekomendasi antibiotika

Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenzae Ceftriaxone Methicillin-sensitive enteric Staphylococcus aureus Atau Bakteri gram negatif sensitif terhadap antibiotika: Levofloxacin, Mofifloxacin

- E coli Ciprofloxacin

- Klebsiella pneumoniae atau

- Enterobacter species Ampicillin/Sulbactam

- Proteus species Atau

- Serratia marcescens Ertapenem

Patogen potensial Antibiotika kombinasi

Patogen sesuai dengan tabel 4

Patogen MDR Atau Atau Atau

Linezolid/Vancomycin

Sephalosporin antipseudomonas (Cefepime,

Caftazidime)

- Pseudomonas aeruginosa Carbapenem antipseudomonas (Imipenem/Meronem) - Klebsiella pneumoniae β-lactam/β-lactamase inhibitor (Piperacillin-Tazobactam)

- Acinobacter species

- Legionella pneumonia Fluoroquinolone antipseudomonas (Ciprofloxacin/Levofloxacin)

Aminoglikosida (Amikacin, Gentamicin/Tobramycin)

S pneumoniae P aeruginosa H influenzae Enterobacter sp M catarrhalis Acinetobacter sp

S aureus Klebsiella sp

Bakteri gram negatif enterik S marcescens E coli

Bakteri gram negatif lainnya MRSA

Pneumonia nosokomial onset awal (2-5 hari)

Pneumonia nosokomial onset lambat (>5 hari)

Organisme Terapi

Risiko terinfeksi Semua kuman di atas ditambah Beta laktam antipseudomonas

Pseudomonas (cefepime, imipenem, meronem, aeruginosa aeruginosa piperacillin/tazobactam)

+

(ciprofloxacin)

atau

Beta laktam antipseudomonas

(cefepime, imipenem, meronem, piperacillin/tazobactam) + Aminoglikosida + Makrolid Fluoroquinolone Tanpa risiko terinfeksi Pseudomonas aeruginosa Streptococcus pneumonia Legionella sp Haemophilus influenzae

Bakteri gram negatif enterik

Staphylococcus aureus Mycoplasma pneumonia Virus Lain-lain - Chlamydia pneumoniae - Mycobacterium tuberculosis - Fungi Beta laktam (cefotaxime, ceftriaxone) + Macrolide atau Fluoroquinolone Dengan Pseudomonas Antipseudomonas quinolone

Peritonitis yang sering dijumpai adalah peritonitis sekunder. Penyebab perotinitis yang sering dijumpai adalah melibatkan organ: gaster dan duodenum (perforasi ulkus peptikum, trauma), pankreas (pankreatitis akut n e k r o t i k a ) , s i s t e m b i l i e r ( c h o l e c y s t i t i s g a n g r e n , cholangitis), usus halus (iskemia usus halus, trauma, divertikulitis), apendisitis gangren/perforasi, pelvic inflammatory disease (PID). Spektrum kuman patogen pada peritonitis sekunder dan abses abdomen tergantung lokasi lesi. Bakteri gram positif seperti Streptococcus, Enterococcus dan bakteri gram negatif fakultatif sering ditemukan pada lesi yang terjadi proksimal dari usus halus. Sedangkan lesi yang terjadi di ileum terminal dan colon lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif (E coli) dan bakteri gram negatif anaerob (Bacteroides sp). Peritonitis tersier merupakan manifestasi peritonitis yang bersifat rekurensi dan persisten, yang sering disertai dengan adanya abses, flegmon dengan atau tanpa fistula. Dasar pemilihan terapi antibiotika pada infeksi intra abdomen dengan penyulit adalah dengan mempertimbangkan: (1) Apakah infeksi bersifat komunitas (community acquired) atau diperoleh selama dalam perawatan rumah sakit (infeksi nosokomial/health care associated), (2) Berat ringannya penyakit (dinilai menggunakan APACHE skor, status imunitas, kelainan kardiovaskuler). Pasien dengan infeksi intra abdomen yang diperoleh selama dalam perawatan rumah sakit umumnya disebabkan oleh patogen yang resisten, seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter sp, Proteus sp dan MRSA. Jenis antibiotika yang diberikan pada infeksi intra-abdominal dengan penyulit yang terjadi di komunitas dapat dilihat pada tabel 7.16

Infeksi intra abdominal dengan penyulit dan bersifat berat akibat infeksi nosokomial perlu antibiotika kombinasi. Pemberian imipenem, piperacillin/tazobactam, dikombinasikan dengan aminoglycosida dan metronidazole memberikan hasil yang lebih efektif.

Tabel 7. Terapi antibiotika pada infeksi intra abdominal

dengan penyulit yang terjadi di komunitas16

Pemilihan antibiotika pada meningitis

Sejauh ini belum ada studi prospektif yang meneliti hubungan antara waktu pemberian antibiotik terhadap outcome klinis pada pasien meningitis bakterial, sehingga belum diketahui kapan pemberian antibiotika harus s e g e r a d i m u l a i p a d a k a s u s m e n i n g i t i s b a k t e r i a l . Berdasarkan penelitian retrospective terhadap 305 pasien dengan bakterial meningitis yang di rawat di Inggris, dilaporkan bahwa dari 53 pasien yang mendapatkan antibiotika sebelum masuk

rumah sakit angka kematiannya hanya 1 pasien (1,9%) dibandingkan dengan 30 pasien yang meninggal (12%) dari 252 pasien yang belum mendapatkan terapi antibiotika. Oleh sebab itu the British Infection Society Working Party mereko-mendasikan untuk segera memberikan antibiotika secara cepat pada pasien yang diduga menderita meningitis bakterial.19

Tabel 8. Rekomendasi terapi antibiotika pada pasien dewasa dengan meningitis bakterial berdasarkan Gram stain20

Secara prosedural apabila seseorang diduga menderita meningitis bakterial harus segera diambil kultur darah, punksi lumbal (bila memungkinkan) kemudian segera diberikan antibiotika secara empiris sampil menunggu hasil kultur kuman. Terapi empiris didasarkan pada pola kepekaan kuman patogen terhadap antibiotika, bila memungkinkan pemberian antibiotik berdasarkan penilaian hasil Gram stain (tabel 8 dan tabel 9). Lama pemberian antibiotika tergantung dari patogen penyebab, Neisseria meningitidis dan H. influenza selama 7 hari, Streptococcus pneumonia 10-14 hari, Streptococcus agalactiae selama 14-21 hari dan bakteri gram negatif aerob dan Listeria monocytogenes selama 21 hari. 20

Tabel 9. Rekomendasi terapi antibiotika empiris meningitis purulen berdasarkan usia dan kondisi predisposisi spesifik.20

Antibiotika pada infeksi terkait kateter

Berdasarkan penyebab sepsis, bloodstream infection (BSI) menduduki urutan kedua setelah infeksi paru. BSI dapat bersifat primer atau sekunder. BSI bersifat primer bila infeksi yang terjadi berkaitan langsung dengan intervensi sistem vaskuler, dimana penyebab utama adalah berkaitan dengan

Antibiotika Infeksi ringan sampai sedang Infeksi berat Monoterapi

- Beta laktam/kombinasi Ampisilin/sulbactam Piperacillin/tazobactam

Beta laktam inhibitor Ticarcillin/clavulanic acid

- Carbapenem Ertapenem Imipenem/cilastatin

Meronem

Kombinasi

- Sefalosporin Sefalosporin generasi III/IV

Cefuroxime + metronidazol (cefotaxime, ceftriaxone, Ciprofloxacin, levofloxacin, Ceftazidime, cefepime)

moxifloxacin, gatifloxacin, Ditambah dengan

Metronidazole Cefazolin atau

- Fluoroquinolone

- Monobactam kombinasi dengan metronidazole

Aztreonam kombinasi dengan metronidazole

Mikroorganisma Antibiotika terpilih Antibiotika alternatif

Streptococcus pneumoniae

Neisseria meningitidis Sefalosporin generasi III

Listeria monocytogenes

Streptococcus agalactiae

Haemophilus influenzae

Vancomycin + sefalosporin

generasi III (ceftriaxone /

cefotaxime) Meropenem, fluoroquinolone (gatifloxacin / mofifloxacin) Penicillin G, ampicillin, chloramphenicol, fluoroquinolone, aztreonam

