• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI TERHADAP KASUS DEMAM ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: AHMAD SYAHBUKI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI TERHADAP KASUS DEMAM ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH: AHMAD SYAHBUKI NIM"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI TERHADAP KASUS DEMAM ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

AHMAD SYAHBUKI NIM 131501011

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI TERHADAP KASUS DEMAM ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

AHMAD SYAHBUKI NIM 131501011

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pelayanan Swamedikasi terhadap Kasus Demam Anak di Apotek Wilayah Kota Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.

Wiryanto, M.S., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada Bapak Prof. Dr., Hakim Bangun, Apt., selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan, perhatian, dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan, serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tersayang, Ayahanda Abdul Muid dan Ibunda

(5)

Majenah, serta abang dan kakak saya Juliana Tanjung, Buhori Tanjung, Syamsul Tanjung, Darma Tanjung, Nur Azizah Tanjung, Rudi Tanjung, Dahliana Tanjung atas doa, dorongan, dukungan dan pengorbanan baik moril maupun materil yang tak ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman- teman semua khususnya Puliadong Hasibuan, Muhammad Ikhsan, Mastriansyah Khawirian, Andriany, Dara Fitri Sunarno, Eva Rahmayanti serta asisten laboratorium steril dan juga teman-teman S-1 Reguler 2013 atas doa dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun bahasanya, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2018 Penulis,

Ahmad Syahbuki NIM 131501011

(6)

(7)

PROFIL PELAYANAN SWAMEDIKASI TERHADAP KASUS DEMAM ANAK DI APOTEK WILAYAH KOTA MEDAN

ABSTRAK

Pengobatan sendiri merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/petugas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai profil pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap pasien penderita demam anak dan untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek dengan lokasi apotek.

Penelitian ini dilakukan dengan metode ASMETHOD secara simulasi pasien dengan menjalankan skenario yang dibuat menurut peneliti sebelumnya.

Penelitian ini dilakukan pada Oktober 2017 sampai Januari 2018 dengan sampel berjumlah 65 apotek di 21 kecamatan di kota Medan. Teknik sampling yang digunakan adalah kombinasi sampling wilayah dan sampling acak sederhana.

Hasil pengamatan profil pelayanan swamedikasi yang diberikan petugas apotek dicatat diluar apotek didalam lembar checklist.

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: hanya 10,77%

(n=7) apoteker yang terlibat langsung dalam memberikan pelayanan swamedikasi.

Patient assessment yang paling banyak ditanyakan oleh petugas apotek adalah

“siapa yang sakit?” sebanyak 70,77% (n=46), pemberian rekomendasi sebanyak 100% (n=65) terdiri dari apotek yang memberikan “rekomendasi obat” dengan jenis obat analgesik-antipiretik 90.76% (n=59) dan NSAID 9,24% (n=6), informasi obat yang paling banyak diberikan petugas apotek adalah “dosis obat”

sebanyak 70,77% (n=46), informasi non farmakologi berupa “pola makan dan minum” sebanyak 4,52% (n=3) dan “pola hidup” 1,54% (n=1). Hasil penilaian tingkat pelayanan swamedikasi pasien, diperoleh bahwa 100% (n=65) apotek mendapatkan %skor < 60 yang merupakan kategori kurang.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh petugas apotek di wilayah kota Medan adalah kurang. Tidak terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek dengan lokasi apotek (p > 0,05).

Kata Kunci: apotek, demam , pelayanan swamedikasi

(8)

SELF-MEDICATION SERVICE PROFILE OF CHILDREN FEVER IN PHARMACIES AT MEDAN CITY

ABSTRACT

Self-medication is an effort by the community to overcome the complaints or symptoms of the disease before they decide to seek help to the health service center / health worker. This study aimed to assess the profile of self-medication services performed by pharmacists on patients with childhood fever and to find out whether there are differences in the level of self-medication services provided by pharmacists with the location of the pharmacy.

This study was conducted by ASMETHOD method simulated patients by running scenarios made according to previous researchers. This research was conducted in October 2017 until January 2018 with 65 samples of pharmacies in 21 sub-districts in Medan city. The sampling technique used was a combination of area sampling and simple random sampling. The results of the self-medication service profile observation given by pharmacy officers were recorded outside the pharmacy in the checklist sheet.

Based on the research, the following results were obtained: only 10.77% (n

= 7) of pharmacists are directly involved in providing self medication services.

Patient assessment of the most widely asked by the pharmacist is “who is sick ?”

much as 70.77% (n=46), recommendation much as 100% (n=65) consist of pharmacy given “drug recommendation” with analgesic-antipyretic drugs 90.76%

(n=59) and NSAIDs 9.24% (n=6), the most of drug information profile is “drug dose” much as 70.77% (n=46) and non-pharmacological information “eating and drinking” as much as 4.52% (n=3) and “life style” 1.54% (n=1). The result of self-medication service on patient, showed that 100% (n = 65) pharmacies obtains

<60 of % score which mean the less category.

From the results of the study it can be concluded that the level of self medication services performed by pharmacists in the city of Medan was insufficient lacking. There was no difference in the level of self medication service provided by pharmacists with the location of the pharmacy (p> 0.05).

