BAB I PENDAHULUAN
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi e-commerce Shopee, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan aspek harga, kepercayaan, kemudahan penggunaan aplikasi, dan promosi untuk meningkatkan keputusan konsumen dalam belanja online di Shopee.
2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis. Dengan melakukan penelitian ini, penulis dapat mengaktualisasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama masa perkuliahan sehingga hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi yang berarti kepada pelaku bisnis online.
3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai tambahan referensi bagi peneliti yang lain yang akan melakukan penelitian yang sama atau yang berkaitan pada masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga
2.1.1 Pengertian Harga
Menurut Tjiptono (2015), harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, juga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel yang berarti dapat diubah dengan cepat. Harga dapat dinyatakan dalam berbagai istilah, misalnya iuran, sewa bunga, premium, komisi, upah gaji, honorarium, SPP, dan sebagainya.
Berdasarkan sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya termasuk barang dan jasa lainnya yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Sementara, dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atau suatu barang atau jasa. Ini berarti, pada tingkat harga tertentu bila manfaat yang dirasakan konsumen meningkat, maka nilainya akan meningkat pula (Tjiptono, 2015).
Menurut Faith dan Agwu (2014), harga sangat mempengaruhi pelanggan dalam membeli sebuah produk. Dalam membeli suatu produk, konsumen bersedia membayar lebih untuk sebuah produk jika mereka percaya itu sepadan dengan nilai yang mereka peroleh dari produk, yang mungkin merupakan hasil dari manfaat tambahan yang diperoleh atau dinikmati dari konsumsi produk.
Menurut Supranto dan Limakrisna (2011), harga ialah sejumlah uang seseorang yang harus dibayar untuk mendapatkan hak menggunakan produk.
Harga rendah untuk produk yang sama akan menghasilkan penjualan yang lebih tinggi daripada harga yang tinggi. Akan tetapi harga sering merupakan sinyal mutu. Harga barang yang murah dipersepsikan barang bermutu rendah.
Menurut Canon et al (2012), harga adalah sesuatu yang harus diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keunggulan yang ditawarkan oleh bauran pemasaran perusahaan. Jadi, harga memainkan peran langsung dalam membentuk nilai pelanggan. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2010), harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh produk.
Berdasarkan definisi harga tersebut maka dapat disimpulkan harga adalah sejumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk atau jasa yang dibelinya guna memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
2.1.2 Penetapan Harga
Menurut Assauri (2015), peranan penetapan harga akan menjadi sangat penting terutama pada keadaan persaingan yang semakin tajam dan perkembangan permintaan yang terbatas. Dalam keadaan persaingan yang semakin tajam dewasa ini, terutama sangat terasa dalam pasar pembeli (buyers market). Peranan harga sangat penting terutama untuk menjaga dan meningkatkan posisi perusahaan di pasar, yang tercermin dalam share pasar perusahaan, disamping untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan. Dengan kata lain, penetapan harga mempengaruhi kemampuan bersaing perusahaan dan kemampuan perusahaan mempengaruhi konsumen.
Masyarakat dengan pendapatan menengah, pembelian yang dilakukan biasanya tergantung dari sifat orangnya serta situasi dan kondisi yang dihadapi.
Pada saat harga turun dapat terjadi pembelian yang dilakukan dalam jumlah yang
agak besar, dan pada saat harga naik pembelian yang dilakukan dalam jumlah yang kecil atau sedikit. Apabila terjadi prediksi atau perkiraan harga akan naik melonjak pada masa yang akan datang, maka mereka sering melakukan spekulasi dengan mengadakan pembelian dalam jumlah yang besar. Demikian pula sebaliknya, apabila terdapat prediksi atau perkiraan harga akan turun drastis, maka mereka akan membeli hanya dalam jumlah yang kecil (Assauri, 2015).
Menurut Canon et al (2012), tujuan penetapan harga harus mengalir dari, dan sesuai dengan tujuan pemasaran dan tingkat perusahaan. Tujuan penetapan harga harus dinyatakan secara eksplisit karena tujuan tersebut berpengaruh langsung terhadap kebijakan penetapan harga, begitu pula dengan metode yang digunakan untuk menentukan harga.
2.1.3 Strategi Penyesuaian Harga
Menurut Kotler dan Amstrong (2010), perusahaan biasanya menyesuaikan harga dasar mereka dengan memperhitungkan berbagai macam pelanggan dan situasi yang berubah. Berikut adalah Strategi penyesuaian harga menurut Kotler dan Amstrong:
1. Penetapan Harga Diskon dan Pengurangan Harga
Kebanyakan perusahaan menyesuaikan harga untuk memberikan penghargaan kepada pelanggan karena memberikan reaksi tertentu, seperti pembayaran tagihan yang lebih awal, volume pembelian yang besar, dan pembelian di luar musim.
Penyesuaian-penyesuian harga itu dinamakan diskon dan pengurangan harga.
2. Potongan harga (allowance) adalah jenis lain pengurangan dari daftar harga.
Potongan harga terbagi menjadi dua yaitu :
a. Potongan harga tukar tambah, adalah pengurangan harga yang diberikan
karena menukarkan barang model dan membeli barang yang baru.
b. Potongan harga promosi adalah pembayaran atau pengurangan harga untuk menghargai agen karena berpartisipasi dalam periklanan dan program dukungan penjualan.
3. Penetapan Harga Tersegmentasi
Perusahaan sering menyesuaikan harga dasar mereka sesuai dengan pelanggan, produk, dan lokasi yang berbeda. Dalam penetapan harga tersegmentasi, perusahaan menjual barang atau jasa pada dua atau lebih, walaupun perbedaan harga tersebut tidak didasarkan pada perbedaan biaya.
4. Penetapan Harga Psikologis
Sebuah pendekatan penetapan harga yang dapat menimbulkan kesan bahwa harga yang ditawarkan masih lebih murah daripada barang atau jasa sejenis produk pesaing. Teknik harga psikologis merupakan siasat yang banyak dipakai oleh toko atau supermaket. Misalnya barang harga Rp 1.000.000 ditawarkan Rp 999.999..maka kesan yang timbul adalah bahwa harga barang tidak sampai jutaan, tetapi hanya ratusan ribu rupiah.
5. Penetapan Harga Untuk Promosi
Untuk sementara perusahaan menetapkan harga di bawah harga terdaftar, dan kadang-kadang bahkan di bawah biaya produksi, untuk meningkatkan penjualan jangka pendek.
6. Penetapan Harga Secara Geografis
Sebuah perusahaan harus mempertimbangkan cara menetapkan harga produknya bagi para pelanggan yang tinggal di berbagai penjuru dunia.
7. Penetapan Harga Internasional
Harga harus ditetapkan oleh perusahaan di negara tertentu tergantung dari banyak faktor, yang meliputi kondisi perekonomian, situasi persaingan, hukum dan peraturan, serta kemajuan sistem perdagangan besar dan eceran.
2.1.4 Indikator Harga
Menurut Kotler dan Armstrong (2010), ada empat indikator yang mencirikan harga yaitu
1. Keterjangkauan harga
Konsumen bisa menjangkau harga yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Produk biasanya ada beberapa jenis dalam satu merek, dan harganya juga berbeda dari termurah sampai termahal.
2. Kesesuaian harga dengan kualitas produk
Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas bagi konsumen. Orang sering memilih harga yang lebih tinggi diantara dua barang karena melihat adanya perbedaan kualitas. Apabila harga lebih tinggi orang cendrung beranggapan bahwa kualitasnya juga lebih baik.
3. Daya saing harga
Konsumen sering membandingkan harga suatu produk dengan produk lainnya.
Mahal murahnya harga suatu produk sangat dipertimbangkan oleh konsumen pada saat akan membeli suatu produk.
4. Kesesuaian harga dengan manfaat
Semakin tinggi manfaat yang dirasakan oleh konsumen dari barang atau jasa tertentu, semakin tinggi pula nilai tukar barang atau jasa tersebut, semakin besar pula alat penukar yang tersedia yang dikorbankan konsumen.
2.2 Kepercayaan
2.2.1 Pengertian Kepercayaan
Menurut Rotter (1967) dalam Somad dan Priansa (2014), kepercayaan merupakan sebuah harapan yang dipegang oleh seorang individu atau sebuah kelompok ketika perkataan, janji, pernyataan lisan atau tulisan dari seorang individu atau kelompok lainnya dapat diwujudkan. Sedangkan menurut Gefen (2000), kepercayaan adalah kemauan untuk membuat dirinya peka pada tindakan yang diambil oleh orang yang dipercayainya berdasarkan rasa kepercayaan dan tanggungjawab.
