• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Manfaat Teoritis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya dalam menemukan prinsip mengenai implementasi model pembelajaran tentang bagaimana mengembangkan kreativitas nyata peserta didik dalam Mulok Pendidikan Lingkungan HIdup, sekaligus juga bertujuan memperkaya teori dan praktek kurikulum khususnya pengembangan kurikulum pada dimensi proses ditingkat Sekolah Menengah

Pertama (SMP). Hal lainnya didapati bahwa masih kurangnya bahan atau referensi model pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup, sebagai implementasi kurikulum Mulok PLH.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu:

a. Bagi pendidik, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pegangan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mampu meningkatkan kreativitas peserta didik sebagai hasil kompetensi guna memecahkan permasalahan lingkungan hidup, khususnya bagi pendidik-pendidik di lingkungan SMP di Garut.

b. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya mengembangkan kurikulum PLH, terutama mengenai implementasi model pembelajaran dalam rangka meningkatkan kreativitas peserta didik sebagai hasil kompetensi guna memecahkan permasalahan lingkungan hidup, sekaligus pula hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam mengembangkan model-model pelatihan pendidik untuk meningkatkan kemampuan dalam merancang dan mengimplementasikan berbagai model pembelajaran dalam pembelajaran Mulok Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) di SMP Kabupaten Garut.

c. Bagi peserta didik, diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pengetahuan dan kemampuan kreativitas dalam PLH, sehingga bermanfaat untuk saat kini dan yang akan datang dalam memecahkan masalah lingkungan hidup.

d. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperluas wacana maupun menjadi rujukan dalam bidang pengembangan pembelajaran yang berkaitan dengan peningkatan kreativitas nyata pada mata pelajaran Mulok Pendidikan Lingkungan Hidup di SMP. E. Paradigma Penelitian

Dalam Kurikulum pendidikan dasar dan menengah, wajib untuk memuat muatan lokal sebagai salah satunya (UUSPN NO. 20 Tahun 2003, Bab X Pasal 37

Ayat 1). Kurikulum Muatan Lokal yang dimaksud yaitu salah satunya Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang disusun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui petikan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam mengelola keseimbangan lingkungan hidup di daerah. Lebih lanjut dalam penjelasan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007, Pasal 2, Bab I, bahwa Muatan Lokal pendidikan lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat salah satu isinya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk: “Menampilkan kreativitas melalui kegiatan nyata dalam rangka meningkatkan daya dukung lingkungan dan upaya pelestarian keseimbangan lingkungan hidup”. Namun pada kenyataannya ditemui adanya kesenjangan antara harapan yang diinginkan sebagaimana tuntutan tujuan kurikulum Mulok PLH, dengan kenyataan yang terjadi berupa kurang optimalnya kreativitas nyata sebagai hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan SMP di Kabupaten Garut, sebagai akibat dari kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh guru secara seadanya.

Dipahami bahwa kunci keberhasilan pembelajaran terletak pada tingkat keefektifan kegiatan belajar-mengajar selama interaksi pendidik-peserta didik berlangsung, termasuk model pembelajaran yang digunakan, serta tingkat kemampuan peserta didik. Melalui hadirnya model pembembelajaran sebagai inovasi proses pembelajaran dalam solusi alternatif untuk meningkatkan kreativitas nyata peserta didik, yang diwujudkan melalui hasil produk kreativitas baik berupa benda maupun gagasan (creative ideas) yang bersumber pada hasil berpikir kreatif (aptitude), serta ditunjang sikap kreatif (Non Aptitute). Dengan demikian melalui kreativitas sebagai hasil dari kemampuan berpikir dalam menghasilkan sesuatu inovasi yang baru dengan bercirikan keaslian, kelancaran, keluwesan, dan elaborasi sebagai hasil berpikir kreatif tersebut, maka teori yang dibangunnya menurut hemat penulis yaitu dengan meminjam teori kognitf dan teori konstruktivisme, karena relevan dengan kemampuan berpikir tersebut.

Alasan ini seperti dijelaskan Perkin (1985), bahwa melalui pembelajaran berpikir diharapkan dapat melahirkan kemampuan analisis, kritis, dan kreatif.

Lebih lanjut menurut La Costa (1985:ix), bahwa dalam membantu siswa menjadi pemikir efektif sebagai mana tujuan utama pendidikan, perlu ditunjang dengan adanya ekspansi yang cepat di bidang kurikulum yang menitik beratkan pada pengembangan kognitif. Melalui pengembangan kognitif pada tindaklanjutnya diarahkan pada kemampuan memecahkan masalah, kemampuan membuat kebijakan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif (Mc Tighe dan Scholenberger, 1985:3, Presseisen, 1985:46).

Lebih lanjut kaitannya dengan kognitif sebagaimana revisi dari karya taksonomi Bloom dkk. Menurut Anderson (2010: 128-130), dalam dimensi proses kognitif (Mengingat, Memahami, Mengaplikasikan, Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta) yang paling tinggi yaitu dimensi proses Mencipta. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan dalam mencipta, meminta siswa membuat produk baru dengan mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang tidak pernah ada sebelumnya. Proses-proses kognitif yang terlibat dalam mencipta umumnya sejalah dengan pengalaman-pengalam belajar sebelumnya yang mengharuskan cara berpikir kreatif. Mencipta menekankan orisinalitas (atau Kekhasan). Proses mencipta (kreatif) dapat dibagi jadi tiga tahap;

Pertama. Penggambaran masalah, yang didalamnya siswa berusaha memahami tugas asesmen dan mencari solusinya. Kedua. Perencanaan solusi, yang didalamnya siswa mengkaji kemungkinan-kemungkinan dan membuat rencana yang dapat dilakukan. Ketiga. Eksekusi solusi, yang didalamnya siswa berhasil melaksanakan rencananya dengan baik. Maka dapatlah dikatakan hawa proses mencipta dimulai dengan tahap divergen yang di dalamnya siswa memikirkan berbagai solusi ketika berusaha memahami tugas (merumuskan). Tahap selanjutnya adalah berpikir konvergen, yang didalamnya siswa merencanakan metode solusi dan mengubahnya jadi rencana aksi (merencanakan). Tahap terakhir ialah melaksanakan rencana dengan mengkonstruksi solusi (memperoduksi).

Berikutnya dalam teori kognitif, terutama yang dikembangkan oleh Piaget (1971: 1-12), bahwa yang bertanggung jawab untuk mengubah daya berpikir termasuk kreativitas melibatkan adaptasi, organisasi, dan equilibrasi. Proses

adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Maksudnya apabila individu menerima informasi sebagai pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struksur kognitif yang telah dipunyai, hal tersebut dinamakan dengan proses asimilasi. Sebaliknya proses akomodasi terjadi apabila struktur kognitif yang sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima.

Menguatkan apa yang disampaikan dari gagasan Piaget tersebut, kaitannya dengan kreativitas menurut Furth (dalam Ruindungan,1996:47), menjelaskan bahwa dalam teori kognitif dalam studi kreativitas yang berorientasi kepada fungsi perkembangan sistem kognitif, memiliki tiga subvarian, diantaranya yaitu kreativitas sebagai fungsi adaptasi manusia dengan lingkungan. Menurut teori ini, kreativitas adalah fungsi asimilasi dan akomodasi secara komplementer, dalam rangka pembentukan pengetahuan sebagai skemata tindakan untuk mencapai ekuilibrium. Dalam proses asimilasi, data dan informasi dari lingkungan dimasukkan dalam struktur kognitif internal, disesuaikan dengan skema tindakan dan struktur mental yang mendahului (a given situation). Dalam proses ini, menurut Furth adalah what is essential to all knowing, dan hal itu berhubungan dengan prinsip sameness, communality, dan generalization. Adapun dalam proses akomodasi, struktur internal kognitif (skemata) di modifikasi sedemikian rupa disesuaikan dengan tuntutan lingkungan, yang berperan disini terutama adalah

what is particular, new, and different. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa proses asimilasi itu mengedepankan pengalaman dan kerangka pengetahuan acuan bagi kemungkinan modifikasi skemata tindakan (fungsi akomodatif) dalam menghadapi situasi atau kebutuhan baru. Model dasar kreativitas menurut kerangka teori kognitif dari teori dasar kognitif di atas, maka ada dua prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pengembangan kreativitas individual. (1) Pengalaman dan pengetahuan seseorang yang diferensiasif sangat penting dalam proses reorganisasi dan restrukturisasi skemata

tindakan menghadapi tuntutan baru dari lingkungan; disinilah dimensi berpikir kreatif inheren dalam proses diferensiasi, organisasi, dan integrasi struktur kognitif. (2) Proses skemata kognitif dapat berubah melalui reorganisasi dan reintegrasi, kearah struktur yang lebih diferensiatif, apabila pengetahuan sebelumnya sebagai kerangka tindakan mengalami perubahan bentuk akomodatif. Proses akomodasi secara sengaja itu dapat lebih ditingkatkan melalui belajar.

Bila disusun dasar kreativitas dalam kerangka kognitif, dapat digambarkan melalui bagan 1.2. berikut di bawah ini :

Bagan 1.2.

Model Dasar Kreativitas menurut Kerangka Teori Kognitif.

Sumber: Ruindungan, M.G.(1996). Model bimbingan Peningkatan Kreativitas Siswa SMU. Disertasi Doktor pada PPs. IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Lebih lanjut dalam teori Robert Gagne yang dalam kaitannya dengan teori pengetahuan perilaku/tindakan, dan kognitif. Menurut Gagne selain kecakapan intelektual, kecakapan konsep, dan kecakapan aturan. Terdapat kecakapan lain sebagai tambahan bagi kecakapan intelektual dan strategi-strategi kognitif, yaitu: kecakapan verbal, kecakapan motorik, serta kecakapan sikap. Kecakapan verbal adalah usaha mempelajari nama dan label, fakta, serta unit umum dari bahasa atau sebuah wacana verbal. Kecakapan motorik merujuk pada kemahiran terhadap

ASIMILASI PENGALAMAN PENGETAHUAN K R E A K T I V I T A S AKOMODASI TINDAKAN What is particular, new and different

kecakapan-kecakapan yang berorientasi kepada tindakan, sebagain besar tindakan yang dilakukan pada hakikatnya juga membutuhkan pemikiran. Kecakapan sikap merujuk pada sebuah kecenderungan untuk berperilaku (Seifert, 2012:128-142).

Sementara itu posisi strategi kognitif kaitannya dengan teori konstruktivisme, bahwa strategi konstruktivisme lahir berdasarkan paradigma kognitif, yaitu teori metacognition. Meta cognition merupakan keterampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya. Menurut Preisseisen (1985) metacognition diantaranya meliputi keterampilan berpikir kreatif (Creative thinking), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan gagasan yang baru, berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi, dan intuisi individu.

Menurut kaum konstruktivisme mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik mengembangkan sendiri pengetahuannya. Menurut paradigma konstruktivistik, bahwa siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan baru. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional, dalam menghadapi persoalan yang lain. Lebih lanjut menurut Jerome Bruner (1985), bahwa belajar merupakan proses yang aktif serta proses sosial dimana para siswa mengkonstruksi gagasan atau konsep baru yang didasarkan atas pengetahuan yang telah dipelajarinya. Peserta didik menyeleksi dan mentransformasi informasi, mengkonstruksi hipotesis, dan mengambil keputusan yang didasarkan atas struktur kognitifnya. Struktur kognitif (yaitu schema, mental models) memberi makna (meaning) pada pengalaman dan memberi kesempatan pada individu pada pengalaman yang nyata.

Mengingat bahwa strategi konstruktivisme lahir berdasarkan paradigma kognitif , dimana keduanya sama-sama merupakan pembelajaran berpikir. Dalam hal ini John Dewey, hampir satu abad yang lalu telah memikirkan bagaimana pentingnya pembelajaran berpikir bagi siswa. Dewey melihat perlunya kemampuan berpikir reflektif sebagai tujuan utama dari pendidikan (La Costa, 1985). Lebih spesifik lagi menurut Sanjaya (2007:230), melalui strategi pembelajaran kemampuan berpikir merupakan model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir (kognitif), sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembelajaran. Secara lebih kongkret, Mc Tighe dan Schollenberger (1985:3) mengajukan secara rasional mengapa pembelajaran berpikir diperlukan. Terdapat 3 alasan perlunya pembelajaran berpikir diberikan di sekolah, yakni : (1) berkenaan dengan karakterisitik masyarakat kini dan akan datang, (2) berkenaan dengan kapabilitas pemikiran siswa, dan (3) berkenaan dengan kreasi metode pembelajaran baru.

Berdasarkan teori yang dibangun sebagaimana dijelaskan di atas, maka penelitian ini diarahkan pada upaya meningkatkan kreativitas nyata peserta didik dalam kemampuan PLH yang dilakukan melalui pengembangan model pembelajaran. Maka guna mencapai efektivitas model pembelajaran yang dikembangkan serta melihat keterpakaian model, dilakukanlah eksperimen model pembelajaran dengan membandingkan antara model pembelajaran yang dikembangkan kepada kelompok eksperimen, dengan model pembelajaran secara konvensional kepada kelompok kontrol.

Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan pada bagan 1.3. berikut di bawah ini :

ANTECEDENT PROCESS OUTPUT Bagan 1.3. Paradigma Penelitian Kurikulum Mulok PLH Model Pembelajaran yang dikembangkan Faktor Siswa Faktor Guru Kreativitas : Berpikir kreatif

(aptitude) dan sikap kreatif (non-aptitude

traits) Tindakan: Kreativitas nyata

BAB III

Dokumen terkait