Keyword: fever, pharmacy, self-medication service

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Apotek ... 6

2.2 Swamedikasi ... 6

2.2.1 Patient Assessment ... 7

(10)

2.2.2 Rekomendasi ... 8

2.2.3 Informasi Obat ... 8

2.2.4 Informasi Non-Farmakologi ... 10

2.3 Obat ... 11

2.3.1 Defenisi Obat ... 11

2.3.2 Penggolongan Obat ... 11

2.3.3 Penggunaan Obat Swamedikasi ... 13

2.4 Demam ... 14

2.4.1 Defenisi demam ... 14

2.4.2 Etiologi Demam ... 14

2.4.3 Patofisiologi Demam ... 15

2.4.4 Penatalaksanaan Demam ... 16

2.4.5 Terapi Farmakologi ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

3.2.1 Populasi Penelitian ... 19

3.2.2 Sampel Penelitian ... 19

3.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 20

3.3 Tempat dan Waktu Pengambilan Data Penelitian ... 20

3.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 21

3.4.1 Teknik Sampling ... 21

3.4.2 Variabel Penelitian ... 22

3.4.3 Instrumen Penelitian ... 23

(11)

3.4.3.1 Skenario ... 23

3.4.3.2 Checklist ... 24

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.6 Definisi Operasional ... 25

3.6.1 Pelayanan Swamedikasi ... 25

3.6.1.1 Patient Assessment ... 26

3.6.1.2 Rekomendasi ... 26

3.6.1.3 Informasi Obat ... 27

3.6.1.4 Informasi Non Farmakologi ... 27

3.6.1.5 Penilaian Tingkat Pelayanan Swamedikasi... 28

3.6.1.6 Wilayah Kota Medan ... 28

3.6.2 Demam ... 29

3.6.3 Apotek ... 29

3.7 Uji Validasi dan Realibilitas Instrumen ... 29

3.8 Teknik Analisis Data ... 30

3.9 Alur Penelitian ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Profil Patient Assessment ... 32

4.1.1 Perbedaan Pelayanan Swamedikasi yang dilakukan Apoteker dan bukan Apoteker ... 35

4.2 Profil Rekomendasi ... 36

4.2.1 Jenis Obat yang Direkomendasikan ... 37

4.2.2 Harga Obat yang Direkomendasikan ... 39

4.2.3 Golongan Obat yang Direkomendasikan ... 40

4.3 Profil Informasi Obat ... 40

(12)

4.4 Profil Informasi Non Farmakologi ... 43

4.5 Tingkat Pelayanan Swamedikasi ... 44

4.6 Perbedaan Wilayah terhadap Tingkat Pelayanan Swamedikasi ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 50

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Distribusi Apotek di Wilayah Kota Medan ... 21 3.2 Variabel Penelitian ... 22

3.3 Skenario Penelitian ... 24 3.4 Penilaian Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan

Menkes RI Tahun 2008 ... 28 4.1 Distribusi Data Profil Patient Assessment yang dilakukan

oleh Petugas Apotek ... 33 4.2 Profil Pelayanan Swamedikasi antara Apoteker dan bukan

Apoteker ... 35 4.3 Perbedaan Profil Pelayanan Swamedikasi yang diberikan oleh

Petugas Apotek ... 36 4.4 Distribusi Data Profil Rekomendasi yang diberikan oleh

Petugas Apotek ... 37 4.5 Jenis Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek ... 38 4.6 Harga Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek ... 39 4.7 Golongan Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas

Apotek ... 40 4.8 Distribusi Data Profil Informasi Obat yang Diberikan oleh

Petugas Apotek ... 41 4.9 Distribusi Data Profil Informasi Non Farmakologi yang

Diberikan oleh Petugas Apotek ... 43 4.10 Distribusi Tingkat Pelayanan Tentang Swamedikasi yang

Diberikan oleh Petugas Apotek ... 45

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

2.1 Logo Obat Bebas ... 11

2.2 Logo Obat Bebas Terbatas ... 12

2.3 Tanda Peringatan Obat Golongan Obat Bebas Terbatas ... 12

2.4 Logo Obat Keras ... 12

3.1 Alur Penelitian ... 31

4.1 Persentase Rata-rata Nilai Pelayanan Swamedikasi Berdasarkan Letak Wilayah... 46

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lembar Checklist ... 50 2 Peta Kecamatan Kota Medan ... 52

3 Daftar Apotek Sampel di Wilayah Kota Medan ... 53 4 Penilaian Lembar Checklist Penelitian ... 55 5 Uji Analisis Data Statistika Perbedaan Pelayanan

Swamedikasi Antara Apoteker dan bukan Apoteker ... 60 6 Uji Analisis Data Statistika Perbedaan Wilayah Terhadap

Tingkat Pelayanan Swamedikasi ... 61

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Menurut Hermawati (2012), pilihan untuk mengupayakan kesembuhan antara lain adalah dengan berobat ke dokter atau melakukan swamedikasi. Salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian. Untuk itu apoteker dituntut meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien, antara lain adalah pemberian pelayanan kefarmasian kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2016).

Salah satu sarana pelayanan kefarmasian di masyarakat adalah apotek.

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian (PP No 51, 2009). Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek adalah swamedikasi.

Pengobatan sendiri (self medication) merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/petugas kesehatan (Depkes RI, 2008). Mengobati diri sendiri atau yang lebih dikenal

(17)

dengan swamedikasi berarti mengobati segala keluhan dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di apotek atau toko obat dengan inisiatif atau kesadaran diri sendiri tanpa nasehat dokter (Muharni, 2015). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 103.860 atau 35,2% dari 294.959 rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi (Riskesdas, 2013).

Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI, 2007). Salah satu penyebab tingginya tingkat swamedikasi adalah perkembangan teknologi informasi via internet. Alasan lain adalah karena semakin mahalnya biaya pengobatan ke dokter, tidak cukupnya waktu yang dimiliki untuk berobat, atau kurangnya akses ke fasilitas–fasilitas kesehatan (Gupta, et al., 2011 didalam Hermawati, 2012).

