BAB I PENDAHULUAN
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, adapun beberapa manfaat dari penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan baru serta dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep-konsep ilmiah yang ada.
Dengan penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pemahaman dan perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan sita marital pada khususnya, terutama mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Diluar Gugatan Perceraian Menurut UU No.
1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam dalam Putusan No.
2188/Pdt.G/2012/PA JS.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama yakni dalam hal sita marital.
Selain itu bagi praktisi khususnya Hakim, diharapkan dapat menerapkan aturan sita marital dalam mengadili dan menyelesaikan perkara sesuai dengan perkembangannya sehingga dapat menjamin kepentingan pihak-pihak yang berperkara agar tidak ada yang dirugikan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul
“Tinjauan Yuridis Terhadap Permohonan Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Diluar Gugatan Perceraian Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Putusan No.
2188/Pdt.G/2012/PA JS)” belum ada yang membahasnya.
Namun ada beberapa judul penelitian sebelumnya yang membahas masalah harta bersama, seperti penelitian yang dilakukan oleh :
1. Lusinda Maranatha Siahaan (027011037), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pembagian Harta Bersama Dalam Hal Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan)”. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :
a. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan?
b. Bagaimana pengertian harta bersama dalam perkawinan pada masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan?
c. Bagaimana upaya yang dilakukan para pihak untuk menyelesaikan pembagian harta bersama dalam hal perkawinan putus karena perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan?
d. Bagaimana besarnya hak masing-masing suami istri atas harta bersama dalam hal putusnya perkawinan karena perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen di Kota Medan?
2. Ismy Syafriani Nasution (077011030) , Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Akibat Hukum Perceraian Terhadap Harta Bersama Berdasarkan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam”. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :
a. Bagaimana akibat hukum penyelesaian sengketa terhadap harta bersama menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ?
b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembagian harta bersama akibat hukum perceraian ?
c. Bagaimanakah akibat hukum penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan pemeliharaan anak dari pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian dikaitkan dengan perjanjian perkawinan ?
3. Lydia Natalia Tanaka (107011042), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Aspek Hukum Sita Marital Terhadap Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :
a. Bagaimana kedudukan hukum harta bersama dalam perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan dalam hal terjadinya perceraian antara suami istri ?
b. Bagaimana penerapan ketentuan hukum positip tentang sita marital dalam perkara pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian suami istri ?
c. Apakah yang menjadi dasar pengajuan sita marital oleh istri selaku penggugat dalam perkara perdata antara Felicia Juliati melawan Iwan Gunawan dahulu Tjioe Kok An dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 390 / K / Pdt / 2002, tanggal 26 Maret 2007 serta konsekwensi hukumnya ?
Dengan demikian dapat dikatakan penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.29 Dalam setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data. Suatu kerangka teori mempunyai beberapa kegunaan bagi suatu penelitian, yakni :30
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
29 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Madju,1994), hal. 80.
30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 121.
b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh faktor- faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.31 Teori menempati tempat yang terpenting dalam penelitian, sebab teori memberikan sarana untuk merangkum dan memahami masalah yang dikaji secara lebih baik. Hal-hal yang pada awalnya terlihat tersebar dan berdiri sendiri dapat disatukan dan ditujukan kaitannya satu sama lain secara bermakna, sehingga teori berfungsi memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dikaji.32
31 Ibid., hal. 6
32 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53.
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan-penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori
merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.33
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum.
Teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch menyatakan bahwa ”sesuatu yang dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”.34 Jadi, hukum dibuat pun ada tujuannya, tujuannya ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia, tujuan hukum yang utama ada tiga, yaitu: keadilan untuk keseimbangan, kepastian untuk ketetapan, dan kemanfaatan untuk kebahagian.35
Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.36
Dalam kasus Putusan No.2188/Pdt.G/2012/PA JS, istri sebagai Pemohon ingin meminta kepastian hukum dalam hal ini mengenai permohonan sita marital
Dalam penelitian ini, kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum dalam hal sita marital terhadap harta bersama dimana dalam sita marirtal ini perlu adanya pengaturan khusus dalam penerapannya sehingga menciptakan kepastian hukum yang memberikan keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pihak-pihak tertentu.
33 M.Solly Lubis, Op.Cit., hal. 17.
34 Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi krisis terhadap hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 123.
35 Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta : LP3S 2006), hal. 63.
36Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta : Gunung Agung, 2002), hal. 82-83 .
karena Pemohon merasa khawatir Termohon akan merugikan dan membahayakan harta bersama sehingga Pemohon meminta agar Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengabulkan permohonan sita marital yang telah Ia ajukan demi keselamatan harta bersama. Dengan adanya penyitaan terhadap harta bersama, maka seluruh harta bersama akan terlindungi dan tidak dapat beralih kepada pihak lain, sehingga dengan sendirinya hak Pemohon terhadap harta akan terlindungi dan terciptalah kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan khusus nya kepada pihak yang berperkara. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana kekacauan sosial.37
Pengaturan sita marital sendiri dapat dilihat dalam Pasal 190 BW (Burgerlijk Wetboek), Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 78 huruf c UU No.
Sita marital pada dasarnya adalah salah satu jenis dari sita jaminan, akan tetapi jenis sita ini adalah bertujuan untuk membekukan harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan melalui penyitaan agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perkara perceraian/pembagian harta bersama berlangsung. Dalam konteks ini pembekuan harta bersama tersebut adalah harta bersama yang dikuasai langsung baik oleh penggugat/pemohon atau tergugat/termohon sehingga tujuan dari sita marital sendiri adalah untuk menjamin agar harta perkawinan tetap utuh dan terpelihara sampai perkara mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
37 M.Yahya Harahap, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hal.76.
7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama 38, Pasal 136 ayat (2) huruf b KHI39, serta Pasal 823-830 RV. Suami maupun istri berdasarkan Pasal 24 PP No. 9 Tahun 1975 sama-sama mempunyai hak untuk mengajukan sita marital. Permohonan sita marital dapat dibenarkan jika ada alasan bahwa tindakan suami/istri telah secara nyata memboroskan harta bersama yang dapat menimbulkan kerugian bagi tergugat/termohon dan jika tidak adanya ketertiban dalam mengelola dan mengurus harta bersama yang dapat membahayakan keutuhan harta bersama.40
Sudah merupakan suatu kenyataan bahwa dalam hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan yang bersifat umum.41 Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.42
Dengan demikian, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat
38 Pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa
“menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri”.
39 Pasal 136 ayat (2) huruf b KHI menyatakan bahwa “menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri”.
40Anggara, Makalah Sita Marital, 9 Juli 2008, diperoleh dari http://anggara.org , terakhir kali diakses pada tanggal 2 Februari 2017.
41 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 157.
42 Ibid., hal. 158.
umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.43
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian44. Salah satu penganut aliran positivisme yang terpenting adalah John Austin, yang inti ajarannya, hukum adalah perintah pihak yang berdaulat. Ilmu hukum selalu berkaitan dengan hukum positif atau dengan ketentuan-ketentuan lain yang secara tegas dapat disebut demikian yaitu yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya.45 Sementara Mahfud MD menyatakan bahwa walaupun secara prinsip harus diutamakan adalah kepastian hukum namun juga harus dititikberatkan kepada keadilan dan kemanfaatan.46
Selain teori kepastian hukum tersebut, dalam penelitian ini digunakan teori perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif
43 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hal 23.
44 Ibid., hal. 83.
45 Ibid., hal. 266-267.
46 Mahfud MD , Asas Keadilan dan Kemanfaatan, Suara Karya, 12 Desember 2006.
maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.47
Menurut Satjipto Rahardjo48
Selain itu menurut Setiono
mengatakan :
“Perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.”
49
47 Rahayu, Pengangkutan Orang, 2009, diperoleh dari
:
“Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.”
http://etd.eprints.ums.ac.id terakhir kali diakses pada tanggal 4 April 2017.
48Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003), hal.121.
49 Setiono, Rule of Law, (Surakarta : Disertasi dalam Ilmu Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2004), hal. 3.
Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut50
Perlindungan hukum bagi warga Negara Indonesia adalah perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila.
:
1. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.
2. Jaminan kepastian hukum.
3. Berkaitan dengan hak-hak warga negara.
4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.
Dalam penelitian ini, kerangka teori yang digunakan mengacu pada teori perlindungan hukum, dimana dalam kasus Putusan No.2188/Pdt.G/2012/PA JS, istri sebagai Pemohon meminta perlindungan hukum agar hak nya tidak dilanggar terkait dengan harta bersama. Pemohon merasa dirugikan atas perbuatan sang suami yang dinilai merugikan dan membahayakan harta bersama. Terkait dengan hal ini, dalam prakteknya perempuan memang sering sekali mendapatkan perlakuan yang tidak adil sehingga perlu mendapatkan perhatian khususnya dalam perlindungan hukum.
