• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh CUT DIANA MUTIA / IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh CUT DIANA MUTIA / IKM"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

CUT DIANA MUTIA 137032154 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT DIANA MUTIA 137032154/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D Anggota : Dra. Rabiatun Adawiyah, M.P.H.R

Drs. Tukiman, M.K.M Dr. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2016

Cut Diana Mutia 137032154/IKM

(6)

keinginan, selera dan kebutuhan remaja. Meskipun program ini sudah disosialisasikan dan dilakukan berbagai upaya guna meningkatkan mutu pelayanan kepada remaja seperti pelatihan bagi petugas pelaksana, akan tetapi di puskesmas Kota Medan program ini belum terlaksana dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi program PKPR di Puskesmas Sering, Bestari dan Glugur Darat.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif melalui wawancara mendalam, observasi, dan penelaahan dokumen. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan pada tiga puskesmas yaitu Puskesmas Sering, Bestari, dan Glugur darat, alasan pengambilan lokasi karena puskesmas tersebut merupakan puskesmas yang melaksanakan program PKPR. Informan utama adalah tiga pelaksana program PKPR di puskesmas yaitu kepala puskesmas, petugas PKPR, petugas pendukung (petugas laboratorium atau apotik), informan triangulasi adalah remaja. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen, selanjutnya dilakukan analisa data secara manual.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan program PKPR di Puskesmas Kota Medan belum maksimal diantaranya alur dan pelaksanaan pelayanan PKPR kurang sesuai, kurangnya cakupan layanan kepada remaja, dan kurangnya dukungan dari instansi – instansi lain yang terkait dengan program PKPR. Faktor penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi program PKPR kepada remaja, petugas yang terlibat dalam pelaksanaan PKPR belum semuanya terlatih, kurangnya dukungan dana dan sarana prasarana. Dalam pelaksanaan program PKPR kurang adanya kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang terkait program PKPR.

Berdasarkan penelitian ini maka direkomendasikan untuk tetap melanjutkan program PKPR namun perlu ditingkatkan sosialisi program, pemenuhan sarana prasarana, meningkatkan kompetensi petugas yang terlibat dalam program PKPR, dukungan dana yang memadai, meningkatkan kerjasama antar instansi yang terkait dan menyelenggarakan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan PKPR secara rutin.

Kata Kunci: Implementasi, PKPR

(7)

socialized and through various efforts to increase service quality for adolescents like training for the personnel, this program is still executed badly at the public health centers (puskesmas) in Medan. The objective of the research was to analyze the implementation of PKPR program at Sering, Bestari, and Glugur Darat public health centers.

The research used descriptive qualitative method through in-depth interviews, observation, and documentary study. It was intentionally performed at Sering, Bestari, and Glugur Darat public health centers in Medan because they carried out PKPR program. The main informants were three personnel of PKPR program at the public health centers: the head of the puskesmas, PKPR staff, and supporting personnel (laboratory or pharmacy staff) and triangulation informants were adolescents. The data were gathered by performing in-depth interviews, observation, and documentary analysis and analyzed by using manual data analysis.

The result of the research showed that the implementation of PKPR program at the public health centers in Medan had not maximally, especially in inadequate linear ad implementation of PKPR service, inadequate coverage of service for adolescents, and inadequate support from the agencies related to PKPR program.

The inhibiting factors were lack of socialization of the program to adolescents, some of personnel who were involved in the PKPR program were untrained, lack of fund, facility, and infrastructure, and lack of good collaboration among the related parties of PKPR program.

It is recommended that the policy of PKPR program be continued and socialized. Facility and infrastructure and adequate fund should be provided properly, the competence of the personnel involved in the program should be improved, collaboration among the related agencies should be increased, and monitoring for the evaluation of the program implementation should be well organized.

Keywords: Implementation, PKPR

(8)

dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul

“Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Kota Medan”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penulisan tesis ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan, dorongan, kerja sama dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Pembimbing yaitu: Prof. Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dra. Rabiatun Adawiyah, M.P.H.R, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

atau pembanding yang telah banyak memberikan dorongan, arahan dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kepala Bidang Bina Yankes dan Kepala Seksi Bimdal Pelayanan Kesehatan Dasar yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Puskesmas Sering (dr. Hj.

Refrini), Kepala Puskesmas Bestari (dr. Indra Gunawan) dan Kepala Puskesmas Glugur Darat (dr. Rosita Nur Jannah) yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan do’a yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Suami dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan motivasi pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, Juni 2016 Penulis

Cut Diana Mutia 137032154/IKM

(11)

Islam, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Teuku Ismail Haifa dan Cut Nurawati, bertempat tinggal di Jln. Seroja Ringroad Perumahan Citra Seroja Blok D N0. 6, Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan.

Penulis mulai melaksanakan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.

060834 Medan tamat pada tahun 1988, melanjutkan ke Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 17 Medan tamat pada tahun 1991, dan melanjutkan ke Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 14 Medan tamat pada tahun 1994. Setelah itu penulis melanjutkan ke Pendidikan S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tamat pada tahun 1998.

Kemudian pada tahun 2013 penulis melanjutkan ke Pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Kesehatan Reproduksi.

Penulis memulai kariernya di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2000 sampai sekarang sebagai Staf Seksi Bimdal Kesehatan Dasar, Program Kesehatan Ibu dan Anak.

(12)

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 14

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) ... 16

2.1.1. Pengertian PKPR ... 16

2.1.2. Karakteristik Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) ... 16

2.1.3. Jenis Kegiatan PKPR dan Kriteria Puskesmas Mampu Tatalaksana PKPR ... 17

2.1.4. Paket Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ... 18

2.1.5. Sasaran Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) . 18 2.1.6. Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan PKPR di Puskesmas ... 19

2.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Pelaksana PKPR .... 20

2.2.1. Definisi SDM Kesehatan ... 20

2.2.2. Syarat Sumber Daya Manusia Pelaksana PKPR ... 23

2.2.3. Standar Penilaian SDM Penyelenggara PKPR ... 25

2.3. Fasilitas Kesehatan Penyelenggara PKPR ... 26

2.4. Remaja sebagai Sasaran PKPR ... 30

2.4.1. Definisi Remaja ... 30

2.4.2. Partisipasi/Keterlibatan Remaja ... 31

2.4.3. Kegiatan Konselor Sebaya dan Pelayanan KIE bagi Remaja ... 32

2.4.4. Standar Penilaian untuk Remaja ... 33

2.5. Jejaring PKPR ... 33

2.6. Manajemen Kesehatan Remaja ... 36

2.6.1. Definisi Manajemen ... 36

(13)

2.7.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan dan

Kegagalan Implementasi... 46

2.8. Landasan Teori ... 47

2.9. Kerangka Pikir ... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN... 50

3.1. Jenis Penelitian ... 50

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 50

3.2.2. Waktu Penelitian ... 51

3.3. Informan Penelitian... 51

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.5. Instrument Pengumpulan Data... 56

3.6. Metode Analisis Data... 56

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

4.1.1. Letak Geografis ... 57

4.2. Karakteristik Informan ... 60

4.3. Hasil Wawancara dengan Petugas Puskesmas... 61

4.3.1. Komunikasi ... 62

4.3.2. Sumber Daya ... 65

4.3.3. Struktur Birokrasi... 75

4.3.4. Disposisi ... 84

4.4. Hasil Wawancara dengan Remaja ... 88

BAB 5. PEMBAHASAN ... 96

5.1. Komunikasi ... 96

5.2. Sumber Daya... 102

5.3. Struktur Birokrasi ... 112

5.4. Disposisi... 117

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

6.1. Kesimpulan ... 124

6.2. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 135

LAMPIRAN ... 139

(14)

