• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Manfaat Teoritis

Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum pidana dan dapat dijadikan bahan referensi pada perpustakaan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Bagi masyarakat bahwa melakukan penganiayaan terhadap hewan dapat dipertanggungjawabkan pidana.

2. Bagi penegak hukum dapat membantu memberikan sumbangan pemikiran dalam menangani dan menyelesaikan kasus-kasus penganiayaan terhadap hewan.

3. Bagi pembentuk Undang-Undang dapat digunakan sebagai refrensi dalam membuat kebijakan peraturan perundang-undangan khususnya dalam penyempurnaan UU NO 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan maupun KUHP. 1.7 Landasan Teoritis

Indonesia dalam Undang – Undang dasarnya yakni Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasrkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka

(Machstaat)6. Sebagai suatu negara hukum indonesia memiliki karakter yang

6

cenderung untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas dasar peraturan-peraturan hukum. Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD NRI 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa ada terkecuali demi terciptanya keadilan dan kesejahtraan dalam kehidupan manusia.

Dengan meningkatnya status kesejahteraan masyarakat dunia, terutama di negara maju, meningkat pula kesadaran dan tuntutan terhadap penerapan kesejahteraan hewan. Maka dari pada ituterdapat berbagai macam aturan atau peraturan perundang-undangan yang mengatur peternakan, kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan di Indonesia. Yang mana salah satunya yang akan dibahas dalam pembuatan penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tantang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pasal 1 angka 2 UU NO 18/2009 pengertian tentang kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan,pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan. Dan dalam angka 4 ditentukan bahwa “hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksudtertentu”. Dimana pengertian kesejahteraan hewan dalam Pasal 1 angka 42 ditentukan bahwa “kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental

hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

Sedangkan, dalam Bab IV bagian kedua mengenai kesejahteraan hewan diatur pada Pasal 66 yang menentukan:

Pasal 66 ayat (1) ditentukan bahwa “Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan”. Dalam ayat (2) huruf c ditentukan bahwa “Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiyaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut, dan tertekan. Huruf gditentukan bahwa “Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiyaan dan penyalahgunaan”.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penganiayaan hewan diatur dalam Pasal 302 menentukan bahwa:

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan;

1. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;

2. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada bahwa pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas. (4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Dalam Perkembangan dunia saat ini menuntut penerapan kaidah-kaidah kesejahteraan hewan di hampir setiap bidangseperti: produksi pangan, pertanian, perdagangan, transportasi, konservasi satwa liar, penanganan penyakit, akrobat, sirkus, dan lain sebagainya. Memang kesejahteraan hewan merupakan persoalan sosial kompleks dengan banyak sisi, baik itu ilmu pengetahuan, ekonomi, agama, maupun budaya.

Namun, dari kaca mata hukum di banyak negara, binatang bisa menjadi hak milik seseorang atau bukan hak milik siapa pun. Pada era modern, hewan diperlakukan sebagai subyek hukum, meskipun hewan tidak bisa menggugat

ataupun membela diri sendiri. Manusia mendominasi mahluk lain dan alam sekitar dengan akal budinya, sehingga secara hukum hewan dibela oleh manusia7.

Dalam pengertian tindak pidana penganiayaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang ditujukan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh, yang akibat mana semata-mata merupkan tujuan si penindak.8 Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam tindak pidana penganiayaan terhadap hewan adalah “barangsiapa adalah setiap subyek hukum dengan sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan dan perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang pantas atau melawati batas yang diizinkan.Dalam hal ini tampak jelas bahwa pengaturan mengenai kejahatan terhadap hewan yang dilakukan oleh setiap orangdilarang untuk menyakiti, melukai, atau dengan merusak kesehatan hewan yang tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan dan/atau melewati batas yang diizinkan serta memiliki sanksi pidana bagi yang melanggar ketentuan tersebut.

Kecuali pemotongan dan pembunuhan ialah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang, dimana dalam hal ini diatur dalam UU RI NO. 18/2009 pada Pasal 61 ayat (1) pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:

a. dilakukan dirumah potong; dan

b. mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.

7

Kesehatan Hewan Indonesia, Pasal Pidana Penganiayaan Hewan, URL :

http://tatavetblog.blogspot.com/2013/08/pasal-pidana-penganiayaan-hewan.html , diakses tanggal 5 Maret 2015.

8

Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, Raja Grafindo Persada, Jakarta,h. 12.

Dalam ayat (2) ditentukan bahwa: dalam rangka menjamin ketentraman batin masyarakat, pemotongan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memperhatikan kaidah agama dan unsur kepercayaan yang dianut masyarakat. Pada ayat (4) ditentukan bahwa: ketentuan mengenai pemotongan sebagaimana yang dimaksudayat (1) huruf a dekecualikan bagi pemotongan untuk kepentingan hari besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.