51
50 Ibid.
51 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), hal. 25.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada warga negara Indonesia sangat diperlukan demi terciptanya peraturan umum dan kaidah hukum yang berlaku umum. Demi terciptanya fungsi hukum sebagai masyarakat yang tertib diperlukan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan serta jaminan atas terwujudnya kaidah hukum dimaksud dalam praktek hukum dengan kata lain adanya jaminan penegakan hukum yang baik dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan suku ras serta kedudukan sosialnya
serta tidak membeda-bedakan gender.52 Perlindungan hukum atau legal protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat demi mencapai keadilan. Kemudian perlindungan hukum dikonstruksikan sebagai bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi.53
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analistis.
2. Konsepsi
54 Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.55
a. Sita adalah penyitaan atas harta kekayaan milik seseorang, baik barang bergerak atau barang tak bergerak untuk menjamin hak-hak si penggugat dalam perkara perdata, atau atas barang-barang untuk mendapatkan bukti Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
52 Munir Fuady , Aliran Hukum Kritis (paradigm ketidak Berdayaan Hukum), Cet. 1, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 40.
53 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Cet. 1, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2013), hal. 261.
54 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Op.Cit., hal. 21.
55 Ibid.
dalam perkara pidana; jaminan barang dibawah kuasa pengadilan sampai proses perkara selesai.56
b. Sita Marital adalah penyitaan yang dilakukan untuk menjamin agar barang yang disita tidak dijual, untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di Pengadilan berlangsung antara pemohon dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita agar jangan sampai jatuh ditangan pihak ketiga.57
c. Sita Jaminan adalah sita yang diletakkan baik terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta kekayaan Tergugat yang bergerak maupun yang tidak bergerak atas ganti rugi atau hutang piutang, yang bertujuan untuk memberi jaminan kepada Penggugat, terhadap harta yang disengketakan atau harta milik Tergugat akibat ganti rugi atau hutang piutang, agar tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberi jaminan kepada penggugat bahwa kelak gugatannya “tidak illusoir” atau “tidak hampa” pada saat putusan dieksekusi (dilaksanakan).58
d. Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.59
56 M.Marwan dan Jimmy.P, Kamus Hukum, Dictionary of Law Complete Edition, Cetakan Pertama, (Surabaya : Reality Publisher, 2009), hal. 574.
57 Ibid., hal. 574-575.
58 M.Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag), Op.Cit., hal. 3.
59 Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974.
e. Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.60
f. Cerai Gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami) menyetujuinya, sehingga pengadilan agama mengabulkan permohonan dimaksud.61
g. Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat antara dua pihak atau lebih yang berselisih perkara dalam pengadilan.62
h. Harta Bersama adalah hak milik bersama yang terikat yang terjadi karena perjanjian perkawinan antara suami dan istri berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, dimana perjanjian perkawinan terjadi sejak atau sesudah dilangsungkan perkawinan.63
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sararan dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan, sedangkan cara penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang teratur (sistematis) dalam melakukan sebuah penelitian.64
60 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 1985), hal. 23.
61 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.
81.
62 Sudarsono, Kamus Hukum, Cetakan ke-3, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal. 433.
63 M.Marwan dan Jimmy.P, Op.Cit., hal. 249-250.
64 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum , Cetakan ke-1, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 57.
Pada
penelitian hukum ini menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya. Menurut Soejono Soekanto65
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui dan memperoleh gambaran secara menyeluruh dan sistematis tentang peraturan yang dipergunakan
, yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang timbul dalam tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (doctrinal). Sebagai sebuah penelitian hukum normatif (juridis normatif), titik berat penelitian adalah pada penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yang bersifat kualitatif yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum yang selalu berkaitan dengan filosofi hukum.
66 berkaitan dengan sita marital. Analisis maksudnya menguraikan secara cermat terhadap aspek-aspek hukum dari apa yang telah digambarkan secara menyeluruh dan juga sistematis dari permasalahan yang dikemukakan.67
65 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal. 43
66 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta :, Prenada Media Group, 2009), hal.
22.
67 Ibid.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan Peraturan Perundang-undangan, khususnya yang menyangkut dengan Undang-Undang Perkawinan, KHI dan peraturan-peraturan lainnya.
2. Sumber Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library research.68
Penelitian kepustakaan atau library research yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.69
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan Pengadilan, yang terdiri dari :
1) RV (Reglement Op De Rechtsvordering Staatsblad 1847 Nomor 52 juncto 1849 Nomor 63);
2) RBg;
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek);
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek);