• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan selanjutnya :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai bahan masukan dan informasi dalam melakukan pemantauan terhadap program PKPR di puskesmas serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan peduli remaja di puskesmas.

2. Bagi Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian yaitu Puskesmas Sering, Puskesmas Petisah dan Puskesmas Glugur Darat, sebagai bahan masukan dan informasi untuk bahan evaluasi dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).

3. Bagi remaja dan masyarakat sebagai bahan informasi mengenai layanan kesehatan peduli remaja di puskesmas.

4. Bagi jejaring, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kerjasama aktif antara berbagai pihak terkait yang meliputi lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, pihak swasta yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan kesehatan remaja di suatu wilayah.

5. Untuk penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian dengan topik yang sejenis.

6. Sebagai syarat bagi penulis untuk menyelesaikan kuliah pasca sarjana di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) 2.1.1. Pengertian PKPR

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efesien (Kemenkes RI, 2011e).

2.1.2. Karakteristik Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Karakteristik PKPR diadop dari WHO (2003), yang menyebutkan agar Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan

remaja, layak, dapat diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan : 1. Kebijakan yang peduli remaja

2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja 3. Petugas khusus yang peduli remaja 4. Petugas pendukung yang peduli remaja 5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja

6. Partisipasi/keterlibatan remaja 7. Keterlibatan masyarakat

8. Berbasis masyarakat, menjangkau keluar gedung, serta mengupayakan pelayanan sebaya

9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif 10. Pelayanan yang efektif

11. Pelayanan yang efesien (Kemenkes RI, 2011e).

2.1.3. Jenis Kegiatan PKPR dan Kriteria Puskesmas Mampu Tatalaksana PKPR

Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan sebagai berikut :

1. Pemberian informasi dan edukasi.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.

3. Konseling.

4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS).

5. Pelatihan pendidik/konselor sebaya (peer counselor sebaya).

6. Pelayanan rujukan sosial dan pranata hukum (Kemenkes RI, 2011e).

Adapun kriteria puskesmas mampu melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR.

b. Melakukan pembinaan pada sekolah minimal 1 (satu) sekolah dalam satu tahun di sekolah umum atau sekolah berbasis agama, dengan minimal melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) di sekolah binaan minimal 2 (dua) kali dalam setahun.

c. Melatih konselor sebaya di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah murid sekolah binaan (Kemenkes RI, 2014a).

2.1.4. Paket Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

Meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR.

2.1.5. Sasaran Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-18 tahun.

Walaupun demikian, mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementrian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia 10-19 tahun, tanpa memandang status pernikahan.

Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok remaja, antara lain :

1. Remaja di sekolah : sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa.

2. Remaja di luar sekolah : karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok keagaman.

3. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status pernikahan.

4. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu karena AIDS.

5. Remaja berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai berikut:

korban kekerasan, korban trafficking, korban eksploitasi seksual, penyandang cacat, anak bermasalah dengan hukum (lapas), anak jalanan, remaja pekerja, remaja di daerah konflik (pengungsian) dan remaja di daerah terpencil (Kemenkes RI, 2014a).

2.1.6. Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan PKPR di Puskesmas

Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi hambatan, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di Puskesmas sebagai berikut :

1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja.

2. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.

3. Penyertaan remaja secara aktif.

4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.

5. Dilaksanakannya kegiatan minimal.

6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.

7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.

8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal (Kemenkes RI, 2011e).

Selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan PKPR puskesmas harus meningkatkan mutu pelayananan dengan penilaian yang menggunakan Standar Nasional PKPR, dimana aspek yang berkaitan dengan penyelenggaraan PKPR adalah : sumber daya manusia kesehatan, fasilitas kesehatan, remaja, jejaring, dan manajemen kesehatan (Kemenkes RI, 2014a).

2.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Pelaksana PKPR 2.2.1. Definisi SDM Kesehatan

Berdasarkan World Health Organization (WHO), SDM Kesehatan adalah semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan kesehatan.

Mereka terdiri atas orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, bidan, apoteker, teknisi laboratorium, manajemen, serta tenaga pendukung. Secara kasar, WHO memperkirakan terdapat 59,8 juta tenaga kesehatan di dunia dan dari jumlah tersebut diperkirakan dua pertiga (39,5 juta) dari jumlah keseluruhan tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan sepertiganya (19,8 juta) merupakan tenaga pendukung dan manajemen (WHO, 2006).

Menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, defenisi dari tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kemenkes RI, 2009a).

SDM kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis, dan tenaga kesehatan non profesi, serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan (Kemenkes RI, 2009b).

Menurut Kurniati, Efendi (2012), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang memperoleh pendidikan baik formal maupun nonformal yang mendedikasikan diri dalam berbagai upaya yang bertujuan mencegah, mempertahankan, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

SDM kesehatan dapat dikatakan merupakan “jantung”dari SKN. Tanpa adanya tenaga kesehatan yang menjadi penggerak dan melayani, maka pilar-pilar yang lain dalam SKN menjadi tidak berjalan. Dalam SKN tahun 2009, fokus penting juga ditujukan pada pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan, guna menjamin ketersediaan dan pendistribusian SDM kesehatan. SKN tahun 2009 telah mengidentifikasi permasalahan strategis SDM kesehatan yang dihadapi saat ini dan kedepan yaitu sebagai berikut.

1. Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan.

2. Perencanaan kebijakan dan program SDM kesehatan masih lemah dan belum didukung system informasi SDM kesehatan yang memadai.

3. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM kesehatan. Kualitas hasil pendidikan SDM kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai.

4. Dalam pendayaangunaan SDM kesehatan, pemerataan SDM kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM kesehatan masih terbatas.

5. Pembinaan dan pengawasan SDM kesehatan dan dukungan sumber daya SDM kesehatan masih kurang (BPPSDMK, 2010).

Selain permasalahan diatas, berbagai permasalahan umum dalam SDM kesehatan di Indonesia di antaranya sebagai berikut.

1. Lemahnya kebijakan tentang SDM kesehatan dan implementasinya.

2. Kurangnya kuantitas dan kualitas SDM kesehatan.

3. Rendahnya mutu dan jumlah pendidikan dan pelatihan untuk SDM kesehatan.

4. Kurangnya akses terhadap sumber pengetahuan dan informasi.

5. Maldistribusi tenaga kesehatan di berbagai jenjang administrasi dan pelayanan.

6. Rendahnya motivasi kerja.

7. Lemahnya pembinaan terhadap tenaga kesehatan.

8. Kurangnya integrasi antara pelayanan kesehatan pemerintah dengan pihak swasta (Kurniati, Efendi, 2012).

Menurut Kemenkes RI (2011e), SDM kesehatan pelaksana PKPR adalah tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tepat

sesuai dengan kebutuhan remaja, sehingga dapat membantu remaja dalam menghadapi masalah kesehatan.

Permasalahan SDM dalam penyelenggaraan PKPR adalah :

1. Tenaga Kesehatan tidak memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang ramah remaja.

2. Petugas pendukung tidak memiliki pengetahuan dan sikap untuk mendukung pelayanan kesehatan yang ramah remaja.

3. Sebagian besar petugas puskesmas tidak sadar akan nilai-nilai pribadinya terkait dengan permasalahan kesehatan remaja yang dihadapi (Kemenkes RI, 2014a).

Untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan PKPR petugas puskesmas yang merupakan SDM kesehatan harus mendapat pelatihan, sehingga kompetensi petugas dapat ditingkatkan dalam pemberian pelayanan kesehatan yang peduli remaja.

2.2.2. Syarat Sumber Daya Manusia Pelaksana PKPR

Syarat utama petugas pelayanan kesehatan peduli remaja adalah :

1) Mengikuti Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja bagi tenaga kesehatan sebagai upaya peningkatan kompetensi petugas.

Hal-hal terkait kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang harus dimiliki oleh petugas puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan remaja.

Pengetahuan : petugas memiliki pengetahuan terkait kesehatan remaja dan permasalahannya.

Keterampilan : petugas memiliki keterampilan dalam menggunakan berbagai metode KIE (ceramah Tanya jawab, FGD, diskusi interaktif, role play dan sebagainya) dan alat bantu (slide, video, lembar balik dan sebagainya).

Sikap : petugas memiliki sikap yang ramah remaja, menyenangkan, tidak menggurui, menggunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa remaja (Kemenkes RI, 2014a).

2) Mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu diikuti dengan minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan materi penunjang lain dalam melaksanakan PKPR sehingga petugas tersebut dapat memberikan pelayanan konseling pada remaja.

Tujuan konseling dalam PKPR adalah :

1. Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

2. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar :

a. mampu mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lainnya.

b. Mampu meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.

c. Mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

d. Mempunyai dorongan untuk mempraktikkan perilaku hidup sehat.

e. Menjadi agen pengubah bagi remaja lainnya (Kemenkes RI, 2011e).

2.2.3. Standar Penilaian SDM Penyelenggara PKPR

SDM dapat menjadi subjek maupun objek dalam organisasi ataupun istitusi.

Sebagai subjek, SDM terlibat dalam perencanaan, implementasi sampai dengan monitoring dan evaluasi. Sementara itu, sebagai sasaran atau objek, manusia berada di dalam suatu sisitem yang menjadi target program.

SDM ini juga unik karena keterampilan yang didapat bisa tidak relevan lagi.

Oleh sebab itu, kemampuan dan keterampilan SDM perlu ditingkatkan melalui pengembangan berkelanjutan diantaranya pelatihan dan monitoring – evaluasi (Kurniati, Efendi, 2012).

Kemenkes RI (2014), pemantauan standar nasional PKPR untuk SDM kesehatan adalah dengan memantau:

1. Pengetahuan dan kompetensi petugas yang meliputi komponen Tim PKPR, pembagian peran dan tugas diantara tenaga kesehatan di puskesmas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan remaja, tenaga kesehatan terlatih PKPR, Sosialisasi internal tentang PKPR, petugas pendukung dan buku pedoman tentang PKPR.

2. Pelayanan Konseling yang meliputi komponen pemberian konseling oleh petugas kesehatan kepada remaja, tenaga kesehatan terlatih konseling remaja, dan dokumen atau buku pedoman pelayanan konseling.

2.3. Fasilitas Kesehatan Penyelengara PKPR

Salah satu upaya yang berperan penting dalam mencegah dan merespon masalah kesehatan remaja adalah melalui pelayanan kesehatan. Kementrian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan kesehatan yang disebut dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). PKPR dapat dilaksanakan di Puskesmas, mengingat puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan dasar yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat termasuk remaja dan tersedianya tenaga kesehatan, maka PKPR sangat potensial untuk dilaksanakan di Puskesmas (Kemenkes RI, 2011e).

Agustini, N.M, dkk (2013), dalam penelitiannya menunjukkan peranan puskesmas dalam mewujudkan remaja sehat salah satunya adalah melalui terealisasinya program PKPR, puskesmas sebagai penyedia sarana dan prasarana program PKPR agar program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan sasaran.

Menurut Prasetyawati, A.E (2012) yang mengutip pendapat Azrul Azwar, Pusat Kesehatan Masyaraka (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk-bentuk usaha kesehatan pokok.

Puskesmas memiliki tiga fungsi pokok yaitu :

1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

2. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.

3. Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Peranan puskesmas dalam program PKPR adalah sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan kepada remaja dan PKPR di rasakan memiliki peranan yang sangat penting bagi remaja (Arsani, N.K.A dkk, 2013).

Melalui PKPR di tingkat Puskesmas, remaja dapat memperoleh pengetahuan mengenai kesehatan, tempat bersosialisasi, hingga mendapat pelayanan kesehatan yang memperhatikan kebutuhan remaja (Agustini, N.M dkk, 2013).

Untuk membentuk Puskesmas Peduli Remaja harus melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Sosialisasi internal.

2. Penunjukkan petugas peduli remaja.

3. Pembentukan Tim PKPR.

4. Pelatihan formal petugas PKPR.

5. Penentuan jenis kegiatan dan pelayanan serta sasaran (Kemenkes RI, 2011e).

Puskesmas mampu laksana PKPR menyelenggarakan pelayanan komprehensif bagi remaja yang mencakup antara lain :

1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi menular seksual/IMS,HIV-AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas.;

2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja;

3) Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling dan edukasi;

4) Tumbuh kembang remaja;

5) Skrining status TT pada remaja;

6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja (meliputi masalah psikososial, gangguan jiwa dan kualitas hidup);

7) Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA);

8) Deteksi dan manajemen kekerasan terhadap remaja;

9) Deteksi dan manajemen tuberkulosis;

10) Deteksi dan penanganan kecacingan (Kemenkes RI, 2014a).

Fasilitas kesehatan yang peduli remaja adalah lingkungannya aman, lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai, fasilitas yang baik menjamin privasi dan kerahasiaan, jam kerja yang nyaman, tidak adanya stigma dan tersedianya materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), baik di ruang tunggu maupun di ruang konseling (Kemenkes RI, 2011e).

Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selalu melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas.

Dibawah ini tahapan pelayanan pada remaja digambarkan pada bagan dibawah ini :

Gambar 2.1. Alur Pelayanan PKPR di Puskesmas (Kemenkes RI, 2011e)

 Perubahan fisik dan psikis

 Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya Tentang perilaku hidup sehat pada remaja

 Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)

 Hal-hal yang perlu dihindari (NAPZA, seks bebas)

 Pergaulan sehat antara laki-laki danperempuan Tentang persiapan berkeluarga

 Kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS

 Masalah yang dihadapi antara lain

 Fisik, Psikis

 Kekerasan

 Pergaulan antara laki-laki dan perempuan Pemeriksaan Fisik

 Konseling lanjutan bila perlu

Kemenkes RI (2014a), pemantauan standar nasional PKPR untuk fasilitas kesehatan adalah dengan memantau:

1. Komponen paket pelayanan kesehatan yang meliputi pedoman dalam memberikan paket pelayanan kesehatan remaja, skrining status TT pada remaja, dan penjaringan kesehatan.

2. Prosedur, tatalaksana dan alur pelaksanaan yang meliputi alur pelayanan yang mencegah missed opportunity yaitu alur pelayanan yang mengatur remaja ketika datang ke Puskesmas sehingga tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan layanan konseling.

2.4. Remaja sebagai Sasaran PKPR 2.4.1. Definisi Remaja

Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi.

Menurut WHO kelompok remaja yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun (Kemenkes RI, 2011e). Sementara Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan 18 tahun sebagai anak, sehingga berdasarkan undang-undang ini sebagian besar remaja termasuk dalam kelompok anak.

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga memengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari I, Andhyantoro I, 2013).

Ali dalam Kumalasari I, Andhyantoro I (2013) secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.

Walaupun demikian, mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementrian Kesehatan menetapkan sasaran PKPR meliputi remaja berusia 10-19 tahun, tanpa memandang status pernikahan (Kemenkes RI, 2014a).

2.4.2. Partisipasi/Keterlibatan Remaja

Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti bahasa mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi teman sebaya mereka. Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebarluaskan keberadaannya.

Menurut Muthmainnah (2013), remaja masih dikategorikan sebagai

“pemerhati” berarti remaja masih belum merasa mempunyai pengaruh dan keterlibatannya pasif dalam pelaksanaan langkah strategi PKPR, dengan demikian

perlu adanya keterlibatan remaja dalam implementasi program PKPR mulai dari perencanaan hingga evaluasi program.

2.4.3. Kegiatan Konselor Sebaya dan Pelayanan KIE bagi Remaja

Konselor sebaya adalah salah satu mitra petugas puskesmas mampu tatalaksana PKPR dalam melayani remaja di masyarakat, untuk itu konselor sebaya harus dibekali dengan pengetahuan tentang kesehatan remaja dan pengetahuan dasar tentang konseling sederhana agar dapat melaksanakan perannya sebagai konselor atau tempat curahan hati (curhat) teman sebaya terkait masalah kesehatan remaja sekaligus menjembatani antara remaja dengan petugas pelayanan kesehatan peduli remaja dalam hal penemuan kasus dini dan merujuk pada fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2011b).

Menurut Fitria, A, dkk (2013), layanan bimbingan konseling merupakan pelayanan bantuan yang ditujukan untuk remaja secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal.

Untuk menjadi konselor remaja, seseorang harus : a. Berhasrat menolong dengan sungguh-sungguh.

b. Mempunyai keyakinan optimisme hidup, kesadaran diri, pengetahuan dan keterampilan konseling serta kesadaran terhadap perannya menolong remaja.

c. Bersikap hangat, penuh perhatian, percaya, mampu memperlihatkan sikap menerima, empati, sabar, tekun, luwes, kreatif dan bertanggung jawab.

d. Menganggap remaja memiliki kehormatan, martabat, harga diri, keunikan, dinamika dan tanggung jawab.

e. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam konseling (keterampilan komunikasi interpersonal, keterampilan mengamati, keterampilan intervensi, kemampuan melibatkan remaja dalam pemecahan masalah, keterampilan integrasi dan kepekaan budaya) (Kemenkes RI, 2011e).

2.4.4. Standar Penilaian untuk Remaja

Kemenkes RI (2014a), pemantauan standar nasional PKPR untuk fasilitas kesehatan adalah dengan memantau:

1. Komponen kegiatan KIE yang meliputi pelayanan KIE, persyaratan petugas dalam menyelenggarakan pelayanan KIE bagi remaja, media KIE, konseling yang memadai/cukup.

2. Kegiatan konselor sebaya yang meliputi remaja terlatih konselor sebaya, pedoman konselor sebaya, penbina/pendamping konselor sebaya dan pengelolaan rekam medik yang menjamin kerahasiaan remaja.

2.5. Jejaring PKPR

Jejaring kesehatan remaja adalah suatu jaringan kerjasama aktif antara berbagai pihak yang meliputi lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, istitusi pendidikan, pihak swasta serta mitra potensial lain yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan kesehatan remaja di suatu wilayah tertentu (Kemenkes RI, 2011d).

Program kesehatan remaja memerlukan keterlibatan berbagai sektor baik pemerintah, maupun non-pemerintah termasuk sektor swasta, LSM dan organisasi

profesi, bahkan keterlibatan kelompok remaja sendiri merupakan kunci keberhasilan program. Dengan membentuk suatu jejaring kesehatan remaja akan diperoleh manfaat berikut :

1. Keterlibatan berbagai mitra memungkinkan daya jangkau kesehatan remaja semakin luas.

2. Keterlibatan berbagai mitra (pemerintah, non-pemerintah dan swasta) membuat pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan remaja semakin efektif dan efesien karena tidak terjadi tumpang tindih dan ada saling kontrol pengguna dana.

3. Koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program kesehatan remaja antar berbagai mitra jejaring akan mempercepat pencapaian tujuan program kesehatan remaja.

4. Identifikasi sumber daya yang dimiliki antar mitra memungkinkan perencanaan program lebih terintegrasi dan komprehensif.

5. Adanya efek sinergi simbiosis mutualisme antar mitra jejaring kesehatan remaja sehingga dampak ganda positif dari lingkungan manajemen dan interaksi antar mitra lebih terjamin.

6. Beban kerja pencapaian tujuan program kesehatan remaja menjadi lebih ringan.

7. Kegiatan mitra menjadi lebih terfokus dan professional serta adanya optimalisasi sumber daya mitra yang bergabung dalam jejaring kesehatan remaja (Kemenkes RI, 2011d).

Menurut Kementrian Kesehatan (2014a), permasalahan dalam pelayanan kesehatan peduli remaja masih kurangnya kepedulian dan dukungan dari stakehoulder terhadap permasalahan remaja, masyarakat terutama orang tua kurang

memahami kebutuhan remaja dan belum mendapatkan informasi tentang PKPR serta remaja kurang dilibatkan dalam pengembangan dan pelaksanaan PKPR.

Muthmainnah (2013), para pengelola program dari berbagai sektor perlu mengsinkronkan program yang sudah dikelola dan berkolaborasi untuk melaksanakan program PKPR demi pemenuhan hak informasi dan layanan bagi remaja. Tetapi dari penelitian tahun 2001 didapatkan bahwa program-program yang dilakukan masih belum terkoordinasi dan belum terevaluasi dengan efektif. Dengan kondisi yang demikian tersebut, maka evaluasi program dan sharing informasi dari program perlu ditekankan agar masing-masing institusi bisa saling mendukung dan saling melengkapi kelebihan dan kekurangan dari program yang dilakukan.

Penyelesaian masalah kesehatan remaja, sangat membutuhkan keterlibatan dan kontribusi semua pemangku terkait seperti sektor swasta, organisasi

Penyelesaian masalah kesehatan remaja, sangat membutuhkan keterlibatan dan kontribusi semua pemangku terkait seperti sektor swasta, organisasi

Dokumen terkait