Petugas Puskesmas ... 62 4.2. Jawaban Informan tentang Advokasi terkait Program Kesehatan Remaja 63 4.3. Jawaban Informan tentang Tenaga Kesehatan yang terlatih PKPR dan

Dan menjadi Fasilitator Konselor Sebaya ... 65 4.4. Jawaban Informan tentang Tersedianya Pedoman, Alat Bantu Audio

Visual dan Ruangan Khusus yang digunakan dalam Memberikan Pelayanan bagi Remaja ... 68 4.5. Jawaban Informan tentang Paket Pelayanan Kesehatan Remaja yang

Diselenggarakan di Puskesmas ... 70 4.6. Jawaban Informan tentang Adanya Alokasi Dana untuk

Penyelenggaraan Pelayanan KIE bagi Remaja ... 72 4.7. Jawaban Informan tentang Tersedianya Format Pencatatan dan

Pelaporan Program PKPR ... 74 4.8. Jawaban Informan tentang Pembentukan Tim PKPR dan Pembagian

Tugas di Puskesmas ... 75 4.9. Jawaban Informan tentang Tersedianya Pelayanan Konseling dan

Penjaringan Kesehatan bagi Remaja ... 77 4.10. Jawaban Informan tentang Adanya Alur Pelayanan dan Pengaturan

Khusus untuk Melayani Remaja di Apotik, Loket dan Laboratorium ... 79 4.11. Jawaban Informan tentang Adanya Puskesmas Melakukan Identifikasi

dan Pemetaan Sektor Terkait yang terlibat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Remaja ... 81 4.12. Jawaban Informan tentang Adanya Puskesmas Membangun Sistem

Rujukan dengan Instansi Lain ... 82 4.13. Jawaban Informan tentang Koordinasi dan Pertemuan Rutin dengan

Lintas Sektor dalam Penyelenggaraan Program PKPR ... 84

(15)

4.15. Jawaban Informan tentang Kegiatan Evaluasi Dini, Pemantauan dan Penilaian serta Tindak Lanjut terhadap Hasil Evaluasi Dini, Pemantauan dan Penilaian dalam Pelaksanaan Program PKPR di Puskesmas ... 88 4.16. Jawaban Informan tentang Pemanfaatan Program Kesehatan Remaja di

Dalam dan di Luar Gedung Puskesmas serta Paket Pelayanan Kesehatan yang Diperoleh Remaja ... 89 4.17. Jawaban Informan tentang Penyediaan Pelayanan Konseling di Dalam

maupun di Luar Gedung Puskesmas serta Kemudahan untuk Memperoleh Pelayanan Konseling ... 90 4.18. Jawaban Informan tentang Pengetahuan yang Dimiliki oleh Tenaga

Kesehatan serta Penerimaan Informasi dari Puskesmas tentang Masalah Remaja ... 92 4.19. Jawaban Informan tentang Penjaringan Kesehatan oleh Petugas

Kesehatan ... 93 4.20. Jawaban Informan tentang Prosedur Tatalaksana dan Alur Pelayanan di

Puskesmas untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Remaja serta Jenis Kasus yang Dilayani di Puskesmas dan Dirujuk ke Rumah Sakit ... 94 4.21. Jawaban Informan tentang Keikutsertaan Remaja dalam Advokasi,

Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Kegiatan PKPR di Puskesmas . 95

(16)

2.1. Alur Pelayanan PKPR di Puskesmas (Kemenkes RI, 2011) ... 29 2.2. Faktor Penentu Implementasi Menurut George C. Edward III ... 49 2.3. Kerangka Pikir Penelitian ... 49

(17)

1. Pedoman Pertanyaan Wawancara ... 139 2. Surat Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 142 3. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Medan ... 143 4. Surat Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Puskesmas Bestari,

Sering, dan Glugur Darat ... 144 5. Dokumentasi ... 145

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perkembangan siklus hidup manusia, masa remaja merupakan masa yang sangat penting setelah melewati masa kanak-kanak untuk menuju dewasa dimana pada periode ini terjadi pematangan organ dan fungsi termasuk hormon sekunder yang berdampak terjadi perubahan baik secara fisik dan psikososial.

Perkembangan fisik akan mengalami pertumbuhan yang pesat demikian pula perubahan emosi dan perkembangan psikososial. Pola karakteristik ini menyebabkan remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar sehingga suka mencoba hal-hal baru untuk mencari jati diri tetapi kurang mempertimbangkan dampaknya (Kemenkes RI, 2011a).

Kelompok usia remaja merupakan kelompok yang cukup besar, berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025, proporsi penduduk remaja berusia 10- 19 tahun pada tahun 2010 adalah sekitar 18,3% dari total penduduk atau sekitar 43 juta jiwa. Menurut World Health Organization (WHO), yang termasuk kedalam kelompok remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun, dan secara demografis kelompok remaja dibagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan kelompok usia 15- 19 tahun. Sebagai generasi penerus, kelompok ini merupakan aset atau modal utama sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa dimasa yang akan datang.

Kelompok remaja yang berkualitas memegang peranan penting didalam mencapai

(19)

kelangsungan serta keberhasilan Tujuan Pembangunan Nasional (Kemenkes RI, 2014a).

Besarnya populasi kelompok usia remaja dapat dimaknai sebagai aset dan potensi dimasa depan. Namun demikian, untuk dapat mewujudkan harapan tersebut, Negara dan masyarakat harus dapat menjamin agar remaja Indonesia mampu tumbuh dan berkembang secara positif dan terbebas dari berbagai permasalahan yang mengancam. Upaya untuk dapat mewujudkan cita-cita tersebut tidaklah mudah.

Pentingnya remaja sebagai aset masa depan peradapan manusia ditunjukkan dengan adanya beberapa indikator yang ditetapkan Persatuan Bangsa Bangsa sebagai Millenium Development Goals (MDG’s) yang berkaitan langsung dengan remaja dan

orang muda. Indikator tersebut adalah tingkat melek huruf pada penduduk usia 15-24 tahun, tingkat persalinan remaja, prevalensi HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada penduduk usia 15-24 tahun,

proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS, dan rasio partisipasi sekolah anak usia 10-14 tahun yang tidak yatim piatu dibandingkan dengan yang yatim piatu (Kemenkes RI, 2014a).

Sejalan dengan derasnya arus globalisasi yang melanda berbagai sektor dan sendi kehidupan, berkembang pula masalah kesehatan reproduksi remaja yang terjadi di masyarakat. Masalah tersebut, baik fisik, psikis dan psikososial yang mencakup perilaku sosial seperti kehamilan usia muda, penyakit akibat hubungan seksual dan aborsi, maupun masalah akibat pemakaian narkotika, zat adiktif, alkohol dan merokok. Masalah tersebut apabila tidak ditanggulangi dengan sebaik-baiknya, bukan

(20)

hanya menyebabkan masa depan remaja yang suram, akan tetapi juga dapat menghancurkan masa depan bangsa.

