(Studi Kasus di Kecamatan Kr embung Kelur ahan Kr embung Sidoar jo)
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Adi Pr anjani Wiecaksono 0813010147/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL " VETERAN"
PENGARUH PEMAHAMAN WAJ IB PAJ AK, KESADARAN
PERPAJ AKAN WAJ IB PAJ AK, dan KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK
TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kecamatan Kr embung Kelur ahan Kr embung Sidoar jo)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Kepada Per syar atan
dalam Memper oleh Gelar Sar jana Ekonomi
J ur usan Akuntansi
Diajukan Oleh :
Adi Pr anjani Wiecaksono 0813010147/FE/EA
Kepada
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
(Studi Kasus di Kecamatan Kr embung Kelur ahan Kr embung Sidoar jo)
Disusun Oleh:
Adi Pr anjani Wiecaksono 0813010147/FE/EA
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada tanggal 15 Juni 2012
Pembimbing: Tim Penguji:
Pembimbing Utama Ketua
DRA.EC.Rr .Dyah Ratnawati, MM Dr . Sr i Tr isnaningsih, SE, MSi Sek r etar is
DRS.EC.R Sjar ief Hidayat, MSi Anggota
DRA.EC.Rr .Dyah Ratnawati, MM
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi
Univer sita s Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
SKRIPSI
PENGARUH PEMAHAMAN WAJ IB PAJ AK, KESADARAN
PERPAJ AKAN WAJ IB PAJ AK, dan KEPATUHAN WAJ IB PAJ AK
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
yang diajukan
Adi Pr anjani Wiecaksono 0813010147/FE/EA
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
DRA.EC.Rr .Dyah Ratnawati, MM Tanggal :………
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
TERHADAP KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJ AK
BUMI DAN BANGUNAN
yang diajukan
Adi Pr anjani Wiecaksono 0813010147/FE/EA
telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
DRA.EC.Rr .Dyah Ratnawati, MM Tanggal :………
Mengetahui
Ketua Pr ogr am Studi Akuntansi
USULAN PENELITIAN
ANALISA KEPRIBADIAN DAN GENDER TERHADAP PERENCANAAN
KEUANGAN PRIBADI PADA MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI
UPN ”Veter an” J awa Timur
yang diajukan
Attalar ik Syah Panigor o 0713010187/FE/AK
telah disetujui untuk diseminarkan oleh
Pembimbing Utama
DRA.EC.Rr .Dyah Ratnawati, MM Tanggal :………
Mengetahui
Ketua Pr ogr am Studi Akuntansi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul “ Pengaruh
Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib
Pajak terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus
Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo”, dapat terselesaikan dengan
kesungguhan hati.
Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi, Program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka
akan sulit sekali penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Pada kesempatan yang
baik ini, perkenalkan penulis dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati untuk
menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penyusunan skripsi
ini.
Untuk mewujudkan rasa syukur atas hasil ini, maka tidak berlebihan jika
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
4. Yang saya hormati, Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE. Msi, selaku Ketua
Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
5. Yang saya hormati, Ibu DRA.EC.Rr.Dyah Ratnawati, MM, selaku Dosen
Pembimbing Utama yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta
mengarahkan penulis untuk menyusun skripsi ini.
6. Yang saya hormat Para Dosen Penguji yang telah penuh perhatian,
ketekunan, ketelitian, dan kebajikan yang telah berkenaan
”menyidangkan ujian” Skripsi ini.
7. Yang saya hormati Pimpinan beserta Staf, Karyawan/Karyawati Kantor
Kelurahan Krembung, Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo, yang
telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian. Hasil penelitian
tersebut banyak membantu penulis dan penghimpunan data materi praktis
yang dihadapkan dengan materi teoritis, sehingga dapat mewujudkan hasil
8. Almarhum Ayah dan Ibunda ku tercinta yang telah memberikan doa dan
dukungan baik moril maupun material.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa isi dan cara penyajian skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan . Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis
harapkan guna meningkatkan mutu dari penelitian skripsi ini. Akhir kata
penulis berharap Skripsi ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan dan sekaligus penulis juga tidak lupa untuk
memenjatkan doa semoga segala kebaikan yang telah diberikan berbagai
pihak mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah AWT.
Surabaya, Juni 2012
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………1
1.2. Perumusan Masalah…….……….………..9
1.3. Tujuan Penelitian…………..……….9
1.4. Manfaat Penelitian……….……….9
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Peneliti Terdahulu………11
2.2. Perbedaan dan Persamaan Penelitian Yang Dilakukan Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu………...17
2.3 Landasan Teori……….20
2.3.1 Sumber Penerimaan Daerah………..20
2.3.2 Pajak………..23
2.3.3 Dasar Teori Pemungutan Pajak……….26
2.3.4 Pajak Bumi dan Bangunan………30
2.3.4.1 Sejarah………..30
2.3.4.2 Umum………...32
2.3.4.3 Maksud dan Tujuan………..34
2.3.4.4 Sifat Pajak Bumi dan Bangunan………..34
2.3.4.5 Ketentuan Umum……….36
2.3.4.6 Obyek Pajak (BAB II)……….37
2.3.4.7 Subyek Pajak………...38
2.3.4.10 Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak
Terutang (BABVI)………..41
2.3.5 Pemahaman akan Undang-Undang Perpajakan……….41
2.3.6 Kesadaran Wajib Pajak Membayar Pajak...43
2.3.7 Kepatuhan Wajib Pajak...44
2.3.8 Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan Terhadap keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan...46
2.3.9 Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan...47
2.3.10 Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan...49
2.3.11 Diagram Kerangka Pikir... 50
2.3.12 Hipotesis...50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...51
3.1.1. Definisi Operasional...51
3.1.2 Pengukuran Variabel...54
3.2. Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel...54
3.2.1 Populasi...54
3.2.2 Sampel...55
3.4.1.1 Uji Validitas...57
3.4.1.2 Uji Reliabilitas...57
3.4.1.3 Uji Normalitas...58
3.5 Uji Asumsi Klasik...59
3.6 Teknik Analisis...61
3.7 Uji Hipotesis...61
3.7.1 Untuk Pengujian Kecocokan Model ( Goodness of Fit )...61
3.7.2 Uji t...62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian...64
4.1.1 Sejarah Singkat Obyek Penelitian...64
4.1.2. Kondisi Geografis Kelurahan Krembung...64
4.1.3. Struktur Organisasi...64
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian...69
4.2.1. Karakteristik Responden...69
4.2.2. Variabel Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (X1)...70
4.2.3. Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2)...72
4.2.4. Variabel Kapatuhan Wajib Pajak (X3)...73
4.2.5. Variabel Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)...74
4.3.1. Uji Validitas dan Reliabilitas...75
4.3.1.1. Variabel Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (X1)...76
4.3.1.2. Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (X2)...77
4.3.1.3. Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (X3)...78
4.3.1.4. Variabel Tingkat Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)...79
4.3.2. Uji Normalitas Data...80
4.4 Analisis Regresi Linier Berganda...82
4.4.1. Analisis Asumsi Klasik...82
4.4.2 Persamaan Regresi Linier Berganda...83
4.4.3. Uji F (Uji Kecocokan Model)...85
4.4.4. Uji t...86
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian...87
4.5.1. Implikasi Penelitian...89
4.5.2. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu...90
4.5.3. Keterbatasan Penelitian...92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...93
Kecamatan Krembung Sidoar jo) Oleh
Adi Pranjani Wiecaksono
ABSTRAK
Pajak telah mengalami masa-masa sulit dan gemilang di Negara kita, yang indikasinya terlihat dari persentase penerimaan pajak dalam APBN maupun APBD. Untuk menyesuaikan pajak dengan iklim dan perkembangan yang dilami oleh pajak Negara kita, pemerintah telah melakukan reformasi terhadap perpajakan, baik atas pajak pusat maupun pajak daerah. Dengan semakin pahamnya Wajib Pajak atas ketentuan maupun peraturan perpajakan yang berlaku, maka Wajib Pajak akan lebih sadar dalam memuhi kewajibannya untuk membayar pajak yaitu PBB. Tujuan penelitian untuk menguji secara empiris pengaruh tingkat pemahaman wajib pajak, tingkat kesadaran perpajakan wajib pajak, serta tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak di Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo yang berjumlah 1.675 Wajib Pajak.Teknik penentuan ukuran sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Convenience Sampling ditemukan sebanyak 168 responden Wajib Pajak PBB.
Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan uji hipotesis uji kecocokan model dan uji t. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemahaman wajib pajak (X1) dan Kepatuhan wajib pajak (X3) berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB (Y), sedangkan kesadaran perpajakan wajib pajak (X2) tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB.
Kecamatan Krembung Sidoar jo) oleh
Adi Pranjani Wiecaksono
ABSTRAK
Taxes have been experiencing tough times and glorious in our country, the visible indication of the percentage of tax revenue in the budget or the budget. To adjust the tax to the climate and development tax dilami by our country, the government has made reform of taxation, whether for central taxes and local taxes. Taxpayers with the respective ideologies of the provisions and tax laws that apply, then the taxpayer will be more aware of the obligation to pay taxes memuhi the United Nations. Research purposes to test empirically the influence of the level of understanding of the taxpayer, taxpayer's taxation level of consciousness, and the level of taxpayer compliance to the successful acceptance of the UN in the Village Krembung Krembung Sidoarjo district.
Population used in this study is the taxpayer in the Village Krembung Sidoarjo district, amounting to 1675 Mandatory Pajak.Teknik determining the sample size used in this study is to use the method of Convenience Sampling of respondents found the taxpayer as much as 168 United Nations.
Analysis technique used is multiple linear regression to fit the model test of the hypothesis test and the t test. From the research results can be concluded that the understanding of the taxpayer (X1) and taxpayer compliance (X3) affect the success of the UN acceptance (Y), while awareness of tax the taxpayer (X2) does not affect the success of the United Nations reception.
BABBIB
PENDAHULUANB 1.1 LatarBBelakangB
Peranan Pemerintah dalam menjalankan Pemerintahan dan Pembangunan Indonesia yang mempunyai tujuan akhir yaitu menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spiritual, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki oleh suatu Negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat.(www.jurnalskripsi.com).
Selama ini berlaku anggaran bahwa keberadaan sesuatu Negara ditopang oleh tiga pilar utama, yakni adanya penduduk, wilayah territorial jelas dan adanya pemerintahan yang mendapat pengakuan internasional, namun masih ada pilar yang keempat yang tak kalah penting, yakni topangan sistem perpajakan yang berjalan dengan baik, adil dan bersih.(www.jurnalskripsi.com).
masyarakat dari berbagai kalangan apabila ada penyelenggaraan kegiatan mengenai perpajakan.
Sejarah Pemungutan pajak telah ada sejak jaman nenek moyang yang dikenal dengan upeti, yaitu pemberian hasil bumi kepada raja sebagai tanda bakti rakyat kepada Raja, hal inilah yang kemudian melatarbelakangi adanya pemungutan pajak.Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan,tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan Negara, seperti menjaga keamanan Negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai, dan lain sebagainya.(Gardina dan Haryanto, I006 : 10).
3
Pajak telah mengalami masa-masa sulit dan gemilang di Negara kita, yang indikasinya terlihat dari presentase penerimaan pajak dalam APBN maupun APBD, untuk menyesuaikan pajak dengan iklim dan perkembangan yang dialami oleh Negara kita, pemerintah telah melakukan reformasi terhadap perpajakan, baik atas pajak pusat/ nasional maupun pajak daerah. Reformasi pajak diupayakan untuk dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, disamping itu juga sebagai reposisi pajak sebagai sumber penerimaan, baik itu penerimaan pusat (APBN) maupun untuk daerah (APBD) (Pandiangan, 2002 : 11).
Pada Official Assesment System, petugas pajak berkewajiban menetapkan berapa besar sesungguhnya pajak yang terutang oleh gajib Pajak (gP), sedangkan pada Self Assesment System, gP berkewajiban menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, walaupun berbeda, kedua sistem penetapan pajak tersebut dalam praktiknya tetap memerlukan pengawasan dari pihak pemerintah dalam bentuk pemeriksaan untuk menguji kepatuhan gP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya (Sofyan, 2003 : 30).
sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.Kedua fungsi ini, pada dasarnya pemerintah ingin kembali menegaskan peranan penting pajak baik sebagai alat penerimaan Negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maupun sebagai alat untuk melaksanakan berbagai kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. (Siti Resmi, 2007 :3).
Tujuan Pemerintah dalam melakukan perubahan kebijakan di bidang perpajakan tentunya guna meningkatkan pemasukan pajak kas Negara dan menunjang peningkatkan pertumbuhan perekonomian. Kebijakan tersebut (peraturan perundang-undangan perpajakan) seharusnya mengatur sistem perpajakan secara menyeluruh yang sejalan dengan perkembangan perekonomian saat ini dan di masa yang akan datang. Pemerintah dalam menjalankan fungsi pajak (budgetair dan regulerend) salah satunya tentu saja membutuhkan system penetapan pajak yang efisien, fleksibel, dan terintegrasidengan system subsistem secara internal dan system yang lain secara eksternal (dengan peradilan pajak) dalam menunjang kebijakan pendapatan Negara (fiscal policy) (Sofyan, 2003 : 29).