Demam bukan merupakan suatu penyakit, tetapi hanyalah merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370C. Apabila suhu tubuh lebih dari 37,20C pada pagi hari dan lebih dari 37,70C pada sore hari berarti demam (Depkes RI, 2007). Berdasarkan pereira 2007 menyatakan bahwa beberapa kondisi kesehatan yang sering dilakukan swamedikasi salah satunya yaitu demam dengan presentasi sebesar 15% (Pereira, 2007).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh Dunia mencapai 16–33 juta dengan 500–600 ribu kematian tiap tahunnya (Setyowati, 2013). Demam merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai Negara sedang berkembang. Data kunjungan ke fasilitas kesehatan

(18)

pediatrik di Brazil terdapat sekitar 19% sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam. Di Indonesia penderita demam sebanyak 465 (91.0%) dari 511 ibu yang memakai perabaan untuk menilai demam pada anak mereka sedangkan sisanya 23,1 menggunakan thermometer (Setyowati, 2013 didalam Setiawati, 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui profil pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien penderita demam anak di apotek wilayah kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

a. apakah pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien penderita demam anak di apotek di wilayah kota Medan sudah sesuai standar ?

b. apakah terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap letak wilayah di pusat dan pinggiran kota Medan ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah :

a. pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien penderita demam anak di apotek di wilayah kota Medan sudah sesuai standar.

(19)

b. tidak terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap letak wilayah di pusat dan pinggiran kota Medan.

1.4 Tujuan Penelitian

a. untuk mengetahui profil tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien penderita demam anak di apotek di wilayah kota Medan.

b. untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap letak wilayah di pusat dan pinggiran kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan tersendiri untuk para ahli profesi farmasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, khususnya swamedikasi.

b. data dan informasi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini objek yang digunakan adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan. Sebagai objek pengamatan adalah pelayanan

(20)

swamedikasi kepada pasien penderita demam dan sebagai variabel pengamatan adalah profil patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian Profil

Pelayanan Swamedikasi

1. Indikasi 2. Kontraindikasi 3. Efek samping 4. Cara pemakaian 5. Dosis

6. Waktu pemakaian 7. Lama pemakaian 8. Perhatian

9. Terlupa minum obat 10. Cara penyimpanan 11. Cara perlakuan sisa obat 12. Identifikasi obat yang rusak 1. Apakah patient assessment

dilakukan langsung oleh apoteker?

2. Siapa yang sakit demam ? 3. Berapa usia yang sakit demam?

4. Apa gejala yang dialami pasien?

5. Berapa lama pasien demam mengalami sakit ?

6. Apa faktor penyebab terjadinya penyakit demam ?

7. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala demam ? 8. Apa obat-obat lain yang sedang

digunakan ?

1. Apakah berupa rujukan ke dokter?

2. Apakah berupa rekomendasi obat?

Informasi Obat

Rekomendasi Patient

Assessment

Informasi Non

Farmakologi

1. Pola makan dan minum 2. Pola hidup

Objek Pengamatan Variabel Pengamatan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek

Berdasarkan Permenkes RI No.73 Tahun 2016, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam menjalani pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi (Menkes RI, 2016).

Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Menkes RI, 2016).

2.2 Swamedikasi

Pengobatan sendiri (self-medication) merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala sebelum mereka memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/petugas kesehatan (Depkes RI,

(22)

2008). Gejala penyakit yang dapat dikenali sendiri oleh orang awam adalah penyakit ringan atau minor illnesses sedangkan obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obatan yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter (Rikomah, 2016). Beberapa penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti: demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Depkes RI, 2007).

Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami, pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang rasional antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi (Muharni, 2015).

Pada pelayanan swamedikasi terdapat beberapa bentuk pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assesment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

2.2.1 Patient Assessment

Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2016).

Metode yang dapat digunakan dalam rangka menggali informasi pasien antara lain metode WWHAM (Who is patient?, What are the symptoms?, How

(23)

long have the symptoms been present?, Action taken?, Medication being taken?) ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medicines, Time symptoms, History, Other symptoms, Danger symptoms) (Blenkinsopp dan Paxton, 2005).

2.2.2 Rekomendasi

Rekomendasi merupakan saran atau anjuran yang diberikan oleh apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian di apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rekomendasi obat ataupun rujukan ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, tenaga teknis kefarmasian memiliki peran dan tanggung jawab untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Depkes RI, 2007).

Pada kasus demam, rujukan kedokter diperlukan apabila:

a. Bila demam lebih dari 39oC (pada anak-anak 38.50C) dan tidak bisa turun dengan parasetamol atau kompres.

b. Bila demam tidak berkurang setelah 2 hari.

c. Bila demam disertai dengan kaku leher.

d. Bila disertai gejala-gejala lain yang berkaitan dengan demam seperti : ruam kulit, sakit tenggorokan berat, batuk dengan dahak berwarna hijau, sakit telinga, sakit perut, diare, sakit bila buang air kecil atau terlalu sering buang air kecil, bintik-bintik merah pada kulit, kejang, pingsan (Depkes RI, 2007).

2.2.3 Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan

(24)

dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016).

Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring pengggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error). Tujuan pemberian informasi kepada masyarakat maupun pasien adalah bagian dari edukasi, supaya masyarakat atau pasien benar-benar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar (Muharni, 2015). Informasi yang perlu disampaikan oleh tenaga teknis kefarmasian pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau bebas terbatas antara lain:

a. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.

b. Kontraindikasi: Pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.

c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.

d. Cara pemakaian: Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain.