Ampicillin / penicillin G (kombinasi aminoglikosida bila perlu)

Trimethoprim-sulfamethoxazole, meronem

Ampicillin / penicillin G (kombinasi aminoglikosida bila perlu)

Sefalosporin generasi III

(ceftriaxone / cefotaxime)

Sefalosporin generasi III

(ceftriaxone / cefotaxime)

Chloramphenicol, cefepime, meronem, fluoroquinolone

Faktor predisposisi Patogen penyebab tersering Antibiotika Usia

- <1 bulan - 1 – 23 bulan

- 2 – 50 tahun N meningitidis, S pneumoniae

- >50 tahun

Trauma kepala

- Fraktur basilar - Trauma penetrasi Post operasi bedah saraf

Shunt cebrebro spinalis

Strep agalactiae, E coli, L monocytogenesm Klebsiella sp

Ampicillin + cefotaxime atau

Ampicillin + aminoglycoside Strep pneumoniae, N meningitidis, S agalactiae, H influenza, E coli Vancomycin + sefalosporin generasi III Vancomycin + sefalosporin generasi III S pneumonie, N meningitidis, L monocytogenes, gram negatif

aerobic

Vancomycin + ampicillin plus

sefalosporin generasi III

S pneumoniae, H influenzae,

Strep B hemolitikus grup A

Vancomycin + sefalosporin

generasi III S aureus, Stap epidermidis, gram

negatif aerobic (terutama P

aeruginosa)

Vancomycin + cefepime / ceftazidime / meronem

Gram negatif aerobic (teruatam P aeruginosa), S aureus, S

epidermidis

Vancomycin + cefepime / ceftazidime / meronem S epidermidis, S aureus, gram

negatif aerobic (terutama P aeruginosa), Propionicbaterium

acnes

Vancomycin + cefepime / ceftazidime / meronem

pemasangan kateter. Infeksi BSI bersifat sekunder bila infeksi yang terjadi berasal dari tempat lain diluar sistem vaskuler (saluran kencing, sistem pernafasan, dsb).21 Secara tradisional (BSI) diklasifikasikan menjadi tipe komunitas (community acquired) dan nosokomial (hospital-acquired). Dikatakan sebagai BSI tipe komunitas bila hasil kultur darah positif diperoleh pada saat masuk rumah sakit atau <48 jam masuk rumah sakit. Kuman patogen penyebab BSI komunitas adalah Streptococcus pneumonia dan E coli. Sedangkan kuman patogen penyebab BSI nosokomial adalah Coagulase-negative staphylococci (37%), Staphylococcus aureus (13%), gram negatif berbentuk batang (14%), E. coli (2%), P. aeruginosa (4%), K. pneumonia (3%) dan candida spp (8%).22 Angka kematian lebih banyak terjadi pada BSI nosokomial dibandingkan tipe komunitas (37% vs 16%; p <0,001).24

Pemilihan terapi antibiotik pada BSI (terutama yang terkait dengan pemakaian kateter) diberikan secara empiris, dengan mempertimbangkan derajat penyakit pasien dan kemungkinan patogen yang menginfeksi. Vancomycin dianjurkan bagi rumah sakit dengan peningkatan insidensi MRSA. Apabila insidensi MRSA rendah, dan tidak dijumpai penicillinase-resistant, antibiotik nafcillin dan oxacillin dapat digunakan. Apabila BSI terjadi akibat nosokomial maka terapi empiris harus mencakup bakteri gram negatif dan Pseudomonas aeruginosa. Antibiotika yang diberikan adalah sefalosporin generasi III (ceftazidime) atau generasi IV kombinasi dengan aminoglikosida. Apabila dicurigai penyebab BSI adalah jamur perlu diberikan fluconazole.23

Terapi antibiotika pada infeksi jaringan lunak dan ulkus diabetikum

Infeksi jaringan lunak seperti impetigo, erisipelas dan selulitis tanpa penyulit pada umumnya bersifat ringan sampai sedang dan mudah diterapi. Namun infeksi seperti fasitis nekrotika dan gas gangren mionekrotika bersifat berat dan dapat mengancam jiwa. Fasitis nekrotika pada umumnya disebabkan oleh monomikrobial (S. pyogenes, Vibrio vulnificus atau Aeromonas hydrophila), namun dapat pula disebabkan polimikrobial terutama pada pasien pasca operasi atau memiliki penyakit, seperti: diabetes melitus, penyakit vaskuler perifer. Beberapa gambaran klinis infeksi nekrotika: (1) nyeri yang hebat, (2) Bula, (3) nekrosis kulit atau ekimosis, (4) gas gangren, (5) edema, (6) anestesi pada kulit, (7) tanda toksis sistemik seperti demam, lekositosis, delirium, gagal ginjal, (8) bersifat progresif. Mortalitas infeksi nekrotika dapat mencapai 50-70% khususnya bila mengalami sepsis berat/syok septik.

Infeksi gas gangren mionekrotika bersifat progresif, disebabkan oleh Clostridium perfringens, Clostridium septicum, Clostridium histolyticum atau Clostridium novyi . Baik fasciitis nekrotika maupun gas gangren m i o n e k r o t i k a m e m e r l u k a n t i n d a k a n b e d a h d a n antibiotika. Antibiotika yang direkomendasikan pada keadaan tersebut adalah: ampicillin/sulbactam atau piperacillin/tazobactam+clindamycin+ciprofloxacin, a t a u c e f o t a x i m e + m e t r o n i d a z o l e / c l i n d a m y c i n , a t a u meronem. Pada kasus gas gangren yang dicurigai akibat

C l o s t r i d i u m s e b a i k n y a d i b e r i k a n c l i n d a m y c i n parenteral.25

Pemilihan antibiotik pada ulkus diabetikum yang terinfeksi paling tidak didasarkan pada 2 hal, yaitu: berat r i n g a n n y a ulkus terinfeksi dan kemungkinan kuman penyebab. Derajat infeksi pada ulkus diabetikum dibagi menjadi tiga, yaitu: ringan, sedang dan berat (lihat tabel 10). Terapi antibiotika perlu diberikan pada ulkus terinfeksi, namun perawatan luka termasuk debridemen, amputasi (bila diperlukan) tetap harus dilakukan. Kuman patogen dominan pada ulkus diabetikum adalah bakteri coccus gram positif (terutama Staphylococcus aureus). Namun p a d a p a s i e n d e n g a n u l k u s k r o n i s a t a u y a n g t e l a h mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya sering terinfeksi dengan bakteri gram negatif, dan ulkus akibat iskemia atau dengan gangren sering dijumpai patogen anaerob.

Pada ulkus diabetikum ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika, seperti: ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam+aztreonam, piperacillin/ tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole + ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole.26,27

Tabel 10. Klasifikasi klinis infeksi ulkus diabetikum26

Antibiotika pada infeksi saluran kemih dengan penyulit

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyebab pertama infeksi nosokomial rumah sakit, yaitu sebesar 40%, diikuti dengan pneumonia nosokomial. Sekitar 80-90% ISK nosokomial terjadi berhubungan dengan pemasangan kateter, sedangkan 5-10% berkaitan dengan manipulasi genito-urinary (cystoscopy, dsb). Kuman patogen utama

Tingkat infeksi Manifestasi klinis

Tanpa infeksi Tidak tampak tanda inflamasi atau pus pada ulkus Ringan

Sedang

- Selulitis >2 cm sekitar ulkus - Kebocoran sistem limfatika - Abses di jaringan dalam Berat

Dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi (pus, eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat pada perabaan dan indurasi), luas selulitis / eritema < 2 cm sekitar ulkus, dan infeksi terbatas di kulit / jaringan subkutan superfisial, tidak dijumpai komplikasi lokal / sistemik