5
pemerintah pusat juga membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. ( Suhardito dan Sudibyo , 1999:3 ).
Meskipun Pajak Bumi dan Bangunan memiliki nilai rupiah kecil dibandingkan dengan pajak pusat lainnya, tetapi memiliki dampak luas sebab hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dikembalikan untuk pembangunan daerah yang bersangkutan. Pada dasarnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan gajib Pajak ( gP ) terbesar dibandingkan pajak-pajak lainnya dan merupakan satu-satunya pajak-pajak property di Indonesia yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Namun kenyataannya, tidak menutup kemungkinan dapat mengalami penurunan yaitu di tahun 2007 dan pada tahun 2008 serta 2010 dan 2011 pada Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo
Tabel 1
Data Penerimaan PBB di Kelurahan Krembung, Sidoarjo
No Tahun Pokok Ketetapan PBB (Rp)
Realisasi Penerimaan PBB (Rp)
Prosentase (%)
Jumlah gP
1 2007 54,537,938 43,611,978 82,90 1643
2 2008 55,539,595 43,861,322 78,97 1652
3 2009 71,970,755 57,447,953 79,82 1658
4 2010 75,013,406 61,140,492 81,51 1667
5 2011 91,158,672 75,567,521 79,97 1675
7
Dari tabel dan grafik diatas dapat dijelaskan bahwa prosentase realisasi penerimaan PBB tahun 2007 dan 2008 mengalami penurunan, tetapi pada tahun 2009 presentase realisasi mengalami peningkatan. Penurunan prosentase dari perbandingan antara rencana dengan realisasi pada tahun 2007 ke tahun 2008 mencapai nilai 3,93%. Selain itu, pada tahun 2008 pun mengalami kenaikan. Kenaikan prosentase dari perbandingan antara rencana dengan realisasi pada tahun 2008 ke tahun 2009 mencapai nilai 0,85 %.
Kelurahan Krembung merupakan salah satu kelurahan di Sidoarjo yang meliputi 11 Rg dan sebagian meliputi wilayah Krembung. Kelurahan krembung pernah mencapai nilai prosentase tinggi dalam penerimaan PBB pada tahun 2007 dengan nilai sebesar 82,97%. Hai ini disebabkan kemungkinan karena sebagian besar gajib Pajak PBB Kelurahan Krembung melakukan pembayaran PBB pada pokok ketetapan dan meningkatnya pembayaran tunggakan untuk tahun-tahun sebelumnya.
Dengan semakin pahamnya Wajib Pajak atas ketentuan maupun peraturan perpajakan yang berlaku, maka Wajib Pajak akan lebih sadar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak yaitu PBB. Selain pemahaman dan kesadaran yang dimiliki Wajib Pajak mengenai perpajakan, kepatuhan Wajib Pajak juga harus diperhatikan oleh segenap instansi yaitu Kantor Pelayanan Pajak Wilayah Sidoarjo dalam proses pembayaran atau pelunasan pajak.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka perlu diperhatikan pemahaman Wajib Pajak, kesadaran perpajakan Wajib Pajak, serta kepatuhan Wajib Pajak yang berpengaruh terhadap realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ). Dalam penelitian ini akan melihat pengaruh dari pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran perpajakan Wajib Pajak, serta Kepatuhan Wajib Pajak terhadap keberhasilan penerimaan PBB.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak , dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap tingkat keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ( Studi Kasus di Wilayah Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo
1.2 Perumusan Masalah
9
berpengaruh terhadap keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menguji secara empiris pengaruh tingkat pemahaman wajib pajak, tingkat kesadaran perpajakan wajib pajak, serta tingkat kepatuhan wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Kelurahan Krembung Kecamatan Krembung Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian antara lain dapat memberikan masukan bagi beberapa pihak, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bagi Direktorat Jendral Pajak dan gajib Pajak Kabupaten Sidoarjo
Dapat memberikan tambahan informasi tentang indikator-indikator yang mempengaruhi keberhasilan Pajak Bumi dan Bangunan. Khususnya adalah bagaimana pemahaman gajib Pajak, Kesadaran Perpajakan gajib Pajak serta Kepatuhan gajib Pajak.
Memberikan dasar yang kuat bahwa tekanan-tekanan, sanksi-sanksi, dan pemahaman yang diberikan oleh pemerintah pada gajib Pajak ( gP ) Mutlak diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan gajib Pajak.
b. Bagi Universitas
BABBIIB
TINJAUANBBPUSTATAB B
2.1BPenelitiBTerdahulu.B
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian sekarang adalah sebagai berikut l
1. BambangBSuharditoBdanBBambangBSudibyoB(B1999B)B a. Judul
Pengaruh Faktor-Faktor yang Melekat Pada Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
b. Perumusan Masalah
1. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo
2. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo 3. Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Nir-Wiraswasta
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo c. Hipotesis
2. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo 3. Diduga faktor-faktor yang melekat pada WP Nir Wiraswasta berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo d. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang telah terbukti berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di Sidoarjo adalah faktor-faktor kesadaran perjakan WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah , dan tax avoidance WP.
2. Untuk WP PBB Wiraswasta, faktor-faktor kesadaran perpajakan WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah, dan tax avoidance WP.
13
2. Suryadi ( 2006 ) a. Judul
Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajakl Suatu survei di Wilayah Jawa Timur.
b. Perumusan Masalah
Apakah Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajakl Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur.
c. Hipotesis
1. Ada pengaruh positif signifikan kesadaran wajib pajak terhadap kinerja penerimaan pajak.
2. Ada pengaruh positif signifikan pelayanan perpajakan terhadap kinerja penerimaan pajak.
3. Ada pengaruh positif signifikan kepatuhan wajin pajak terhadap kinerja penerimaan pajak.
4. Terdapat perbedaan kesadaran antara kelompok WP besar dengan WP kecil dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 5. Terdapat perbedaan kepatuhan antara kelompok WP besar
d. Kesimpulan
1. Kesadaran Wajib Pajak dan pelayanan Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. 2. Kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengaruh besar terhadap
kinerja penerimaan pajak 3. Ratih Ayu Wulandari ( 2006 )
a. Judul
Pengaruh Tekanan Sosial, Persepsi Sanksi, dan Pemahaman, Wajib Pajak akan Undang-undang Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
b. Perumusan Masalah
1. Apakah tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP akan Undang-undang Perpajakan mempunyai pengaruh secara simultan terhadap kepatuhan WP?
