• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya teori dan metodologi latihan serta menambaah pemahaman mengenai peran latihan fisik yang terkait dengan prestasi lompat jauh. Pelatih dapat menggunakan metode latihan plyometrics yang tepat dan power otot tungkai terhadap peningkatan prestasi lompat jauh.

Metode latihan yang digunakan secara tepat dan efisien akan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu keolahragaan di Indonesia. Di samping memberikan kajian mendasar tentang pentingnya metode latihan plyometrics dan power otot tungkai terhadap prestasi nomor lompat secara umum.

Penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman untuk membuat program latihan plyometrics yang bertujuan untuk meningkatkan exsplosive power dalam usaha meningkatkan prestasi cabang olahraga atletik, khususnya nomor lompat jauh.

12

A. Kajian Teori

1. Latihan Fisik

a. Latihan Fisik

Definisi latihan menurut Bompa (1990: 3) adalah latihan merupakan kegiatan yang sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Melalui latihan kemampuan seseorang dapat meningkatkan sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari biasanya (Pate, Rotella dan Clenaghan. 1993: 318). Peningkatan kemampuan tubuh tersebut terjadi sebagai wujud dari adaptasi tubuh terhadap beban yang diberikan.

Latihan fisik merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan frekwensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu (Lamb, 1984: 2).

Dari hal-hal tersebut di atas, maka dapat diuraikan bahwa latihan olahraga adalah suatu aktivitas olahraga yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan peningkatan beban secara periodik dan berkelanjutan yang dilaksanakan berdasarkan pada jadwal, pola dan sistem

serta metodik tertentu yang mengarah pada fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai tujuna yaitu meningkatkan prestasi olahraga.

Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara menyeluruh dalam latihan fisik penekanannya adalah terhadap peningkatan fisik yaitu peningkatan kemampuan untuk melakukan kerja.

b. Tujuan Latihan Fisik

Tujuan latihan fisik menurut Bompa (1990: 3-5) disampaikan bahwa dalam rangka mencapai tujuan utama latihan yaitu puncak penampilan prestasi yang lebih, perlu kiranya memperhatikan tujuan-tujuan latihan sebagai berikut:

1) Mencapai dan memperluas perkembangan fisik secara menyeluruh

Tujuan ini merupakan dasar-dasar latihan yang sangat penting karena menyangkut peningkatan daya tahan umum, kekuatan dan kecepatan, memperbaiki fleksibilitas untuk pelaksanaan gerak, memiliki tingkat koordinasi yang tinggi dan akhirnya mencapai perkembangan tubuh secara harmonis.

2) Menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus sebagai suatu kebutuhan yang telah ditentukan di dalam praktek olahraga.

Pengembangan yang perlu ditekankan adalah pengembangan kekuatan absolut dan relatif, masa otot dan elastisitasnya, pengembangan kekuatan daya tahan otot, memperbaiki waktu reaksi dari pengembangan terhadap koordinasi dan fleksibilitas.

3) Menanamkan kualitas kemauan melalui latihan yang mencukupi serta disiplin untuk tingkah laku, ketekunan dan keinginan untuk menanggulangi kerasnya latihan dan menjamin persiapan psikologis yang cukup.

4) Mempertahankan keadaan kesehatan

Realisasi tujuan ini menuntut tes kesehatan teratur, tepat antara intensitas latihan dengan kapasitas usaha individual, latihan berat yang secara selang-seling dengan fase program yang diperhatikan dengan tepat, menelusuri penyakit atau cidera, dan yang lebih penting adalah melalui latihan harus membuat orang menjadi lebih sehat.

5) Mencegah cidera melalui pengamanan terhadap penyebabnya dan juga meningkatkan fleksibilitas di atas tingkat tuntutan untuk melaksanakan gerakan yang lebih penting, memperluas otot, tendon dan ligament khususnya selama fase-fase awal, mengembangkan kekuatan dan elastisitas otot sampai tingkat tertentu sehingga akan menghindarkan diri dari kemungkinan cidera sewaktu melakukan gerakan-gerakan yang tak terbiasa.

6) Memberikan sejumlah pengetahuan teoritis yang berkaitan dengan dasar-dasar fisiologis dan psikologis latihan, perencanaan gizi dan regenerasi.

Pendekatan yang perlu mendapat perhatian untuk mencapai tujuan latihan yang utama adalah mengembangkan dasar-dasar latihan secara fungsional yang diarahkan untuk mencapai tujuan khusus sesuai dengan

kebutuhan cabang olahraga tertentu. Pengembangan daya tahan umum kemudian menuju pada persiapan yang lebih khusus atau anaerobiknya. c. Prinsip-Prinsip Latihan

Agar dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan latihan yang dilakukan harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Prinsip pemanasan dan pendinginan

Setiap latihan harus didahului dengan latihan pendahuluan, hal ini penting yaitu untuk mempersiapkan kondisi fisik atlet untuk melaksanakan aktivitas yang lebih berat di dalam latihan inti. Sejalan dengan hal tersebut Fox (1988: 278) menyebutkan latihan pemanasan atau warming up meningkatkan suhu badan dan otot, meningkatkan enzim, meningkatkan jumlah darah dan oksigen ke otot rangka. Efek lain dari suhu yang meningkat adalah peningkatan kontraksi dan kecepatan reflek dari otot. Cidera pada otot dan sendi akan jarang terjadi apabila selama berlatih atau bertanding didahului dengan pemanasan.

Pada umumnya pemanasan bagi atlet yang akan berlatih dilakukan dengan latihan pemanasan baik aktif maupun pasif seperti peregangan, senam dan sebagainya. Kemudian setelah latihan inti diakhiri dengan latihan pendinginan yaitu dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi fisik atlet ke keadaan semula dan juga untuk mempercepat penggusuran zat kelelahan (asam laktat) dari tubuh sehingga kelelahan yang amat sangat setelah berlatih dapat lebih cepat berkurang. Hal ini sesuai

pendapat Fox (1998: 279) bahwa “keadaan asam laktat akan menurun lebih cepat selama pulih kerja”.

2) Prinsip intensitas tinggi

Intensitas merupakan faktor penting dalam latihan plyometrics. Kecepatan pelaksanaan dengan kerja maksimal sangat penting untuk memperoleh efek latihan yang optimal. Kecepatan peregangan otot lebih penting daripada besarnya peregangan. Respons refleks yang dicapai makin besar jika otot diberi beban yang cepat. Karena latihan-latihan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh (intensif), maka penting untuk diberikan kesempatan beristirahat yang cukup diantara serangkaian latihan yang terus menerus.

3) Prinsip beban lebih secara progresif

Dengan pemberian beban tubuh akan beradaptasi dengan beban yang diberikan tersebut jika itu sudah terjadi maka beban harus ditambah sedikit demi sedikit untuk meningkatkan kemungkinan perkembangan kemampuan tubuh. Sebab sesuai pendapat Bompa (1990: 44) yaitu penggunaan beban secara overload, akan merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh, selain itu juga peningkatan prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan. Dengan demikian dalam latihan harus ada pemberian beban yang lebih berat secara terprogram untuk dapat meningkatkan prestasinya.

4) Prinsip memaksimalkan gaya/meminimalkan waktu

Baik gaya maupun kecepatan gerak sangat penting dalam latihan plyometrics. Dalam berbagai hal, titik beratnya adalah kecepatan di mana suatu aksi tertentu dapat dilakukan. Misalnya, dalam nomor tolak peluru, sasaran utama adalah menggunakan gaya maksimum selama gerak menolak. Makin cepat rangkaian aksi yang dilakukan, makin besar gaya yang dihasilkan dan makin jauh jarak yang dicapai.

5) Prinsip pengulangan

Gerakan yang dilatihkan harus dilakukan berulang-ulang sehingga terjadi otomatisasi gerakan. Hal ini seusai dengan pendapat Harsono (1988: 102) bahwa dengan berlatih secara sistematis dan melalui pengulangan-pengulangan (repetition) yang konstanta maka organisasi mekanisme neurophysiologis akan menjadi bertambah baik, gerakan-gerakan yang diulang lama kelamaan akan merupakan gerakan-gerakan yang otomatis maka gerakan tersebut akan dilakukan dengan cepat dan efisien dalam penggunaan tenaga hal ini akan memungkinkan pencapaian prestasi olahraga yang lebih baik.

Biasanya banyak ulangan atau repetisi berkisar antara 8 sampai 10 kali dengan makin sedikit ulangan untuk rangkaian yang lebih berat dan lebih banyak ulangan untuk latihan-latihan yang lebih ringan. Banyaknya set tampaknya juga beragam. Berbagai kajian mengisyaratkan 6 sampai 10 set untuk sebagian besar latihan, sedangkan kepustakaan lain

menyarankan 3 sampai 6 set, terutama untuk latihan-latihan lompat yang lebih berat.

6) Prinsip istirahat yang cukup

Periode istirahat 1-2 menit di sela-sela set biasanya sudah memadai untuk sistem neuromuskuler yang mendapat tekanan karena latihan untuk pulih kembali. Periode istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan yang semestinya untuk otot, ligemen, dan tendon. Latihan plyometrics 2-3 hari per minggu tampaknya dapat memberikan hasil optimal. Yang penting, jangan mendahului plyometrics, terutama latihan-latihan lompat dan gerakan-gerakan kaki lainnya, dengan latihan berat pada tubuh bagian bawah. Otot, tendon dan legamen yang telah lelah sebelumnya dalam mengalami tekanan yang berlebihan dengan adanya beban resistif yang tinggi yang dibebankan pada otot, tendon dan legamen tersebut harus mendapat istirahat.

7) Prinsip bangun landasan yang kuat terlebih dahulu

Karena dasar atau landasan kekuatan penting dan bermanfaat dalam plyometrics, maka suatu program latihan beban harus dirancang untuk mendukung, dan bukannya menghambat pengembangan power eksplosif.

Mewujudkan landasan kekuatan sebelum latihan plyometrics tidak perlu berlebihan. Tetapi pemberian resep program latihan harus dipertimbangankan dengan matang.

Pemula seyogyanya memulai dengan latihan-latihan sedang, seperti lompat dari tanah atau lantai, dan hops, bounds, dan leaps dengan kedua tungkai. Dengan meningkatnya kekuatan dan power eksplosif, dapat dimulai dengan latihan dengan satu tungkai, depth jump dan decline dan incline. Latihan kekuatan dan fleksibilitas otot perut dan otot punggung bagian bawah disarankan selama beberapa minggu sebelum melakukan gerakan-gerakan skipping, swinging, dan latihan-latihan untuk togok yang serupa.

8) Prinsip perbedaan individu

Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan tersebut direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi atlet. Oleh karena itu faktor-faktor karakteristik individu atlet harus dipertimbangkan dalam menyusun dan memberikan latihan secara rinci. Bompa (1990: 36-37) mengemukakan bahwa faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, bentuk tubuh kedewasaan, latar belakang pendidikan, kemampuan berlatih, tingkat kesegaran jasmani, ciri-ciri psikologisnya semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam mendesain program latihan. 9) Prinsip kekhususan

Untuk mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan latihan harus bersifat khusus yaitu khusus mengembangkan kemampuan tubuh sesuai dengan ketentuan dalam cabang olahraga yang akan dikembangkan.

Menurut Pyke, (1991: 119) latihan harus ditunjukkan khusus terhadap sistem energi atau serabut otot yang digunakan juga dikaitkan dengan peningkatan keterampilan motorik khusus.

Jadilah latihan yang dilakukan akan mendapat hasil sesuai dengan yang diaharapkan jika latihan tersebut mengembangkan kemampuan tubuh dan keterampilan yang sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang bersangkutan.

10) Prinsip makanan yang baik (Nutrisium)

Untuk menunjang tercapainya tujuan latihan fisik, maka prinsip ini harus diperhatikan. Sebab dalam melakukan aktivitas olahraga sangat dibutuhkan energi yang cukup. Dimana dalam hal ini menurut Pate, Clanaghan, Rottela, (1993: 272) bahwa makanan olahragawan harus menyediakan cukup masukan energi untuk memelihara keseimbangan kalori dan mengandung cukup zat makanan yang dibutuhkan untuk mendukung metabolisme tubuh. Maka aktivitas fisik dengan makanan yang baik dan memadai merupakan faktor yang tak boleh diabaikan untuk pertumbuhan otot dan tulang. Dengan demikian unsur gizi harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh di dalam proses latihan olahraga. d. Pengaruh Latihan

Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu dengan dosis yang cukup akan menyebabkan perubahan-perubahan tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja

yang lebih berat dengan lebih baik. Perubahan-perubahan ini antara lain adalah :

1) Perubahan sistem dan fungsi organisme dalam tubuh

Pengaruh latihan terhadap perubahan sistem dan fungsi organisme dalam tubuh tersebut terdiri dari:

a) Perubahan biokimia dan sistem otot rangka

Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel otot (hypermetropi). Hal ini sesuai dengan pendapat Guyton (1983: 190) bahwa dengan latihan akan terdapat peningkatan jumlah mitochondria dalam otot rangka dan meningkatkan aktivitas enzim untuk metabolisme energi baik secara aerobic maupun anaerobic. Selanjutnya disampaikan pula otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih karena ukuran penampang lintang maupun volumenya lebih besar.

b) Perubahan kardiorespirasi

Latihan secara fisik akan dapat meningkatkan kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kesegaran atlet akan meningkat pula. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Sehubungan dengan hal ini Fox (1998: 24) menyampaikan bahwa adaptasi atlet yang baik ditandai adanya perubahan fisiologis, yaitu:

(1) Frekwensi denyut nadi berkurang dan denyut jantung keras waktu istirahat.

(2) Pengembangan otot jantung (delatasi)

(3) Haemoglobin (HB) dan glikogen dalam otot bertambah (4) Frekwensi pernapasan turun dan kapasitas vital bertambah

Dari uraian tersebut bahwa dengan latihan fisik akan dapat menyebabkan kemampuan kerja jantung dan pernapasan. Sehingga hal itu akan dapat meningkatkan kesegaran jasmani atlet secara umum. 2) Perubahan mekanisme organisme sistem syaraf

Dalam melakukan latihan olahraga gerakan yang dilatih selalu diulang-ulang secara teratur. Melalui pengulangan gerakan secara teratur tersebut akan dapat memperoleh koordinasi gerakan sehingga terjadi otomatisasi dalam gerakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bompa (1990: 132) bahwa dengan berlatih secara teratur dan waktu pengulangan (repetition) yang resisten, maka organisme-organisme mekanisme neurophysiologis kembali akan bertambah baik gerakan yang semula sikap dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakan yang otomatis dari reflektif yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pasif syaraf daripada sebelum melakukan latihan tersebut.

Dengan adanya otomatisasi dalam gerakan, maka gerakan tersebut akan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien dalam penggunaan tenaga, sehingga akan memungkinkan pencapaian prestasi yang optimal.

e. Mekanisme Kontraksi Otot

Latihan plyometrics diperlukan untuk menstimulasi berbagai perubahan dalam sistem neuromuscular, memperbesar kemampuan kelompok-kelompok otot untuk memberikan respon lebih cepat dan lebih kuat terhadap perubahan-perubahan yang ringan dan cepat pada panjangnya otot. Salah satu ciri penting latihan plyometrics adalah pengkondisian sistem neuromusculer sehingga memungkinkan adanya perubahan-perubahan arah yang lebih cepat dan lebih kuat, misalnya gerakan turun naik pada lompat dan gerakan kaki arah anterior dan posterior pada waktu lari. Dengan mengurangi waktu untuk perubahan arah ini, maka kekuatan dan kecepatan dapat ditingkatkan (Redeliffe and Farentinos, 1985: 8)

Gerakan plyometrics diyakini berdasarkan kontraksi reflek serabut-serabut otot sebagai akibat pembebanan yang cepat dari serabut-serabut-serabut-serabut otot yang sama. Reseptor sensori utama yang bertanggung jawab atas deteksi pemanjangan serabut-serabut otot yang cepat ini adalah mucle-spindle, yang mampu memberi respon kepada besaran dan kecepatan perubahan panjang serabut-serabut otot. Jenis respon peregangan lainnya, yakni organ tendon golgi, terletak dalam tendon-tendon dan memberi respon terhadap tegangan yang berlebihan sebagai akibat kontraksi yang kuat atau peregangan otot (Redliffe and F arentinos, 1985: 111).

Gelendong otot merupakan bentuk modifikasi serabut otot diliputi oleh jaringan ikat yang berfungsi sebagai mekanoreseptorm yang berfungsi selama gerakan plyometrics, ada dua macam serabut, yaitu nuclear bagfiber dan

nuclear chain fiber. Gelendong otot tersebut ada di antara serabut otot. Di dalam gelendong otot ada dua bentuk sensorik yaitu, the primary ending/annu lospiral ending dan the secondary ending flower spary ending, sedangkan efferent-infusal fibers dilakukan oleh gamma motorneuron (dinamic fober or static fiber). Dynamic gamma motorneuron hanya mensyarafi nuclear bag fiber. Sedangkan static gamma motorneuron mensyarafi baik nuclear bag fiber, maupun nuclear chain (Bompa, 1990: 19, 23).

Gambar 1. Gelendong Otot (Powers and Howly, 1990: 167)

The Primary Ending (PE), letaknya sepertiga letak gelendong otot. Neuron-neuron sensori yang terkait dengan reseptor-reseptor primer itu sangat besar. Diameternya (kira-kira 17 mikron dan mampu menghantar impuls-impuls syaraf ke sumsum tulang belakang dan otak dengan kecepatan

kira-kira 100 meter per detik, yang kira-kira-kira-kira sama cepatnya dengan serabut syaraf manapun dalam tubuh (Radeliffe and Farentinos, 1985: 70).

The Secondary Ending (SE). Letaknya di samping-samping annulospiral reseptor-reseptor primer. Reseptor-reseptor sekunder hanya terkait dengan bagian-bagian yang tidak berkontraksi dari serabut-serabut intrafusal mata rantai nucleus, yang mengelilinginya seperti ujung-unjung annulospirali dari reseptor primer. Neuron-neuron affern pada ujung-ujung reseptor sekunder adalah jauh lebih kecil diameternya (kurang lebih 8 mikron) daripada neuron-neuron reseptor primer dan dengan demikian mampu menghantar impuls-impuls syaraf ke sumsum tulang belakang dengan kecepatan sekitar 50 meter per detik (Radeliffe and Farentinos, 1985: 113)

Otot rangka mendapat dua persyarafan motorik, yaitu alfa motorneuron dan gama motorneuron. Alfa motorneuron akan memberikan rangsangan motorik pada serabut otot extrafusal, sedangkan gama motorneuron akan memberikan rangsang motorik pada serabut otot intrafusal. Efek kontraksi tersebut dapat timbul dari rangsangan peregangan yang mendadak pada muscle spindle. Sehingga latihan yang disengaja dengan peregangan otot yang mendadak akan menyebabkan dua efek motorik pada otot, baik melalui gamma motorneuron maupun alfa motorneuron, sehingga menimbulkan efek kontraksi yang lebih kuat (Bompa, 1994: 23)

Setiap saat intrafusal fiber mengalami peregangan yang tidak terlalu besar dan pelan, maka baik the primary ending dan the secondary ending akan selalu meneruskan rangsangan sensorik sebagai respon statik.

Reseptor-reseptor primer maupun sekunder dapat diaktifkan dengan cara yang berlainan. Karena ujung-ujung serabut intrafusal itu yang di sekitar ujung-ujung reseptor primer (ujung-ujung-ujung-ujung annulospiral) membentuk kumparan menempel pada serabut otot rangka, maka setiap pemanjangan pada serabut-serabut otot rangka akan menyebabkan peregangan pada serabut-serabut-serabut-serabut intrafusal dan pada gilirannya juga ujung-ujung reseptor primer yang membentuk kumparan itu. Terbukanya ujung annulospiral memulai ledakan impuls-impuls syaraf yang dikirim ke sumsum tulang belakang melalui neuron-neuron sensori afferent gamma, stimulasi serabut-serabut intrafusal yang demikian itu dapat menyebabkan serabut-serabut itu berkontraksi, meregangkan bagian-bagian sentralnya, dan pada gilirannya mengaktifkan resptor-reseptor primer. Ini dapat terjadi sekalipun serabut-serabut otot rangka itu sendiri (yang ditempeli serabut intrafusal) tetap tidak meregang.

