• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Tugas akhir ini diharapkan bermanfaat untuk:

a. Memberikan ilmu mengenai pengawetan kayu

b. Mahasiswa atau pihak lain yang akan membahas membahas tugas akhir yang sama

c. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal-hal yang dibahas dalam laporan tugas akhir

1.5 Metode Penelitian

Metodologi dan tahapan pelaksanaan yang dibuat penulis dalam pengerjaan tugas akhir ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain:

a. Analisis physical dan mechanical properties kayu b. Analisis perhitungan secara teoritis

c. Analisis hasil pengujian di laboratorium

d. Membandingkan hasil analisis perhitungan dengan hasil pengujian di laboratorium.

4 1.6 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan jenis kayu mahoni (tanpa mutu)

b. Pengujian pada benda uji menggunakan benda uji kayu struktural c. Pembebanan balok kayu adalah third point loading

d. Perletakan yang ditinjau adalah sendi-rol

e. Pengawet yang digunakan adalah boraks dengan konsentrasi 10%.

f. Pengawetan yang dilakukan dengan cara rendaman dingin

g. Perhitungan secara analisis hanya dilakukan pada balok kayu yang belum diawetkan

h. Bentang benda uji yang diukur lebih kurang 2 m

i. Perhitungan kuat lentur balok kayu dan proses pengawetan kayu berdasarkan SNI-03

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II. STUDI PUSTAKA

Bab ini berisi uraian umum dan khusus tentang balok kayu dan pengawetan kayu yang akan diteliti bersadarkan referensi-referensi yang diperoleh

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup penyediaan bahan dan pekerjaan pertukangan hingga pelaksanaan penelitian

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisis dan hasil pengujian benda uji di laboratorium meliputi: hasil pengujian pengaruh pengawetan kayu terhadap kekuatan kayu serta pembahasannya.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir ini dengan menitikberatkan pada pengaruh pengawetan terhadap kekuatan balok kayu dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Kayu

Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapat dari alam dan sudah lama dikenal oleh manusia. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah limbah pada konstruksi kayu (environmental friendly). Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi dan berat yang relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dan bisa didapat dalam waktu singkat (Felix, 1965).

Dalam kehidupan sehari-hari, jenis kayu tertentu sering digunakan untuk tujuan yang tertentu pula. Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat kayu dan persyaratan teknis yang dilakukan. Adapun sifat-sifat utama kayu antara lain:

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis jika dikelola dan diusahakan dengan baik. Artinya, jika pohon ditebang untuk diambil kayunya, harus segera ditanam kembali pohon-pohon pengganti supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan sebagai renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui).

2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan bahan lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah dapat dengan mudah diproses menjadi bahan-bahan seperti kertas, tekstil, dan sebagainya.

3. Kayu merupakan sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan lain buatan manusia. Misalnya, kayu memiliki sifat elastis, ulet, tahan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya, dan berbagai sifat lain lagi. Sifat-sifat seperti ini tidak dimiliki baja, beton, atau bahan-bahan lain yang biasa dibuat oleh manusia.

4. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).

5. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan tangensial).

6. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap dan melepaskan kadar air sebagai akibar perubahan kelembaban dan suhu udara di sekelilingnya.

7. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar.

2.1.1. Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu adalah karakteristik kuantitatif dari kayu dan perilakunya terhadap pengaruh luar tanpa mempertimbangkan gaya-gaya yang diberikan. Sifat fisis kayu perlu diketahui karena sifat fisis kayu berpengaruh besar terhadap kekuatan kayu yang digunakan dalam suatu struktur bangunan.

Adapun sifat-sifat fisik kayu antara lain:

a. Kadar air b. Kepadatan c. Berat jenis d. Cacat kayu

Salah satu sifat utama kayu adalah higroskopis, yaitu kayu berkaitan erat dengan air baik berupa cairan ataupun uap. Air dalam kayu segar atau kayu yang baru saja dipanen terletak di dalam dinding sel dan dalam rongga sel.