Kriteria di atas dengan keadaan sistemik dan metabolik stabil, ditambah dengan adanya >1 keadaan berikut:

- Gangren, dengan melibatkan jaringan otot, tulang dan tendon

Pasien mengalami infeksi dengan gangguan sistemik atau metabolik yang tidak stabil (demam, takikardi, hipotensi, bingung, muntah, lekositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia)

pada ISK dengan penyulit (complicated urinary tract infection) adalah: Escherichia coli (40%), Klebsiella spp (10-17%), Enterobacter spp (5-10%), Proteus mirabilis (5-10%), Pseudomonas aeruginosa (2-10%) dan Enterococcus sp (1-20%). Angka mortalitas akibat urosepsis sekitar 12,7%.28

Pertimbangan pemberian antibiotika pada ISK dengan p e n y u l i t a d a l a h a d a n y a k e c u r i g a a n k u m a n y a n g disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa atau bukan, derajat penyakit dan ISK diperoleh secara nosokomial atau komunitas. Pada ISK komunitas dan telah terjadi u r o s e p s i s m a k a a n t i b i o t i k a y a n g d i b e r i k a n a d a l a h kombinasi. ISK nosokomial perlu terapi antibiotika kombinasi (tabel 11).29

Tabel 11. Rekomendasi terapi antibiotika pada ISK dengan penyulit29

Kesimpulan

1. Meskipun terapi antibiotika pada sepsis bukan terapi utama, namun berdasarkan penelitian keterlambatan dan tidak adekuat pemberian antibiotika meningkatkan risiko mortalitas bagi pasien.

2. Terapi antibiotika harus segera dimulai secara empiris s a m b i l m e n u n g g u h a s i l k u l t u r , d i m a n a d a l a m pemilihan antibiotika sebaiknya mempertimbangan hal-hal berikut: faktor spesifik pasien (usia, fungsi organ, organ terinfeksi dan derajat penyakit), faktor organisme penyebab (pola kuman setempat) serta faktor antibiotika.

3. Pemilihan antibiotik empiris pada sepsis berat sebaiknya didasarkan pada pertimbangan organ terinfeksi yang mendasari terjadinya sepsis. Pertimbangan ini penting mengingat tipikal pola kuman patogen penyebab pada organ tertentu dan jenis antibiotika yang digunakan sering berbeda.

4. Antibiotika empiris yang diberikan bersifat broadspectrum, baru kemudian dirubah menjadi narrow spectrum setelah kuman penyebab teridentifikasi.

Daftar Pustaka

1. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ 2003; 326:263-5

2. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock. Postgrad Med. 2002; 111(3):53-66

3. Tsiotou AG, Sakarofas GH, Anagnostopoulos G, et al. Septic shock: current pathogenetic concepts from a clinical perspective. Med Sci

Monit 2005;11(3):RA76-85

4. Dellinger RP, Carlet JM, et al. Surviving sepsis campaign guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Crit Care Med 2004; 32(3):858-73

5. Tony Yu, Black E, Sands KE, et al. Severe sepsis: variation in resource and therapeutic modality use among academic centers. Critical Care 2003; 7(3):R24-R34

6. Suharjo B Cahyono. Manajemen pneumonia nosokomial: fokus pada terapi antibiotika. Dexa Media 2005; 3(18): 128-31

7. Kollef MH, Fraser VJ. Antibiotic resistance in the intensive care unit. Ann Intern Med 2001; 134:298-314

8. Cross JT. Therapy of nosocomial pneumonia. Med. Clin of North Am 2001; 85(6):1583-94

9. Lode H. Management of serious nosocomial bacterial infections: do current therapeutic meet need ?. Clin Microbial Infect 2005; 11:778-87 10. Bochud PY, Glauser MP, Calandra T. Antibiotics in sepsis. Intensive

Care Med 2001; 27:S33–S48

11. Hernandez G, Rico P, Diaz E, et al. Nosocomial lung infection in adult intensive care units. Microbes & Infect. 2004; 6:1004-14

