• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat penelitian ini diharapkan bisa menjadi penyumbang ilmu pengetahuan dalam bidang Akuntansi Sektor Publik khususnya dalam Akuntabilitas dan Partisipasi masyarakat Alokasi Dana Desa (ADD).

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan menambah wawasan pengetahuan bagi para peneliti mengenai pengelolaan Alokasi Dana Desa.

b. Bagi Universitas/Perguruan Tinggi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi kemajuan akademisi dan dapat dijadikan bahan acuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya.

c. Bagi Instansi

Sebagai masukan dalam meningkatkan Akuntabilitas dan Partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan ADD khusunya di Desa Pao Kecamatan Tombolo Pao.

13 BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Teori Stakeholder

Teori Stakeholder pertama kali di gagas oleh R. Edward Freeman pada tahun 1984, yang menyatakan bahwa “Stakeholder theory is a theory of organizational management and business ethics addresses morals and value in

managing an organization”. Stakeholder theory mengatakan bahwa kesuksesan dan hidup matinya suatu perusahaan sangat tergantung pada kemampuannya menyeimbangkan beragam kepentingan dari pada Stakeholder atau pemangku kepentingan (Lako, 2011). Stakeholder merupakan semua pihak, baik dari pihak internal dan pihak eksternal perusahaan yang memiliki suatu hubungan yang baik serta memberikan pengaruh ataupun yang di pengaruhi dan juga memiliki sifat langsung maupun tidak langsung (Shabira, 2019).

Hal pertama mengenai teori Stakeholder adalah bahwa Stakeholder merupakan sistem yang secara eksplisit berbasis pada pandangan tentang suatu organisasi dan lingkungannya, mengakui sifat saling mempengaruhi antara keduanya yang kompleks dan dinamis (Situmorang, 2018). Teori stakeholder adalah sebuah konsep manajemen strategis, tujuannya untuk membantu korporasi memperkuat hubungan dengan kelompok-kelompok eksternal dan mengembangkan keunggulan kompetitif (Suharyani dkk, 2019).

Teori Stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat

dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh Stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007 dalam Rukmana dkk, 2020). Stakeholder Theory (Teori Stakeholder), mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan

ditentukan oleh para Stakeholder. Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari pada stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri

sendiri terhadap keinginan stakeholdernya (Sembiring, 2003 dalam Efriyanti dkk, 2012).

B. Dana Desa

a. Pengertian Desa

Desa merupakan suatu daerah yang paling kecil diantara tingkatan susunan suatu Negara, berbeda dengan kota desa terdiri dari beberapa apek-aspek kecil kumpulan masyarakat yang mendukung berkembangnya suatu pemerintahan Negara (Abdullah dan Samad, 2019). Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersanding atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa/lebih, serta pembentukan desa diluar desa yang sudah ada. Sedangkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 tentang desa disebutkan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasan wilayah yang berwewenang untuk mengetur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan praksara masyarakat, hak asal-usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Desa sebagai unit organisasi pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya mempunyai peranan yang strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas dibidang pelayanan publik (Putra dkk., 2017).

Pemerintah Desa dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa bahwa pemerintah Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa dijalankan oleh Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu oleh Prangkat Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa. Desa merupakan bagian vital dari nawa cita presiden Joko Widodo yang tertuang dalam amanat pembangunan nasional. Dalam amanat tersebut dijelaskan bahwa pembangunan dari pinggir (desa) memiliki prioritas yang sangat tinggi mengingat banyaknya jumlah desa yang ada di Indonesia ini.

Jumlah desa yang terus meningkat dapat dilihat dari media 2015-2017. Dilansir dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Republik Indonesia, pada tahun 2015 terdapat 74.093 desa di Indonesia. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi 74.754 di tahun 2016 dan 74.954 pada tahun 2017. Peningkatan ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk mewujudkan nawa cita dalam bentuk pembangunan desa.

Pembangunan desa mempunyai peran yang sangat besar dalam mendukung peningkatan pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penaggulangan kemiskinan melalui pemenuhan

kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, membangun potensi ekonomi lokal, serta memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan Desa Memotivasi dan mendorong masyarakat dalam meningkatkan stabilitas program desa yang dimana untuk menciptakan suatu desa yang baik dan berpotensi stabil di jelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat desa mengacu pada proses perubahan struktural masyarakat dengan pendekatan baru dan lebih baik agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar dan sosialnya secara layak (Tsl, 2013). Pada saat perkembangan daerah dimulai dsesa-desa sudah diberikan kekuasaan untuk mengelola menjadi mandiri dalam mengelola keuangan serta melaksanakan pemerintahan untuk pembangunan desa yang lebih baik (Abdullah dan Samad, 2019).

b. Pengertian Dana Desa

Alokasi dana desa merupakan dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten atau Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten atau Kota (PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 1 ayat 11). Sedangkan Dalam Permendagri No. 114 Tahun 2014 Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang di peruntukkan bagi desa yang di transfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

c. Tujuan Dana Desa

Dana desa pertama kali dianggarkan dengan tujuan untuk pembangunan desa. Tujuan pembangunan desa ini jika dijabarkan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di desa, memperbaiki konteks hidup manusia dan atau masyarakat desa, serta menanggulangi kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, baik dalam pembangunan sarana dan prasarana desa, mengembangkan potensi ekonomi lokal, maupun dalam memanfaatkan sumber daya alam yang berkelanjutan (Ardiyanti, 2019). Alokasi dana desa tujuannya untuk membiayai sebagian program pemerintah desa dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan kelembagaan desa, pemberian tunjangan aparatur pemerintah desa serta pemberian dana pembangunan infrastruktur pedesaan.

Sasaran dari pemberian ADD adalah guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan desa yang aspiratif dan partisipatif (Nugrianti dan Zulkarniani, 2013).

Pada awal adanya anggaran dana desa, dana desa ini difokuskan untuk pembamgunan sarana dan prasarana desa, seperti pembangunan jalan, penyediaan pusat kesehatan desa, dan sebagainya. Akan tetapi setelah tujuan tersebut tercapai, saat ini pemerintah lebih memfokuskan anggaran dana desa tersebut sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat melalui penyediaan fasilitas untuk pengembangan potensi yang dimiliki masyarakat sendiri maupun potensi dari desa (Ardiyanti, 2019).

Menurut Kurniawati (2019) Tujuan Alokasi Dana Desa (ADD) antara lain yaitu:

a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.

b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat.

c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan.

d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial.

e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat.

f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.

g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong-royong masyarakat.

h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat dsa melalui badan usaha milik desa (BUMD).

Dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan dengan prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa, menurut (Kurniawati, 2019) yang meliputi:

a. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana dasar untuk pemenuhan kebutuhan:

1) Lingkungan pemukiman 2) Transportasi

3) Energi, dan

4) Informasi dan komunikasi

b. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar untuk kebutuhan:

1) Kesehatan masyarakat, dan 2) Pendidikan dan kebudayaan

c. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana ekonomi untuk mewujudkan Lumbung Ekonomi Desa yang meliputi:

1) Usaha ekonomi pertanian berskala pruduktif untuk ketahanan pangan.

2) Usaha ekonomi pertanian berskala produktif yang difokuskan pada kebijakan salah satu Desa satu produk unggulan yang meliputi aspek produksi, distribusi dan pemasaran; dan

3) Usaha ekonomi berskala produktif lainnya yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan yang meliputi aspek produksi , distribusi dan pemasaran.

d. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sama prasarana lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan:

1) Kesiap siagaan menghadapi bencana alam 2) Penanganan bencana alam

3) Penanganan kejadian luar biasa lainnya; dan 4) Pelestarian lingkungan hidup

d. Dasar Hukum Dana Desa

Adapun Dasar hukum dalam pelaksanaan ADD adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, BAB VIII Keuangan Desa Dan Aset Desa , Bagian Kesatu (Keuangan Desa, Pasal 71-75) dan bagian kedua (Aset Desa, Pasal 76-77).

2. Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

3. Peraturan Pemerintah Republik 6 Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

e. Pengelolaan Dana Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan Desa.

1. Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Selain itu, pengelolaan keuangan desa juga harus dikelola berdasarkan asas-asas yaitu:

a. Transparan

Transparan artinya terbuka/keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait pengelolaan keuangan desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Transparan dalam pengelolaan keuangan diartikan bahwa informasi keuangan diberikan secara terbuka

dan jujur kepada masyarakat. Fungsinya, untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang ada.

Transparansi artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.

Tidak boleh ada hal-hal yang dirahasiakan, disembunyikan,ditutup-tutupi, atau ditunda-tunda (Sayuti, Majid, dan Juardi 2018).

b. Akuntabel

Akuntabel diartikan bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari proses perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban.

c. Partisipatif

Partisipatif diartikan bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan

aspirasinya. Dalam Pengelolaan keuangan desa dari tahap perencanaan sampai pertanggungjawaban wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan didesa serta masyarakat luas. Utamanya, kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari kegiatan pembangunan desa.

d. Tertib dan disiplin anggaran

Tertib dan disiplin anggaran diartikan bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa. Hal ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Tahapan Pengelolaan Keuangan Desa

Dalam Bab IV, tentang pengelolaan, dimana pengelolaan keuangan desa terbagi menjadi 5 bagian yaitu perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018).

Adapun penjabaran dari peraturan pemerintah No. 20 tahun 2018 Bab IV tentang pengelolaan adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Dalam pasal 31 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang Perencanaan pengelolaan keuangan Desa menyatakan:

1) Perencanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan perencanaan penerimaan dan pengeluaran pemerintahan Desa pada tahun anggaran berkenaan yang dianggarkan dalam APB Desa.

2) Sekretaris Desa mengoordinasikan penyusunan rancangan APB Desa berdasarkan RKP Desa tahun berkenaan dan pedoman penyusunan APB Desa yang diatur dengan Peraturan Bupati/Wali Kota setiap tahun.

3) Materi muatan Peraturan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

a. Sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota dengan kewenangan Desa dan RKP Desa;

b. Prinsip penyusunan APB Desa;

c. Kebijakan penyusunan APB Desa;

d. Teknis penyusunan APB Desa; dan Hal khusus lainnya.

4) Rancangan APB Desa yang telah disusun merupakan bahan penyusunan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa.

Dalam Pasal 32 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang perencanaan pengelolaan keuangan desa menyatakan:

1) Sekretaris Desa menyampaikan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa kepada Kepala Desa.

2) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama dalam musyawarah BPD.

3) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.

4) Dalam hal BPD tidak menyepakati rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang disampaikan Kepala Desa, Pemerintah Desa hanya dapat melakukan kegiatan yang berkenaan dengan pengeluaran operasional penyelenggaraan pemerintahan Desa dengan menggunakan pagu tahun sebelumnya.

5) Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai dasar pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

b. Pelaksanaan

Dalam pasal 43 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang pelaksanaan pengelolaan keuangan desa menyatakan:

1) Pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan penerimaan dan pengeluaran Desa yang dilaksanakan melalui

rekening kas Desa pada bank yang ditunjuk Bupati/ Wali Kota.

2) Rekening kas Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan kepala Desa dan Kaur Keuangan.

3) Desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, rekening kas Desa dibuka di wilayah terdekat yang dibuat oleh Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan kepala Desa dan Kaur Keuangan.

c. Penatausahaan

Dalam pasal 63 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang penatausahaan pengelolaan keuangan desa menyatakan:

1) Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur Keuangan sebagai pelaksana fungsi kebendaharaan.

2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas umum.

3) Pencataan pada buku kas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditutup setiap akhir bulan.

d. Pelaporan

Dalam pasal 68 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang pelaporan pengelolaan keuangan desa menyatakan:

1) Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APB Desa semester pertama kepada Bupati/Wali Kota melalui camat.

2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan pelaksanaan APB Desa dan laporan realisasi kegiatan.

3) Kepala Desa menyusun laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan cara menggabungkan seluruh laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.

Dalam pasal 69 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang pelaporan pengelolaan keuangan desa menyatakan bahwa Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan konsolidasi pelaksanaan APB Desa kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa paling lambat minggu kedua Bulan Agustus tahun berjalan.

e. Pertanggungjawaban

Dalam Pasal 70 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa menyatakan :

1) Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APB Desa kepada Bupati/Wali Kota melalui camat setiap akhir tahun anggaran.

2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

3) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan:

a. Laporan keuangan, terdiri atas:

1. Laporan realisasi APB Desa; dan 2. Catatan atas laporan keuangan.

b. Laporan realisasi kegiatan; dan

c. Daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang masuk ke Desa.

Dalam pasal 71 (Peraturan Menteri Dalam Negri No. 20 tahun 2018) tentang pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa menyatakan :

1) Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 merupakan bagian dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir tahun anggaran.

2) Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan konsolidasi realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Menteri melalui

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa paling lambat minggu kedua Bulan April tahun berjalan.

C. Good Governance

Good Governance secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam

istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman yaitu pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (Nesia, 2019). Good Governance artinya pemerintahan yang baik yaitu tata pemerintahan yang

menaanti hukum, menghormati HAM, menghargai nilai-nilai dasar yang dianut oleh masyarakat, secara sadar dan sistematis membangun fasilitas untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat, bersikap egaliter, dan menghormati keberagaman termasuk etnis, agama, suku, dan budaya lokal (Nurcholis, 2007 dalam Febriani, 2017). Sementara menurut Febriani (2017) Good Governance adalah suatu penyelenggaraan pemerintahan yang bertanggung jawab dan menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat sehingga sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang dibawahnya untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara efektif dan efisien.

Asosiasi pemerintahan kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), dan Asosiasi DPRD Kota

Seluruh Indonesia (ADEKSI) terdapat 10 prinsip tata pemerintahan yang baik antara lain adalah:

1. Partisipasi, artinya bahwa setiap warga didorong untuk menggunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung mapun tidak langsung.

2. Penegakan Hukum, yakni menegakkan hukum secara adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

3. Transparansi, yakni menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui pelayanan penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

4. Kesetaraan, yakni memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.

5. Daya Tangkap, yakni meningkatkan kepekaan para penyelenggara pemerintah terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.

6. Wawasan ke Depan, yakni membangun daerah berdasarkan visi dan strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga masyarakat dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga masyarakat dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga masyarakat memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan daerahnya.

7. Akuntabilitas, yakni meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat yang luas.

8. Pengawasan, yakni meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggara pemerintahan dan pembangunan yang dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.

9. Efisiensi dan Efektivitas yakni menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

10. Profesionalisme, yakni meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintah agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat, dan biaya yang terjangkau. (Handoyo dkk, 2010).

Dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pemerintahan daerah, maka pemerintah daerah, maka pemerintah daerah sebagai unsur utama penyelenggara pemerintahan yang merupakan pengayoman dan pelayanan masyarakat sudah seharusnya menjunjung tinggi asas Umum Pemerintahan Negara yang baik sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (UU No. 28/1999). Dalam pasal 1 ayat (6) UU No.

28/1999 dijelaskan bahwa “Asas umum pemerintah Negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatuhan dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme” (Arisaputra, 2013).

Asas-asas pemerintah yang baik tersebut diuraikan kedalam tiga belas asas yaitu:

1. Azas kepastian hukum (Principle Of Legal Security).

2. Azas keseimbangan (Principle of Proportionality).

3. Azas kesamaan dalam mengambil keputusan (Principle of Equality).

4. Azas bertindak cermat (Principle of Carefulness).

5. Azas motivasi untuk setiap keputusan (principle of Motivation).

6. Azas jangan mencampur adukkan kewenangan (Principle of Non Misuse of Competence).

7. Azas permainan yang layak (Principle of fair play).

8. Azas keadilan atau kewenangan (Principle of Reasonable or Prohibility of Arbitrariness).

9. Azas menaanggapi penghargaan yang wajar (Principle of Meeting Raised Expectation).

10. Azas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (Principle of Undoing The Consequences of An Annullrd Decision).

11. Azas perlindungan atas pandangan (cara) hidup pribadi (Principle of Protecting The Personal Way of Life).

12. Azas kebijaksanaan (Sapientia).

13. Azas penyelenggaraan kepentingan umum (Principle of Public Service).

Pemerintah yang baik dapat dikatakan sebagai pemerintah yang menghormati kedaulatan rakyat, memiliki tugas pokok yang mencakup melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Semua itu seharusnya dijadikan landasan bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan sehinggadapat terwujud kepemimpinan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip good governance (Arisaputra, 2013).

D. Akuntabilitas

a. Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas secara harafiah dalam bahasa inggris disebut

“accountability” yang diartikan sebagai suatu keadaan yang perlu

dipertanggungjawabkan, atau dalam kata sifat disebut “accountable” yang memiliki arti sebagai tanggungjawab (Kalbarini, 2014). Sebagai salah-satu prinsip terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan pemerintah maupun penyelenggaraan perusahaan yang baik, dalam akuntabilitas terkadang suatu kewajiban untuk menyajikan serta melaporkan segala kegiatan terkhusus dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi dengan memberikan pertanggungjawaban. Serta mengungkapkan setiap aktivitas maupun kegiatan yang dilaksanakan (Putra dkk, 2017).

Akuntabel atau akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban atas keberhasilan maupun dalam melaksanakan sebuah misi organisasi serta adanya kewajiban untuk melaporkannya (Mardiasmo, 2012). Akuntabilitas merupakan

Akuntabel atau akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban atas keberhasilan maupun dalam melaksanakan sebuah misi organisasi serta adanya kewajiban untuk melaporkannya (Mardiasmo, 2012). Akuntabilitas merupakan