2. Apakah tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP akan Undang-undang Perpajakan mempunyai pengaruh secara parsial terhadapa kepatuhan WP?
c. Hipotesis
15
d. Kesimpulan
Berdasarkan hipotesis bahwa tekanan sosial, persepsi tentang sanksi, dan pemahaman WP mempunyai pengaruh terhadap, kepatuhan WP, teruji kebenarannya.
4. Mitha Otik Wiraswati ( 2008 ) a. Judul
Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB di Kelurahan Kecamatan Mejoroto Kediri.
b. Perumusan Masalah
Apakah Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kemampuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kelurahan Dermo kecamatan Mejoroto Kediri.
c. Hipotesis
Diduga bahwa Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kemampuan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kelurahan Dermo kecamatan Mejoroto Kediri
d. Kesimpulan
2. Tingkat kemampuan WP mempengaruhi paling Dominan terhadap keberhasilan peneriman PBB.
5. Imania Hestri Medhani ( 2009 ) a. Judul
Pengaruh Pemahaman Wajib pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Perumusan Masalah
Apakah Tingkat Pemahaman Wajib pajak, Tingkat Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kutisari Tenggilis Mejoyo Surabaya. c. Hipotesis
Diduga Tingkat Pemahaman Wajib pajak, Tingkat Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak, dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kutisari Tenggilis Mejoyo Surabaya. d. Kesimpulan
17
2.2 PerbedaanB danB PersamaanB PenelitianB YangB DilakukanB SekarangB faktor yang melekat pada WP Nir Wiraswasta berpengaruh positif terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB
2 Suryadi
(2006) Pengaruh Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan,
19
Berdasarkan Tabel diatas, Penelitian yang terdahulu memiliki Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu pada penggunaan Independent Variabel ( Variabel Bebas ) yaitu Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (X1), Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak ( X2) , dan Kepatuhan Wajib Pajak (X3).
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Sumber Penerimaan Daerah
Untuk mendukung penyelenggaran otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah dan Daerah.Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilaksanakan atas dasar desntralisasi, dekonstruksi, dan tugas pembantuan (Kansil, 2001l6).
Dengan pemberian wewenang yang luas, nyata dan bertanggungjawab dalam bidang keuangan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat diharapkan pemerintah daerah mampu mengatur dan mengelola sendiri keuangan dan anggarannya secara efektif dan efisien serta mampu mengambil keputusan dengan tepat untuk setiap aktivitas rumah tangganya yang akan dilakukan sehingga dapat mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera. Dengan demikian maka APBD harus dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (Nirzaman dalam Halim,2004l74)
21
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)l
Yang dimaksud dengan Pendepeten Asli Deereh edeleh penerimeen yeng diperoleh deri deereh deri sumber-sumber delem wileyehnye sendiri dipungut berdeserken Pereturen Deereh sesuei dengen pereturen perundeng-undengen yeng berleku.
1. Pendapatan Asli Daerah terdiri daril 2. Hasil pajak daerah
3. Hasil retribusi daerah
4. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.
5. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2. Dana Perimbanganyang terdiri dari
a. Bagian daerah dari perimbangan meliputil 1. Pajak Bumi dan Bangunan
2. Bea perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 3. Sumber Daya Alam (SDA)
b. Dana Alokasi Umum (DAU) c. Dana Alokasi Khusus (DAK) d. Pinjaman Daerah
e. Lain-lain penerimaan yang sah
Sumber keuangan yang baru berdasarkan UU No 25 tahun 1999 adalah Dana Perimbangan. Dana Perimbangan yang terdiri dari tiga jenis sumber dana, merupakan sumber pembiayaan pelaksanaan Desentralisasi yang aplikasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saing mengisi dan melengkapi (Kansil, 2001l 13).
Penerimaan Negara yang berasal dari PBB dibagikan dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Penerimaan Negara dari Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbalan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah ( Kansil, 2001 l14).
Dana Alokasi Umum dimaksudkan menjaga pemerataan dan perimbangan keuangan antar daerah, sedangkan Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk membantu pembiayaan tertentu, yaitu merupakan program nasional atau program kegiatan yang tidak terdapat di daerah lain (Mardiasmo, 2002l 144).
23
daerah.Pinjaman luar negeri dimungkinkan dilakukan daerah, namun mekanismenya harus melalui pemerintah pusat.Ketentuan mengenai pinjaman daerah selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang pinjaman daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diterapkan dengan peraturan daerah paling lambat satu bulan setelah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
2.3.2 Pajak
Ditinjau dari sejarahnya, masalah pajak sudah ada sejak zaman dahulu.Walaupun pada saat itu belum dinamakan “Pajak” namun masih merupakan pemberian yang bersifat sukarela dari rakyat kepada rajanya. Perkembangan selanjutnya pemberian tersebut menjadi upeti yang sifat pemberiannya dipaksakan dalam artinya bahwa pemberian itu bersifat “wajib” dan ditetapkan secara sepihak oleh Negara
Menurut Suandy ( 2005l 7-8 ) pengertian definisi pajak dari beberapa sarjana yang dimuat secara kronologis adalah sebagai berikutl
yang secara maupun yang tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.”
2. Deutsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919), (terjemahan) “ Pajak adalah bantuan uang secara insindental atau secara periodik ( dengan tidak ada kontrasepsinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (Negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu Tetbestend
(sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak”
3. Smeets dalam bukunya De Economische Beteker is der Belestungen, 1951, adalah l (terjemahan) “ Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontrasepsi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
4. Feldmann, dalam bukunya De Overheidsmiddelen ven Indonesie, Leiden, 1949, adalah (terjemahan) “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada ( menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontrasepsi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
25
barang dan jasa, jadi benefit diberikan masyarakat, hanya tidak mudah ditujukan, apalagi secara DerOranzam
6. Philip E. Taylor dalam bukunya The Economic of Public Finance, 1984, memberikan batasan pajak seperti diatas hanya mengenai Without reference”menjadi “With little reference”.