(25)

e. Dosis: Sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

f. Waktu pemakaian: Waktu pemakaian juga harus di informasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.

g. Lama penggunaan: Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.

h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.

i. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.

j. Cara penyimpanan obat yang baik.

k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

l. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2007).

2.2.4 Informasi Non Farmakologi

Informasi non farmakologi merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek pengobatan farmakologis yang lebih baik. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menangani demam menurut Departemen Kesehatan RI (2007) antara lain adalah:

a. Istirahat yang cukup.

b. Minum air yang banyak.

(26)

c. Usahakan makan seperti biasa, meskipun nafsu makan berkurang.

d. Periksa suhu tubuh setiap 4 jam.

e. Kompres dengan air hangat.

f. Hubungi dokter bila suhu sangat tinggi (diatas 380C), terutama pada anak- anak (Depkes RI, 2007).

2.3 Obat

2.3.1 Defenisi Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI, 2016).

2.3.2 Penggolongan Obat

Obat-obat yang dapat digunakan dalam melakukan Pengobatan Sendiri (self-medication) adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan obat-obat dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), yaitu obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek.

a. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: Parasetamol (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas (Depkes RI, 2007).

(27)

b. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas (Depkes RI, 2007).

Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berbentuk empat persegi panjang berwarna hitam dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :

Gambar 2.3 Tanda peringatan obat golongan bebas terbatas (Depkes RI, 2007).

c. Obat Keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat (Depkes RI, 2007).

Gambar 2.4 Logo Obat Keras (Depkes RI, 2007).

(28)

d. Daftar Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Obat-obat yang termasuk ke dalam Daftar Obat Wajib Apotek diatur oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, yaitu:

I. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1.

II. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924 / Menkes /Per / X / 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.

III. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/ 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 (Asti, 2004).

2.3.3 Penggunaan Obat Swamedikasi

Pada penggunaan obat termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus disampaikan oleh tenaga kefarmasian kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 2007):

a. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.

b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.

c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.

d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

e. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap, tanyakan kepada Apoteker.

(29)

2.4 Demam

2.4.1 Defenisi Demam

Demam bukan merupakan suatu penyakit, tetapi hanyalah merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370C. Apabila suhu tubuh lebih dari 37,20C pada pagi hari dan lebih dari 37,70C pada sore hari berarti demam.

Demam adalah fenomena paling umum dari penyakit, terutama inflamasi.

Demam dianggap disebabkan oleh pelepasan pirogen endogen dari makrofag dan kemungkinan dari eosinofil, yang diaktivasi oleh pagosit, endotoksin, kompleks imun, dan produk lain. Pirogen ini (substansi penghasil demam) bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus untuk meningkatkan titik pengatur termostat (Tambayong, 2000).

2.4.2 Etiologi Demam

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), Demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan non infeksi.

a. Demam Infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya patogen, misalnya kuman, bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Demam infeksi paling sering terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Bakteri, kuman atau virus dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara, atau persentuhan tubuh.

(30)

b. Demam Non-Infeksi

Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit kedalam tubuh. Demam non-infeksi jarang terjadi dan diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam ini timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik (Widjaja, 2008). Penyebab non infeksi antara lain dehidrasi pada anak dan lansia, alergi, stres, trauma, dan lain-lain (Depkes RI, 2007).

2.4.3 Patofisiologi Demam

Suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara normal berfluktuasi sepanjang hari, 0,50C dibawah normal pada pagi hari dan 0,50C diatas normal pada malam hari. Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 370C, setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point.

Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan produk panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila hipotalamus posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan pengurangan produksi keringat sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap.

(31)

Hipotalamus anterior mengatur suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior menerima informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.

Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point.

Infeksi bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin-1, interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk protaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan cryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh dan mencegah peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa (Kania, 2007).

2.4.4 Penatalaksanaan Demam

Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan.

Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari pertahanan tubuh antara lain daya fagositosis meningkat dan viabilitas kuman menurun, tetapi dapat juga merugikan karena anak menjadi gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak dapat tidur dan menimbulkan kejang demam.

Hasil penelitian ternyata 80% orangtua mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi.

Kepercayaan tersebut tidak terbukti berdasarkan fakta. Karena konsep yang salah ini banyak orang tua mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak perlu diobati. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara

(32)

fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya. Demam < 390C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik

>390C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik (Kania, 2007).

2.4.5 Terapi Farmakologi

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2007, tentang pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas Obat yang dapat digunakan untuk mengatasi keluhan demam yaitu:

a) Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol merupakan derivat para amino fenol. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai anti-reumatik. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana, 2007).

b) Asetosal (Aspirin)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipriretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Aspirin dalam dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik (Wilmana, 2007).

c) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali di banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang

(33)

tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Ibuprofen bekerja dengan cara menekan pembentukan prostaglandin (Wilmana, 2007). Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mg/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam (Kania, 2007).

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi didalam suatu populasi tertentu, dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan mengenai pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh petugas apotek di wilayah kota Medan terhadap pasien demam anak.

Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana seseorang dilatih untuk mengunjungi apotek dan memerankan skenario yang telah dibuat.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada di wilayah kota Medan.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan data Menkes RI (2017), diketahui jumlah apotek di wilayah kota Medan adalah 566 apotek. Selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel dengan rumus Lemeshow, et al., (1990) sebagai berikut:

 

NZ pp

d

N p p

Z

n

1 . 1

1 .

