• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan tersendiri untuk para ahli profesi farmasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, khususnya swamedikasi.

b. data dan informasi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini objek yang digunakan adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan. Sebagai objek pengamatan adalah pelayanan

swamedikasi kepada pasien penderita demam dan sebagai variabel pengamatan adalah profil patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi. 3. Berapa usia yang sakit demam?

4. Apa gejala yang dialami pasien?

5. Berapa lama pasien demam mengalami sakit ?

6. Apa faktor penyebab terjadinya penyakit demam ?

7. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala demam ? 8. Apa obat-obat lain yang sedang

digunakan ?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek

Berdasarkan Permenkes RI No.73 Tahun 2016, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam menjalani pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi (Menkes RI, 2016).

Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Menkes RI, 2016).

2.2 Swamedikasi

Pengobatan sendiri (self-medication) merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/petugas kesehatan (Depkes RI,

2008). Gejala penyakit yang dapat dikenali sendiri oleh orang awam adalah penyakit ringan atau minor illnesses sedangkan obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obatan yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter (Rikomah, 2016). Beberapa penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti: demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Depkes RI, 2007).

Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami, pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi (Muharni, 2015).

Pada pelayanan swamedikasi terdapat beberapa bentuk pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assesment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

2.2.1 Patient Assessment

Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2016).

Metode yang dapat digunakan dalam rangka menggali informasi pasien antara lain metode WWHAM (Who is patient?, What are the symptoms?, How

long have the symptoms been present?, Action taken?, Medication being taken?) ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medicines, Time symptoms, History, Other symptoms, Danger symptoms) (Blenkinsopp dan Paxton, 2005).

2.2.2 Rekomendasi

Rekomendasi merupakan saran atau anjuran yang diberikan oleh apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian di apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rekomendasi obat ataupun rujukan ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, tenaga teknis kefarmasian memiliki peran dan tanggung jawab untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Depkes RI, 2007).

Pada kasus demam, rujukan kedokter diperlukan apabila:

a. Bila demam lebih dari 39oC (pada anak-anak 38.50C) dan tidak bisa turun dengan parasetamol atau kompres.

b. Bila demam tidak berkurang setelah 2 hari.

c. Bila demam disertai dengan kaku leher.

d. Bila disertai gejala-gejala lain yang berkaitan dengan demam seperti : ruam kulit, sakit tenggorokan berat, batuk dengan dahak berwarna hijau, sakit telinga, sakit perut, diare, sakit bila buang air kecil atau terlalu sering buang air kecil, bintik-bintik merah pada kulit, kejang, pingsan (Depkes RI, 2007).

2.2.3 Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan

dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016).

Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring pengggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Tujuan pemberian informasi kepada masyarakat maupun pasien adalah bagian dari edukasi, supaya masyarakat atau pasien benar-benar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar (Muharni, 2015). Informasi yang perlu disampaikan oleh tenaga teknis kefarmasian pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau bebas terbatas antara lain:

a. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.

b. Kontraindikasi: Pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.

c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.

d. Cara pemakaian: Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.

e. Dosis: Sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

f. Waktu pemakaian: Waktu pemakaian juga harus di informasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.

g. Lama penggunaan: Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.

h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.

i. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.

j. Cara penyimpanan obat yang baik.

k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2007).

2.2.4 Informasi Non Farmakologi

Informasi non farmakologi merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek pengobatan farmakologis yang lebih baik. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menangani demam menurut Departemen Kesehatan RI (2007) antara lain adalah:

a. Istirahat yang cukup.

b. Minum air yang banyak.

c. Usahakan makan seperti biasa, meskipun nafsu makan berkurang.

d. Periksa suhu tubuh setiap 4 jam.

e. Kompres dengan air hangat.

f. Hubungi dokter bila suhu sangat tinggi (diatas 380C), terutama pada anak-anak (Depkes RI, 2007).

2.3 Obat

2.3.1 Defenisi Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI, 2016).

2.3.2 Penggolongan Obat

Obat-obat yang dapat digunakan dalam melakukan Pengobatan Sendiri (self-medication) adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan obat-obat dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), yaitu obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek.

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: Parasetamol (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas (Depkes RI, 2007).

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas (Depkes RI, 2007).

Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berbentuk empat persegi panjang berwarna hitam dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :

Gambar 2.3 Tanda peringatan obat golongan bebas terbatas (Depkes RI, 2007).

c. Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.4 Logo Obat Keras (Depkes RI, 2007).

d. Daftar Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Obat-obat yang termasuk ke dalam Daftar Obat Wajib Apotek diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, yaitu:

I. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1.

II. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924 / Menkes /Per / X / 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.

III. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/ 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 (Asti, 2004).

2.3.3 Penggunaan Obat Swamedikasi

Pada penggunaan obat termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus disampaikan oleh tenaga kefarmasian kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 2007):

a. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.

b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.

c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.

d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

e. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap, tanyakan kepada Apoteker.

2.4 Demam

2.4.1 Defenisi Demam

Demam bukan merupakan suatu penyakit, tetapi hanyalah merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370C. Apabila suhu tubuh lebih dari 37,20C pada pagi hari dan lebih dari 37,70C pada sore hari berarti demam.

Demam adalah fenomena paling umum dari penyakit, terutama inflamasi.

Demam dianggap disebabkan oleh pelepasan pirogen endogen dari makrofag dan kemungkinan dari eosinofil, yang diaktivasi oleh pagosit, endotoksin, kompleks imun, dan produk lain. Pirogen ini (substansi penghasil demam) bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus untuk meningkatkan titik pengatur termostat (Tambayong, 2000).

2.4.2 Etiologi Demam

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), Demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan non infeksi.

a. Demam Infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya patogen, misalnya kuman, bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Demam infeksi paling sering terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bakteri, kuman atau virus dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh.

b. Demam Non-Infeksi

Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit kedalam tubuh. Demam non-infeksi jarang terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik (Widjaja, 2008). Penyebab non infeksi antara lain dehidrasi pada anak dan lansia, alergi, stres, trauma, dan lain-lain (Depkes RI, 2007).

2.4.3 Patofisiologi Demam

Suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara normal berfluktuasi sepanjang hari, 0,50C dibawah normal pada pagi hari dan 0,50C diatas normal pada malam hari. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 370C, setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point.

Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan produk panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila hipotalamus posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan pengurangan produksi keringat sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap.

Hipotalamus anterior mengatur suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior menerima informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.

Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point.

Infeksi bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin-1, interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk protaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan cryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh dan mencegah peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa (Kania, 2007).

2.4.4 Penatalaksanaan Demam

Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan.

Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh antara lain daya fagositosis meningkat dan viabilitas kuman menurun, tetapi dapat juga merugikan karena anak menjadi gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak dapat tidur dan menimbulkan kejang demam.

Hasil penelitian ternyata 80% orangtua mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi.

Kepercayaan tersebut tidak terbukti berdasarkan fakta. Karena konsep yang salah ini banyak orang tua mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak perlu diobati. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara

fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya. Demam < 390C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik

>390C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik (Kania, 2007).

2.4.5 Terapi Farmakologi

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2007, tentang pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:

a) Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol merupakan derivat para amino fenol. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai anti-reumatik. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2007).

b) Asetosal (Aspirin)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipriretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Aspirin dalam dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik (Wilmana, 2007).

c) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang

tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Ibuprofen bekerja dengan cara menekan pembentukan prostaglandin (Wilmana, 2007). Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mg/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam (Kania, 2007).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi didalam suatu populasi tertentu, dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan mengenai pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh petugas apotek di wilayah kota Medan terhadap pasien demam anak.

Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana seseorang dilatih untuk mengunjungi apotek dan memerankan skenario yang telah dibuat.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada di wilayah kota Medan.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan data Menkes RI (2017), diketahui jumlah apotek di wilayah kota Medan adalah 566 apotek. Selanjutnya

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan N = jumlah populasi = 566

12

Z

= derajat kepercayaan = 1,645

p = proporsi dalam populasi sasaran, sebesar = 0,5 d = toleransi kesalahan, sebesar = 0,1

dengan persen kepercayaan yang diinginkan 90% maka diperoleh besar sampel minimal, yaitu:

( ) ( )( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( )

Berdasarkan perhitungan, didapatkan jumlah sampel sebanyak 61 apotek.

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebanyak 65 apotek.

3.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di dalam lokasi klinik dan rumah sakit.

3.3 Tempat dan Waktu Pengambilan Data Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai dengan Januari 2018 di 65 apotek sampel yang berada di 21 kecamatan kota Medan.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel 3.4.1 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penentuan sampel adalah kombinasi antara area sampling dan simple random sampling. Teknik area sampling yaitu teknik sampling daerah dipakai untuk menentukan sampel jika objek yang diteliti atau sumber data yang sangat luas (Siyoto, 2015) (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Distribusi Apotek Di Wilayah Kota Medan

No. Nama Kecamatan Populasi Sampel Status

1 Medan Tembung 27 3 Pinggiran

Pemilihan penggunaan teknik ini adalah karena perbedaan jumlah populasi pada 21 kecamatan di wilayah kota medan. Agar semua kecamatan dapat terwakili, maka distribusi pengambilan sampel dilakukan pada setiap kecamatan secara proporsional.

Pengambilan sampel pada setiap kecamatan dilakukan secara simple random sampling. Teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel

yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo, 2012). Dasar memilih teknik ini karena sampel dianggap sama/homogen yaitu tidak ada kriteria-kriteria tertentu pada apotek yang digunakan sebagai sampel dan apotek-apotek yang dijadikan sebagai sampel dipilih tanpa mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di mana, dan yang memberi informasi apoteker atau tenaga teknis farmasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara undian.

3.4.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Lusiana, dkk., 2015). Variabel pengamatan dalam penelitian ini meliputi patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Variabel Penelitian

Objek Pengamatan Variabel Pengamatan Patient assessment

Ada/ tidaknya diajukan pertanyaan :

1. Apakah patient assessment dilakukan langsung oleh apoteker ?

2. Apakah ditanyakan siapa yang sedang sakit ? 3. Apakah ditanyakan berapa usia yang sakit

demam?

4. Apakah ditanyakan tanda/gejala yang diderita pasien demam ?

5. Apakah ditanyakan faktor terjadinya penyebab demam ?

6. Apakah ditanyakan sudah berapa lama pasien sakit demam ?

7. Apakah ditanyakan tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala demam ? 8. Apakah ditanyakan obat-obat lain yang sedang

digunakan ?

Tabel 3.2 Lanjutan

Objek Pengamatan Variabel Pengamatan

Rekomendasi Ada/tidaknya rekomendasi dan berupa apa : 1. Apakah berupa rujukan ke dokter?

2. Apakah berupa rekomendasi obat?

Informasi Obat Ada/tidaknya informasi obat meliputi : 1. Indikasi

Informasi non farmakologi Ada/tidaknya Informasi non farmakologi:

1. Pola makan dan minum 2. Pola hidup

3.4.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario dan lembar checklist penelitian. Skenario dan lembar cheklist yang berisi poin-poin yang ingin didapatkan dari data pengamatan harus terlebih dahulu disiapkan peneliti sebelum melakukan simulasi pasien.

3.4.3.1 Skenario Penelitian

Skenario dalam penelitian ini dibuat dan disiapkan oleh peneliti untuk menghindari kecurigaan dari petugas apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dapat optimal.

Skenario yang digunakan dalam penelitian ini berisi informasi mengenai pasien

dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat melakukan simulasi pasien untuk memperlancar jalannya pengamatan.

Skenario kasus demam anak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat demam pada anak.

2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang digunakan peneliti dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Skenario Penelitian

Age 10 Tahun

Self/someone else Adik (anak-anak)

Medication Belum ada

Extra Medicines Tidak ada

Time Symptoms 1 hari (kemaren)

History Tidak ada

Other accompaying symptoms Demam, menggigil, Tidak nafsu

Other accompaying symptoms Demam, menggigil, Tidak nafsu

Dokumen terkait