Salah satu penyebab masalah, kemungkinan karena faktor ketidak-tahuan, sebagai akibat remaja tidak mendapat informasi yang jelas, benar dan tepat mengenai kesehatan reproduksi remaja serta permasalahannya. Dengan demikian remaja perlu didukung dengan informasi dan keterampilan yang tepat dan benar agar tidak terjebak dalam perilaku yang beresiko, seperti infeksi menular seksual, HIV-AIDS (Human Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Syndrome), penyalahgunaan

NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) dan masalah gizi (Kemenkes RI, 2011b).

Beberapa fakta berikut ini menunjukkan bahwa saat ini remaja Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan sekitar 32,1% remaja perempuan dan 36,5% remaja laki-laki yang berumur 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka belum berusia 15 tahun. Jika para remaja tersebut tidak memiliki keterampilan hidup (life skills) yang memadai, mereka beresiko memiliki perilaku pacaran yang tidak sehat. Indikasi mengenai hal ini terlihat dari fakta bahwa 0,7% perempuan dan 4,5% laki-laki umur 15-19 tahun pernah melakukan hubungan seksual pra-nikah. Alasan hubungan seksual pra-nikah tersebut sebagian besar karena penasaran/ingin tahu (57,5% pria), terjadi begitu saja (38% perempuan) dan dipaksa oleh pasangan (12,6% perempuan). Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai, hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki umur 15-19 tahun mengetahui bahwa

(21)

perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual. Bukti ini mencerminkan bahwa kurangnya pemahaman remaja tentang keterampilan hidup sehat, risiko hubungan seksual dan kemampuan untuk menolak hubungan yang tidak mereka inginkan (Kemenkes RI, 2014a).

Contoh lain masalah kesehatan remaja adalah kehamilan remaja, yaitu kehamilan tidak dikehendaki (KTD) di luar nikah, terjadi karena kurangnya keterampilan psikososial mencegah hubungan seksual pranikah atau di luar nikah.

Kehamilan remaja sering mengundang tindakan aborsi, dan karena menurut hukum merupakan tindakan ilegal, dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga yang tidak profesional sehingga dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian (Kemenkes RI, 2011c).

Unwanted pregnancy atau dikenal dengan kehamilan yang tidak diinginkan

(KTD) merupakan suatu kondisi ketika pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran dari suatu kehamilan. Kehamilan ini bisa merupakan akibat dari suatu perilaku seksual, baik yang disengaja atau pun tidak disengaja. KTD pada remaja dapat terjadi karena melakukan hubungan seksual pranikah yang tidak hanya berdampak pada remaja putri, tetapi juga remaja putra. Dua pilihan yang dihadapi remaja pada saat mengalami kehamilan yang tidak diinginkan adalah mempertahankan kehamilan atau mengakhiri kehamilan (aborsi) (Kumalasari I, Andhyantoro I, 2013).

Penyebab terjadinya KTD antara lain adalah perkosaan, ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang prilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan,

(22)

kehamilan karena incest, alasan kesehatan janin, usia ibu terlalu muda atau belum siap menikah dan masalah ekonomi. KTD yang terjadi dengan “4 Terlalu” (terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat dan terlalu sering) akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi dan kematian pada ibu hamil, disamping dapat menyebabkan terjadinya aborsi tidak aman yang berkontribusi dalam meningkatnya Angka Kematian Ibu (AKI) (Kemenkes RI, 2013).

WHO (2004) memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman di dunia, 9,5% (1,9 juta) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13% dari total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Angka aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta per tahun, sekitar 750 ribu diantaranya dilakukan oleh remaja. Komnas Perlindungan Anak tahun 2012, hasil survei terhadap 14.726 anak SMP dan SMA di 12 kota besar di Indonesia menemukan 93,7% remaja mengaku pernah berhubungan seks pranikah dan 21,2%

remaja mengaku pernah melakukan aborsi akibat seks pranikah (Kemenkes RI, 2014b).

Tingkat kelahiran pada remaja perempuan usia 15-19 tahun (Age Specific Fertility Rate, ASFR) mencapai 48 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun (SDKI

2012). Angka ini sedikit menurun dibandingkan SDKI 2007 yaitu 51 per 1000 perempuan usia 15-19 tahun. Persentase perempuan usia 15-19 tahun yang pernah melahirkan di pedesaan (13,7%) lebih tinggi daripada di perkotaan (7,3%). Angka melahirkan pada perempuan usia 15-19 tahun juga lebih tinggi pada mereka yang tidak bersekolah (13,6%) dibandingkan dengan yang masih bersekolah di SMU

(23)

(3,8%). Masih tingginya ASFR perempuan usia 15-19 tahun mengindikasikan masih tingginya pernikahan dini dan hubungan seks pranikah di kalangan remaja (Kemenkes RI, 2013).

Hasil SDKI 2012 juga menunjukkan bahwa 7% remaja perempuan 15-19 tahun pernah melahirkan. Hal ini sungguh memprihatinkan karena kehamilan dan persalinan pada remaja dibawah 19 tahun meningkatkan resiko kematian ibu dan bayi. Perempuan yang hamil pada usia muda lebih beresiko untuk mengalami perdarahan ketika dia menjalani proses persalinan dan juga lebih rentan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) . Persalinan pada ibu dibawah umur 20 tahun memiliki kontribusi dalam tingginya Angka Kematian Neonatal (34/1000), kematian bayi (50/1000), dan kematian balita (61/1000) (Kemenkes RI, 2014a).

Masalah remaja lainnya terkait penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa 28% remaja perempuan dan 24% remaja laki-laki meminum minuman beralkohol pada usia sebelum 15 tahun. Sekitar 2,8% remaja 15-19 tahun terlibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Data Riskesdas 2013, menunjukkan bahwa sebanyak 1,4% remaja umur 10-14 tahun dan 18,3% remaja berumur 15-19 tahun saat ini merokok. Selain itu diketahui bahwa 56% perokok laki-laki dan 59% perokok wanita mulai merokok sebelum mereka berumur 15 tahun (Kemenkes RI, 2014a).

Berdasarkan laporan Riskesdas 2007 ternyata remaja juga menghadapi masalah gizi, dimana angka anemi pada anak usia < 14 tahun sebesar 9,8%,

(24)

sementara pada anak usia > 15 tahun sebesar 19,7% pada perempuan dan 13,1% pada laki-laki (Kemenkes RI, 2011d).

Menurut Riskesdas 2013 terjadi peningkatan angka anemi dibandingkan tahun 2007, dimana anemi pada anak usia < 14 tahun sebesar 26,4%, usia 15 – 24 tahun sebesar 18,4%, sementara pada anak usia > 15 tahun sebesar 23,9% pada perempuan dan 18,4% pada laki-laki (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013). Analisa Susenas 1999- 2002 menggambarkan bahwa proporsi Lingkar Lengan Atas (LILA < 23,5 cm) adalah 24,9% pada tahun 1999 dan 17,6% tahun 2002. Proporsi WUS usia 15-19 tahun dengan resiko Kurang Energi Kronis (KEK) sangat tinggi (30,9%) pada tahun 2007 dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 46,6% (Kemenkes RI, 2013).