2 1 2 2

2

1 2

(35)

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang diperlukan N = jumlah populasi = 566

12

Z

= derajat kepercayaan = 1,645

p = proporsi dalam populasi sasaran, sebesar = 0,5 d = toleransi kesalahan, sebesar = 0,1

dengan persen kepercayaan yang diinginkan 90% maka diperoleh besar sampel minimal, yaitu:

( ) ( )( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )( )

Berdasarkan perhitungan, didapatkan jumlah sampel sebanyak 61 apotek.

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebanyak 65 apotek.

3.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di dalam lokasi klinik dan rumah sakit.

3.3 Tempat dan Waktu Pengambilan Data Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai dengan Januari 2018 di 65 apotek sampel yang berada di 21 kecamatan kota Medan.

(36)

3.4 Teknik Pengambilan Sampel 3.4.1 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penentuan sampel adalah kombinasi antara area sampling dan simple random sampling. Teknik area sampling yaitu teknik sampling daerah dipakai untuk menentukan sampel jika objek yang diteliti atau sumber data yang sangat luas (Siyoto, 2015) (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Distribusi Apotek Di Wilayah Kota Medan

No. Nama Kecamatan Populasi Sampel Status

1 Medan Tembung 27 3 Pinggiran

2 Medan Denai 22 3 Pinggiran

3 Medan Amplas 12 3 Pinggiran

4 Medan Johor 36 4 Pinggiran

5 Medan Tuntungan 14 2 Pinggiran

6 Medan Selayang 20 3 Pinggiran

7 Medan Sunggal 37 4 Pinggiran

8 Medan Helvetia 33 4 Pinggiran

9 Medan Marelan 16 2 Pinggiran

10 Medan Belawan 4 1 Pinggiran

11 Medan Labuhan 7 1 Pinggiran

12 Medan Deli 21 2 Pinggiran

13 Medan Timur 48 5 Pusat

14 Medan Perjuangan 30 3 Pusat

15 Medan Area 45 4 Pusat

16 Medan Kota 47 5 Pusat

17 Medan Maimun 17 2 Pusat

18 Medan Polonia 16 1 Pusat

19 Medan Baru 39 4 Pusat

20 Medan Petisah 44 5 Pusat

21 Medan Barat 30 4 Pusat

Jumlah 566 65 12/9

Pemilihan penggunaan teknik ini adalah karena perbedaan jumlah populasi pada 21 kecamatan di wilayah kota medan. Agar semua kecamatan dapat terwakili, maka distribusi pengambilan sampel dilakukan pada setiap kecamatan secara proporsional.

Pengambilan sampel pada setiap kecamatan dilakukan secara simple random sampling. Teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel

(37)

yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo, 2012). Dasar memilih teknik ini karena sampel dianggap sama/homogen yaitu tidak ada kriteria-kriteria tertentu pada apotek yang digunakan sebagai sampel dan apotek-apotek yang dijadikan sebagai sampel dipilih tanpa mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di mana, dan yang memberi informasi apoteker atau tenaga teknis farmasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara undian.

3.4.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Lusiana, dkk., 2015). Variabel pengamatan dalam penelitian ini meliputi patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Variabel Penelitian

Objek Pengamatan Variabel Pengamatan Patient assessment

Ada/ tidaknya diajukan pertanyaan :

1. Apakah patient assessment dilakukan langsung oleh apoteker ?

2. Apakah ditanyakan siapa yang sedang sakit ? 3. Apakah ditanyakan berapa usia yang sakit

demam?

4. Apakah ditanyakan tanda/gejala yang diderita pasien demam ?

5. Apakah ditanyakan faktor terjadinya penyebab demam ?

6. Apakah ditanyakan sudah berapa lama pasien sakit demam ?

7. Apakah ditanyakan tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala demam ? 8. Apakah ditanyakan obat-obat lain yang sedang

digunakan ?

(38)

Tabel 3.2 Lanjutan

Objek Pengamatan Variabel Pengamatan

Rekomendasi Ada/tidaknya rekomendasi dan berupa apa : 1. Apakah berupa rujukan ke dokter?

2. Apakah berupa rekomendasi obat?

Informasi Obat Ada/tidaknya informasi obat meliputi : 1. Indikasi

2. Kontraindikasi 3. Efek samping 4. Cara pemakaian 5. Dosis

6. Waktu pemakaian 7. Lama pemakaian 8. Perhatian

9. Terlupa minum obat 10. Cara penyimpanan 11. Cara perlakuan sisa obat 12. Identifikasi obat yang rusak

Informasi non farmakologi Ada/tidaknya Informasi non farmakologi:

1. Pola makan dan minum 2. Pola hidup

3.4.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario dan lembar checklist penelitian. Skenario dan lembar cheklist yang berisi poin-poin yang ingin didapatkan dari data pengamatan harus terlebih dahulu disiapkan peneliti sebelum melakukan simulasi pasien.

3.4.3.1 Skenario Penelitian

Skenario dalam penelitian ini dibuat dan disiapkan oleh peneliti untuk menghindari kecurigaan dari petugas apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dapat optimal.

Skenario yang digunakan dalam penelitian ini berisi informasi mengenai pasien

(39)

dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat melakukan simulasi pasien untuk memperlancar jalannya pengamatan.

Skenario kasus demam anak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat demam pada anak.

