• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Pelayanan Swamedikasi Terhadap Penderita Sakit Gigi Pada Apotek-Apotek Di Kota Medan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Pelayanan Swamedikasi Terhadap Penderita Sakit Gigi Pada Apotek-Apotek Di Kota Medan Chapter III V"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi tentang pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh staf apotek di wilayah kota Medan terhadap pasien sakit gigi. Penelitian ini menggunakan metode simulasi pasien dimana seseorang dilatih untuk mengunjungi apotek dan memerankan skenario yang telah dibuat (Warson,2006).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apotek yang berada di wilayah kota Medan.

3.2.2 Sampel Penelitian

(2)

97

kotaMedan adalah 613 apotek. Selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel dengan rumus Slovin (Umar, 2004) sebagai berikut:

Keterangan : n = jumlah sampel N = besarnya populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil nilai e=10% (0,1)

Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan jumlah sampel sebanyak 85,97 apotek atau dibulatkan menjadi 86 apotek.

3.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di wilayah kota Medan, sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apotek-apotek yang berada di dalam lokasi klinikdan rumah sakit.

3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian

(3)

3.4 Metode Pengambilan Sampel 3.4.1 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penentuan sampel adalah kombinasi antara area

sampling dan simple random sampling. Teknik area sampling yaitu teknik

sampling yang dilakukan dengan cara mengelompokkan wakil sampel dari setiap

wilayah yang diteliti (Sugiyono, 2012) (lihat Tabel 3.1). Tab el 3.1 Distribusi Apotek di Wilayah Kota Medan

No Nama Kecamatan Populasi Sampel

1 Medan Tembung 33 5

(4)

Pengambilan sampel pada setiap kecamatan dilakukan secara simple

random sampling. Teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel

yang dilakukan secaraacak tanpa memperhatikan adanya strata (Notoatmodjo, 2010).Dasar memilih teknik ini karena sampel dianggap sama/homogen yaitu tidak ada kriteria-kriteria tertentu pada apotek yang digunakan sebagai sampel dan apotek-apotek yang dijadikan sebagai sampel dipilih tanpa mempertimbangkan apotek itu besar atau kecil, terkenal atau tidak, tempatnya di mana dan yang memberi informasi apoteker atau tenaga teknis farmasi. Dalam pemilihan sampel peneliti memilih apotek yang pertama kali dilihat dari tiap kecamatan yang diteliti, kemudian apotek terdekat sebagai sampel selanjutnya. 3.4.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang maupun objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Variabel pengamatan pada penelitian ini meliputi patient assessment, rekomendasi, dan informasi obat serta informasi non farmakologi (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Variabel Penelitian

Objek Pengamatan Variabel Pengamatan

Patient assessment Ada/ tidaknya diajukan pertanyaan:

1. Siapa yang sakit gigi? 2. Berapa usia yang sakit gigi? 3. Apa gejala yang dialami pasien? 4. Berapa lama pasien mengalami sakit? 5. Apa tindakan yang sudah diperbuat

selama mengalami gejala ?

6. Pengobatan lain yang sedang digunakan?

Rekomendasi Ada/ tidaknya rekomendasi dan berupa apa: 7. Rujukan ke dokter?

(5)

Informasi obat Ada/ tidaknya informasi obat meliputi:

17.Terlupa minum obat 18.Cara penyimpanan 19.Cara perlakuan sisa obat 20.Identifikasi obat yang rusak Informasi non farmakologi Ada/ tidaknya Informasi non farmakologi:

21.Pola makan 22.Pola hidup

3.4.3 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur dalam penelitian, yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2012). Instrumen dalam penelitian ini adalah skenario dan

checklist. Sebelum melakukan simulasi pasien di apotek, peneliti harus sudah

menyiapkan dahulu skenario yang digunakan dan lembar checklist yang berisi poin-poin yang ingin didapatkan sebagai data pengamatan.