7. Soeparman Soemahamidjajadalam desertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas Padjajaran, Bandung, 1964l”Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
8. Rochmat Soemitro, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikutl “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbale ( kontrasepsi), yang langsing dapat ditunjukan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran
umum”.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak (Waluyo dan Ilyas, 2002l 5-6) adalahl 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat Maupin pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment
5. Pajak adalah dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur
2.3.3 Dasar Teori Pemungutan Pajak
Pemahaman akan teori pemungutan pajak berikut ini diharapakan membawa suatu kesadaran akan pentingnya pemungutan pajak bukan lagi menjadi beban semata, tetapi menjadi suatu kewajiban yang menyenangkan dalam hidup bermasyarakat, (Mardiasmo, 2003l 3-4), beberapa landasanyang menjadi dasar pembenaran pemungutan pajak (Tjahjono dan husein, 2005l18) adalahl
1. Teori Asuransi
Pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kepada Negara dianalogkan seperti pembayaran premi asuransi.Pembayaran premi asuransi ini dilakukan karena Negara bertugas melindungi rakyat dan harta bendanya. Perbedaan yang utama adalah dalam asuransi jika terjadi musibah akan menerima ganti rugi, tetapi dalam pajak. Negara tidak akan memberikan ganti rugi bilamana rakyat mengalami musibah.
27
Teori ini dalam ajaran yang semula, hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari penduduk seluruhnya.Pembagian beban harus didasarkan atas kepentingan masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas jwa orang-orang itu beserta harta bendanya.Maka sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara untuk menunaikan kewajibannya, dibebankan pada mereka. 3. Teori Gaya Pikul
Dasar teori yang digunakan adalah keadilan yaitu setiap orang harus dikenakan pajak yang sama beratnya. Namun demikian besarnya pemungutan pajak didasarkan berdasarkan gaya pikul adalah besarnya penerimaan yang diterima dan pengeluaran yang dilakukan.
4. Teori Kewajiban Mutlak (Teori Bakti)
Teori mendasarkan pada pemahaman Organische Staatsleer, mengajarkan bahwa karena sifat Negara sebagai suatu perkumpulan dari individu-individu maka timbul hak mutlak Negara untuk memungut pajak. Dari sudut pandang rakyat, membayar pajak kepada negara merupakan bukti rasa baktinya rakyat atau kepada warga Negara .
5. Teori Asas Daya Beli
untuk rumah tangga Negara, dan kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat dan untuk membawa kearah tertentu.
Asas-asas pemungutan sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam buku An Inquiry the Neture end Ceuse of the Weelth of Netions (Waluyo dan Ilyas, 2002l 12) adalah sebagai berikutl
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kempuan membayar pajak atau ebility to pey dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta.
2. Certainty
Penetapan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang.Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
29
4. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban
pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula
beban yang dipikul Wajib Pajak.
Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku
PublicFinence in Theory end Prectice terdapat dua macam asas keadilan
Dalam keadilan pemungutan pajak yaitul
1. Benefit Principle
Dalam sistem perpajakan yang adil setiap Wajib Pajak harus membayar
sejalan dengan manfaat dinikmatinya dari pemerintah.Pendekatan
ini disebut Revenue end Expenditure Approech.
2. Ability Principle
Dalam pendekatan disarankan agar pajak dibebankan kepada Wajib Pajak
atas dasar kemampuan membayar.
Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibedakan secara lain dalaml
1. Keadilan Horizontal
Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya atas
semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan
jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan
2. Keadilan Vertikal
Keadilan dapat dirumuskan (Horizontal dan Vertikal) bahwa pemungutan pajak adil, apabila orang dalam kondisi ekonomi yang sama dikenakan pajak yang sama, demikian sebaliknya.
2.3.4 Pajak Bumi dan Bangunan 2.3.4.1 Sejarah
Menurut Pudyatmoko (2002l 31-33), pengenaan pajak terhadap tanah
atau sesuatu yang berhubungan dengan tanah sudah ada sejak jaman kolonial. Seperti Contingenten dan Verplichte Leverentieen yang leb dikenal dengan nama Tanam Paksa, yang seperti diketahui menimbulkan perang jawa pada tahun 1825-1830. Kemudian oleh Gubernur Jendral Raffles, pajak atas tanah tersebut disebut Lendrent yang arti sebenarnyasewa tanah.
Setelah penjajahan Inggris berakhir maka kemudian Indonesia dijajah kembali oleh Belanda, pajak tersebut kemudian duganti nama menjdi Landrente dengan sistem atau cara pengenaan yang sama. Untuk penertiban pemungutannya, menurut Munawir (1985 l 297), maka pemerintah Belanda mengadakan pemetaan desa untuk keperluan klasiran dan pengukuran tanah milik perorangan yang disebut rincikan. Peraturan tentang Lendrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian dirubah dan ditambah dengan Ordonasi Lendrente tahun 1939.
31
Bumi.Kemudian istilah pajak Bumi ini diubah menjadi Pajak Hasil
Bumu.Yang dikenakan pajak tidak lagi nilai tanah, melainkan hasil yang
keluar dari tanah, sehingga timbul frustasi, karena hasil yang keluar dari tanah
merupakan objek dari pajak penghasilan, pada saat itu namanya pajak
Peralihan.Oleh karena itu, Pajak Hasil Bumi ini dihapuskan pada
tahun 1952 sampai tahun 1959. Rupanya pemerintah menyiasati
kekeliruannya, sehingga sejak tahun 1959 dipungut lagi Pajak Hasil Bumi
atas nilai tanah, bukan atas hasil yang keluar dari tanah dan bangunan,
dengan mendasarkan pada Undang-undang No. 11 Prp 1959, yang dengan
Undang-undang No. 1 Tahun 1961 telah ditetapkan menjadi Undang-undang.
Undang-undang ini semula hanya mengatur pungutan pajak atas tanah adat,
tanah yang dimiliki atau dikuasain oleh orang-orang Indonesia asli, tidak
termasuk tanah hak barat tersebut diatur berdasarkan ordonansi/
Undang-undang Verponding Indonesia Tahun 1923 dan Ordonansi
Verponding Tahun 1928. Tetapi kemudian tahun 1960 dikeluarkan
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa hukum atas tanah
berlaku atas semua tanah di Indonesia. Hal ini dipertegas lagi dengan
Keputusan Presidium Kabinet tanggal 10 Februari tahun 1967 Nomor
87/Kep/U/4/1967. Undang-undang No.11 Perp Tahun 1959 yang menjadi
landasan Pajak Hasil Bumi oleh karenanya harus ditafsirkan bahwa semua
tanah di Indonesia dipungut Pajak Hasil Bumi, termasuk tanah-tanah yang
Dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada Pemerintah Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara No.PM PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.Pada saat yang bersamaan juga ada pajak-pajak lain yang berkaitan dengan tanah atau bangunan, seperti misalnya Inlends
Verponding.Hal tersebut terjadi karena sekalipun IPEDA dimaksudkan untuk menghapuskan Verponding, Inlends Verponding dan Pajak Hasil Bumi.Di
samping itu masing-masing daerah dapat mengubah peraturan IPEDA.Oleh karena itu terjadi pengaturan yang tidak seragam, serta tumpang tindih. Berangkat dari kondisi yang demikian itulah maka kemudian dikeluarkan Undang-undang Tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang mulai berlaku sejak tanggal 1Januari 1986.