Terkait kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), laporan triwulan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan (Ditjen P2PL) sampai Maret 2012 menunjukkan faktor risiko atau cara penularan tertinggi pada tahun 2013 adalah melalui hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,1%), diikuti Penasun (7,8%), Perinatal (5%) dan Homoseksual (2,8%). Proporsi kumulatif kasus AIDS tahun 1987-2013 tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (30,7%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (21,8%) dan kelompok umur 40-49 tahun (10%). Sedangkan pada tahun 2013, proporsi tertinggi adalah pada kelompok umur 30-39 tahun (39,1%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (26,1%), dan kelompok umur 40-49 tahun (16,5%). Proporsi kumulatif kasus AIDS (1987- 2013) lebih tinggi pada laki-laki (55,4%) dibandingkan dengan perempuan (28,8%) sementara sisanya tidak melaporkan jenis kelamin, tetapi pada tahun 2013

(25)

menunjukkan hal yang berbeda pada laki-laki sebanyak 42,2% dan perempuan sebanyak 57,8% (Kemenkes RI, 2014a).

Hasil SDKI tahun 2012 sebanyak 41,2 % perempuan dan 55,3% laki-laki umur 15-19 tahun mengetahui bahwa cara penularan HIV-AIDS dapat dikurangi jika berhubungan seks hanya dengan seseorang yang tidak memiliki pasangan lain. 46%

perempuan dan 60,8% laki-laki umur 15-19 tahun mengetahui bahwa penularan HIV- AIDS dapat dikurangi dengan menggunakan kondom. Hanya 9,9% perempuan dan 10,6% laki-laki umur 15-19 tahun memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV-AIDS (Kemenkes RI, 2014a).

Selain itu, hasil Riskesdas 2010 menunjukkan masih rendahnya pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun, yaitu 11,4%.

Padahal target yang harus dicapai pada tahun 2014 adalah 95%. Hal ini mencerminkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi termasuk HIV dan AIDS masih rendah sehingga diperlukan kerja keras untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja (Kemenkes RI, 2014b).

Informasi tentang kesehatan reproduksi pada remaja cenderung diperoleh dari teman sebaya, seperti yang ditunjukkan oleh data SDKI tahun 2012, remaja umur 15- 19 tahun lebih suka berdiskusi/curhat mengenai masalah kesehatan reproduksi kepada teman sebayanya, dimana sebesar 57,1% laki-laki dan 57,6% perempuan berdiskusi/curhat mengenai kesehatan reproduksi dengan temannya. Sementara itu, remaja umur 15-19 tahun menyukai bila sumber informasi kesehatan reproduksi diperoleh dari teman sebaya (33,3% laki-laki dan 19,9% perempuan), guru (29,6%

(26)

laki-laki dan 31,2% perempuan), ibu (12,7% laki-laki dan 40% perempuan), tenaga kesehatan (2,6% laki-laki dan 35,7% perempuan). Jenis informasi yang sering diperoleh remaja adalah bahaya penyalahgunaan NAPZA, bahaya minum minuman beralkohol dan tentang HIV-AIDS termasuk penggunaan kondom untuk pencegahan penularannya (Kemenkes RI, 2014a).

Masalah diatas bukan hanya merupakan masalah remaja di Indonesia akan tetapi juga menjadi tantangan bagi remaja di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan. Hal ini ditunjukkan oleh data BPS Sumatera Utara (2010) dimana persentase perempuan usia 15-19 tahun yang pernah melahirkan di Sumatera Utara mencapai 30,2 %, sedangkan di Kota Medan mencapai 12,8 %. Data PKBI Sumatera Utara juga menunjukkan remaja yang pernah mengakses pelayanan konseling karena kasus kejadian kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) tahun 2012 berjumlah 22 orang, tahun 2013 berjumlah 11 orang dan tahun 2014 berjumlah 10 orang (Laporan Tahunan PKBI Sumut).

Terkait kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2005-2014) melaporkan jumlah kumulatif orang yang pernah masuk perawatan HIV umur 15-19 tahun laki-laki sebanyak 317 orang dan perempuan sebanyak 76 orang, sedangkan umur 20-24 tahun laki-laki sebanyak 807 orang dan perempuan sebanyak 345 orang. Berdasarkan laporan tahun 2014 (Januari - Desember) jumlah orang yang HIV positif umur 15-19 tahun laki-laki sebanyak 17 orang dan perempuan sebanyak 6 orang, sedangkan umur 20-24 tahun laki-laki

(27)

sebanyak 123 orang dan perempuan sebanyak 57 orang. Hal ini disebabkan karena pemakaian jarum suntik pada pengguna narkoba (Dinas Kesehatan Provinsi, 2014).

Selain itu Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2014 juga melaporkan jumlah orang yang HIV positif umur 15-19 tahun laki-laki sebanyak 13 orang dan perempuan sebanyak 2 orang, sedangkan umur 20-24 tahun laki-laki sebanyak 107 orang dan perempuan sebanyak 35 orang (Dinkes Kota Medan, 2014). Penelitian lain yang terkait perilaku menyimpang remaja di Kota Medan yang dilakukan oleh Siagian, J (2012) di Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru Kota Medan, hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja berusia 11- 24 tahun pernah terlibat tawuran sebesar 56,6%, berjudi sebesar 86,6%, memakai narkoba sebesar 33,33%, melakukan hubungan seks dengan pasangan (pacar) sebesar 63,33% dan meminum minuman keras sebesar 86,66%.

Mencermati berbagai permasalahan pada remaja, termasuk masalah perilaku berisiko yang turut berkontribusi pada kejadian kematian ibu. Kementrian Kesehatan telah mengembangkan Program Kesehatan Remaja dengan pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) melalui puskesmas untuk memenuhi kebutuhan remaja akan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Mengingat puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan dasar yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat termasuk remaja dan tersedianya tenaga kesehatan, maka PKPR sangat potensial untuk dilaksanakan di puskesmas. PKPR bertujuan untuk meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan, serta melibatkan

(28)

remaja dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan remaja. Pendekatan ini telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 2003 (Kemenkes RI, 2011e).

Berdasarkan laporan rutin Direktorat Bina Kesehatan Anak, hingga akhir tahun 2012 dilaporkan jumlah puskesmas PKPR sebanyak 3.191 puskesmas dari 497 kabupaten/kota di Indonesia sebanyak 386 (77,67%) telah memiliki minimal 4 puskesmas PKPR. Tahun 2013 jumlah puskesmas PKPR sebanyak 3.086 puskesmas dengan cakupan kabupaten/kota yang memiliki minimal 4 puskesmas PKPR sebesar 406 (81,69%) kabupaten/kota (Kemenkes RI, 2014a).

Di Sumatera Utara, Program PKPR baru mulai dilaksanakan pada tahun 2005.

Berdasarkan laporan rutin Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera hingga akhir 2014, dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara dilaporkan sebanyak 22 (66,66%) kabupaten/kota telah memiliki minimal 4 puskemas PKPR, dengan jumlah tenaga terlatih sebanyak 395 orang yang terdiri dari dokter 129 orang, bidan 137 orang dan perawat 129 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, 2014).

Di Kota Medan, Program PKPR mulai disosialisasikan tahun 2006 dan baru mulai dilaksanakan pada tahun 2007. Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan menunjukkan Kota Medan memiliki 3 puskesmas yang melaksanakan program PKPR yaitu : Puskesmas Sering, Petisah, dan Glugur Darat. Hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa puskesmas tersebut belum menjalankan program PKPR sesuai dengan standar yang telah ditentukan, dimana petugas kesehatan hanya memberikan penyuluhan ke sekolah saja bersamaan dengan program

(29)

UKS, belum memfungsikan puskesmas sebagai tempat konseling bagi remaja yang sehat dan masih terkesan puskesmas hanya untuk orang sakit saja.