3.4.3.1 Skenario

Skenario yang digunakan berisi informasi mengenai pasien dan hal-hal yang harus dilakukan pada saat simulasi pasien untuk memperlancar jalannya pengamatan. Skenario disiapkan untuk menghindari kecurigaan dari petugas apotek terhadap simulasi pasien yang dijalankan sehingga pengamatan yang dilakukan dapat optimal.

(6)

2. Jika petugas apotek melakukan patient assessment, maka skenario yang digunakan peneliti adalah :

• Pasien : Syakban

• Jenis kelamin : Laki-laki

• Usia : 38 tahun

• Hubungan dengan peneliti : Abang

• Gejala yang dikeluhkan : Nyeri pada gigi

• Lama gejala yang dialami sampai sekarang : 1 hari

• Tindakan yang sudah dilakukan : tidak ada

• Obat lain yang sedang digunakan : tidak ada

3. Jika tidak ada informasi obat yang diberikan maka peneliti bertanya : “Berapa banyak obat yang diminum?”

4. Pencatatan dilakukan di luar apotek tanpa sepengetahuan petugas apotek. 3.4.3.2 Checklist

Checklist adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa

gejala/identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, pengumpulan data menggunakan observasi dalam bentuk checklist. Dalam observasi, bentuk checklist data yang digunakan yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam hal ini peneliti hanya akan memberikan tanda check (√) jika kriteria yang dimaksud dalam format observasi ditunjukkan oleh petugas apotek.

(7)

farmakologi sebagai pelayanan yang diberikan apotek kepada klien sakit gigi. Lembar checklist dilengkapi oleh peneliti di luar apotek setelah mengunjungi apotek sampel.

3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan swamedikasi adalah pelayanan yang diberikan apoteker kepada masyarakat dalam upaya mengobati penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat - bebas dan terbatas yang dijual bebas di pasaran yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Indah, 2004). Dalam melakukan pelayanan swamedikasi terdapat beberapa profil pelayanan yang dilakukan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi.

3.5.1.1 Patient Assessment

Patient assessment merupakan proses komunikasi dua arah yang

sistematisantara apoteker dengan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Chua, 2006). Pada pelayanan obat tanpa resep diperlukan kegiatan patient assessment agar dapat ditetapkan rekomendasi terapi yang rasional (Chua, 2006). Patient assessment dalam penelitian ini merujuk pada metode WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been presents?, Action taken?,

(8)

3.5.1.2 Rekomendasi

Rekomendasi merupakan saran menganjurkan yang diberikan petugas apotek kepada pasien swamedikasi yaitu dapat berupa rujukan ke dokter ataupun rekomendasi obat (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient assessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek.

3.5.1.3Informasi Obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016). Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain khasiat obat, kontraindikasi, efek samping, cara pemakaian, dosis, waktu pemakaian, lama penggunaan obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa, dan cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak (Depkes RI, 2006).

3.5.1.4Informasi Non Farmakologi

(9)

3.5.2 Sakit Gigi

Sakit gigi adalah kondisi ketika muncul rasa nyeri di dalam atau sekitar gigi dan rahang. Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi dan kejang otot (Depkes RI, 2006).

3.5.3 Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016).

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas isi (content validity) digunakan untuk menilai validitas dari skenario dan lembar checklist. Kedua instrumen tersebut dapat dikatakan valid karena isi dari kedua instrumen tersebut mewakili variabel yang akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu.

Dalam penelitian ini digunakan validitas rupa yang didasarkan pada penilaian format tampilan dari alat ukur yang ada (Nisfiannoor, 2009). Validitas ini dianggap terpenuhi apabila penampilan alat ukur atau tes telah meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkapkan apa yang hendak diukur (Nisfiannoor, 2009). Metode simulasi pasien memiliki validitas rupa bila penyedia layanan kesehatan tidak mengetahui adanya simulasi pasien (Watson, et al., 2004).

Untuk dapat melakukan validitas rupa (face validity) dan validitas isi

(content validity) terhadap peneliti yang berperan sebagai pasien atau keluarga

(10)

ini dilakukan sebanyak lima kali. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Agar data yang diperoleh reliabel maka dilakukan kunjungan uji coba langsung ke apotek (pilot

visit). Dikatakan reliabel ketika peneliti mampu menjalankan skenario dan

menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit. Kemampuan tersebut dapat dilihat pada saat peneliti melakukan pilot visit ke apotek sebanyak lima kali.