(Haygreen&Bowyer, 1996). Kayu memiliki kemampuan dalam menyerap dan melepaskan air yang bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembaban. Pada kondisi lembab, kayu kering akan menghisap atau menarik uap air, sedangkan pada keadaan kelembaban udara yang rendah, kayu basah akan

melepaskan uap air. Sifat higroskopis ini menyebabkan kayu pada kondisi dan kelembaban tertentu dapat mencapai suatu keseimbangan, yang berarti kadar air kayu tidak akan mengalami perubahan (dalam Iswanto, 2008).

Terjadi perbedaan kadar air pada bagian batang sebuah kayu. Kadar air pada kayu gubal lebih banyak daripada kayu teras. Air yang terdapat pada batang kayu tersimpan dalam dua bentuk yaitu: air bebas (free water) yang terletak diantara sel-sel kayu, air ikat (bound water) yang terletak pada dinding sel. Titik jenuh berat (fibre saturation point) adalah kondisi dimana air bebas yang terletak diantara sel-sel sudah habis sedangkan air ikat pada dinding sel masih jenuh.

Kadar air pada saat titik jenuh serat berkisar antara 25% sampai 30% (Awaluddin, 2005).

Berat jenis mirip dengan kepadatan. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara kepadatan kayu dengan kepadatan air pada volume yang sama. Ketika kayu dimasukkan ke dalam oven atau dikeringkan maka volume yang tetap tinggal adalah volume bagian padat dan volume udara saja sedangkan air yang terkandung di dalam kayu tersebut menguap. Karena berat jenis berhubungan dengan kepadatan, maka semakin tinggi nilai berat jenis kayu tersebut, maka semakin besar kekuatan kayu tersebut. Umur pohon, posisi kayu dalam batang, tempat tumbuh, dan kecepatan tumbuh merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu.

2.1.2 Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya. Sifat-sifat mekanis kayu terdiri dari kuat lentur, kuat geser, kuat tekan, dan kuat tarik kayu.

Menurut Jamala, 2013, kekuatan kayu bergantung pada spesies dari tiap kayu.

Nilai-nilai dari sifat mekanis kayu dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan aplikasi jenis-jenis kayu sebagai bahan konstruksi.

Sifat-sifat mekanis kayu terdiri dari:

a. Kuat tekan kayu b. Kuat tarik kayu c. Kuat lentur kayu d. Kuat geser kayu

Kuat tekan suatu jenis kayu ialah kekuatan batas yang dapat dicapai kayu ketika komponen kayu tersebut mengalami kegagalan akibat tekan. Dalam perencanaan struktur bangunan kayu bersadarkan beberapa peraturan kayu yang ada saat ini, yaitu antara lain peraturan kayu Amerika Serikat (AWC,2011) dan peraturan kayu Indonesia (BSN,2013), sebagai contoh untuk perencanaan komponen struktur tekan (kolom) terdapat parameter properti mekanika berupa kekuatan tekan baik untuk arah sejajar serat kayu maupun arah tegak lurus serat kayu, walaupun dominan adalah tekan sejajar serat kayu. Pada perencanaan komponen struktur lentur (balok) juga diperlukan parameter yang dominan yaitu kekuatan tekan sejajar serat kayu. Kuat tekan kayu terbagi atas dua, yaitu kuat tekan tegak lurus serat (sidewise compression) dan kuat tekan sejajar serat (endwise compression). Dalam arah sejajar serat kayu, kekakuan dan kekuatannya sangat besar. Sedangkan dalam arah tegak lurus serat kayu, kayu relatif lunak dan lemah (Person, dalam Yosafat, dkk, 2014).

Gambar 2.1 Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat

Gambar 2.2 Batang kayu menerima gaya tekan tegak lurus serat

Tekanan sejajar serat banyak terjadi dalam praktek bila kayu dipakai untuk bangunan sebagai komponen untuk tiang, tunggul, kusen pintu dan jendela serta bagian yang lainnya. Komponen bangunan semacam ini akan menerima beban yang cenderung mendesaknya atau memendekkannya pada arah sejajar serat.

Kuat lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut (Hunggurami, E et al., 2014). Kekuatan lentur merupakan kekuatan batas yang dapat dicapai kayu ketika komponen kayu tersebut mengalami kegagalan akibat lentur. Kuat lentur dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kuat lentur statik dan kuat lentur pukul. Kuat lentur statik ialah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

Gambar 2.3. Batang kayu menerima beban lengkung

Kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu erat kaitannya dengan kemampuan bahan untuk mendukung gaya luar atau beban yang berusaha merubah ukuran dan bentuk bahan tersebut. Timbulnya gaya dalam pada benda akibar dari gaya-gaya luar yang bekerja disebut dengan tegangan.

Regangan ialah perubahan ukuran atau bentuk yang juga disebut deformasi. Regangan akan terjadi apabila diberikan tekanan pada suatu bahan.

Regangan berbanding lurus dengan tegangan. Semakin besar tegangan yang terjadi pada suatu bahan, maka semakin besar pula regangan yang diperoleh bahan tersebut. Apabila tekanan yang diberikan pada suatu bahan tidak melebihi suatu tingkat yang disebut batas proporsi, terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dengan regangan yang dihasilkan. Diluar batas proporsi, regangan akan meningkat lebih besar dibandingkan dengan peningkatan regangan. Jika tegangan yang didukung melebihi gaya dukung serat maka serat-serat akan putus dan terjadilah keruntuhan/kegagalan. Bentuk kurva tegangan-regangan yang khas untuk kayu yang diuji sejajar serat ditunjukkan oleh gambar 2.6.

Gambar 2.4 Hubungan antara tegangan dan regangan dalam uji tekanan sejajar serat yang khas

Apabila suatu gelagar seperti palang lantai kayu dibengkokkan, separuh yang atas tegang dalam tekanan dan separuh yang bawah tegang dalam tarikan.

Tegangan maksimum terjadi pada permukaan puncak dan dasar balok tersebut.

Bidang tengah yang bebas dari tekanan ataupun tarikan ini disebut sumbu netral.

Besarnya pelengkungan pada titik tengah gelagar dinamakan defleksi (lendutan).

Defleksi yang terjadi tergantung pada tempat dan besar bahan, panjang dan ukuran gelagar, dan modulus elastisitas lentur (MOE bahan). Semakin tinggi nilai MOE maka semakin berkurang defleksi gelagar dengan ukuran tertentu pada beban tertentu. ((Haygreen&Bowyer, 1996).

2.1.3. Perilaku kayu terhadap temperatur dan waktu a. Pengaruh Temperatur

Perilaku struktur kayu dalam merespon temperatur tinggi berbeda dengan bahan struktur lain seperti beton dan baja. Ketika temperatur tinggi sudah dapat membakar kayu bagian luar, maka kayu bagian luar akan terbakar dan berubah menjadi arang. Dikarenakan angka penyebarang panas (thermal conductivity) kayu yang relatif kecil serta kandungan air yang barada di dalam kayu, maka dibutuhkan waktu yang lama agar api dapat membakar bagian dalam kayu (Awaluddin, 2005).

Kadar air, dimensi batang, dan ketersediaan oksigen pada kayu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu yang diperlukan oleh temperatur tinggi untuk membakar kayu bagian luar. Kollman, dkk (dalam Awaluddin, 2005) menyatakan bahwa pyrolisis (penguraian/perubahan material akibat temperatur) kayu dapat terjadi pada temperatur 150oC atau bahkan lebih rendah lagi jika waktu pembakaran diperpanjang.