Uraian mekanisme kontraksi otot skelet secara singkat dijelaskan oleh Patem Mc Clenaghan and Rotella (1993: 226-227) yaitu bahwa serabut otot skelet dirangsang untuk berkontraksi oleh sel-sel syaraf khusus yang disebut motorneuron. Motorneuron ini bekerja untuk mengirim rangsang listrik dari otak ke masing-masing serabut otot, rangsang syaraf yang dihasilkan dalam kontraksi yang dimulai dari daerah khusus otak yang disebut selaput gerak. Motorneuron atas turun dari otak dan berhubungan dengan motorneuron bawah membelah simpul spinal dalam syaraf spinal dan berakhir dalam sejumlah syaraf, pada akhirnya pada setiap syaraf berhubungan dengan serabut otot khusus.

Seluruh serabut otot dikendalikan oleh motorneuron yang membentuk suatu unit gerak. Sejumlah serabut dalam sejumlah unit gerak sangat bervariasi daerahnya, sekurang-kurangnya lima sampai sebanyak-banyaknya beberapa ribu. Pada umumnya unit gerak yang terbesar dijumpai dalam otot terbesar pada punggung dan anggota badan, sementara otot terkecil di wajah dan tangan tersusun dari unit gerak yang relatif berisi serabut otot yang lebih sedikit.

Gambar 2. Serabut Otot Rangka (Pate, Mc Clenaghan and Rotella, 1993:227) Dengan mengabaikan letak anatomisnua, seluruh serabut otot dalam suatu unit gerak tertentu senderung berkontraksi secara bersamaan selama mereka dikendalikan oleh motorneuron yang sama.

Rangsang untuk berkontraksi dikirim dari syaraf yang berakhir di serabut otot melalui susunan yang disebut simpangan mioneural. Bila

rangsang meluas ke simpangan mioneural, suatu impuls syaraf menyebabkan lepasnya zat kimia yang disebut acetikholin dari syaraf terakhir. Acetikholin adalah perantara yang memungkinkan perjalanan rangsang listrik menyeberangi simpangan mioneural. Jika rangsang listrik tiba, sarkolema serabut otot dibawa keluar dari serabut oleh tubulus-T dan reticulum sarkoplasma. Hasil kontraksi reticulum sarkoplasma meninggalkan ion kalsium ke dalam sarkoplasma, dalam merespon rangsangan listrik. Ion-ion kalsium mempercepat kontraksi dengan memungkinkan kontraksi sel-sel actin dan myosin dengan mempermudah pemisahan ATP. Jadi bahan-bahan kimia yang dihasilkan dalam kontraksi otot mulai dengan impuls syaraf dari otak dan simpul spinall.

Kontraksi otot adalah proses rangsangan listrik dari otak dan sumsum tulang belakang akan sampai pada muscle fiber melalui akson dari neuron motorik. Rangsangan listrik yang sampai diakson terminalis menyebabkan terjadinya potensial aksi. Potensial aksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya pelepasan asetilkolin dan synoptic vesicle pada presynaptic ke dalam synaptic-gutter.

Seperti halnya dengan sebuah vector, suatu gaya dapat diuraikan menjadi komponen vertikal dan komponen horizontal, yang besarnya masing-masing komponen itu bergantung pada sudut di mana gaya bekerja. Bila gaya itu gaya otot, besarnya sudut tarikan otot berubah sesuai dengan perubahan geraknya sendiri yang berakibat berubah juga besarnya komponen-komponen vertikal dan horizontal. Perubahan ini berpengaruh langsung pada efektivitas

dari gaya tarik otot dalam menggerak pengungkit tulang. Makin besar sudut antara 0 derajat dan 90 derajat, makin besar komponen vertikalnya dan makin kecil komponen horisontalnya.

Komponen dari kontraksi otot selalu tegak lurus pada batang pengungkit dan disebut komponen rotasi. Komponen rotasi inilah yang menggerakkan pengungkit. Komponen horizontal sejajar dengan batang pengungkit dan disebut dengan komponen nonrotasi. Komponen nonrotasi ini tidak menggerakkan pengungkit. Sudut tarikan dari kebanyakan otot dalam keadaan istirahat besarnya kurang dari 90 derajat. Hal ini berarti bahwa

Dokumen terkait