Selain itu Dinas Kesehatan Kota Medan tidak rutin mengalokasikan dana untuk program PKPR, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 baru sekali melakukan pelatihan PKPR untuk petugas puskesmas yaitu tahun 2009, karena masih menganggap program tersebut tidak prioritas. Meskipun program pelayanan kesehatan peduli remaja ini sudah disosialisasikan dan dilakukan berbagai upaya guna meningkatkan mutu pelayanan kepada remaja seperti pelatihan bagi petugas dan konselor sebaya, akan tetapi pelaksanaannya di puskesmas belum terlaksana dengan baik.

Menurut Kementrian Kesehatan (2014), belum semua puskesmas menyediakan pelayanan yang sesuai kebutuhan remaja dengan prosedur yang mudah dan berkualitas. Tata ruang untuk pelayanan dan sarana kesehatan yang ada di Puskesmas kurang menarik dan terkesan hanya untuk orang sakit. Masalah yang terkait dengan pelayanan kesehatan remaja yaitu : kualitas sumber daya manusia kesehatan pelaksana PKPR, fasilitas kesehatan, kesenjangan informasi yang diterima oleh remaja sebagai sasaran PKPR, kebutuhan jejaring antara pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat serta kebutuhan penguatan manajemen pelayanan (Kemenkes RI, 2014a).

Hasil penelitian Hadiningsih, T.A (2010), menunjukkan bahwa pelaksanaan program PKPR di puskesmas Kabupaten Tegal belum memenuhi kriteria pelayanan remaja seperti yang ditetapkan Depkes RI. Semua puskesmas belum melaksanakan

(30)

kegiatan puskesmas PKPR, alur dan pelaksanaan pelayanan PKPR kurang sesuai, kurangnya cakupan layanan kepada remaja dan kurangnya dukungan dari instansi- instansi lain yang terkait dengan program PKPR.

Penelitian lain yang terkait pelayanan kesehatan peduli remaja yang dilakukan oleh Arsani, N.K.A, dkk (2013), hasil penelitian menunjukkan program PKPR yang dicanangkan Puskesmas Buleleng sebagian besar sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat sasaran yang belum tercapai yaitu pembentukan konselor sebaya serta belum maksimalnya sosialisasi kepada remaja secara luas. Suhariati (2010), menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur birokrasi dengan implementasi program pelayanan kesehatan peduli remaja di puskesmas wilayah Kabupaten Kediri, dimana faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi program pelayanan kesehatan peduli remaja di puskesmas adalah komunikasi, sumberdaya, dan disposisi.

Dari paparan masalah diatas penulis tertarik untuk melakukan analisis mengenai implementasi pelayanan kesehatan peduli remaja di puskesmas yang ada di Kota Medan, dengan lokasi penelitian dibatasi di Puskesmas Sering, Puskesmas Petisah dan Puskesmas Glugur Darat. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada data hasil survei awal peneliti, dimana puskesmas tersebut adalah puskesmas yang melaksanakan program PKPR.

(31)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah Implementasi program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas Sering, Puskesmas Petisah (Bestari) dan Puskesmas Glugur Darat”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis implementasi Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang diselenggarakan di Puskesmas Sering, Puskesmas Petisah (Bestari) dan Puskesmas Glugur Darat.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan selanjutnya :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, sebagai bahan masukan dan informasi dalam melakukan pemantauan terhadap program PKPR di puskesmas serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan peduli remaja di puskesmas.

2. Bagi Puskesmas yang menjadi lokasi penelitian yaitu Puskesmas Sering, Puskesmas Petisah dan Puskesmas Glugur Darat, sebagai bahan masukan dan informasi untuk bahan evaluasi dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).

3. Bagi remaja dan masyarakat sebagai bahan informasi mengenai layanan kesehatan peduli remaja di puskesmas.

(32)

4. Bagi jejaring, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kerjasama aktif antara berbagai pihak terkait yang meliputi lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, pihak swasta yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan kesehatan remaja di suatu wilayah.

5. Untuk penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian dengan topik yang sejenis.

6. Sebagai syarat bagi penulis untuk menyelesaikan kuliah pasca sarjana di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat.

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) 2.1.1. Pengertian PKPR

Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efesien (Kemenkes RI, 2011e).

2.1.2. Karakteristik Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Karakteristik PKPR diadop dari WHO (2003), yang menyebutkan agar Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan

remaja, layak, dapat diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan : 1. Kebijakan yang peduli remaja

2. Prosedur pelayanan yang peduli remaja 3. Petugas khusus yang peduli remaja 4. Petugas pendukung yang peduli remaja 5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja

(34)

6. Partisipasi/keterlibatan remaja 7. Keterlibatan masyarakat

8. Berbasis masyarakat, menjangkau keluar gedung, serta mengupayakan pelayanan sebaya

9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif 10. Pelayanan yang efektif

11. Pelayanan yang efesien (Kemenkes RI, 2011e).

2.1.3. Jenis Kegiatan PKPR dan Kriteria Puskesmas Mampu Tatalaksana PKPR

Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan sebagai berikut :

1. Pemberian informasi dan edukasi.

2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.

3. Konseling.

4. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS).

5. Pelatihan pendidik/konselor sebaya (peer counselor sebaya).

6. Pelayanan rujukan sosial dan pranata hukum (Kemenkes RI, 2011e).

Adapun kriteria puskesmas mampu melaksanakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah sebagai berikut :

(35)

a. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR.

b. Melakukan pembinaan pada sekolah minimal 1 (satu) sekolah dalam satu tahun di sekolah umum atau sekolah berbasis agama, dengan minimal melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) di sekolah binaan minimal 2 (dua) kali dalam setahun.

c. Melatih konselor sebaya di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah murid sekolah binaan (Kemenkes RI, 2014a).

2.1.4. Paket Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

Meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan remaja dengan pendekatan PKPR.

2.1.5. Sasaran Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-18 tahun.

Walaupun demikian, mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementrian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan PKPR meliputi remaja berusia 10-19 tahun, tanpa memandang status pernikahan.

Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok remaja, antara lain :

1. Remaja di sekolah : sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa.

(36)

2. Remaja di luar sekolah : karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja, panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja, rumah singgah, kelompok keagaman.

3. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status pernikahan.

4. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi yatim/piatu karena AIDS.

5. Remaja berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai berikut:

korban kekerasan, korban trafficking, korban eksploitasi seksual, penyandang cacat, anak bermasalah dengan hukum (lapas), anak jalanan, remaja pekerja, remaja di daerah konflik (pengungsian) dan remaja di daerah terpencil (Kemenkes RI, 2014a).

2.1.6. Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan PKPR di Puskesmas

Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi hambatan, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di Puskesmas sebagai berikut :

1. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja.

2. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.

3. Penyertaan remaja secara aktif.

4. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.

5. Dilaksanakannya kegiatan minimal.

(37)

6. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.

7. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.

8. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal (Kemenkes RI, 2011e).

Selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan PKPR puskesmas harus meningkatkan mutu pelayananan dengan penilaian yang menggunakan Standar Nasional PKPR, dimana aspek yang berkaitan dengan penyelenggaraan PKPR adalah : sumber daya manusia kesehatan, fasilitas kesehatan, remaja, jejaring, dan manajemen kesehatan (Kemenkes RI, 2014a).