Skenario dan lembar checklist telah memenuhi uji validitas isi (content

validity) karena isi dari kedua instrumen tersebut telah mewakili variabel yang

akan diteliti yang diperoleh dari pustaka dan sudah pernah digunakan pada penelitian terdahulu (Khadijah, 2011). Metode simulasi pasien yang digunakan telah memenuhi uji validitas rupa karena setelah dilakukan pilot visit sebanyak lima kali menunjukkan bahwa petugas apotek tidak mengetahui adanya simulasi pasien. Data yang dikumpulkan dinyatakan reliabel karena peneliti mampu menjalankan skenario dan menangkap semua informasi yang didapat saat melakukan pilot visit.

3.7 Teknik Analisis Data

(11)

(Sugiyono, 2012). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan penyajian data melalui tabel, dan persentase.

3.8Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Penyusunan Instrumen Studi Pustaka

Pengujian Instrumen

Pengumpulan Data

Pencatatan Data

Pengolahan Data

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 86 apotek yag berada di 21 kecamatan kota medan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bagaimana profil

patient assessment, profil rekomendasi obat sakit gigi dan profil informasi obat

sakit gigi dan non obat yang diberikan oleh petugas apotek di kota medan.

4.1 Profil Patient Assessment

Patient assessment merupakan proses komunikasi dua arah yang sistemik

antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan (Depkes RI, 2006). Komponen

patient assessment sudah cukup menjadi acuan petugas apotek terhadap pasien

sakit gigi untuk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu rekomendasi serta informasi obat dan non obat. Data lengkap profil patient assessment yang ditanyakan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Data Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek

Patient assessment yang ditanyakan

oleh petugas apotek Diakses (%)

Tidak diakses(%) Siapa yang sakit/mengalami sakit

gigi? 14 (16,28) 72 (83,72)

Berapa usia yang menderita sakit gigi? 8 (9,30) 78 (90,7) Apa gejala yang dialami oleh pasien? 47 (54,65) 39 (45,35) Berapa lama pasien mengalami sakit

gigi? 7 (8,14) 79 (91,86)

Apa tindakan yang sudah diperbuat

selama mengalami sakit gigi? 1 (1,16) 85 (98,84) Apa obat-obat lain yang sedang

(13)

Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek yang dikunjungi, diperoleh hasil sebanyak 14 apotek (16,28%) yang melakukan penggalian informasi mengenai siapa yang sakit atau mengalami sakit gigi. Informasi mengenai siapa yang mendapatkan pengobatan sangat penting untuk diketahui petugas apotek karena belum tentu yang datang ke apotek adalah pasien itu sendiri, sehingga perlu dipastikan untuk siapa pengobatan diminta. Penyerahan obat sesuai standar yang ada harus memperhatikan kesesuaian data pasien dengan obat yang diserahkan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan. Penyerahan obat harus disertai dengan pemberian informasi yang tepat dan mudah dipahami (Menkes RI, 2016).

Berdasarkan penelitian Hasanah (2013) yang dilakukan di Surabaya, penggalian informasi terbanyak yang dilakukan petugas apotek adalah berapa usia pasien yaitu 36 apotek, sedangkan dalam penelitian ini hanya diperoleh data sebanyak 8 (9,30%) petugas apotek yang melakukan penggalian informasi mengenai usia pasien. Usia pasien sangat penting diketahui oleh petugas apotek karena usia adalah salah satu faktor yang dapat dilihat dalam pemberian dosis dan jenis sediaan obat.

(14)

Pengenalan gejala perlu dilakukan untuk mengidentifikasi tingkat keparahan suatu penyakit apakah perlu dirujuk ke dokter atau tidak (Khadijah, 2015). Komponen patient assesment mengenai apa gejala yang dialami pasien merupakan persentase terbesar pada hasil penelitian ini.

Komponen lain dari kegiatan patient assessment yang pernah dilakukan oleh petugas apotek adalah berapa lama pasien mengalami sakit gigi sebanyak 7(8,14%) apotek, dan apa tindakan yang sudah dilakukan oleh pasien hanya 1(1,16%) apotek. Kedua komponen ini penting untuk diketahui oleh petugas apotek karena untuk mengetahui jenis penyakit gigi yang dialami pasien, sehingga dapat diketahui penyakit gigi yang dialami dapat diobati dengan swamedikasi atau harus dirujuk ke dokter. Informasi yang sama sekali tidak ditanyakan oleh petugas apotek adalah obat lain apa yang sedang digunakan oleh pasien. Penggalian informasi ini penting untuk diketahui petugas apotek karena ada beberapa obat yang berinteraksi ketika diminum bersamaan. Informasi obat lain yang sedang digunakan pasien juga dapat digunakan sebagai informasi mengenai riwayat obat dan penyakit dari pasien tersebut, sehingga dapat diberikan obat yang rasional dan tidak memberikan reaksi yang merugikan kepada pasien.

Tabel 4.2Jumlah Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek Jumlah

• Apa gejala yang dialami pasien ?

(15)

• Berapa usia yang sakit gigi ?

• Apa gejala yang dialami pasien ?

1(1,16)

• Apa gejala yang dialami pasien ?

• Berapa lama pasien mengalami sakit gigi ?

1(1,16)

• Apa gejala yang dialami pasien ?

• Apa tindakan yang sudah dilakukan selama

mengalami sakit gigi ?

1(1,16)

3

• Siapa yang sakit ?

• Berapa usia yang sakit

• Apa gejala yang dialami pasien ?

6(6,97%)

• Siapa yang sakit ?

• Apa gejala yang dialami pasien ?

• Berapa lama pasien mengalami sakit gigi ?

2(2,32%)

4

• Siapa yang sakit ?

• Berapa usia yang sakit ?

• Apa gejala yang dialami ?

• Berapa lama pasien mengalami sakit gigi ?

2(2,32%)

Total 49 (56,97%)

Pada tabel diatas terdapat 49 (56,97%) petugas apotek yang melakukan

patientassessment,diantaranya 32 (37,2%) petugas apotekmenanyakan 1

pertanyaan dari patient assessment, 7 (8,13%) petugas apotek menanyakan 2 pertanyaan, 6 (6,97%) petugas apotek menanyakan 3 pertanyaan dan 2(2,32) petugas apotek menanyakan 4 pertanyaan dari patient assessment. Sedangkan yang tidak melakukan patient assessment terdapat 37 apotek. Dalam hasil penelitian ini tidak ada satupun petugas apotek yang melakukan patient

(16)

Penggalian profil patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap kasus sakit gigi di kota Medan masih dinilai kurang maksimal karena hanya sebagian kecil apotek yang melakukan patient assessment dan masih terdapat komponen patient assessment yang sama sekali tidak ditanyakan oleh petugas apotek. Komponen patient assessment yang tidak ditanyakan oleh petugas apotek adalah apa obat lain yang sedang digunakan pasien.

4.2 Profil Rekomendasi

Rekomendasi obat diperoleh setelah petugas apotek melakukan kegiatan

patient assessmentkepada pasien. Hasil dari kegiatan patient assessmentdapat

dijadikan pertimbangan oleh petugas apotek dalam memberikan rekomendasi. Rekomendasi yang tepat dan benar dapat diberikan sesuai dengan patient

assessment yang telah dilakukan oleh petugas apotek. Profil rekomendasi pada

penelitian ini memiliki dua variabel yaitu rekomendasi obat danrekomendasi rujukan ke dokter.