Menurut Suranto (2011), kepercayaan adalah perasaan bahwa tidak ada bahaya dari orang lain dalam suatu hubungan, kepercayaan berkaitan dengan prediksi, artinya ketika kita dapat memprediksi seseorang tidak akan mengkhianati dan dapat bekerjasama dengan baik, maka kepercayaan itu lebih besar. Sikap percaya menentukan efektivitas komunikasi, orang akan menaruh kepercayaan kepada seseorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman dalam bidang tertentu.
Menurut Kramer dalam Ling et al (2010) kepercayaan merupakan masalah yang kompleks, karena seorang individu tidak mengetahui pasti motif dan niat individu lain terhadap dirinya. Sedangkan menurut Egger dalam Ling et al (2010), bahwa kepercayaan diperlukan ketika melakukan pemesanan secara online dan ketika pembeli mengirimkan data pribadinya kepada penjual.
Kepercayaan (trust) sangat penting untuk membangun dan membina hubungan jangka panjang menurut Rousseau et al (1998) dalam Akbar dan Parvez (2009). Kepercayaan diyakini memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi
komitmen (Morgan dan Hunt, 1994). Semakin populer website online shoping maka tingkat kepercayaan pembeli kepada website online shoping tersebut semakin tinggi. Pembelipun akan semakin yakin dan percaya terhadap reabilitas website, bahwa website tersebut nyata keberadaannya dan benar-benar ada.
Menurut Mayer et al (1995), mendefinisikan kepercayaan sebagai kesediaan perusahaan untuk melayani kebutuhan yang diharapkan pelanggan. Kepercayaan berperan penting dalam proses pembelian secara online, namun belanja online bukanlah lingkungan belanja yang aman. Sehingga keamanan harus sangat diperhatikan oleh situs online untuk melindungi data konsumen (Chang dan Chen, 2008). Keamanan merupakan kemampuan toko online dalam mengendalikan dan mengamankan data transaksi dari penyalahgunaan atau perubahan yang tidak sah (Bailey dan Pearson, 1983).
Menurut Raman dan Viswanathan (2011), tanpa adanya jaminan keamanan maka konsumen tidak akan melakukan pembelian. Karena tanpa jaminan keamanan yang memadai tentunya akan menimbulkan kekhawatiran pada konsumen dan pada akhirnya menghalangi konsumen untuk melakukan pembelian. Jaminan keamanan berperan penting dalam pembentukan kepercayaan dengan mengurangi perhatian konsumen tentang penyalahgunaan data pribadi dan transaksi data yang mudah rusak. Ketika level jaminan keamanan dapat diterima dan bertemu dengan harapan konsumen, maka seorang konsumen mungkin akan bersedia membuka informasi pribadinya dan akan membeli dengan perasaan aman (Park dan Kim, 2006).
2.2.2 Indikator Kepercayaan
Menurut Gefen (2000) dalam Yin dan Faziharudean (2010) bahwa indikator kepercayaan terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. Integritas (Integrity)
Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang terhadap kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat kepada konsumen.
2. Niat baik (Benevolence)
Benevolence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk berperilaku baik kepada konsumen. Benevolence merupakan kesediaan penjual untuk melayani kepentingan konsumen.
3. Kompetensi (Competence)
Competence (kompetensi) adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut. Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi adalah kemampuan penjual untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
2.3 Kemudahan Penggunaan (Ease of Use) 2.3.1 Pengertian Kemudahan Penggunaan
Menurut Setyo, dkk (2015), kemudahan penggunaan adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha.
Dari definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa kemudahan merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan. Jika seseorang merasa
percaya bahwa sistem informasi mudah digunakan maka dia akan menggunakannya.
Menurut Wen et al (2011), kemudahan penggunaan yaitu konsumen merasakan bahwa belanja di toko berbasis web akan meningkatkan belanjanya serta sejauh mana konsumen merasakan kemudahan interaksi dengan situs web dan dapat menerima informasi produk yang ia butuhkan. Ketika konsumen merasakan kemudahan interaksi dengan situs web e-commerce, untuk mencari informasi produk dan membayar online, mereka akan mempertimbangkan belanja online lebih berguna. Namun, sebuah sistem yang sulit digunakan akan dianggap kurang bermanfaat oleh pengguna dan mungkin akan ditinggalkan oleh pengguna.
Menurut Ndubisi dalam Kigongo (2011), kemudahan penggunaan mengacu kepada jelas dan mudahnya interaksi dengan sebuah sistem, kemudahan dalam menggunakan sistem untuk melakukan tindakan yang diperlukan, usaha yang diperlukan untuk berinteraksi dengan sistem dan kemudahan penggunaan sistem.
Menurut Succi dan Walter dalam Kigongo (2011), sebuah sistem yang dinilai mudah digunakan secara otomatis akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk menggunakannya. Situs jual beli online dapat dikatan baik bila situs tersebut menyediakan alur bertransaksi, mulai dari pemesanan, pembayaran, pengisian form, hingga produk sampai di tangan pembeli. Situs jual beli online tidak hanya harus menarik secara teknis, tetapi juga harus mudah dalam penggunaannya agar memberikan dorongan terhadap penggunanya untuk melakukan belanja online.
Menurut Venkatesh dan Davis (2000), ease of use adalah rasa mudah menggunakan sistem teknologi informasi akan menimbulkan perasaan dalam
dirinya bahwa sistem itu mempunyai kegunaan, dan karenanya menimbulkan rasa nyaman bila bekerja dengan sistem teknologi informasi.
2.3.2 Indikator Kemudahan Penggunaan
Menurut Davis (2000), terdapat beberapa indikator kemudahan penggunaan yaitu :
1. Teknologi informasi mudah dipelajari (ease to learn), 2. Teknologi informasi mudah digunakan (ease to use),
3. Teknologi informasi jelas dan mudah dimengerti (clear and understandable), 4. Menjadi terampil (become skillful).
2.4 Promosi
2.4.1 Pengertian Promosi
Menurut Canon et al (2012), promosi adalah mengkomunikasikan informasi antara penjual dan pembeli potensial atau orang lain dalam saluran untuk mempengaruhi sikap dan prilaku. Bagian promosi dalam bauran pemasaran melibatkan pemberitahuan kepada pelanggan bahwa produk yang tepat tersedia di tempat dan harga yang tepat. Kita melihat bahwa konsumen membeli barang sebagai proses pemecahan masalah, dimana pembeli melalui beberapa tahap untuk mengadopsi (atau menolak) sebuah ide atau produk.
Menurut Assauri (2015), promosi adalah usaha perusahaan untuk mempengaruhi calon pembeli dengan merayu (persuasive communicationaI), melalui pemakaian segala unsur acuan pemasaran. Setiap perusahaan selalu berusaha mempengaruhi calon pembeli agar tujuan dan sasaran perusahaan dapat tercapai. Namun menurut Kotler dan Keller (2012), promosi adalah suatu cara untuk menginformasikan, membujuk serta mengingatkan konsumen baik secara
langsung maupun tidak langsung tentang suatu produk ataupun brand yang dijual.
Menurut Somad dan Priansa (2014), promosi merupakan seluruh aktivitas komunikasi yang dilaksanakan oleh organisasi bisnis melalui alat-alat promosi yang ditujukan untuk menginformasikan, mengarahkan, dan membujuk pelanggan agar menggunakan produk. Promosi merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan bisnis. Betapapun berkualitasnya produk, bila pelanggan tidak pernah mengetahuinya maka pelanggan tidak akan pernah mengkonsumsinya.
2.4.2 Tujuan Promosi
Tujuan utama dari promosi adalah meningkatkan penjualan, sedangkan tujuan spesifiknya menurut Griffin dan Ebert (2007) dalam Somad dan Priansa (2014) adalah :
1. Untuk mengkomunikasikan Informasi (Communicate Information)
Pelanggan tidak akan membeli produk kecuali mereka mengenal produk tersebut. Informasi dapat memberikan saran kepada pelanggan bahwa produk tersebut ada, atau informasi juga dapat memberikan pemahaman tentang corak produk. Informasi kepada pelanggan dapat dikomunikasikan melalui tulisan (majalah dan surat kabar), lisan (orang atau telepon), atau secara visual (televisi atau billboard). Saat ini, komunikasi produk organisasi bisnis sangat penting, sehingga pemasar berusaha untuk mengkomunikasikan produk organisasi bisnis dimana pun pelanggan berada.
2. Untuk posisioning Produk (Position Product)
Posisioning merupakan proses menetapkan identitas citra produk yang mudah dipahami dalam benak pelanggan. Posisioning produk akan sulit dilakukan jika organisasi bisnis mencoba memasuki pasar pelanggan secara keseluruhan,
sehingga pendekatan segmen pasar yang spesifik dipandang lebih tepat untuk dilakukan.
3. Untuk nilai tambah (Add Value)
Bauran promosi dirancang untuk mengkomunikasikan produk agar memiliki keuntungan nilai tambah. Promosi juga merupakan pemimpin dalam menetapkan nilai produk yang dirasakan bagi pelanggan.
4. Untuk mengkontrol volume penjualan (Control Sales Volume)
Promosi dengan periode yang lambat akan mengkontrol organisasi bisnis agar mampu menjaga sistem produksi dan distribusi supaya mampu berjalan dengan baik, dimana volume penjualan akan stabil sepanjang tahun.
2.4.3 Acuan/Bauran Promosi
Menurut Somad dan Priansa (2014), bauran promosi merupakan seperangkat alat yang saling melengkapi dan saling mendukung, yang digunakan untuk kegiatan promosi organisasi bisnis. Berbagai alat promosi yang biasa digunakan adalah iklan, hubungan masyarakat, penjualan pribadi, dan promosi penjualan.
Kegiatan promosi yang dilakukan suatu perusahaan merupakan penggunaan kombinasi yang terdapat dari unsur-unsur atau peralatan promosi, yang mencerminkan pelaksanaan kebijakan promosi dari perusahaan tersebut. Menurut Assauri (2015) kegiatan promosi yang dilakukan suatu perusahaan menggunakan acuan/bauran promosi (promotional mix) yang terdiri dari :
1. Advertensi, merupakan suatu bentuk penyajian dan promosi dari gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh suatu sponsor tertentu yang bersifat
nonpersonal. Media yang sering digunakan dalam advertensi ini adalah radio, televisi, majalah, surat kabar, dan billboard.
Berdasarkan sifatnya Advertensi dapat pula dibedakan atas :
1. Presentasi publik (public presentation), yaitu advertensi yang ditujukan untuk umum, sehingga bentuk penyajiannya juga harus bersifat umum ; dalam advertensi ini dimasukkan unsur motivasi pembeli, sehingga masyarakat umum dapat dengan mudah mengerti tentang advertising tersebut.
2. Penembusan (pervasiveness), yaitu advertensi yang dilakukan berulang-ulang, sehingga pesan yang dikirimkan akan meresap pada konsumen.
Secara perlahan-lahan konsumen akan menerima pesan yang dikirimkan, dan mulai membandingkannya dengan advertensi saingan.
3. Amplified expressiveness, yaitu advertensi memberikan kesempatan untuk menampilkan perusahaan dengan hasil produksinya, agar tampak lebih mengesankan melalui pengaturan tulisan, gambar, warna serta suara yang disampaikan melalui media yang terpilih.
4. Tidak pribadi/perorangan (impersonality), yaitu advertensi yang hanya dapat menjalankan komunikasi searah dengan konsumen, sehingga konsumen tidak merasa berkewajiban untuk memperhatikan atau memberikan reaksi terhadap advertensi tersebut.
2. Personal selling, yang merupakan penyajian secara lisan dalam suatu pembicaraan dengan seseorang atau lebih calon pembeli dengan tujuan agar dapat terealisasinya penjualan.
Kegiatan personal selling mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Hubungan langsung secara personal confrontation. Dalam personal selling terjadi hubungan langsung antara penjual dan pembeli, yang menyebabkan kedua pihak dapat saling mengamati sifat, kebutuhan, dan sekaligus dapat mengadakan penyesuaian secara langsung. Walaupun kedua pihak dapat mengadakan penyesuaian dalam hubungan langsung, tetapi kenyataannya sering terjadi konfrontasi; pihak yang satu dapat menyinggung atau menyakiti pihak yang lain, sehingga hal ini dapat menyebabkan penolakan atau pembatalan produk yang ditawarkan.
2. Hubungan akrab, secara cultivation. Personal selling dapat membentuk hubungan yang lebih akrab dengan pembeli. Disini penjual harus dapat menggunakan keahliannya dalam memuji pembeli, sehingga menimbulkan rasa simpati pembeli untuk jangka panjang.
3. Adanya tanggapan (response). Personal selling membuat pembeli merasa berkewajiban untuk mendengar pembicaraan penjual dan memberikan reaksi, walaupun reaksi tersebut hanya merupakan suatu pernyataan terimakasih.
3. Promosi penjualan (sales promotion), yang merupakan segala kegiatan pemasaran selain personal selling, advertensi dan publisitas, yang merangsang pembelian oleh konsumen dan keefektifan agen seperti pameran, pertunjukkan, demonstrasi dan segala usaha penjualan yang tidak dilakukan secara teratur atau kontinyu. Sifat yang terdapat pada promosi penjualan (sales promotion) yaitu :
1. Insistent presence, peralatan promosi penjualan selalu menarik perhatian dan seringkali dapat mengubah kebiasaan lama konsumen, untuk
kemudian menjuruskan perhatiannya pada produk yang dihasilkan perusahaan.
2. Product demeaning, jika peralatan promosi penjualan ini terlalu sering digunakan dan ceroboh dalam pemakaiannya, maka akan timbul keraguan konsumen, yang menganggap bahwa barang atau jasa yang dipromosikan tersebut kurang laku, kurang disenangi, belum dikenal, atau tidak akan diproduksi lagi.
4. Publisitas (publicity), merupakan usaha untuk merangsang permintaan dari suatu produk secara nonpersonal dengan membuat, baik yang berupa berita yang bersifat komersial tentang produk tersebut di dalam media tercetak atau tidak, maupun hasil wawancara yang disiarkan dalam media tersebut.
Publisitas, yang merupakan salah satu unsur promosi, mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Tingkat kebenaran/kepercayaan yang tinggi (high credibility). Pemberitaan publisitas yang diberikan kepada masyarakat, dianggap sebagai sesuatu yang benar dan dapat dipercaya daripada apabila berita tersebut dikeluarkan dengan sponsor dari penjual, sebab pemberitaannya tidak bersifat memihak.
2. Tidak disadari adanya maksud promosi yang sebenarnya (offguard).
Melalui publisitas dapat dicapai calon pembeli yang potensial, yang pada umumnya menyangsikan bujukan atau rayuan dari iklan-iklan maupun pramuniaga (sales person). Hal ini karena pesan yang disampaikan kepada konsumen melalui publisitas adalah dalam bentuk berita dan bukan sebagai pesan komunikasi untuk maksud penjualan.
3. Mendramatisasi (dramatization). Seperti advertensi, publisitas juga mempunyai kemampuan untuk menggambarkan produk atau jasa perusahaan dalam bentuk cerita yang jelas.
2.5 Keputusan Pembelian
2.5.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Assauri (2015), pembelian yang dilakukan oleh para konsumen atau pembeli dipengaruhi oleh kebiasaan pembelian. Kebiasaan pembelian tercakup kapan waktu pembelian dilakukan, berapa jumlah pembelian, dan dimana pembelian tersebut dilakukan. Menurut Somad dan Priansa (2014), perilaku pembelian pelanggan merupakan suatu rangkaian tindakan fisik maupun mental yang dialami pelanggan ketika akan melakukan pembelian produk tertentu, hal ini dibenarkan oleh Chang dan Wei (2011) bahwa keputusan pembelian adalah proses yang melibatkan aktivitas fisik dan mental konsumen. Dengan kondisi seperti itu, konsumen telah memiliki pemahaman sendiri tentang produk yang akan dibeli dan memiliki perasaan percaya diri saat membeli dan mengkonsumsinya.
Sanjaya dan Tantri (2014) menyatakan bahwa keputusan pembelian konsumen adalah tahap tempat pembeli menentukan pilihannya, membeli, dan mengkonsumsi produk. Menurut Choy et al (2011), keputusan pembelian konsumen adalah salah satu bagian dari perilaku konsumen yang dibuat. Perilaku termasuk kegiatan tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan barang, jasa, ide atau pengalaman mereka untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Menurut Schifman et al (2010) bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk membuat suatu keputusan dalam bentuk
Menurut Schifman et al (2010) bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk membuat suatu keputusan dalam bentuk