2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang digunakan peneliti dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Skenario Penelitian

Age 10 Tahun

Self/someone else Adik (anak-anak)

Medication Belum ada

Extra Medicines Tidak ada

Time Symptoms 1 hari (kemaren)

History Tidak ada

Other accompaying symptoms Demam, menggigil, Tidak nafsu makan

Danger Symptoms tidak ada

3. Jika tidak ada informasi obat yang diberikan maka peneliti bertanya : “Berapa banyak obat yang diminum?”

4. Pencatatan dilakukan di luar apotek tanpa sepengetahuan petugas apotek.

3.4.3.2 Lembar Checklist Penelitian

Checklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan. Dalam hal ini peneliti hanya tinggal memberikan tanda check (√) pada daftar tersebut yang menunjukkan adanya gejala atau ciri dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2012). Lembar checklist yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian terdahulu (Ansyari, 2016). Isi lembar checklist dalam penelitian ini adalah variabel yang akan di ukur dalam pelayanan swamedikasi yang diberikan petugas apotek kepada

(40)

pasien demam anak yang terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan terlibat (observasi partisipatif) yaitu teknik pengamatan yang pengamat ikut aktif dalam kontak sosial yang tengah di selidiki (Notoatmodjo, 2012). Data yang diperoleh dari observasi terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek, hasilnya akan diisikan ke dalam format lembar checklist dengan tanda check (√). Lembar checklist penelitian dilengkapi oleh peneliti di luar apotek setelah mengunjungi apotek sampel.

3.6 Definisi Operasional 3.6.1 Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan swamedikasi atau pengobatan sendiri membutuhkan pengawasan dari tenaga kesehatan yang berkompeten dibidangnya, karena apabila obat digunakan tidak sesuai dengan aturan pemakaian dan cara penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan dapat menimbulkan efek toksik (Rikomah, 2016). Dalam melakukan pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil pelayanan yang dilakukan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

Penilaian variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI (2008) tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kefarmasian Di

(41)

Apotek, dimana penilaian terhadap pelayanan yang dilakukan di apotek memiliki nilai 2 jika dilakukan dan memiliki nilai 0 jika tidak dilakukan.

3.6.1.1 Patient Assessment

Patient assessment merupakan suatu penilaian terhadap keadaan pasien yang dilakukan untuk pertimbangan apoteker dalam penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam rangka menggali informasi pasien antara lain metode WWHAM (Who is patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been present?, Action taken?, Medication being taken?) ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medicines, Time symptoms, History, Other symptoms, Danger symptoms) (Blenkinsopp dan Paxton, 2005). Patient assessment dalam penelitian ini merujuk pada metode ASMETHOD.

Pertanyaan nomor 1 sampai nomor 8 pada variabel patient assessment dinilai 2 jika petugas apotek melakukan tindakan patient assessment dan dinilai 0 jika petugas apotek tidak melakukan tindakan patient assessment (Dirjen Binfar dan Alkes, 2008).

3.6.1.2 Rekomendasi

Pada variabel rekomendasi terdapat dua komponen yaitu berupa rujukan ke dokter dan rekomendasi obat. Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek, sehingga patient assessment adalah komponen yang mendasari untuk memberikan rekomendasi selanjutnya.

(42)

Penilaian pertanyaan nomor 9 dalam variabel rekomendasi diberi nilai 0 jika petugas apotek memberikan rekomendasi rujukan ke dokter dan nilai 2 jika petugas apotek tidak memberikan rujukan ke dokter.

Penilaian ini berdasarkan skenario penelitian yang dibuat, bahwa pasien sedang demam ringan yang belum memerlukan rujukan ke dokter. Pertanyaan nomor 10 dalam variabel rekomendasi diberi nilai 2 jika petugas apotek memberikan rekomendasi obat dengan tepat yaitu memberi obat golongan bebas dan bebas terbatas (Dirjen Binfar dan Alkes, 2008).

3.6.1.3 Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016). Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain khasiat obat, kontraindikasi, efek samping, cara pemakaian, dosis, waktu pemakaian, lama penggunaan obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2007).

Pertanyaan nomor 11 sampai nomor 22 pada variabel informasi obat dinilai 2 jika petugas apotek memberikan pelayanan informasi obat dan dinilai 0 jika petugas apotek tidak memberikan pelayanan informasi obat (Dirjen Binfar dan Alkes, 2008).

(43)

3.6.1.4 Informasi Non Farmakologi

Informasi non farmakologi dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu pola makan dan pola hidup. Informasi non farmakologi berfungsi sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek terapi.

Pertanyaan nomor 23 dan 24 pada variabel informasi non farmakologi dinilai 2 jika petugas apotek memberikan pelayanan informasi non formakologi dan dinilai 0 jika petugas apotek tidak memberikan pelayanan informasi non farmakologi (Dirjen Binfar dan Alkes, 2008).

3.6.1.5 Penilaian Tingkat Pelayanan Swamedikasi

Tingkat pelayanan swamedikasi ditentukan berdasarkan hasil akumulasi nilai dari variabel patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non-obat yang terdapat pada masing-masing lembar checklist penelitian. Hasil nilai yang diperoleh akan diubah kedalam % skor dan di interprestasikan kedalam kategori yang dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Penilaian Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Berdasarkan Depkes RI Tahun 2008

% Skor Kategori

81-100 Baik

61-80 Cukup

<60 Kurang

% Skor = Skor diperoleh x 100%

Total skor

3.6.1.6 Wilayah Kota Medan

Kota Medan memiliki 21 kecamatan. Peneliti membagi kota Medan menjadi dua wilayah yaitu wilayah pusat dan wilayah pinggiran dimana wilayah pusat kota Medan terdiri dari 9 kecamatan dan wilayah pinggiran kota Medan terdiri dari 12 kecamatan. Pembagian wilayah di kota Medan oleh peneliti

(44)

didasarkan pada letak geografis di wilayah kota Medan, letak pemerintahan di wilayah kota Medan dan perkembangan infrastruktur ataupun perekonomian di wilayah kota Medan, serta kepadatan penduduk di wilayah kota Medan.