Hasil rekomendasi yang diperoleh dari 86 apotek yang di kunjungi menunjukkan sebanyak 86 (100%) petugas apotek memberikan rekomendasi obat. Data lengkap profil rekomendasi yang dilakukan oleh petugas apotek dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Data Profil Rekomendasi yang Diberikan oleh Petugas Apotek

Variabel Ya, n (%) Tidak, n (%)

(17)

Berdasarkan rekomendasi yang diperoleh, hasil ini dinilai sudah tepat karena berdasarkan skenario penelitian, pasien sedang mengalami sakit gigi ringan yang dapat di atasi secara swamedikasi dan belum perlu melakukan kunjungan ke dokter. Dalam melakukan swamedikasi, tenaga kefarmasian memiliki peran dan tanggung jawab untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi (Menkes RI, 2006).

4.2.1 Jenis Obat yang Direkomendasikan

Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek obat yang direkomendasikan oleh petugas apotek ada obat tunggal dan obat kombinasi.

4.2.1.1 Obat Tunggal

Jenis obat tunggal yang diberikan adalah golongan NSAID dan Kortikosteroid. Adapun jumlah apotek yang merekomendasikan obat tunggal terdapat dalam tabel berikut.

Tabel 4.4Jenis Obat tunggal yang direkomendasikan

Berdasarkan hasil penelitian dari 86 apotek diperoleh data sebanyak 71 (81,39%) petugas apotek yang memberikan obat tunggal diantaranya 69petugas

Jenis obat Kandungan Bahan Aktif n (%) NSAID Asam Mefenamat 500 mg 41 (47,67%)

Kalium Diklofenak 50 mg 24 (27,90) Natrium Diklofenak 50 mg 1 (1.16%)

Methampyron 500 mg 1 (1,16%)

Ketofprofen 50 mg 1(1,16%)

Dexketoprofen 1 (1,16%)

Kortikosteroid Methylprednisolon 8 mg 1 (1,16%)

(18)

apotek merekomendasikan jenis obat NSAID dan1 (1,16%)jenis obat kortikosteroid.Jenisobat NSAID yang paling banyak direkomendasikan adalah asam mefenamat sebanyak 41 (47,67%). Asam mefenamat merupakan obat analgetik yang berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri pada gigi, namun tidak memiliki efek yang signifikan dalam mengobati inflamasi.Asam mefenamat merupakan obat yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi (Pangalila,dkk., 2016). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/Menkes/SK/VII/1990, asam mefenamat merupakan golongan obat wajib apotek no 1 dan hanya diberikan oleh apoteker dengan pemberian maksimal sebanyak 20 tablet. Berdasarkan skenario peneliti yaitu pasien mengalami gejala nyeri gigi pemberian asam mefenamat sudah tepat, namun syarat pemberian obat wajib apotek harus diberikan oleh apoteker. Dalam penelitian ini pemberian obat asam mefenamat hanya diberikan oleh petugas apotek saja.

Obat kalium diklofenak yang direkomendasikan oleh petugas apotek sebanyak 24 (27,90%) apotek. Kalium diklofenak memiliki efek analgesik yang dapat meredakan rasa nyeri dan mengurangi inflamasi pada gigi. Penggunaan obat ini harus diperhatikan pada kondisi kesehatan pasien karena memiliki efek samping yang lebih merugikan pasien (Pangalila dkk, 2016). Menurut Keputusan

(19)

Secara umum penggunaan obat-obat NSAID memliki beberapa efek samping antara lain gangguan lambung dan usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu, penggunaan NSAID secara berkelanjutan tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Darihasilpenelitiandiperoleh1(1,16%)petugasapotekyang

merekomendasikan jenis obat kortikosteroid yaitu methylprednisolon. Pemberian obat ini kurang tepat karena methylprednisolon merupakan obat golongan keras yang harus diberikan dengan resep dokter.

Dalam penelitian ini pemberian obat kortikosteroid tidak tepat, karena obat kortikosteroid merupakan antiinflamasi sedangkan pada skenario peneliti pasien hanya mengalami nyeri saja. Penggunaan obat kortikosteroid yang tidak tepat akan menimbulkan efek samping antara lain insufisiensi adrenokortikal, efek pada muskuloskeletal, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan penglihatan, endokrin, sistem saraf dan kulit. Perforasi gastrointestinal, perdarahan dan lambatnya proses penyembuhan tukak peptik (Ping, dkk., 2014). 4.2.1.2 Obat Kombinasi

Darihasilpenelitiandiperolehtigajenisobatkombinasiyang

(20)

Tabel 4.5 Jenis Obat Kombinasi yang Direkomendasikan

Jenis Obat Kandungan Bahan Aktif n (%) NSAID + NSAID Asam mefenamat 500 mg

+ kalium diklofenak 50 mg

3 (3,48%) NSAID + Antibiotik Asam Mefenamat 500 +

Clindamycin 300 mg

2 (2,32%) Asam Mefenamat 500 mg

+ amoxicillin 500 mg

4 (4,65%) Asam Mefenamat 500 mg

+ Kalium diklofenak 50 mg + Amoxicillin 500 mg

2(2,32%)

Asam Mefenamat 500 mg + Kalium Diklofenak 50 mg + Clindamycin 300 mg

1 (1,16%)

NSAID + Antibiotik + kortikosteroid

Kalium diklofenak 50 mg + methylprednisolon 4 mg + clindamycin 300 mg

1 (1.16%)

NSAID + Antibiotik + Multivitamin

Asam Mefenamat 500 mg + kalium diklofenak 50 mg + amoxicillin 500 mg + Vitamin B Complex

2 (2,32%)

Oleum caryophylli 0,03 ml Aquadest 2 ml

1(1,16%)

Total 16 (18,60%)

(21)

diberikan dengan resep dokter sedangkan obat-obat yang aman digunakan untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas (Depkes RI, 2006).

Petugas apotek merekomendasikan sediaan obat yang berbentuk minyak sebanyak 1 apotek (1,16%). Kandungan obat yang digunakan adalah glyserin, ethanol, creosote oleum caryophylli dan aquadest.Creosote dapat mengurangi rasa nyeri pada gigi dan membunuh mikroorganisme pada gigi, dapat membunuh sel hospes dengan cara berikatan dengan protein atau lemak dari membran sel (Dewi, dkk., 2006).

Pemberianobatkombinasiini sebaiknya diperhatikan dari kondisi kesehatan pasien. Informasi kesehatan pasien dapat diperoleh dari patient

assessment.Obat-obat yang dikombinasikan ini dapat meningkatkan efek samping

dan juga interaksi obat. Contohnya obat NSAID dikombinasikan dengan NSAID memiliki potensi efek samping yang lebih besar salah satunya adalah iritasi lambung. Oleh karena itu sebaiknya pemberian obat kombinasi dapat dihindari (Sukandar, dkk., 2009).

4.2.1.3Golongan Obat yang Direkomendasikan

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 86 apotek yang dikunjungi, data golongan obat yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Golongan Obat yang Direkomendasikan oleh Petugas Apotek.

Golongan Obat n (%)

Obat Bebas 1 (1,16)

Obat Bebas Terbatas 0 (0,00)

Obat Keras 13 (15,11)

Obat Wajib Apotek 72 (83,73)

(22)

Berdasarkan hasil penelitian dari 8 apotek diperoleh data sebanyak 72(83,73%) petugas apotek yang memberikan obat wajib apotek, 13(15,11%) petugas apotek yang memberikan obat keras, dan 1 (1,16%) petugas apotek yang memberikan obat bebas. Dalam penelitian ini jumlah pemberian obat bebas hanya 1 (1,16%) apotek dan tidak satupun petugas apotek memberikan obat bebas terbatas, sedangkan menurut Depkes RI 2006, obat obat yang aman digunakan untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas.

Obat wajib apotek adalah jenis obat keras yang bisa diserahkan tanpa menggunakan resep dari dokter. Tujuan OWA adalah meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri, mengatasi ragam bentuk permasalahan yang berhubungan erat dengan kesehatan. Meskipun bisa menyerahkan obat keras dalam jenis OWA tanpa menggunakan resep dari dokter, apoteker pengelola apotek harus memenuhi persyaratan pemberian obat sebelum menyerahkan obat wajib apotek kepada pasien. Adapun daftar obat wajib apotek terdiri dari daftar obat wajib apotek no 1, 2 dan 3 (Menkes RI, 1990; Menkes RI; 1993; Menkes RI, 1999).