2.3.4.2 Umum
Menurut uraian Rusjdi (2008l3-4), Pajak Bumi dan Bangunanadalah
pajak baru yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986 berdasarkan UU No. 12 Tahun 1986.Kemudian UU No. 12 Tahun 1994 yang mulai berlaku terhitung 1 Januari 1995. Pajak ini dimaksudkan untuk
menggantikan peraturan-peraturan pajak seperti tersebut dibawah ini l
33
undang Nomor 19 Tahun 1959, yang dengan Undang-undang Nomor 1
Tahun 1961 telah ditetapkan menjadi Undang-undang.
2. Ordonansi Verponding Indonesia 1923 (Indlendsche Verponding
Ordinentie 1923, Steetsbled tahun 1923 Nomor 425) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Algemeene
VerodeningenBinnenlendsche Bestuur Jeve en Mednere( Staatsblad 1931
Nomor 168).
3. Ordonansi Verponding 1928 (Verponding Ordonentie 1928, Steetsbled
tahun 1928 Nomor 342) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959.
4. Ordonansi Pajak Kekayaan 1932 (Ordonentie op De Vermogens
Belesting 1932, Steetbled Tahun 1932 Nomor 405) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 8 Tahun 1967.
5. Ordonansi Pajak Jalan 1942 (Weggled Ordonantie 1942, Staatsbalad
Tahun 1941 Nomor 97) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Algemeene Verordening Oorlogsmisdnjven (Steetsbled 1946 no 47).
6. Pasal 14 hurug j, k, dan l, Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun
1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, yang dengan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1961 telah ditetapkan menjadi Undang-undang.
7. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1957
Dari apa yang telah diuraikan diatas jelas kiranya bahwa Pajak Bumi dan Bangunan bermaksud untuk menyederhanakan berbagai Peraturan Pajak yang sampai sekarang masih berlaku dan menimbulkan banyak kesalahpahaman, karena pajak itu oleh rakyat dirasa menimbulkan pajak ganda.
Menurut Resmi(2004l611-612), mengemukakan pengertian Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana termuat dalam pasal 1 UU No 12. Tahun
1985 sebagaiman telah diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 adalah sebagai berikutl
Bumi, yang dimaksud dengan Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan padalam (termasuk rawa, tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan, yang dimaksud dengan Bangunan adalah Konstriksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat yang diusahakan.
Adapun prinsip pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah untuk menjamin kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya (Tjahjono dan Husein, 2005l438).
2.3.4.3 Maksud dan Tujuan
35
1. Dasar falsafah yang digunakan dalam berbagai Undang-Undang yang berasal dari zaman kolonial adalah tidak sesuai dengan Pancasila.
2. Berbagai Undang-Undang mengenakan pajak atas harta tak gerak sehingga membingungkan masyarakat.
3. Undang-Undang yang berasal dari zaman kolonial sukar dimengerti oleh rakyat.
4. Undang-Undang zaman kolonial tidak lagi sesuai dengan aspirasi dan kepribadian bangsa Indonesia.
5. Undang-Undang yang lama tidak lagi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
6. Undang-Undang yang lama memberi kepastian hukum.
Selanjutnya, yang menjadi tujuan Pajak Bumi dan Bangunan menurut Soemitro (1990l4) adalah l
1. Menyederhanakan peraturan perundang-undangan pajak sehingga mudah dimengerti oleh rakyat.
2. Member dasar yang kuat pada pungutan pajak atas harta tak gerak dan sekalian menyerasikan atas harta tak gerak di semua daerah dan menghilangkan simpang siur.
3. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh mana hak dan kewajibannya.
5. Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk
menegakkan otonomi daerah dan pembangunan daerah.
6. Menambah penghasilan bagi daerah.
Sebagaiman diketahui Pajak Bumi dan Bangunan adalah merupakan
pajak pusat, akan tetapi hasil terbesar dari pajak ini dikembalikan kepada
daerah dan menjadi pemasukan daerah. Oleh karena itu, pajak ini sangat
penting keberadaannya untuk mendukung keuangan daerah.
Mengingat Pajak Bumi dan Bangunan menyentuh dan melibatkan
masyarakat dari berbagai lapisan maka adanya ketentuan yang mudah
dimengerti, sederhana dan jelas sangat diperlukan.
2.3.4.4 Sifat Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak
gerak, oleh sebab itu yang dipentingkan adalah obyeknya dan oleh karena itu
keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak yang obyektif. Walaupun pajak ini
merupakan pajak yang obyektif tetapi dipungut dengan surat ketetapan Pajak
yang pada prinsipnya setiap tahun dikeluarkan (Soemitro dalam
Pudyatmoko,2002l5).
2.3.4.5 Ketentuan Umum
Pasal 1 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap, 2005 l 251)
37
b) Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatakan secara
tetap pada tanah dan atau perairan.
c) Nilai Jual Obyek Pajak tanah adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, nilai jual obyek pajak ditentukan melaluiperbandingan
harga dengan obyek yang lain yang sejenis atau perolehan baru atau nilai
jual Obyek pajak pengganti.
d) Surat Pemberitahuan Obyek pajak adalah surat yang dipergunakan oleh
Wajib pajak untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan
Undang-Undang.
e) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan oleh
Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
terutang kepada Wajib Pajak.
2.3.4.6 ObyekBPajakB(BABBII)B
Pasal 2 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkapl 252)
a) Yang Menjadi Obyek Pajak adalah Bumi dan Bangunan.
b) Klasifikasi Obyek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diatur
oleh Menteri Keuangan.
Pasal 3 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap, 2005 l 253)
1. Obyek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuantungan. b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu.
c) Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan, yang dikuasai oleh desa dan tanah Negara belum dibebani suatu hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplimatik.
e) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
2. Obyek pajak yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
3. Batas Nilai Jual Bangunan tidak kena pajak ditetapkan sebesar 8 Juta untuk setiap satuan bangunan.
4. Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak sebagaiman dimaksudkan dalam ayat (3) akan disesuaikan dengan suatu faktor penyesuaian yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2.3.4.7 Subyek Pajak
Pasal 4 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap, 2005l 255 )
39
bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
2. Subyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang ini.
3. Dalam hal atas suatu obyek pajak belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, Direktorat Jendral Pajak dapat menetapkan Subyak Pajak sebagimana dimaksud pasal (1) sebagai Wajib Pajak.
4. Subyek Pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 3) dapat memberikan keterangan secara tertulis pada Direktorat Jendral Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak terhadap obyek pajak yang dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana yang dimksud dalam ayat (4) disetujui maka Direktorat Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan yang dimaksud.
6. Bila keterangan yang dimaksud tidak disetujui, maka Direktorat Jendral Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
2.3.4.8 TarifBPajakB(BBABBIV)B
Pasal 5 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap, 2005 l257)
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5%
(lima per sepuluh persen).
2.3.4.9 DasarBPengenaanBdanBCaraBMenghitungBPajakB(BABVB)B
Pasal 6 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap, 2005 l 257)
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek Pajak.
2. Besarnya Nilai Jual Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
3. Dasar perhitunganpajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi tingginya
100% (seratus persen) dan Nilai Jual Obyek Pajak.
4. Besarnya persentase Nilai Jual Obyek Pajak sebagaiman dimaksudkan
dalam ayat (3) ditetapkan dengan peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Pasal 7 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap,2005 l 258)
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff
41
2.3.4.10 TahunBPajak,BSaat,B danBTempatByangBMenentukanB PajakBTerutangB
(BABVI)B
Pasal 8 (Kompilasi Undang-undang Perpajakan Terlengkap, 2005 l 259)
1. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin.
2. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan obyek
pajak pada tanggal 1 Januari.
3. Tempat pajak terutangl
a) Untuk daerah Jakarta, diwilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b) Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah tungkat II, yang meliputi letak obyek pajak.
2.3.5 PemahamanBakanBUndang-UndangBPerpajakanB
Pemahaman adalah usaha seseorang untuk mengartikan atau
menginterprestasikan stimulus.Engel, Blackwell and Miniard (1995)
menyebut pemahaman sebagai tahap memberikan makna kepada
stimulus.Maka ini tergantung kepada bagaimana stimulus diklasifikasikan dan
dielaborasi dalam kaitannya dengan pengetahuan seseorang dalam hai ini
adalah wajib pajak.
Pajak didasarkan pada undang-undang yang berarti bahwa pemungutan
pajak tersebut sudah disepakati atau disetujui bersama antara pemerintah
dengan rakyat, maka sudah sewajarnya kalau masyarakat sadar akan
Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar
pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan Negara, dituntut
kesadaran warga Negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan.Terlepas dari
kesadaran sebagai warga Negara sebagian besar mesyarakat tidak memenuhi
kewajiban membayar pajak.
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi
(Suandy, 2005l16-17).
a. Perlawanan Pasif
Perlawanan secara pasif ini berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi
masyarakat di Negara yang bersangkutan.
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan pajak secara aktif ini merupakan seeangkaian usaha yang
dilakukan oleh wajib pajak untuk tidak membayar pajak atau
mengurangi jumlah pajak yang seharusnya di bayar.
Perlawanan secara aktif dapat dibagi menjadil
a. Penghindaran Pajak (tax avoidance)
merupakan usaha pengurangan secara legal yang dikakukan dengan
cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan
secara optimal.
b. Penggelapan Pajak (tax evasion)
Merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar
43
Upaya masyarakatuntuk menghindarkan pajak merupakan suatu hal
yang alami mengingat pajak merupakan suatu pungutan paksaan dan sesuatu
yang dipaksakan akan menimbulkan reaksi negatif yang dapat berupa
perlawanan terhadap pembayaran pajak. Perlawanan pajak akan sangant
merugikan bagi Negara oleh karena itu dalam rangka untuk mengurangi atau
bahkan menghilangkan sama sekali kondisi yang membuat masyarakat
sebagian wajib pajak menjadi sadar, mau dan mampu membayar pajak.
2.3.6 Kesadaran Wajib Pajak Membayar Pajak
Penerimaan pajak merupakan sumber dana yang penting bagi
pembiayaan pembangunan oleh karena itu, diperlukan usaha-usaha untuk
melakukan intensifukasi pemungutannya. Keberhasilan upaya ini akan
ditentukan oleh dua hal yang saling berkaitan, yaitu kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak dalam melakukan tugasnya dilapangan.
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, terutama tergantung
pada tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi
pengetahuan masyarakat, akan semakin mudah bagi pemerintah untuk
menyadarkan mereka. Bahwa di dunia ini tak satupun yang dapat diperoleh
tanpa membayar, atau tanpa mengobarbankan sesuatu (there not tree lunch).
Oleh karena itu, pemerintah harus menyadarkan masyarakat mengenai
hubungan antara manfaat dan biaya (benefit and cost) dari setiap aktivitas
Guna menumumbuhkan toleransi masyarakat dalam menggugah kesadaran tentang arti pentingnya pajak bagi pemerintah untuk pembiayaan pembangunan, perlu dilakukan sosialisasi dan pendidikan dilapisan masyarakat. Upaya ini dapat ditempu antara lain dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan secara intensif sehingga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar paja. Kesadaran untuk membayar pajak baru akan timbul apabila masyarakat dapat merasakan hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan manfaat yang diterima, sehingga merekapun akan terdorong untuk patuh membayar pajak.
Usaha untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak lebih mudah dilakukan pada jenis pajak yang secara langsung dirasakan manfaatnya, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur daerah. Untuk jenis pajak yang tidak berhubungan langsung antara pembayaran dan manfaat, memangakanlebih sulit untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat.(Mangkoesoebroto,1994l 137).
2.3.7 Kepatuhan Wajib Pajak
45
Jadi, kepatuhan dalam hal perpajakan berarti merupakan suatu
ketaatan melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang
diwajibkan, diharuskan, dilaksanakan menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan. Pemberian sanksi akan dikenakan kepada pelanggar
ketentuan perpajakan, yang dimaksudkan untuk mencegah tingkah laku yang
tidak dikehendaki, sehingga akan tercipta kepatuhan yang lebih baik dari
wajib pajak.
Kepatuhan pemenuhan kewajiban perpjakan mengandung maksud
bahwa di dalam melaksanakan kewajiban perpajakan ada derajat-derajat
kepatuhan. Oleh direktorat Jendaral Pajak melalui surat edaran nomor
04/PJ.05/86 tanggal 25 april 1986 diberikan tafsir derajat ketidakpatuhan
tersebut adalah sebagai berikutl
a. Wajib pajak dengan sengaja tidak mendaftarkan diri.
b. Wajib Pajak dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan dengan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak.
c. Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
e. Wajib Pajak dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan, atau
dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.
g. Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah
dipotong atau dipungut.
2.3.8 Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-Undang dan
Peraturan Perpajakan Terhadap keberhasilan Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan
Landasan pengaruh pemahaman wajib pajak terhadap penerimaan
pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan mengacu pada Teori
Kepentingan.Teori ini dalam ajarannya yang semula hanya memperhatikan
pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh
penduduk.Pembagian beban ini didasarkan atas kepentingan orang
masing-masing dalam tugas- tugas pemerintah, termasuk
perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena
itu, sudah sewajarnya jika biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Negara
dibebankan kepada mereka (Resmi,2004 l 5).
Pendapat Fallan (1999l 173-184) mengkaji pada aspek pentingnya
pengetahuan perpajakan dalam mempengaruhi sikap Wajib Pajak dengan
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya sikap Wajib
Pajak terhadap Badan Perpajakan akan dipengaruhi oleh pengetahuan Wajib
Pajak mengenai perpajakan. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan
baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran
47
Pemerintah telah melakukan sosialisasi perpajakan baik melalui
spanduk-spanduk, seminar, penyuluhan, media massa dan elektronik.
Tujuannya adalah agar wajib pajak lebih mudah mengerti mengenai
perpajakan, lebih cepat mendapatkan informasi perpajakan (Gardiana dan
Haryanto,206l19).
Pelaksanaan sosialisasi perpajakan juga dimaksudkan untuk lebih
memberdayakan wajib pajak supaya lebih memahami Undang-Undang dan
Peraturan Perpajakan yang berlaku dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak
akan mempengaruhi keberhasilan penerimaan pajak (PBB).
2.3.9 Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Mengacu pada teori kewajiban pajak mutlak atau teori bakti maka
teori ini berlawanan dengan teori asuransi, teori kepentingan dan teori gaya
pikul yang tidak mengutamakan kepentingan Negara diatas kepentingan
warganya. Teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatler, artinya tingkat kesadaran wajib pajak terhadap keberhasilan penerimaan pajak
bumi dan bangunan (PBB) tidak berdiri sendiri sebagai individu tetapi juga
dipengaruhi adanya faktor persekutuan.Tingkat kesadaran wajib pajak lebih
dipengaruhi karena faktor keinsyafannya untuk membuktikan tanda baktinya
tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya persekutuan tidaklah aka nada
individu. Oleh karenanya maka persekutuan (yang menjelma menjadi Negara)
berhak atas satu dan yang lain. Akhirnya setiap orang menginsyafi
bahwamenjadi suatu kewajiban asli untuk membuktikan tanda batinya
terhadap Negara dalam bentuk pembayaran pajak (Resmi,2004l 6).
Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak,
berupa konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif dalam memahami,
merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran
perpajakan bekonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka rela
memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan dengan
cara membayar kewajiban pajak secara tepat waktu dan tepat jumlahnya.
Menurut Azwar (2007l 24-27), komponen Kognitif berisi
kepercayaan seseorang mengenaiapa yang berlaku atau apa yang benar bagi
objek sikap. Komponen Afektif menyangkut emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.Sedangkan komponen konatif menunjukkan
perilaku, kecendrungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
PBB walaupun nilai rupiahnya kecil dibandingkan dengan pajak pusat
lain, tetapi mempunyai dampak yang lebih luas sebab penerimaan PBB
dikembalikan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat menciptakan
49
kesadaran dan tanggungjawab wajib pajak untuk membayar Pajak Bumi dan
Bangunan.
2.3.10Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Sejak Reformasi perpajakan tahun 1923 yang terakhir tahun 1994
dengan diubahnya Undang-undang perpajakan tersebut menjadi UU No. 9
tahun 1994, UU No. 10 tahun 1994, UU No 11 tahun 1994, dan UU No.12
tahun 1994, maka sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah “Self
Assesment System”. Menurut Waluyo (2002l 16), Self Assesment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang,
kepercayaan, tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Dalam sistem ini mengandung pengertian
bahwa Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus dibayar.
Seperti yang dikemukakan oleh E. Eliyani (1989l23), “Kepatuhan
wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan pada
waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak
yang terutang dan membayar pajak pada waktunya, tanpa adanya tindakan
pemaksaan.Ketidakpatuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak
Wajib Pajak patuh berarti Wajib Pajak tersebut telah sadar pajak
yaitu, memahami akan hak dan kewajiban perpajakan serta melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakan dengan benar (Gardiana dan Haryanto,2006l
12).
Jadi semakin tinggi tingkat kesadaran menghitung dan
memperhitungkan ketetapan menyetor, serta mengisi dan membayar jumlah
pajak yang terutang tepat pada waktunya, tanpa adanya tindakan pemaksaan,
maka diharapkan semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan dan memenuhi kewajiban pajaknya (dalam hal ini PBB).
2.3.11 Diagram Kerangka Pikir
Berdasarkan teori yang dijelaskan sebelumnya dapat dilihat suatu
kerangka jalur yang dijelaskan dalam bentuk skema, sebagai berikutl
2.3.12 Hipotesis
Bahwa Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, Tingkat Kesadaran
Perpajakan Wajib Pajak,serta Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap
Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Krembung. Pemahaman WP atas PBB (X1)
((((X )
Kesadaran Perpajakan WP (X2)
((X )
Kepatuhan WP (X3)
Tingkat Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)
BABBIIIB
METODEBPENELITIANB
3.1 DefinisiBOperasionalBdanBPengukuranBVariabelB 3.1.1. DefinisiBOperasionalB
Menurut Nazir(1998l 152), definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau spesifikasi kegiatan, ataupun memberikan operasional yang diperlukan untuk
mengukur variable tersebut. Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan
pada BAB I hipotesisi BAB II, maka variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Dalam definisi operasional ini, hal-hal yang perlu didefinisikan dan diamati adalah keberhasilan penerimaaan PBB di Kelurahan Krembung Sidoarjo. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah Pemahaman WP atas PBB (X1), Kesadaran Perpajakan WP (X2), dan Kepatuhan WP (X3), sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah (Y) adalah Keberhasilan Penerimaan PBB.
A. Independent Veriebel (Veriebel Bebes ) terdiri daril 1. Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (X1)