2.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Pelaksana PKPR 2.2.1. Definisi SDM Kesehatan

Berdasarkan World Health Organization (WHO), SDM Kesehatan adalah semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan kesehatan.

Mereka terdiri atas orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, bidan, apoteker, teknisi laboratorium, manajemen, serta tenaga pendukung. Secara kasar, WHO memperkirakan terdapat 59,8 juta tenaga kesehatan di dunia dan dari jumlah tersebut diperkirakan dua pertiga (39,5 juta) dari jumlah keseluruhan tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan dan sepertiganya (19,8 juta) merupakan tenaga pendukung dan manajemen (WHO, 2006).

Menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, defenisi dari tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di

(38)

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kemenkes RI, 2009a).

SDM kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis, dan tenaga kesehatan non profesi, serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan (Kemenkes RI, 2009b).

Menurut Kurniati, Efendi (2012), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang memperoleh pendidikan baik formal maupun nonformal yang mendedikasikan diri dalam berbagai upaya yang bertujuan mencegah, mempertahankan, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

SDM kesehatan dapat dikatakan merupakan “jantung”dari SKN. Tanpa adanya tenaga kesehatan yang menjadi penggerak dan melayani, maka pilar-pilar yang lain dalam SKN menjadi tidak berjalan. Dalam SKN tahun 2009, fokus penting juga ditujukan pada pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan, guna menjamin ketersediaan dan pendistribusian SDM kesehatan. SKN tahun 2009 telah mengidentifikasi permasalahan strategis SDM kesehatan yang dihadapi saat ini dan kedepan yaitu sebagai berikut.

1. Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan.

2. Perencanaan kebijakan dan program SDM kesehatan masih lemah dan belum didukung system informasi SDM kesehatan yang memadai.

(39)

3. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM kesehatan. Kualitas hasil pendidikan SDM kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai.

4. Dalam pendayaangunaan SDM kesehatan, pemerataan SDM kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM kesehatan masih terbatas.

5. Pembinaan dan pengawasan SDM kesehatan dan dukungan sumber daya SDM kesehatan masih kurang (BPPSDMK, 2010).

Selain permasalahan diatas, berbagai permasalahan umum dalam SDM kesehatan di Indonesia di antaranya sebagai berikut.

1. Lemahnya kebijakan tentang SDM kesehatan dan implementasinya.

2. Kurangnya kuantitas dan kualitas SDM kesehatan.

3. Rendahnya mutu dan jumlah pendidikan dan pelatihan untuk SDM kesehatan.

4. Kurangnya akses terhadap sumber pengetahuan dan informasi.

5. Maldistribusi tenaga kesehatan di berbagai jenjang administrasi dan pelayanan.

6. Rendahnya motivasi kerja.

7. Lemahnya pembinaan terhadap tenaga kesehatan.

8. Kurangnya integrasi antara pelayanan kesehatan pemerintah dengan pihak swasta (Kurniati, Efendi, 2012).

Menurut Kemenkes RI (2011e), SDM kesehatan pelaksana PKPR adalah tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tepat

(40)

sesuai dengan kebutuhan remaja, sehingga dapat membantu remaja dalam menghadapi masalah kesehatan.

Permasalahan SDM dalam penyelenggaraan PKPR adalah :

1. Tenaga Kesehatan tidak memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang ramah remaja.

2. Petugas pendukung tidak memiliki pengetahuan dan sikap untuk mendukung pelayanan kesehatan yang ramah remaja.

3. Sebagian besar petugas puskesmas tidak sadar akan nilai-nilai pribadinya terkait dengan permasalahan kesehatan remaja yang dihadapi (Kemenkes RI, 2014a).

Untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan PKPR petugas puskesmas yang merupakan SDM kesehatan harus mendapat pelatihan, sehingga kompetensi petugas dapat ditingkatkan dalam pemberian pelayanan kesehatan yang peduli remaja.

2.2.2. Syarat Sumber Daya Manusia Pelaksana PKPR

Syarat utama petugas pelayanan kesehatan peduli remaja adalah :

1) Mengikuti Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja bagi tenaga kesehatan sebagai upaya peningkatan kompetensi petugas.

Hal-hal terkait kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang harus dimiliki oleh petugas puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan remaja.

Pengetahuan : petugas memiliki pengetahuan terkait kesehatan remaja dan permasalahannya.

(41)

Keterampilan : petugas memiliki keterampilan dalam menggunakan berbagai metode KIE (ceramah Tanya jawab, FGD, diskusi interaktif, role play dan sebagainya) dan alat bantu (slide, video, lembar balik dan sebagainya).

Sikap : petugas memiliki sikap yang ramah remaja, menyenangkan, tidak menggurui, menggunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa remaja (Kemenkes RI, 2014a).

2) Mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu diikuti dengan minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan materi penunjang lain dalam melaksanakan PKPR sehingga petugas tersebut dapat memberikan pelayanan konseling pada remaja.

Tujuan konseling dalam PKPR adalah :

1. Membantu remaja untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.

2. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu remaja agar :

a. mampu mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lainnya.

b. Mampu meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.

c. Mempunyai motivasi untuk mencari bantuan bila menghadapi masalah.

d. Mempunyai dorongan untuk mempraktikkan perilaku hidup sehat.

(42)

e. Menjadi agen pengubah bagi remaja lainnya (Kemenkes RI, 2011e).

2.2.3. Standar Penilaian SDM Penyelenggara PKPR

SDM dapat menjadi subjek maupun objek dalam organisasi ataupun istitusi.

Sebagai subjek, SDM terlibat dalam perencanaan, implementasi sampai dengan monitoring dan evaluasi. Sementara itu, sebagai sasaran atau objek, manusia berada di dalam suatu sisitem yang menjadi target program.

SDM ini juga unik karena keterampilan yang didapat bisa tidak relevan lagi.

Oleh sebab itu, kemampuan dan keterampilan SDM perlu ditingkatkan melalui pengembangan berkelanjutan diantaranya pelatihan dan monitoring – evaluasi (Kurniati, Efendi, 2012).

Kemenkes RI (2014), pemantauan standar nasional PKPR untuk SDM kesehatan adalah dengan memantau:

1. Pengetahuan dan kompetensi petugas yang meliputi komponen Tim PKPR, pembagian peran dan tugas diantara tenaga kesehatan di puskesmas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan remaja, tenaga kesehatan terlatih PKPR, Sosialisasi internal tentang PKPR, petugas pendukung dan buku pedoman tentang PKPR.

2. Pelayanan Konseling yang meliputi komponen pemberian konseling oleh petugas kesehatan kepada remaja, tenaga kesehatan terlatih konseling remaja, dan dokumen atau buku pedoman pelayanan konseling.

(43)

2.3. Fasilitas Kesehatan Penyelengara PKPR

Salah satu upaya yang berperan penting dalam mencegah dan merespon masalah kesehatan remaja adalah melalui pelayanan kesehatan. Kementrian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan kesehatan yang disebut dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). PKPR dapat dilaksanakan di Puskesmas, mengingat puskesmas merupakan pusat pelayanan kesehatan dasar yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat termasuk remaja dan tersedianya tenaga kesehatan, maka PKPR sangat potensial untuk dilaksanakan di Puskesmas (Kemenkes RI, 2011e).

Agustini, N.M, dkk (2013), dalam penelitiannya menunjukkan peranan puskesmas dalam mewujudkan remaja sehat salah satunya adalah melalui terealisasinya program PKPR, puskesmas sebagai penyedia sarana dan prasarana program PKPR agar program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan sasaran.

Menurut Prasetyawati, A.E (2012) yang mengutip pendapat Azrul Azwar, Pusat Kesehatan Masyaraka (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk-bentuk usaha kesehatan pokok.

Puskesmas memiliki tiga fungsi pokok yaitu :

1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

2. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.

(44)

3. Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Peranan puskesmas dalam program PKPR adalah sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan kepada remaja dan PKPR di rasakan memiliki peranan yang sangat penting bagi remaja (Arsani, N.K.A dkk, 2013).

Melalui PKPR di tingkat Puskesmas, remaja dapat memperoleh pengetahuan mengenai kesehatan, tempat bersosialisasi, hingga mendapat pelayanan kesehatan yang memperhatikan kebutuhan remaja (Agustini, N.M dkk, 2013).

Untuk membentuk Puskesmas Peduli Remaja harus melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Sosialisasi internal.

2. Penunjukkan petugas peduli remaja.

3. Pembentukan Tim PKPR.

4. Pelatihan formal petugas PKPR.

5. Penentuan jenis kegiatan dan pelayanan serta sasaran (Kemenkes RI, 2011e).

Puskesmas mampu laksana PKPR menyelenggarakan pelayanan komprehensif bagi remaja yang mencakup antara lain :

1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi menular seksual/IMS,HIV-AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas.;

2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja;

(45)

3) Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling dan edukasi;

4) Tumbuh kembang remaja;

5) Skrining status TT pada remaja;

6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja (meliputi masalah psikososial, gangguan jiwa dan kualitas hidup);

7) Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA);

8) Deteksi dan manajemen kekerasan terhadap remaja;

9) Deteksi dan manajemen tuberkulosis;

10) Deteksi dan penanganan kecacingan (Kemenkes RI, 2014a).

Fasilitas kesehatan yang peduli remaja adalah lingkungannya aman, lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai, fasilitas yang baik menjamin privasi dan kerahasiaan, jam kerja yang nyaman, tidak adanya stigma dan tersedianya materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), baik di ruang tunggu maupun di ruang konseling (Kemenkes RI, 2011e).

Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selalu melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas.

Dibawah ini tahapan pelayanan pada remaja digambarkan pada bagan dibawah ini :

(46)

Gambar 2.1. Alur Pelayanan PKPR di Puskesmas (Kemenkes RI, 2011e) Remaja datang (kiriman, sendiri)

Melalui loket umum/loket khusus/langsung Diregistrasi di ruang konseling

Anamnesa

 Identitas

 Apa yang sudah diketahui Tentang KRR

 Perubahan fisik dan psikis

 Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya Tentang perilaku hidup sehat pada remaja

 Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)

 Hal-hal yang perlu dihindari (NAPZA, seks bebas)

 Pergaulan sehat antara laki-laki danperempuan Tentang persiapan berkeluarga

 Kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS

 Masalah yang dihadapi antara lain

 Fisik, Psikis

 Kekerasan

 Pergaulan antara laki-laki dan perempuan Pemeriksaan Fisik

 Tanda-tanda anemia, KEK

 Tanda-tanda kekerasan/KtP Pelayanan Konseling

Tidak perlu pelayanan klinis Medis pulang

Konseling lanjutan bila perlu

Perlu pelayanan klinis medis/lab

 Pemeriksaan infeksi saluran reproduksi

 Kehamilan, perkosaan

 Pasca keguguran

 Kontrasepsi

 Konseling lanjutan bila perlu

(47)

Kemenkes RI (2014a), pemantauan standar nasional PKPR untuk fasilitas kesehatan adalah dengan memantau:

1. Komponen paket pelayanan kesehatan yang meliputi pedoman dalam memberikan paket pelayanan kesehatan remaja, skrining status TT pada remaja, dan penjaringan kesehatan.

2. Prosedur, tatalaksana dan alur pelaksanaan yang meliputi alur pelayanan yang mencegah missed opportunity yaitu alur pelayanan yang mengatur remaja ketika datang ke Puskesmas sehingga tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan layanan konseling.

2.4. Remaja sebagai Sasaran PKPR 2.4.1. Definisi Remaja

Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi.

Menurut WHO kelompok remaja yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun (Kemenkes RI, 2011e). Sementara Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan 18 tahun sebagai anak, sehingga berdasarkan undang-undang ini sebagian besar remaja termasuk dalam kelompok anak.

(48)

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga memengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari I, Andhyantoro I, 2013).

Ali dalam Kumalasari I, Andhyantoro I (2013) secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.

Walaupun demikian, mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah 10-19 tahun, maka Kementrian Kesehatan menetapkan sasaran PKPR meliputi remaja berusia 10-19 tahun, tanpa memandang status pernikahan (Kemenkes RI, 2014a).

2.4.2. Partisipasi/Keterlibatan Remaja

Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti bahasa mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi teman sebaya mereka. Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebarluaskan keberadaannya.

Menurut Muthmainnah (2013), remaja masih dikategorikan sebagai

“pemerhati” berarti remaja masih belum merasa mempunyai pengaruh dan keterlibatannya pasif dalam pelaksanaan langkah strategi PKPR, dengan demikian

(49)

perlu adanya keterlibatan remaja dalam implementasi program PKPR mulai dari perencanaan hingga evaluasi program.

2.4.3. Kegiatan Konselor Sebaya dan Pelayanan KIE bagi Remaja

Konselor sebaya adalah salah satu mitra petugas puskesmas mampu tatalaksana PKPR dalam melayani remaja di masyarakat, untuk itu konselor sebaya harus dibekali dengan pengetahuan tentang kesehatan remaja dan pengetahuan dasar tentang konseling sederhana agar dapat melaksanakan perannya sebagai konselor atau tempat curahan hati (curhat) teman sebaya terkait masalah kesehatan remaja sekaligus menjembatani antara remaja dengan petugas pelayanan kesehatan peduli remaja dalam hal penemuan kasus dini dan merujuk pada fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2011b).

Menurut Fitria, A, dkk (2013), layanan bimbingan konseling merupakan pelayanan bantuan yang ditujukan untuk remaja secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal.

Untuk menjadi konselor remaja, seseorang harus : a. Berhasrat menolong dengan sungguh-sungguh.

b. Mempunyai keyakinan optimisme hidup, kesadaran diri, pengetahuan dan keterampilan konseling serta kesadaran terhadap perannya menolong remaja.

c. Bersikap hangat, penuh perhatian, percaya, mampu memperlihatkan sikap menerima, empati, sabar, tekun, luwes, kreatif dan bertanggung jawab.

d. Menganggap remaja memiliki kehormatan, martabat, harga diri, keunikan, dinamika dan tanggung jawab.

(50)

e. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam konseling (keterampilan komunikasi interpersonal, keterampilan mengamati, keterampilan intervensi, kemampuan melibatkan remaja dalam pemecahan masalah, keterampilan integrasi dan kepekaan budaya) (Kemenkes RI, 2011e).

2.4.4. Standar Penilaian untuk Remaja

Kemenkes RI (2014a), pemantauan standar nasional PKPR untuk fasilitas kesehatan adalah dengan memantau:

1. Komponen kegiatan KIE yang meliputi pelayanan KIE, persyaratan petugas dalam menyelenggarakan pelayanan KIE bagi remaja, media KIE, konseling yang memadai/cukup.

2. Kegiatan konselor sebaya yang meliputi remaja terlatih konselor sebaya, pedoman konselor sebaya, penbina/pendamping konselor sebaya dan pengelolaan rekam medik yang menjamin kerahasiaan remaja.

2.5. Jejaring PKPR

Jejaring kesehatan remaja adalah suatu jaringan kerjasama aktif antara berbagai pihak yang meliputi lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, istitusi pendidikan, pihak swasta serta mitra potensial lain yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan kesehatan remaja di suatu wilayah tertentu (Kemenkes RI, 2011d).

Program kesehatan remaja memerlukan keterlibatan berbagai sektor baik pemerintah, maupun non-pemerintah termasuk sektor swasta, LSM dan organisasi

(51)

profesi, bahkan keterlibatan kelompok remaja sendiri merupakan kunci keberhasilan program. Dengan membentuk suatu jejaring kesehatan remaja akan diperoleh manfaat berikut :

1. Keterlibatan berbagai mitra memungkinkan daya jangkau kesehatan remaja semakin luas.

2. Keterlibatan berbagai mitra (pemerintah, non-pemerintah dan swasta) membuat pelaksanaan dan pencapaian program kesehatan remaja semakin efektif dan efesien karena tidak terjadi tumpang tindih dan ada saling kontrol pengguna dana.

3. Koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program kesehatan remaja antar berbagai mitra jejaring akan mempercepat pencapaian tujuan program kesehatan remaja.

4. Identifikasi sumber daya yang dimiliki antar mitra memungkinkan perencanaan program lebih terintegrasi dan komprehensif.

5. Adanya efek sinergi simbiosis mutualisme antar mitra jejaring kesehatan remaja sehingga dampak ganda positif dari lingkungan manajemen dan interaksi antar mitra lebih terjamin.

6. Beban kerja pencapaian tujuan program kesehatan remaja menjadi lebih ringan.

7. Kegiatan mitra menjadi lebih terfokus dan professional serta adanya optimalisasi sumber daya mitra yang bergabung dalam jejaring kesehatan remaja (Kemenkes RI, 2011d).

(52)

Menurut Kementrian Kesehatan (2014a), permasalahan dalam pelayanan kesehatan peduli remaja masih kurangnya kepedulian dan dukungan dari stakehoulder terhadap permasalahan remaja, masyarakat terutama orang tua kurang

memahami kebutuhan remaja dan belum mendapatkan informasi tentang PKPR serta remaja kurang dilibatkan dalam pengembangan dan pelaksanaan PKPR.

Muthmainnah (2013), para pengelola program dari berbagai sektor perlu mengsinkronkan program yang sudah dikelola dan berkolaborasi untuk melaksanakan program PKPR demi pemenuhan hak informasi dan layanan bagi remaja. Tetapi dari penelitian tahun 2001 didapatkan bahwa program-program yang dilakukan masih belum terkoordinasi dan belum terevaluasi dengan efektif. Dengan kondisi yang demikian tersebut, maka evaluasi program dan sharing informasi dari program perlu ditekankan agar masing-masing institusi bisa saling mendukung dan saling melengkapi kelebihan dan kekurangan dari program yang dilakukan.

Penyelesaian masalah kesehatan remaja, sangat membutuhkan keterlibatan dan kontribusi semua pemangku terkait seperti sektor swasta, organisasi non- pemerintah serta LSM.Masalah kesehatan remaja selalu memerlukan pendekatan pemecahan masalah yang dilakukan secara multidisiplin artinya masalah tidak dapat diselesaikan dengan satu bidang keahlian (Kemenkes RI, 2011d).

(53)

2.6. Manajemen Kesehatan Remaja 2.6.1. Definisi Manajemen

Manajemen adalah ilmu terapan, penerapannya harus disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerjasama manusia yang ada didalam organisasi tersebut, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di bidang kesehatan, manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang bekerja didalam organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan mengatasi gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara efektif, efesien dan produkrif (Gde Muninjaya, A.A, 2012).

2.6.2. Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen menurut G. Terry dalam Muninjaya (2012) : Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Aktuasi (Actuating) dan Pengawasan- Pengendalian (Controling).

1. Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan adalah fungsi terpenting dalam proses manajemen, fungsi ini akan menentukan arah fungsi manajemen lainnya. Untuk itu, fungsi perencanaan merupakan landasan dasar pengembangan proses manajemen secara keseluruhan.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh pimpinan dan staf jika organisasi memiliki perencanaan yang baik, mereka akan mengetahui tujuan yang ingin dicapai organisasi dan cara mencapainya, jenis dan struktur organisasi yang dibutuhkan, jumlah dan jenis staf yang diinginkan termasuk uraian tugasnya, bentuk kepemimpinan yang efektif dan standar pengawasan yang diperlukan.

(54)

Selain itu institusi pelayanan kesehatan akan memperoleh keuntungan jika perencanaan kesehatan dapat didokumentasikan dengan baik, dengan perencanaan kesehatan yang tersusun lengkap, seorang manajer dan staf institusi pelayanan kesehatan akan mengetahui dengan jelas arah program kesehatan yang akan dilaksanakan.

Sebagai sebuah proses, perencanaan kesehatan terdiri dari atas lima langkah, kelimanya merupakan urutan yang saling menentukan satu sama lain yaitu : analisa situasi, mengindetifikasi masalah dan prioritasnya, menentukan tujuan program, mengkaji hambatan dan kelemahan program dan menyusun rencana kerja operasional.

2. Fungsi Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang juga mempunyai peranan penting seperti halnya fungsi perencanaan. Dengan fungsi pengorganisasian seluruh sumber daya yang dimiliki oleh istitusi pelayanan kesehatan (manusia dan yang bukan manusia) diatur penggunaannya secara efektif dan efesien untuk mencapai tujuan institusi.

Dengan mengembangkan fungsi pengorganisasian, seorang manajer akan dapat mengetahui : pembagian tugas untuk staf perorangan atau kelompok, hubungan organisatoris antar manusia dalam organisasi, pendelegasian wewenang dan pemanfaatan staf dan fasilitas fisik yang dimiliki organisasi.

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Hambatan Pemanfaatan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Di SMP N 6 Denpasar Tahun 2015.Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan pada bulan Februari sampai September 2020, bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan PKPR di wilayah kerja puskesmas Langsa Kota tahun

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan PKPR dan sesuai dengan teori Andersen

Ditinjau dari dakwah fardiyah, kegiatan upaya pencegahan seks bebas remaja melalui konseling sebaya di Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas Blora telah

Dalam pelaksanaan PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) sudah ada kesediaan dari para implementor untuk menyelesaikan kebijakan publik tersebut. 1) Petugas sudah

Program PKPR yang merupakan salah satu strategi dalam mencegah masalah remaja sudah dilaksanakan di Puskesmas Kuta Selatan sejak tahun 2007, program tersebut

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1) Peranan Puskesmas dalam program PKPR adalah sebagai ujung

Pendidik Sebaya (peer educator) di komunitas baru terbentuk bulan Mei 2013 sehingga belum mempunyai keterlibatan dalam pelaksanaan langkah strategis PKPR bahkan