4.3 Profil Informasi Obat

(23)

dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar (Muharni, dkk., 2015).

Informasi-informasi yang harus diberikan oleh tenaga kefarmasian yang ada di apotek meliputi khasiat obat, efek samping obat, cara pemakaian obat, dosis obat, waktu pemakaian obat, lama pemakaian obat, kontra indikasi obat, hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat, hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat, cara penyimpanan obat yang baik, cara memperlakukan obat yang masih tersisa dan cara membedakan obat yang masih baik dan yang sudah rusak (Depkes RI, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian tentang pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh petugas apotek, informasi obat yang paling banyak diberikan adalah informasi dosis obat yaitu sebanyak 28 ( 32,55%) apotek. Meskipun demikian hasil ini masih tergolong kurang optimal karena hanya 5 (5,81%) petugas apotek yang memberikan informasi dosis obat secara langsung kepada pasien tanpa ditanyakan terlebih dahulu, sedangkan 23 (26,94%) petugas apotek memberikan informasi dosis obat setelah peneliti memberikan pertanyaan pancingan mengenai dosisobat. Hasil lengkap profil informasi obat yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.7.

(24)

6 Waktu Pemakaian Obat 13 (15,11) 73 (84,89) 7 Lama Pemakaian Obat 3 (3,48) 83 (96,55) 8 Perhatian mengenai Obat 0 (0,00) 86 (100)

9 Terlupa Minum Obat 0 (0,00) 86 (100)

10 Cara Penyimpanan Obat 0 (0,00) 86 (100) 11 Cara Perlakuan Sisa Obat 0 (0,00) 86 (100) 12 Identifikasi Obat Rusak 0 (0,00) 86 (100) Keterangan: *ada pancingan

Dosis obat merupakan bagian dariinformasi yang penting untuk disampaikan guna mencapai keberhasilan terapi dan menghindari penggunaan obat yang salah (drug misuse). Informasi lain tentang pelayanan informasi obat yang pernah diberikan oleh petugas apotek adalah informasi indikasi obat sebanyak 5 (5,81%) apotek, informasi cara pemakaian obat sebanyak 18 (20,93%) apotek, informasi waktu pemakaian sebanyak 13 (15,11%) apotek dan memberikan informasi lama pemakaian obat sebanyak 3 (3,48%) apotek. Hasil ini menunjukkan apotek belum mengoptimalkan standar pelayanan kefarmasian dalam pengobatan swamedikasi.

Pemberian informasi obat kepada pasien merupakan bagian yang harus dilakukan oleh petugas apotek dalam melakukan pelayanan swamedikasi supaya pasien benar-benar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar demi meningkatkan kualitas hidup pasien..

(25)

cara penyimpanan obat, cara perlakuan sisa obat dan cara identifikasi obat yang rusak.

Pemberian informasi tentang kontraindikasi obat perlu disampaikan dengan jelas kepada pasien, agar pasien tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi yang ada pada obat yang akan digunakan. Berdasarkan penelitian Muharni (2015), kurangnya pemberian informasi tentang kontraindikasi obat ini kemungkinan dikarenakan keterbatasan pengetahuan tenaga kefarmasian terkait kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi oleh pasien atau pelaksana swamedikasi sehingga tenaga kefarmasian masih ragu dan masih menebak-nebak kontraindikasi obat yang akan dikonsumsi pasien atau pelaksana swamedikasi tersebut.

(26)

4.4 Profil Informasi Non Farmakologi

Informasi non farmakologi merupakan informasi yang diberikan sebagai terapi tambahan tanpa menggunakan obat guna meningkatkan keberhasilan suatu efek pengobatan farmakologis (obat sakit) yang lebih baik. Dari 86 apotek yang dikunjungi, data lengkap profil informasi nonfarmakologi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8Distribusi Profil Informasi Non Farmakologi yang Diberikan olehPetugas Apotek.

Variabel Ya (n%) Tidak (n%)

Pola Makan 1 (1,16) 85 (98,84)

Pola Hidup 0 (0,00) 86 (100)

Hasil penelitian diperoleh informasi non farmakologi terdapat dua variabel yaitu pola makan dan pola hidup disajikan pada tabel 4.8. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, hanya 1(1.16%) petugas apotek yang memberikan informasi non farmakologi mengenai pola makan dan tidak ada satu pun petugas apotek yang memberikan informasi mengenai pola hidup. Hasil ini menunjukkan bahwa petugas apotek kurang optimal dalam melakukan pelayanan kefarmasian khususnya swamedikasi. Pola makan yang diinformasikan oleh petugas apotek yaitu berupa anjuran untuk tidak memakan yang manis selama sakit gigi berlangsung. Pola hidup pada pasien sakit gigi adalah dengan menyikat gigi dengan baik setiap hari.

Sebelum terkena sakit gigi, perawatan dan pencegahan adalah cara terbaik untuk menghindari gigi rusak yang menyebabkan sakit gigi:

(27)

b. Untuk sementara hindarilah makanan atau minuman yang mengandung gula dan pemanis buatan. Sebagai gantinya, kita bisa mengonsumsi rasa manis alami, seperti buah semangka atau mangga

c. Jangan minum minuman yang panas. Jika Anda minum minuman panas, jangan sekali-kali disertai dengan minum air dingin atau es secara beruntun, atau sebaliknya.

d. Hindari konsumsi es secara berlebihan.

e. Hindari makanan atau minuman yang terlalu asam.

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Petugas apotek melakukan patient assessment terhadap pasien swamedikasi dengan keluhan sakit gigi. Adapun jumlah apotek yang melakukan patient assessmentadalah 49 (56,9%) apotek dan 37 (43,02%) apotek tidak melakukan patient

asessment.Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa masih banyak petugas apotek yang tidak melakukan patient assessment kepada pasien swamedikasi sehingga pelayanan kefarmasian yang dilakukan petugas apotek di wilayah Medan terhadap pasien swamedikasi sakit gigi masih perlu ditingkatkan.

b.Semua petugas apotekmerekomendasikan pemberian obat sakit gigi. Jenis obat yang direkomendasikan adalah obat golongan NSAID, kortikosteroid, herbal, antibiotik dan multivitamin. Obat yang paling banyak direkomendasikan adalah obat golongan NSAID, yaitu asam mefenamat.

(29)

5.2 Saran

Kepada Pemerintah disarankan untuk:

a. Mendorong implementasi standar pelayanan kefarmasian di apoteksehingga didapatkan hasil terapi yang optimal.

Gambar

Tabel 3.1  Distribusi Apotek di Wilayah Kota Medan
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Data Profil Patient Assessment oleh Petugas Apotek
Tabel 4.2Jumlah  Profil Patient Assessment  oleh Petugas Apotek
+6

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara bakteri yang tergolong dengan mikoriza dapat melalui beberapa tahap yang berbeda, yaitu (1) pada pertumbuhan jamur saprofit dalam tanah, (2) pada

Gambar 2a dan 2b. gmnampora Gunung Prau Desa Pranten Kecamatan Bawang, G4 = N. gymnampora Petung Kriono Pekalongan, Dieng lereng utara).. gymnampora Petung

[r]

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang. PdP

Ini disebabkan karena air laut ditempatkan pada ruang tertutup sehingga energi panas yang diserap tidak dapat keluar dan semakin lama semakin meningkat, ini juga

Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di Posyandu lansia Jetis Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo.Skripsi STIKES

Penelitian ini memiliki tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kualitas pertemuan lingkungan APP Prapaskah terhadap usaha mencapai visi persekutuan yang diidealkan oleh

Temuan studi ini berbeda dengan tesis para penganut teoritisi yang masuk dalam kubu kaum pesimistik seperti yang dikemukakan Boeke dan Geertz, yang mengatakan bahwa dalam