12. Lynch JP. Hospital aquired pneumonia: risk factors, microbiology and treatment. Chest 2001; 119(2):373S–384S

13. Niederman MS, Craven DE, et al. Guidelines for the management of adults with hospital aquired, ventilator-associated, and healthcare-associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005; 171:388– 416

14. Chastre J, Wolff M, Fagon JY, et al. Comparasion of 8 VS 15 days of antibiotic therapy for ventilator-associated pneumonia in adults: a randomized trial. JAMA 2003; 290:2588-98

15. Niederman MS, Mandell LA, Anzueto A, et al. Guidelines for the m a n a g e m e n t o f a d u l t s w i t h c o m m u n i t y - a c q u i r e d p n e u m o n i a . Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit Care Med 2001; 163:1730-54

16. Solomkin JS, Mazuski JE, Baron EJ, et al. Guidelines for the selection of anti-infective agents for complicated intra-abdominal infections. Clin Infect Dis 2003; 37:997-1005

17. Genuit T, Napolitano L. Peritonitis and abdominal sepsis. Updated 2004. http://www.emedicine.com/med/topic2737

18. Saber AA, Raymond DLR. Abdominal abscess. Updated 2005. http:// www.emedicine.com/med/topic2702

19. The Research Committe of the British Society for the Study of Infection. Bacterial meningitis: causes for concern. J Infect 1995; 30:89-94 20. Tunkel AR, Hartman BJ, Sheldon LK, et al. Practice guidelines for the

management of bacterial meningitis. Clin Infect Dis 2004; 39:1267– 84

21. Deming WE. Health care associated bloodstream infection: a change in thinking. Ann Intern Med 2002; 137(10):850-1

22. Grady NP, Alexander M, Dellinger P, et al. Guidelines for the prevention of intravascular catheter-related infections. Clin Infect Dis 2002; 35:1281-307

23. Mermel LA, Farr BM, Sheretz RJ, et al. Guidelines for the management of intravascular catheter-related infections. Clin Infect Dis 2001; 32:1249-72

24. Friedman ND, Kaye KS, Stout JE, et al. Health care associated bloodstream infection in adults: a reason to change the accepted definition of community-aquired infections. Ann Intern Med 2002; 137:791-7

25. Stevens DL, Bisno AL, Chambers HF, et al. Practice guidelines for diagnosis and management of skin and soft tissue infections. Clin Infect Dis 2005; 41:1373-406

26. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. Clin Infect Dis 2004; 39:885-910

27. Frykberg RG, Armstrong DG, Giurini J. Diabetic foot disorders: a clinical practice guideline. American College of Foot and Ankle Surgeons. J Foot Ankle Surg 2000; 39:S1-60

28. Salgado CD, Karchmer TB, Farr BM. Prevention of catheter-associated urinary tract infections. In: Richard P. Wenzel, editor. Prevention and Control of Nosocomial Infections. 4th. Lippincont Williams & Wilkins. New York, 2003.p.297-311

29. Hospital Medicine Concensus Reports. Complicated urinary trac infection: risk stratification clinical evaluation, and evidence-based antibiotic therapy year 2003 updated. Outcome-effective therapy on cUTI on emerging resistance pattern and recent clinical studies.

Kecurigaan terhadap kuman Antibiotika

E coli ISK komunitas

P mirabilis (7-14 hari) atau

K pneumonia

(7-14 hari)

- Piperacillin/tazobactam

+ gentamicin Pseudomonas aeruginosa ISK nosokomial - Piperacillin/tazobactam Enterococcus spp 3.375 g/6 jam IV ± gentamicin atau - Sefalosporin Antipseudomonas (ceftazidime / cefepime) + gentamicin + Ampicillin - Ceftriaxone 1 gr/24 jam - Ciprofloxacin 400 mg IV - Ceftriaxone 1 gr/24 jam 3.375 g/6 jam IV ± gentamicin atau - Ampicillin 1-2 gr/6 jam

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait