• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat penelitian antara lain dapat memberikan masukan bagi beberapa pihak, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Bagi Direktorat Jendral Pajak dan gajib Pajak Kabupaten Sidoarjo

Dapat memberikan tambahan informasi tentang indikator-indikator yang mempengaruhi keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan. Khususnya adalah bagaimana pemahaman gajib Pajak, Kesadaran Perpajakan gajib Pajak serta Kepatuhan gajib Pajak.

Memberikan dasar yang kuat bahwa tekanan-tekanan, sanksi-sanksi, dan pemahaman yang diberikan oleh pemerintah pada gajib Pajak ( gP ) Mutlak diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan gajib Pajak.

b. Bagi Universitas

Sebagai Sarana untuk menerapkan dan mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh selama masa studi dan untuk memperoleh pengalaman dalam pengamatan di lapangan.

BABBIIB

TINJAUANBBPUSTATAB B

2.1BPenelitiBTerdahulu.B

Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian sekarang adalah sebagai berikut l

1. BambangBSuharditoBdanBBambangBSudibyoB(B1999B)B a. Judul

Pengaruh Faktor-Faktor yang Melekat Pada Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

b. Perumusan Masalah

1. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo

2. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo 3. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Nir-Wiraswasta

berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo c. Hipotesis

1. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP berpengaruh pada keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo

2. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo 3. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP Nir Wiraswasta berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo d. Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang telah terbukti berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo adalah faktor-faktor kesadaran perjakan WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah , dan tax avoidance WP.

2. Untuk WP PBB Wiraswasta, faktor-faktor kesadaran perpajakan WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah, dan tax avoidance WP.

3. Untuk WP PBB Nir-Wiraswasta, faktor-faktor kesadaran perpajakan WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP,rasio beda hitung permanen difference, sikap WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah, persepsi WP tentang pelaksanaan sanksi denda PBB, tax avoidance WP, pendidikan, WP, dan lama tinggal WP dilokasi objek pajak.

13

2. Suryadi ( 2006 ) a. Judul

Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajakl Suatu survei di Wilayah Jawa Timur.

b. Perumusan Masalah

Apakah Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajakl Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur.

c. Hipotesis

1. Ada pengaruh positif signifikan kesadaran wajib pajak terhadap kinerja penerimaan pajak.

2. Ada pengaruh positif signifikan pelayanan perpajakan terhadap kinerja penerimaan pajak.

3. Ada pengaruh positif signifikan kepatuhan wajin pajak terhadap kinerja penerimaan pajak.

4. Terdapat perbedaan kesadaran antara kelompok WP besar dengan WP kecil dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 5. Terdapat perbedaan kepatuhan antara kelompok WP besar

d. Kesimpulan

1. Kesadaran Wajib Pajak dan pelayanan Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. 2. Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengaruh besar terhadap

kinerja penerimaan pajak 3. Ratih Ayu Wulandari ( 2006 )

a. Judul

Pengaruh Tekanan Sosial, Persepsi Sanksi, dan Pemahaman, Wajib Pajak akan Undang-undang Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

b. Perumusan Masalah

1. Apakah tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP akan Undang-undang Perpajakan mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kepatuhan WP?

2. Apakah tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP akan Undang-undang Perpajakan mempunyai pengaruh secara parsial terhadapa kepatuhan WP?

c. Hipotesis

Diduga tekanan sosial, persepsi sanksi dan pemahaman WP akan Undang-undang Perpajakan berpegaruh terhadap kepatuhan WP.

15

d. Kesimpulan

Berdasarkan hipotesis bahwa tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP mempunyai pengaruh terhadap, kepatuhan WP, teruji kebenarannya.

4. Mitha Otik Wiraswati ( 2008 ) a. Judul

Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB di Kelurahan Kecamatan Mejoroto Kediri.

b. Perumusan Masalah

Apakah Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kemampuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kelurahan Dermo kecamatan Mejoroto Kediri.

c. Hipotesis

Diduga bahwa Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kemampuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kelurahan Dermo kecamatan Mejoroto Kediri

d. Kesimpulan

1. Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kemampuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB teruji kebenarannya.

2. Tingkat kemampuan WP mempengaruhi paling Dominan terhadap keberhasilan peneriman PBB.

5. Imania Hestri Medhani ( 2009 ) a. Judul

Pengaruh Pemahaman Wajib pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Perumusan Masalah

Apakah Tingkat Pemahaman Wajib pajak, Tingkat Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kutisari Tenggilis Mejoyo Surabaya. c. Hipotesis

Diduga Tingkat Pemahaman Wajib pajak, Tingkat Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kutisari Tenggilis Mejoyo Surabaya. d. Kesimpulan

Berdasarkan Hipotesis Tingkat Pemahaman Wajib pajak, Tingkat Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kutisari Tenggilis Mejoyo Surabaya Teruji kebenarannya.

17

Berdasarkan dari penelitian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa persamaan dalam penelitian yang dilakukan sekarang ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama membahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan teknik analisis data yang digunakan.Namun yang membedakan adalah terletak pada waktu penelitian dan objek yang diteliti.Objek Penelitiannya adalah Wajib Pajak rumahan yang merupakan warga dari Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung, sehingga penelitian yang dilakukan sekarang ini bukan merupakan duplikasi penelitian sebelumnya.

2.2 PerbedaanB danB PersamaanB PenelitianB YangB DilakukanB SekarangB DenganBPenelitianBTerdahuluB

NoB NAMAB

PENELITIB JUDULB VARIABELB HASILBANALISISB

1 Bambang Suhardito dan Bambang Sudibyo (1999) Pengaruh Faktor-faktor yang melekat Pada Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB

Faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta, faktor-faktor yang melekat pada WP NirWiraswasta dan Keberhasilan Penerimaan PBB

Faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta, faktor-faktor yang melekat pada WP Nir Wiraswasta berpengaruh positif terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB

2 Suryadi

(2006) Pengaruh Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, KepatuhanWajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajakl Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur

Hubungan Kusal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak

Diduga bahwa kesadaran Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak, namun Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak

3 Ratih Ayu Wulandari (2006)

Pengaruh Tekanan Sosial, Persepsi Sanksi, dan Pemahaman, Wajib Pajak akan Undang-undang Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Tekanan Sosial, Persepsi Sanksi, dan Pemahaman, Wajib Pajak akan Undang-undang Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP mempunyai pengaruh terhadap, kepatuhan WP, teruji Kebenarannya 4 Mitha Otik Wiraswasti (2008) Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB di Kelurahan Kecamatan Mojoroto Kediri

Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kemampuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kelurahan Dermo

Kecamatan Mejoroto Kediri

Pemahaman WP, Tingkat Kemampuan WP, Kesadaran WP dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB, namun variabel sistem pemungutan (X3) Mempunyai pengaruh yang dominan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dibandingkan variabel pemahaman Wajib Pajak (X1) dan perpajakan (X2)

5 Imania Hestri Medhani (2009)

Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakann Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

6 Adi Pranjani

Wiecaksono Pengaruh Pemahaman WP, Kesadaran Perpajakan WP, dan Kepatuhan WP Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ( Studi Kasus di Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung, Sidoarjo)

Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

Masih dilakukan Penelitian

19

Berdasarkan Tabel diatas, Penelitian yang terdahulu memiliki Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu pada penggunaan Independent Variabel ( Variabel Bebas ) yaitu Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (X1), Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak ( X2) , dan Kepatuhan Wajib Pajak (X3).

Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini adalah Pada Objek Penelitian ( Wilayah ) yang dilakukan sesuai kondisi lingkungan setempat.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Sumber Penerimaan Daerah

Untuk mendukung penyelenggaran otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah dan Daerah.Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilaksanakan atas dasar desntralisasi, dekonstruksi, dan tugas pembantuan (Kansil, 2001l6).

Dengan pemberian wewenang yang luas, nyata dan bertanggungjawab dalam bidang keuangan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat diharapkan pemerintah daerah mampu mengatur dan mengelola sendiri keuangan dan anggarannya secara efektif dan efisien serta mampu mengambil keputusan dengan tepat untuk setiap aktivitas rumah tangganya yang akan dilakukan sehingga dapat mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera. Dengan demikian maka APBD harus dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Nirzaman dalam Halim,2004l74)

Sesuai dengan ketentuan UU No 25 tahun 1999, sumber-sumber penerimaan dalam pelaksanaan desentralisasi (Kansil,2001l13) adalahl

21

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)l

Yang dimaksud dengan Pendepeten Asli Deereh edeleh penerimeen yeng diperoleh deri deereh deri sumber-sumber delem wileyehnye sendiri dipungut berdeserken Pereturen Deereh sesuei dengen pereturen perundeng-undengen yeng berleku.

1. Pendapatan Asli Daerah terdiri daril 2. Hasil pajak daerah

3. Hasil retribusi daerah

4. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.

5. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2. Dana Perimbanganyang terdiri dari

a. Bagian daerah dari perimbangan meliputil 1. Pajak Bumi dan Bangunan

2. Bea perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 3. Sumber Daya Alam (SDA)

b. Dana Alokasi Umum (DAU) c. Dana Alokasi Khusus (DAK) d. Pinjaman Daerah

e. Lain-lain penerimaan yang sah

Lein-lein penerimeen yeng seh entere lein, hibeh, Dene deruret, den penerimeen leinnye sesuei dengen pereturen perundeng-undengen

Sumber keuangan yang baru berdasarkan UU No 25 tahun 1999 adalah Dana Perimbangan. Dana Perimbangan yang terdiri dari tiga jenis sumber dana, merupakan sumber pembiayaan pelaksanaan Desentralisasi yang aplikasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saing mengisi dan melengkapi (Kansil, 2001l 13).

Penerimaan Negara yang berasal dari PBB dibagikan dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Penerimaan Negara dari Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbalan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah ( Kansil, 2001 l14).

Dana Alokasi Umum dimaksudkan menjaga pemerataan dan perimbangan keuangan antar daerah, sedangkan Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk membantu pembiayaan tertentu, yaitu merupakan program nasional atau program kegiatan yang tidak terdapat di daerah lain (Mardiasmo, 2002l 144).

Berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 1999 Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri atau sumber luar negeri dengan persetujuan Pemerintah Pusat untuk membiayai sebagian anggarannya. Pinjaman dalam negeri dapat bersumber dari pemerintah pusat dan atau lembaga komersial, atau melalui penerbitan obligasi

23

daerah.Pinjaman luar negeri dimungkinkan dilakukan daerah, namun mekanismenya harus melalui pemerintah pusat.Ketentuan mengenai pinjaman daerah selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang pinjaman daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diterapkan dengan peraturan daerah paling lambat satu bulan setelah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

2.3.2 Pajak

Ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak sudah ada sejak zaman dahulu.Walaupun pada saat itu belum dinamakan “Pajak” namun masih merupakan pemberian yang bersifat sukarela dari rakyat kepada rajanya. Perkembangan selanjutnya pemberian tersebut menjadi upeti yang sifat pemberiannya dipaksakan dalam artinya bahwa pemberian itu bersifat “wajib” dan ditetapkan secara sepihak oleh Negara

Menurut Suandy ( 2005l 7-8 ) pengertian definisi pajak dari beberapa sarjana yang dimuat secara kronologis adalah sebagai berikutl

yang secara maupun yang tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.” 2. Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919), (terjemahan) “ Pajak

adalah bantuan uang secara insindental atau secara periodik ( dengan tidak ada kontrasepsinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (Negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu Tetbestend (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak”

3. Smeets dalam bukunya De Economische Beteker is der Belestungen, 1951, adalah l (terjemahan) “ Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontrasepsi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” 4. Feldmann, dalam bukunya De Overheidsmiddelen ven Indonesie, Leiden,

1949, adalah (terjemahan) “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada ( menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontrasepsi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”

5. Edwin R.A. Seligman dalam Asseys Texetion, (New York, 1925), berbunyi l (terjemahan) adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Banyak terdengar keberatan atas kalimat ”without reference” karena bagaimanajuga uang-uang pajak tersebut digunakan untuk produksi

25

barang dan jasa, jadi benefit diberikan masyarakat, hanya tidak mudah ditujukan, apalagi secara DerOranzam

6. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economic of Public Finance, 1984, memberikan batasan pajak seperti diatas hanya mengenai Without reference”menjadi “With little reference”.

7. Soeparman Soemahamidjajadalam desertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas Padjajaran, Bandung, 1964l”Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

8. Rochmat Soemitro, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikutl “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbale ( kontrasepsi), yang langsing dapat ditunjukan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak (Waluyo dan Ilyas, 2002l 5-6) adalahl 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat Maupin pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment

5. Pajak adalah dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur

2.3.3 Dasar Teori Pemungutan Pajak

Pemahaman akan teori pemungutan pajak berikut ini diharapakan membawa suatu kesadaran akan pentingnya pemungutan pajak bukan lagi menjadi beban semata, tetapi menjadi suatu kewajiban yang menyenangkan dalam hidup bermasyarakat, (Mardiasmo, 2003l 3-4), beberapa landasanyang menjadi dasar pembenaran pemungutan pajak (Tjahjono dan husein, 2005l18) adalahl

1. Teori Asuransi

Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kepada Negara dianalogkan seperti pembayaran premi asuransi.Pembayaran premi asuransi ini dilakukan karena Negara bertugas melindungi rakyat dan harta bendanya. Perbedaan yang utama adalah dalam asuransi jika terjadi musibah akan menerima ganti rugi, tetapi dalam pajak. Negara tidak akan memberikan ganti rugi bilamana rakyat mengalami musibah.

27

Teori ini dalam ajaran yang semula, hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari penduduk seluruhnya.Pembagian beban harus didasarkan atas kepentingan masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas jwa orang-orang itu beserta harta bendanya.Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan kewajibannya, dibebankan pada mereka. 3. Teori Gaya Pikul

Dasar teori yang digunakan adalah keadilan yaitu setiap orang harus dikenakan pajak yang sama beratnya. Namun demikian besarnya pemungutan pajak didasarkan berdasarkan gaya pikul adalah besarnya penerimaan yang diterima dan pengeluaran yang dilakukan.

4. Teori Kewajiban Mutlak (Teori Bakti)

Teori mendasarkan pada pemahaman Organische Staatsleer, mengajarkan bahwa karena sifat Negara sebagai suatu perkumpulan dari individu-individu maka timbul hak mutlak Negara untuk memungut pajak. Dari sudut pandang rakyat, membayar pajak kepada negara merupakan bukti rasa baktinya rakyat atau kepada warga Negara .

5. Teori Asas Daya Beli

Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga rumah tangga dalam masyarakat

untuk rumah tangga Negara, dan kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dan untuk membawa kearah tertentu.

Asas-asas pemungutan sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiry the Neture end Ceuse of the Weelth of Netions (Waluyo dan Ilyas, 2002l 12) adalah sebagai berikutl

1. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kempuan membayar pajak atau ebility to pey dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.

2. Certainty

Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang.Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

3. Convenience

Kapan Wajib Pajak harus membayar pajak sebaiknya harus sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, sebagai contoh pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut Pey As U Eern.

29

4. Economy

Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak.

Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku PublicFinence in Theory end Prectice terdapat dua macam asas keadilan Dalam keadilan pemungutan pajak yaitul

1. Benefit Principle

Dalam sistem perpajakan yang adil setiap Wajib Pajak harus membayar

sejalan dengan manfaat dinikmatinya dari pemerintah.Pendekatan ini disebut Revenue end Expenditure Approech.

2. Ability Principle

Dalam pendekatan disarankan agar pajak dibebankan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan membayar.

Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibedakan secara lain dalaml 1. Keadilan Horizontal

Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya atas semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan.

2. Keadilan Vertikal

Keadilan dapat dirumuskan (Horizontal dan Vertikal) bahwa pemungutan pajak adil, apabila orang dalam kondisi ekonomi yang sama dikenakan pajak yang sama, demikian sebaliknya.

2.3.4 Pajak Bumi dan Bangunan 2.3.4.1 Sejarah

Menurut Pudyatmoko (2002l 31-33), pengenaan pajak terhadap tanah atau sesuatu yang berhubungan dengan tanah sudah ada sejak jaman kolonial. Seperti Contingenten dan Verplichte Leverentieen yang leb dikenal dengan nama Tanam Paksa, yang seperti diketahui menimbulkan perang jawa pada tahun 1825-1830. Kemudian oleh Gubernur Jendral Raffles, pajak atas tanah tersebut disebut Lendrent yang arti sebenarnyasewa tanah.

Setelah penjajahan Inggris berakhir maka kemudian Indonesia dijajah kembali oleh Belanda, pajak tersebut kemudian duganti nama menjdi Landrente dengan sistem atau cara pengenaan yang sama. Untuk penertiban pemungutannya, menurut Munawir (1985 l 297), maka pemerintah Belanda mengadakan pemetaan desa untuk keperluan klasiran dan pengukuran tanah milik perorangan yang disebut rincikan. Peraturan tentang Lendrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian dirubah dan ditambah dengan Ordonasi Lendrente tahun 1939.

Pada jaman penjajahan Jepang namanya diganti dengan Pajak Tanah, dan setelah Indonesia merdeka namanya diubah menjadi Pajak

31

Bumi.Kemudian istilah pajak Bumi ini diubah menjadi Pajak Hasil Bumu.Yang dikenakan pajak tidak lagi nilai tanah, melainkan hasil yang keluar dari tanah, sehingga timbul frustasi, karena hasil yang keluar dari tanah merupakan objek dari pajak penghasilan, pada saat itu namanya pajak Peralihan.Oleh karena itu, Pajak Hasil Bumi ini dihapuskan pada tahun 1952 sampai tahun 1959. Rupanya pemerintah menyiasati

kekeliruannya, sehingga sejak tahun 1959 dipungut lagi Pajak Hasil Bumi atas nilai tanah, bukan atas hasil yang keluar dari tanah dan bangunan,

Dokumen terkait