3.6.2 Demam

Demam bukan merupakan suatu penyakit, tetapi hanyalah merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh normal adalah 370C. Apabila suhu tubuh lebih dari 37,20C pada pagi hari dan lebih dari 37,70C pada sore hari berarti demam. Kenaikan suhu 380C pada anak di bawah lima tahun dapat menimbulkan kejang dengan gejala antara lain: tangan dan kaki kejang, mata melihat ke atas, gigi dan mulut tertutup rapat, serta penurunan kesadaran. Keadaan demikian segera ke dokter (Depkes RI, 2007).

3.6.3 Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016).

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas isi (content validity) digunakan untuk menilai validitas dari skenario dan lembar checklist. Kedua instrumen tersebut dapat dikatakan valid karena isi dari kedua instrumen tersebut mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu.

Dalam penelitian ini digunakan validitas rupa yang didasarkan pada penilaian format tampilan dari alat ukur yang ada (Nisfiannoor, 2009). Validitas ini dianggap terpenuhi apabila penampilan alat ukur atau tes telah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur

(45)

(Nisfiannoor, 2009). Untuk dapat melakukan validitas rupa (face validity) dan validitas isi (content validity) terhadap peneliti yang berperan sebagai pasien atau keluarga pasien dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit).

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012). Agar data yang diperoleh reliabel maka dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot visit). Dikatakan reliabel ketika peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit.

Skenario dan lembar checklist telah memenuhi uji validitas isi (content validity) karena isi dari kedua instrumen tersebut telah mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu (Ansyari, 2016). Metode simulasi pasien yang digunakan telah memenuhi uji validitas rupa jika pada saat dilakukan pilot visit menunjukkan bahwa petugas apotek tidak mengetahui adanya simulasi pasien. Data yang dikumpulkan dinyatakan reliabel karena peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit.

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif dengan mendeskripsikan persentase pelayanan swamedikasi yang

(46)

diberikan oleh petugas apotek dengan variabel terpilih. Pengolahan data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS versi 21.

3.9 Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Penyusunan Instrumen

Pengujian Instrumen

Pengumpulan Data

Pencatatan Data

Pengolahan Data

Laporan Hasil Penelitian Studi Pustaka

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Swamedikasi merupakan proses pengobatan yang dilakukan sendiri oleh seseorang mulai dari pengenalan keluhan atau gejalanya sampai pada pemilihan dan penggunaan obat. Gejala penyakit yang dapat dikenali sendiri oleh orang awam adalah penyakit ringan atau minor illnesses sedangkan obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obatan yang dapat dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter (Rikomah, 2016). Beberapa profil pelayanan swamedikasi yang dijadikan variabel pengamatan yaitu patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 65 apotek yang berada di 21 kecamatan kota Medan, dengan mengisi lembar checklist penelitian berdasarkan hasil simulasi selama petugas apotek melakukan pelayanan swamedikasi demam yang ada di apotek-apotek yang menjadi sampel.

4.1 Profil Patient Assesment

Patient assessment yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada metode ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra medicines, Time symptoms, History, Other symptoms, Danger symptoms) (Blenkinsopp dan Paxton, 2005).

Komponen patient assessment tersebut sudah cukup memberikan petunjuk kepada petugas apotek terhadap swamedikasi penderita demam anak dalam

(48)

melakukan tindakan selanjutnya, yaitu rekomendasi serta pemberian informasi obat dan non farmakologi.

Berdasarkan data penelitian, kegiatan patient assessment yang dilakukan langsung oleh apoteker dalam pelayanan swamedikasi hanya sebesar 10,77% atau 7 apotek. Data lengkap mengenai profil patient assessment yang ditanyakan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi data profil patient assessment yang dilakukan petugas apotek

Variabel Ya (%) Tidak (%)

Patient assessment dilakukan langsung oleh apoteker ?

7 (10,77%) 58 (89,23%)

Siapa yang menderita demam ? 46 (70,77%) 19 (29,23%) Berapa usia yang menderita demam ? 45 (69,23%) 20 (30,77%) Apa gejala yang dialami oleh pasien ? 18 (27,69%) 47 (72,31%) Apa faktor penyebab terjadinya demam ? 0 (0,00%) 65 (100%) Berapa lama pasien menderita demam ? 9 (13,85%) 55 (86,15%) Apa tindakan yang sudah diperbuat selama

menderita gejala demam ?

0 (0,00%) 65 (100%) Apa obat-obat lain yang sedang digunakan

pasien?

0 (0,00%) 65 (100%)

Hasil ini menunjukan bahwa persentase keterlibatan apoteker secara langsung dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien masih tergolong rendah. Seharusnya sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker harus memiliki peranan dan tanggung jawab yang besar pada pelayanan kefarmasian yang sekarang sudah berorientasi terhadap pasien demi meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker merupakan profesi kesehatan dalam bidang kefarmasian yang memiliki peranan penting dalam memberikan nasihat, bantuan dan petunjuk kepada pasien yang ingin melakukan swamedikasi (Depkes RI, 2007).

(49)

Berdasarkan hasil penelitian dari 65 apotek yang dikunjungi, diperoleh hasil patient assessment yang pernah ditanyakan oleh petugas apotek adalah berapa usia pasien sebanyak 45 (69,23%) apotek dengan kategori baik, siapa yang sakit sebanyak 46 (70,77%) apotek dengan kategori baik, sudah berapa lama menderita sakit sebanyak 9 (13,85%) apotek dengan kategori kurang dan apa gejala yang dialami pasien sebanyak 18 (27,69%) apotek dengan kategori kurang.