Jadi jelas bahwa penganiayaan terhadap hewan yang dilakukan oleh setiap orangharus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Apabila terdapat pelaku yang melakukan penganiayaan terhadap hewan maka dapat dikenakan sanksi pidana. Berkaitannya dengan judul skripsi yang ditulis yaitu:“Pertangguang Jawaban Pidana Penganiayaan Terhadap Hewan Ditinjau dari UU NO 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan dan KUHP”, maka kiranya juga perlu dijelaskan menegenai pengertian dari pada pertanggung jawaban pidana itu sendiri.Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana, mengenai hal ini juga ada dasar yang pokok, yaitu: asas legalitas (Principle of legality), asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Biasanya ini dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Moeljatno mengatakan, “orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak

pidana. Pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana.9

Dalam penelitian ini penulis juga menekankan pada penerapan sanksi yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi di dalam pertanggungjawaban pidana penganiayaan terhadap hewan, teori-teori yang mendukung yaitu teori pertanggungjawaban pidana dan teori tujuan pemidanaan.

1) Teori Pertanggungjawaban Pidana

Dasar dari pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan yang terdapat 4 unsur-unsurnya yaitu:

1. Melakukan perbuatan pidana; 2. Mampu bertanggungjawab;

3. Dengan kesengajaan atau kealpaan; 4. Tidak adanya alasan pemaaf.

Pertanggungjawaban pidana merupakan menjurus kepada pemidanaan pelaku yang telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana serta memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang terlarang, diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat dimintai pertanggungjawaban.

9

Chairul Huda, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Kencana, h.19.

2) Teori Tujuan Pemidanaan

Ada beberapa teori tujuan pemidanaan yang dapat digunakan sebagai landasan dalam penerapan sanksi pidana yakni terdapat 3 (tiga) teori sebagai berikut:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (absolute/vergeldings

theorieen);

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (utilitarian theory); 3. Teori Gabungan (verenegings theorieen).

Masing-masing teori yang disebutkan diatasmemiliki alasan atau dasar penjatuhan pidana yang berbeda-beda yaitu:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (absolute/vergeldings theorieen) Meneurut teori ini, “tujuan pembalasan (revenge) disebut juga sebagai tujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan”. Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984:10, mengatakan penjatuhan pidana itu dibenarkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana.

Beberapa pakar penganut teori ini, antara lain: a. Immanuel kant

Immanuel kant berpendapat bahwa kejahatan itu mengakibatkan ketidakadilan kepada orang lain, maka harus dibalas pula dengan ketidakadilan yang berupa pidana kepada penjahatnya.

b. Hegel

“Hukum atau keadilan itu, merupakan kenyataan kemerdekaan. Sehubungan dengan itu maka kejahatan merupakan ketidakadilan

(onrecht) yang berarti merupakan tantangan terhadap hukum dan

keadilan. c. Hebart

Berpendapat bahwa kejahatan itu menimbulkan ketidak puasan kepada masyarakat. Untuk melenyapkan ketidakpuasan masyarakat tersebut, orang yang menimbulkan ketidakpuasan tadi (si penjahatnya) harus dijatuhi pidana.

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (utilitarian theory)

Teori ini mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib masyarakat dan akibatnya, tujuan pidana untuk prevensi terjadinya kejahatan. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang dapat dibedakan atas:

a) Pencegahan umum (generale preventie), bahwa pidana itu dimaksudkan untuk mencegah setiap orang yang akan melakukan kejahatan.

b) Pencegahan khusus (speciale preventie), bahwa pidana itu dimaksudkan agar orang yang telah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatan.

3. Teori Gabungan (verenegings theorieen)

Pada dasarnya teori gabungan ini adalah gabungan antara teori absolut atau teori pembalasan denagn teori relatif atau teori tujuan. Jadi, dasar pembenaran pidana dari teori gabungan adalah meliputi dasar pembenaran pidana dari teori pembalasan atau teori tujuan yaitu baik terletak pada kejahatanya maupun pada tujuan pidananya10.

Dengan melihatteori diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk menjerakan penjahat, membuat tak berdaya lagi si penjahat dan memperbaiki pribadi si penjahat. Pada hakekatnya ketiga hal tersebut haruslah membentuk suatu sinkronisasi yang dapat saling mendukung sata sama lain sehingga nantinya selain dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan juga dapat memperbaiki mental para pelaku kejahatan agar dikemudian hari dalam masyarakat tidak mengulangi kejahatannya tersebut sehingga dapat menjadi orang yang berguna dalam masyarakat. Sinkronisasi ketiga tujuan pemidanaan itulah yang menjadi dasar diadakannya sanksi pidana.

Dokumen terkait