Kebanyakan sifat-sifat mekanik berkurang apabila kayu dipanaskan dan bertambah ketika kayu didinginkan. Selama suhu tidak melebihi kira-kira 100oC,

terdapat sedikit saja kehilangan kekuatan yang permanen. Umumnya semakin tinggi kadar air kayu, semakin besar kepekaannya terhadap suhu tinggi.

b. Pengaruh Waktu

Penyimpanan kayu tanpa adanya pengaruh yang merusak oleh mikroorganisme, suhu tinggi, atau pembebanan yang terus-menerus kecil pengaruhnya terhadap sifat-sifat kayu tersebut. Kehilangan kekuatan akan terjadi apabila penyimpanan dalam waktu lama disertai oleh pembebanan yang terus menerus. Semakin lama beban yang diberikan disangga oleh kayu tersebut, maka kayu tersebut akan semakin lemah menahan beban yang diberikan.

Contoh dari pengaruh beban yang terus menerus dan waktu terhadap kekuatan kayu adakah lendutan pada rak buku. Berdasarkan analisis gaya dan tegangan, beban-beban awal dari buku-buku tidak cukup untuk menyebabkan rak buku tersebut patah. Tetapi bila beban buku-buku tadi ditahan dalam waktu yang lama, maka lendutan akan meningkat sebagai akibat “menurunnya tegangan” dan pada akhirnya struktur rak buku akan mengalami keruntuhan. Fenomena peningkatnya lendutan pada rak buku tersebut disebut dengan rayapan (creep).

Gambar 2.8 menunjukkan pengaruh waktu dan tegangan kayu pada beberapa tipe kayu (Gerhard, 1977, dalam Haygreen&Bowyer, 1996).

Gambar 2.5 hubungan antara tingkat beban dan waktu sampai rusak untuk kayu bebas cacat dan produk hutan majemuk

Sepuluh tahun dianggap sebagai jangka waktu kumulatif bahwa kayu dalam suatu bangunan biasanya berada pada pembebanan yang hampir maksimum (Haygreen&Bowyer, 1996).

Cara yang paling praktis untuk meminimalisir rayapan (creep) pada kayu utuh dan produk-produk kayu lainnya ialah dengan menghindari pembebanan yang berlebihan, menggunakan bahan yang benar-benar kering, dan melindungi kayu itu sendiri dari perubahan kadar air dengan pelapisan permukaan yang baik.

kayu

Jangka waktu sampai rusak (jam)

Tingkat tegangan (% uji jangka pendek)

Papan partikel

Papan keras Kayu lapis

2.2. Pengawetan Kayu

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai yang lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam faktor perusak kayu. Keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh dan kayu itu sendiri (Hunggurami, E et al., 2014).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan suatu jenis kayu adalah:

1. Serangga perusak

2. Kembang-susut akibat perubahan kandungan air 3. Pemakaian kayu

Kerugian yang terjadi akibat kerusakan kayu oleh faktor biologis tiap tahunnya mencapai milyaran rupiah. Kerusakan tersebut terjadi baik pada pohon yang masih berdiri, balok segar, kayu gergajian, maupun produk-produk kayu lain dalam penyimpanan dan pemakaian. Oleh karena itu upaya pengendalian terhadap jasad hidup perusak kayu tersebut telah lama dilakukan baik secara fisik, mekanik, kimia maupun secara hayati (Damanik, Revandi, 2003).

Indonesia memiliki luas hutan nomor dua di dunia setelah Brazil, yaitu 120,35 juta hektar (sekitar 10% hutan tropis dunia). Akan tetapi, hanya sebagian kecil saja dari jenis kayu di Indonesia yang memiliki tingkat keawetan tinggi, yaitu kelas awet I dan II (14,3%) dan sisanya yaitu 85,7% mempunyai tingkat keawetan yang rendah, kurang dan tidak awet (Martawijaya, dalam Darmono et al., 2013).

Kayu dengan kelas awet rendah rentan terhadap serangan organisme pengganggu kayu sehingga perlu diwetkan terlebih dahulu sebelum digunakan (Barly & Lelana 2010). Bahan pengawet yang digunakan salah satunya adalah senyawa borat. Borat telah memainkan peran yang semakin meningkat dalam pengawetan kayu di seluruh dunia sejak pelarangan CCA sebagai bahan pengawet

kayu pada tahun 2004 (Freeman et al. 2008). Borat banyak dipilih karena mempunyai toksisitas yang rendah (Mampe 2010).

Menurut Darmono dkk (2013), penggunaan kayu sebagai material konstruksi dan produk berbahan kayu lainnya sudah mulai mengarah pada penggunaan kayu yang cepat tumbuh. Kayu yang cepat tumbuh pada umumnya mempunyai tingkat keawetan yang cenderung rendah (kelas awet IV atau bahkan V).

Keawetan alami kayu sangat dipengaruhi oleh kadar ekstraktifnya.

Meskipun tidak semua ekstraktif beracun bagi organisme perusak kayu pada umumnya namun, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar ekstraktif keawetan alami kayu cenderung meningkat pula (Wistara et al. 2002). Di hutan Indonesia ada sekitar 4.000 jenis kayu, namun dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya dan baru 120 jenis yang sudah diperdagangkan. Hasil pengamatan menunjukan bahwa dari jumlah 3233 yang dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hasil Hutan, 80 – 85% termasuk kelas awet III, IV, dan V (Martawijaya 1981 dalam Barly dan Martawijaya 2000).

Keawetan alami dapat diperbaiki dengan pengawetan sehingga umurnya dapat meningkat beberapa kali lipat. Untuk kayu perumahan minimal dapat mencapai 20 tahun (Abdurrohim 2007).

Pengawetan kayu dianggap sebagai salah satu tindakan paling efektif dalam meningkatkan mutu kayu. Ada empat faktor penting yang senantiasa diperhatikan dalam proses pengawetan kayu, yaitu kondisi kayu yang diawetkan, bahan pengawet, cara pengawetan, dan perlakukan setelah pengawetan (Batubara, 2006).

Tindakan pengawetan kayu dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis kayu.

Menurut Hunggurami E, et al (2014), persentasi perbedaan sifat-sifat mekanis kayu kelapa tanpa pengawetan dan dengan pengawetan konsentrasi pengawetan 3%, 6% dan 20% mengalami peningkatan kuat tekan tegak lurus serat sebesar 5.21 %, 58.06%, dan 158.06%. Untuk kuat tekan sejajar arah serat sebesar 7.12%,

39.26%, dan 71.40%. Sedangkan untuk kuat lentur mengalami peningkatan sebesar 34.76%, 87.76% dan 11991%.

2.2.1 Bahan Pengawet Kayu

Bahan pengawet adalah suatu senyawa (bahan) kimia, baik berupa tunggal maupun campuran dua atau lebih bahan, yang dapat menyebabkan kayu yang digunakan secara benar akan mempunyai ketahanan terhadap serangan cendawan, serangga, dan perusak-perusak kayu lainnya. Kayu menjadi awet karena bahan pengawet tersebut bersifat racun.

Menurut Haygreen&Bowyer (1996), ada beberapa persyaratan untuk bahan pengawet yang ideal digunakan, antara lain:

1. Beracun terhadap kisaran luas cendawan penyerang kayu

2. Tingkat keabadiannya tinggi (penguapannya rendah, tahan pencucian, kestabilan kimia)

3. Kemampuan untuk menembus kayu dengan mudah

4. Tidak menyebabkan karat pada logam dan tidak melukai kayunya 5. Aman penanganan dan penggunaannya

6. Ekonomis.

Pada umumnya, bahan pengawet kayu dibedakan menjadi dua, yaitu bahan kimia larut minyak dan bahan kimia larut air.

Bahan kimia larut minyak mempunyai sejumlah keuntungan dalam situasi yang sangat basah, karena di samping beracun terhadap cendawan perlakuan tersebut menghambat gerakan air cair. Salah satu kekurangan dari senyawa-senyawa yang mempunyai minyak dalam kandungannya adalah bahwa permukaan kayu akan menjadi berminyak dan sulit untuk dicat. Tipe bahan pengawet larut minyak yang paling umum digunakan adalah kreoso ter batubara,

larutan ter baturaka kreosot, larutan kreosot-minyak tanah, pentaklorofenol (PCP) dalam minyak, tembaga nafrenat, dan PCP dalam pelarut organik ringan dengan suatu bahan penolak air.

Bahan kimia larut air merupakan tipe bahan pengawet yang paling sering digunakan. Terdapat beberapa jenis bahan pengawet larut air untuk pengawetan kayu, yaitu:

a. Copper Chrome Boron (CCB) b. Asam borat

c. Boraks

Boraks adalah suatu senyawa berbentuk kristal, berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks merupakan garam natrium subklas karbonat dengan rumus kimia yaitu Na2B4O7.10 H2O atau Na2[B4O5(OH)4].8H2O.

Hugh dan Garat (1938) dalam Hendro Sutrisno mengemukakan bahwa boraks merupakan pengawet yang tahan terhadap api dan mempunyai daya racun terhadap jamur. Dikatakan pula penggunaan boraks dengan konsentrasi 5% sudah cukup untuk pengawetan dan dianjurkan sebaiknya kayu yang diawetkan itu berada dalam keadaan siap pakai (Hendro Sutrisno, 2011).

Dalam pengawetan kayu, boraks sendiri merupakan jenis termisida organik yang berasal dari mineral boron dan mempunyai nama dagang Imparalii 16 SP. Cara kerjanya sebagai protectants, yakni termisida yang mampu melindungi bahan dari serangan dan kerusakan yang diakibatkan rayap perusak.

Boraks jarang digunakan dalam bentuk aslinya, tetapi dialihkam dalam bentuk lain berupa konsentrasi atau pekatan yang diformulasikan sehingga menjadi bahan siap pakai. Sebelum dipakai, formulasi tersebut harus dicampur dengan bahan pengencer seperti air dan larutan asam boraks (Kurnia W Prasetiyo dan Sulaeman Yusuf (2004), dalam Sutrisno, 2011).

Beberapa kelebihan dari bahan persenyawaan bor adalah:

1. Beracun terhadap jamur perusak kayu 2. Beracun terhadap serangga

3. Dapat digunakan baik secara vakum maupun cara difusi

4. Kayu yang diawetkan dengan persenyawaan bor tidak berbahaya bagi manusia, ternak dan tidak berbau

5. Tidak korosif terhadap logam

6. Dapat diplitur seperti halnya kayu yang tidak diawetkan

7. Tida menimbulkan warna pada kayu, bila diinginkan warna tertentu dapat ditambahkan cat atau zat warna pada pelatutnya

2.2.2 Metode Pengawetan Kayu

Metode pengawetan merupakan cara memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu. Ada beberapa metode pengawetan kayu:

1. Metode pencelupan dan penyemprotan 2. rendaman dingin

3. rendaman panas-dingin 4. proses vakum.

Pengawetan dengan metode perendaman dilakukan dengan merendam kayu di dalam bahan pengawet larut air pada suhu kamar (Suranto 2002). Proses pengawetan rendaman dingin termasuk proses sederhana yang dianjurkan untuk mengawetkan kayu bangunan perumahan dan gedung.

Metode rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat yaitu kayu direndam di dalam bak larutan bahan pengawet yang telah ditentukan konsentrasi bahan pengawet dan larutannya, selama dua

minggu. Kayu yang diawetkan tidak boleh terapung, tetapi harus tenggelem, bahan kayu gergajian harus disusun secara baik dengan diberi ganjal kira-kira 1 cm. Susunan demikian dimaksudkan untuk memberi peluang bagi sirkulasi bahan pengawet dan memberi jalan bagi udara yang keluar dari dalam kayu.

minggu. Kayu yang diawetkan tidak boleh terapung, tetapi harus tenggelem, bahan kayu gergajian harus disusun secara baik dengan diberi ganjal kira-kira 1 cm. Susunan demikian dimaksudkan untuk memberi peluang bagi sirkulasi bahan pengawet dan memberi jalan bagi udara yang keluar dari dalam kayu.

Dokumen terkait