Informasi usia merupakan informasi awal yang penting didapatkan petugas apotek untuk mengenali apakah pasien adalah anak-anak, dewasa maupun lansia guna menyesuaikan dosis obat. Dalam kasus ini setelah petugas apotek mengetahui bahwa pengobatan ditujukan kepada orang lain, sebagian besar petugas apotek menanyakan usia pasien. Siapa yang sakit merupakan informasi yang juga penting didapatkan petugas apotek untuk mengetahui apakah obat yang akan diberikan kepada pasien akan digunakan oleh pasien itu sendiri atau tidak. Informasi tentang gejala sakit dan lama sakit juga dibutuhkan oleh petugas apotek untuk mengenali jenis penyakit yang diderita oleh pasien sebagai pertimbangan tenaga kefarmasian di apotek dalam memberikan rekomendasi berupa obat yang sesuai atau rujukan ke dokter.

Komponen kegiatan patient assessment yang sama sekali tidak pernah ditanyakan oleh petugas apotek adalah informasi tentang faktor penyebab sakit, tindakan yang sudah dilakukan dan obat-obat yang sedang dikonsumsi oleh pasien. Menurut prosedur tetap Depkes RI (2008), tentang swamedikasi di apotek adalah mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan swamedikasi dan menggali informasi dari pasien meliputi: tempat timbulnya gejala penyakit, seperti apa rasanya gejala penyakit, kapan mulai timbul gejala

(50)

dan apa yang menjadi pencetusnya, sudah berapa lama gejala dirasakan, ada tidaknya gejala penyerta, pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan.

Informasi mengenai apakah pasien sedang menggunakan obat lain penting untuk dikumpulkan sehingga petugas apotek dapat memastikan bahwa obat yang diberikan kepada pasien dapat digunakan secara tepat, aman, dan rasional. Selain itu, informasi obat yang sedang digunakan oleh pasien juga bermanfaat untuk pengaturan waktu penggunaan obat yang akan direkomendasikan (Hasanah, 2013).

4.1.1 Perbedaan Profil Pelayanan Yang Dilakukan Apoteker Dan Bukan Apoteker

Dari hasil penelitian yang dilakukan di 65 apotek, data petugas apotek yang melakukan profil pelayanan swamedikasi antara apoteker dan bukan apoteker dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Profil pelayanan swamedikasi antara apoteker dan bukan apoteker

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, petugas apotek yang langsung dilakukan oleh apoteker dalam melakukan profil pelayanan swamedikasi adalah sebesar 10,8% (7 apotek) dan petugas apotek yang bukan apoteker yang melakukan profil pelayanan swamedikasi adalah sebesar 89,2% (58 apotek). Dari hasil uji Mann Whitney yang diperoleh, hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan profil pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek

Petugas Apotek Frekuensi Persentase (%)

Apoteker 7 10,8

Bukan Apoteker 58 89,2

(51)

antara apoteker dengan yang bukan apoteker. Perbedaan profil pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perbedaan profil pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek

Profil Pelayanan

swamedikasi Petugas Apotek N P Value

Patient Assessment Apoteker

Bukan Apoteker Total

7 58 65

0,000

Rekomendasi Apoteker

Bukan Apoteker Total

7 58 65

1,000 Informasi Obat Apoteker

Bukan Apoteker Total

7 58 65

0,127 Informasi Non

Farmakologi

Apoteker

Bukan Apoteker Total

7 58 65

0,541

Berdasarkan hasil uji Mann Whitney yang diperoleh, hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada patient assessment yang diberikan oleh petugas apotek (0,000). Kesimpulan tersebut didasari oleh nilai p lebih kecil dari nilai α (0,05). Sedangkan hasil uji dari rekomendasi (1,000), informasi obat (0,127), dan informasi non farmakologi (0,541) yang diberikan oleh petugas apotek menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan karena nilai p lebih besar dari nilai α (0,05).

4.2 Profil Rekomendasi

Rekomendasi obat diperoleh setelah petugas apotek melakukan kegiatan patient assessment kepada pasien. Hasil dari kegiatan patient assessment dapat dijadikan pertimbangan oleh petugas apotek dalam memberikan rekomendasi.

Rekomendasi yang tepat dan benar dapat diberikan sesuai dengan patient

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Pikir PenelitianProfil Pelayanan Swamedikasi  1. Indikasi  2. Kontraindikasi 3
Gambar 2.2 Logo Obat Bebas Terbatas (Depkes RI, 2007).
Tabel 3.1  Distribusi Apotek Di Wilayah Kota Medan
Tabel 3.2 Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui profil informasi terkait obat dan non obat yang diberikan oleh petugas apotek terhadap klien yang datang dengan keluhan demam pada balitanya. Memberikan masukan kepada

apotek sudah tepat, dimana tenaga kefarmasian di apotek yang melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi harus memberikan edukasi kepada pasien dengan memilihkan

Profil Pelayanan Kefarmasian Tanpa Resep Di Apotek Wilayah Surabaya dengan Kasus Diare Pada Lanjut Usia.. Surabaya:

Dalam melakukan pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil pelayanan yang dilakukan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran patient assessment , rekomendasi dan informasi obat dan non-obat yang diberikan oleh petugas apotek di apotek-apotek kota

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran patient assessment, rekomendasi dan informasi obat dan non-obat yang diberikan oleh petugas apotek di apotek-apotek kota medan

Pemberian informasi obat kepada pasien merupakan bagian yang harus dilakukan oleh petugas apotek dalam melakukan pelayanan swamedikasi supaya pasien benar-benar memahami

Profil Penggalian Informasi dan Rekomendasi Pelayanan Swamedikasi Oleh Staf Apotek Terhadap Kasus Diare Anak Di Apotek Wilayah Surabaya.. Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat